Anda di halaman 1dari 7

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Usia prasekolah merupakan masa yang paling aktif, karena di usia

prasekolah ini anak mempunyai rasa ingin tahu yang besar mengenai sesuatu yang

baru dan mulai belajar untuk berkomunikasi dengan orang lain, belajar

menyampaikan sesuatu dengan jelas tentang keinginannya (Wong &

Hockenbery, 2012). Menurut Dewi, dkk 2015 Anak prasekolah adalah anak yang

berusia 3-6 tahun. Anak yang berusia 3-6 tahun ini sedang menjalani proses

pertumbuhan dan perkembangan yang sangat pesat dan penting bagi proses

perkembangan selanjutnya (Muscari,2005). Namun, ada beberapa hal perlu

diperhatikan pada saat tumbuh kembang anak usia prasekolah, salah satunya

enuresis (mengompol). Enuresis adalah pengeluaran air kemih yang tidak

disadari dan sering dijumpai pada anak umur diatas tiga tahun karena seharusnya

pada usia empat tahun otak dan otot-otot kandung kemih sudah sempurna

sehingga dapat mengontrol dan membantu anak memperkirakan kapan BAK dan

BAB. (Hidayat, 2005).

Prevalensi enuresis bervariasi diberbagai negara. Menurut data WHO

(Word Health Organization) didapatkan 5-7 juta anak didunia mengalami


enuresis nokturnal dan sekitar 15%-25% terjadi pada umur <5 tahun. Menurut

The National Institutes of Health di Amerika Serikat noctural enuresis biasa

terjadi pada anak usia 2-5 tahun dengan angka kejadian 5 juta anak diseluruh

dunia. Menurut data ASEAN terdapat sekitar 2 juta anak mengalami enuresis

yang terjadi pada usia sekitar 2-4 tahun. Semakin bertambah umur prevalensi

enuresis emakin menurun. Dari seluruh kejadian enuresis didapatkan 80% adalah

enuresis nocturnal, 20% enuresis diurnal dan sekitar 15%-20% anak yang

mengalami enuresis nokturnal juga mengalami enuresis diurnal (Fransisca, 2013

didalam Pradana (2014:23).

Di Indonesia diperkirakan jumlah balita mencapai 30% dari 250 juta jiwa

penduduk Indonesia dan menurut Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT)

nasional diperkirakan jumlah balita yang sudah mengontrol buang air besar dan

buang air kecil di usia prasekolah mencapai 75 juta anak. Namun demikian,

masih ada sekitar 30% anak umur 3 tahun dan 10% anak umur 6 tahun yang

masih takut kekamar mandi apa lagi pada malam hari. Menurut Child

Development Institute Toilet Training pada penelitian American Psychiatric

Association dilaporkan bahwa 10-25% anak usia 5 tahun, 10% anak usia 10 tahun,

hampir 2% anak usia 12-14 tahun dan 1% anak usia 18 tahun masih

mengompol (Medicastrore,2008 didalam Elvira, 2015:3). Sedangkan hasil

penelitian di Kabupaten Pringsewu pada tahun 2014, ibu yang memiliki anak

usia 3-5 tahun sebagian besar kurang pengetahuan tentang toilet training yaitu

sebanyak 64%, sehingga masih banyak anak usia 3-5 tahun yang mengalami

enuresis. (Ervina, 2014).


Ada beberapa penyebab yang dapat menimbulkan enuresis diantaranya

kelainan pada kandung kemih dan faktor keturunan (Kurniawati, 2008). Menurut

Suwardi, (2000) faktor genetik, hambatan perkembangan dasar, pola tidur,

lingkungan yang kurang baik juga dapat menjadi penyebab enuresis. Ahli lain

pun menyatakan bahwa volume air kemih, gangguan kekurangan produksi

hormon anti diuretik (hormon antikencing) dan gangguan psikologis bisa juga

menjadi penyebab. (Fatmawati, 2014).

Dampak secara sosial dan kejiwaan yang ditimbulkan akibat enuresis

sungguh mengganggu kehidupan seorang anak. Pengaruh buruk secara psikologis

dan sosial yang menetap akibat ngompol akan mempengaruhi kualitas hidup anak

saat dewasa. Bila diabaikan, hal ini akan berpengaruh bagi anak. Biasanya

anak menjadi tidak percaya diri, malu dan hubungan sosial dengan teman

terganggu (Kurniawati, 2008). Selain itu, dampak dari enuresis akan mengalami

gangguan perilaku internal ataupun eksternal. Anak akan merasa rendah diri,

tidak percaya diri, atau lebih agresif. Walaupun sekitar 15% anak yang

mengalami enuresis dapat mengatasi sendiri atau remisi secara spontan tiap

tahunnya, namun jika enuresis tidak mendapatkan penanganan dini dan tepat akan

berdampak terhadap perkembangan anak (Supartini, 2014:13).

Upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi enuresis yaitu terapi

farmakologi dan non-farmakologi, terapi farmakologi antara lain, pemberian obat-

obatan untuk enuresis yaitu dengan menggunakan obat oksibutinin, imipramin,

dan desmopressin. Sedangkan terapi non- farmakologi