Anda di halaman 1dari 6

TELAAH JURNAL INTERNASIONAL

PATOFISIOLOGI KASUS GINEKOLOGI PADA REMAJA USIA 12-17 TAHUN


FLOUR ALBUS

Disusun dalam Rangka Memenuhi Tugas Mata Kuliah Patofisiologi kasus Kebidanan

Disusun Oleh :
Kelompok 1
Anggota Kelompok :

1. Astiroh (P25202110001)
2. Enny Ruslikawati (P25202110002)
3. Gevi Febriantika (P25202110003)
4. Martha Ade Ermayani (P25202110004)
5. Fiky Nofika Rismayani (P25202110005)
6. Ashferine Marbah (P25202110006)
7. Leli Ratna Karin Wijayanti (P25202110007)
8. Nurul Afidah (P25202110008)
9. Malina Setiyani (P25202110009)
10. Nur Masillah (P25202110010)
11. Erni Suryawati (P25202110011)
12. Sri Rahayu (P25202110012)
13. Siti Musthoffah (P25202110013)

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SURABAYA
JURUSAN KEBIDANAN
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI KEBIDANAN
2021
BAB I
TELAAH JURNAL
1.1 Identitas Jurnal
 Judul
“The Effect of Reproductive Health Education with Video Learning Multimedia and
Education on the Increasing of Knowledge and Attitude About Prevention of Fluor
Albus Pathology of Female Adolescent”
 Nama Jurnal
International Journal of Multicultural and Multireligious Understanding
 Nama Penulis
Nurhumairah, Ummu Salmah, Muhammad Tamar
 Tanggal Publikasi
Mei 2020
 No. ISSN
2364-5369
Gambaran Umum Penelitian
Penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pendidikan kesehatan reproduksi
dengan multimedia video media pembelajaran dan edukasi peningkatan pengetahuan tentang
pencegahan patofisiologi fluor albus (keputihan) pada remaja putri. Penelitian ini adalah
penelitian eksperimen dengan rancangan pre-test post-test control group desain. Penelitian ini
dilakukan di tiga sekolah yang berbeda, yaitu SMAN 14, SMAN 24, dan SMAN 26 Tulang.
1.2 Abstrak Jurnal
 Jumlah Paragraf : 1 paragraf
 Uraian Abstrak : Abstrak disajikan dalam bahasa inggros, yang berisikan
ringkasan garis besar sebuah penelitian sehingga mempermudah pembaca dalam
memahami isi dari jurnal.
Fluor albus is a problem that is often experienced by women of various ages. Most
women in the world must experience vaginal discharge and 90% of women in
Indonesia have the potential to experience vaginal discharge. Fluor albus in
adolescents can actually be prevented. One way to reproductive health education
that uses media that is interesting and easily understood by adolescents, one of
which is with multimedia video learning media accompanied by education. The
purpose of this study was to look at the effect of multimedia video learning along
with education about reproductive health to increase knowledge and attitudes to
prevent albus fluorine in young women. The research method uses a quasi-
experimental design with pre-test post-test control group design. The study sample
was 44 young women. Paired t-test and Anova test were applied to analyze data.
The analysis showed that there were significant differences in the increase in the
average value of knowledge (p = 0,000), attitudes (p = 0.001), and behavior (p =
0,000) after receiving multimedia and educational video learning. It can be
concluded that multimedia video learning accompanied by education is appropriate
to be applied in reproductive health learning activities, especially health care for
reproductive organs because Multimedia Learning Video makes it easy for young
women to understand and absorb information well so that it can provide a stimulus
to act in preventing the occurrence of fluorine albus. Intervention through health
learning models using multimedia can change the knowledge, attitudes, and
behavior of preventing albus fluorine in young women.
 Kata Kunci Jurnal :Flour Albus, Multimedia Video Learning, Education,
Knowledge, Attitudes
1.3 Pendahuluan Jurnal
Dalam bahasa Inggris
Adolescence can be defined as the transition from childhood to adulthood, which limits the
age of adolescents is the age of 12 to 24 years. In the stages of adolescent development,
every teenager will go through 3 (three) stages, which at the level of development is a
period that is vulnerable to disorders of the reproductive organs, one of which is the
occurrence of fluor albus or vaginal discharge (Abid et al., 2016). Leucorrhoea is the
secretion of fluid other than blood from the vaginal canal out of the ordinary, either smelling
or not accompanied by itching in the local area. Leucorrhoea can occur physiologically and
pathologically. The cause of physiological vaginal discharge is due to hormonal factors such
as before or after menstruation, when sexual desire increases and during pregnancy.
Whereas pathological vaginal discharge is caused by genital infections, foreign bodies, or
other diseases of the reproductive organs (Nurul, 2010). According to WHO 1 out of 20
adolescents in the world experience vaginal discharge every year, the number of women in
the world in 2013 was 6.7 billion people and who had experienced vaginal discharge around
75% (Utami & Riawati, 2014). According to (Kaur et al., 2014) the prevalence of vaginal
discharge (fluor albus) among South Asian adolescents who have experienced vaginal
discharge is 79%. In Indonesia, as many as 90% of adolescent girls in Indonesia have the
potential to experience vaginal discharge because Indonesia is a tropical climate area so
that fungi, viruses, and bacteria easily grow, especially in the female area (Azizah, 2015).
Research shows, a long vaginal discharge even with mediocre symptoms, over time will
damage the hymen because most vaginal discharge contains germs that can damage the
hymen of the blood. In addition to damaging the blood membrane, the occurrence of vaginal
discharge can cause discomfort and will cause various genital infections including vulvitis,
candidiasis vaginitis, cervicitis, and endometriosis (Manuaba, 2009). There are several
inhibiting factors for healthy behavior in efforts to prevent pathological vaginal discharge,
including the lack of individual or adolescent knowledge about vaginal discharge as well as
improper attitudes that weaken a person's motivation to behave healthy lives in an effort to
prevent pathological vaginal discharge. Good adolescent knowledge will increase
knowledge in terms of reproductive health. (Potter & Anne, 2005). According to Purnama
(2013) said that the information obtained is very possible for someone to adopt values and
knowledge that can affect thought patterns and actions. One source of information someone
is through health education. Health education that can affect one's knowledge can be
obtained from a variety of ways both from print media such as posters, leaflets, brochures,
magazines, newspapers, stickers and pamphlets, as well as electronic media such as VLM,
TV, radio, cassettes and slides. According to Asni (2018) multimedia video learning is the
most suitable media used by health workers in providing health education. The purpose of
this study was to determine the effect of reproductive health education with multimedia
video learning media and education on increasing knowledge about preventing pathological
fluor albus (vaginal discharge) in adolescent girls.
Dalam bahasa Indonesia
Masa remaja dapat didefinisikan sebagai masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa
dewasa, yang batas usia remaja adalah usia 12 sampai 24 tahun. Dalam tahapan
perkembangan remaja, setiap remaja akan melalui 3 (tiga) tahapan, dimana pada tahapan
perkembangan merupakan masa yang rentan terhadap gangguan pada organ reproduksi,
salah satunya adalah terjadinya keputihan atau keputihan. Abid dkk., 2016. Keputihan
adalah keluarnya cairan selain darah dari liang vagina secara tidak wajar, baik berbau
maupun tidak disertai rasa gatal pada daerah setempat. Keputihan dapat terjadi secara
fisiologis dan patologis. Penyebab keputihan fisiologis adalah karena faktor hormonal
seperti sebelum atau sesudah menstruasi, saat hasrat seksual meningkat dan selama
kehamilan. Sedangkan keputihan patologis disebabkan oleh infeksi alat kelamin, benda
asing, atau penyakit lain pada organ reproduksi (Nurul, 2010). Menurut WHO 1 dari 20
remaja di dunia mengalami keputihan setiap tahunnya, jumlah wanita di dunia pada tahun
2013 sebanyak 6,7 miliar orang dan yang pernah mengalami keputihan sekitar 75% (Utami
& Riawati, 2014). Menurut (Kaur et al., 2014) prevalensi keputihan (fluor albus) pada remaja
Asia Selatan yang pernah mengalami keputihan adalah 79%. Di Indonesia, sebanyak 90%
remaja putri di Indonesia berpotensi mengalami keputihan karena Indonesia merupakan
daerah beriklim tropis sehingga mudah tumbuh jamur, virus, dan bakteri terutama pada
daerah kewanitaan (Azizah, 2015). Penelitian menunjukkan, keputihan yang lama meski
dengan gejala yang biasa-biasa saja, lama kelamaan akan merusak selaput dara karena
kebanyakan keputihan mengandung kuman yang bisa merusak selaput dara darah. Selain
merusak selaput darah, terjadinya keputihan dapat menimbulkan rasa tidak nyaman dan
akan menimbulkan berbagai infeksi genital antara lain vulvitis, kandidiasis vaginitis,
servisitis, dan endometriosis (Manuaba, 2009). Ada beberapa faktor penghambat perilaku
sehat dalam upaya pencegahan keputihan patologis, antara lain kurangnya pengetahuan
individu atau remaja tentang keputihan serta sikap yang kurang tepat sehingga
melemahkan motivasi seseorang untuk berperilaku hidup sehat dalam upaya pencegahan
keputihan patologis. Pengetahuan remaja yang baik akan menambah pengetahuan dalam
hal kesehatan reproduksi. (Potter & Anne, 2005). Menurut Purnama (2013) mengatakan
bahwa informasi yang diperoleh sangat memungkinkan seseorang untuk mengadopsi nilai
dan pengetahuan yang dapat mempengaruhi pola pikir dan tindakan. Salah satu sumber
informasi seseorang adalah melalui pendidikan kesehatan. Pendidikan kesehatan yang
dapat mempengaruhi pengetahuan seseorang dapat diperoleh dari berbagai cara baik dari
media cetak seperti poster, leaflet, brosur, majalah, koran, stiker dan pamflet, maupun
media elektronik seperti VLM, TV, radio, kaset dan slide. Menurut Asni (2018) multimedia
video learning merupakan media yang paling cocok digunakan oleh tenaga kesehatan
dalam memberikan pendidikan kesehatan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
mengetahui pengaruh pendidikan kesehatan reproduksi dengan media pembelajaran
multimedia video dan edukasi terhadap peningkatan pengetahuan tentang pencegahan
fluor albus patologis (keputihan) pada remaja putri.
Didalam pendahuluan, peneliti menggambarkan gambaran besar mengenai patologi
keputihan atau flour albus, menyajikan data-data yang mendukung, hasil penelitian
terdahulu yang berhubungan, dan gambaran terkait pendidikan kesehatan dan pengaruh
pembelajaran multimedia terhadap sikap remaja dalam melakukan pencegahan keputihan
atau flour albus.
Metode
1. Penelitian eksperimen dengan desain pre-post tes control grup desain
2. Sampel diambil secara puprpose sampling, dan semua data yang tercatat dalam bentuk
tabel induk menggunakan statistik dengan skala pengukuran dan tujuan penelitian
3. Proses analisis menggunakan software statistik dengan uji kolmogrov

Hasil
Tabel 1 menunjukkan bahwa pada kelompok intervensi yaitu kelompok vlm disertai
distribusi pendidikan remaja semua berusia 16 tahun sebanyak 22 remaja (100%).
sedangkan pada kelompok kontrol sebaran usia terbanyak adalah pada usia 16 tahun
sebanyak 20 orang (90,9%) dan usia 17 tahun sebanyak 2 orang (1%). Sumber informasi
pencegahan keputihan pada kelompok intervensi sebagian besar diperoleh melalui
internet sebanyak 15 orang (68,2%), sedangkan informasi pencegahan keputihan pada
kelompok kontrol sebagian besar berasal dari teman yaitu 18 orang (70,5%).
Tabel 2 menunjukkan rerata skor pengetahuan awal pada kelompok intervensi
yaitu kelompok vlm dan pendidikan sebesar 13,5 dan pengetahuan akhir sebesar 16,18
dengan nilai probabilitas 0,000 (p<0,05). Sedangkan pada kelompok kontrol rerata skor
pengetahuan awal 12,91 dan rerata skor pengetahuan akhir 13,45 dengan nilai
probabilitas 0,541 (p>0,05). Sehingga dapat disimpulkan bahwa ada peningkatan
pengetahuan pada kelompok intervensi yang diberikan vlm serta edukasi dan tidak ada
peningkatan pengetahuan pada kelompok yang hanya diberikan edukasi.

Tabel 3 menunjukkan rerata skor sikap awal pada kelompok intervensi yaitu
kelompok vlm dan pendidikan sebesar 41,77 dan pengetahuan akhir sebesar 48,59
dengan nilai probabilitas 0,001 (p<0,05). Sedangkan pada kelompok kontrol rerata skor
pengetahuan awal 41,64 dan rerata skor sikap akhir . 45,14 dengan nilai probabilitas 0,136
(p>0,05). Sehingga dapat disimpulkan bahwa ada peningkatan sikap pada kelompok
intervensi yang diberikan vlm serta edukasi dan tidak ada peningkatan sikap pada
kelompok yang hanya diberikan edukasi.

Pembahasan

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji pengaruh multimedia video learning tentang
kesehatan reproduksi terhadap peningkatan pengetahuan dan sikap pencegahan fluor
albus patologis (keputihan) pada remaja putri. Pemberian pendidikan kesehatan dalam
bentuk video ini diharapkan dapat mempermudah remaja untuk meningkatkan
pengetahuan dan sikap terhadap pencegahan penyakit organ reproduksi khususnya fluor
albus atau keputihan pada remaja.

Hasil ini sejalan dengan penelitian sebelumnya yang menunjukkan adanya


peningkatan pengetahuan remaja putri setelah mendapatkan pendidikan kesehatan
tentang pencegahan keputihan patologis pada remaja putri (Fauziah, 2017). Hasil
penelitian (Reis et al., 2015) di beberapa kampus di Portugal menyatakan bahwa
pendidikan kesehatan reproduksi di sekolah berpengaruh terhadap pengetahuan dan
sikap siswa tentang kesehatan reproduksi remaja.

Hasil reproduksi dengan media VLM (Video Learning Multimedia) terhadap


pengetahuan dan sikap kader kesehatan. Penelitian ini menyimpulkan bahwa pendidikan
kesehatan reproduksi dengan VLMmedia terbukti efektif dalam meningkatkan pengetahuan
dan sikap kader kesehatanpenelitian ini juga sesuai dengan penelitian Artaria (2015) yang
meneliti tentang efektivitas pendidikan kesehatan.

Kesimpulan

Pengaruh multimedia video learning yang disertai dengan edukasi tentang kesehatan
reproduksi untuk meningkatkan pengetahuan dan sikap pencegahan penyakit organ
reproduksi atau fluor albus (keputihan) pada remaja putri.

Saran

Untuk mendapatkan informasi lebih lanjut tentang penelitian ini, disarankan kepada
peneliti selanjutnya agar dilakukan penelitian lebih lanjut dengan jumlah sampel yang
lebih banyak dan durasi penelitian yang lama. Selain itu, peneliti dapat
mengembangkan lebih lanjut penelitian ini dan mengkaji lebih dalam dengan
mengubah jenis penelitian kualitatif atau metode lainnya.

Anda mungkin juga menyukai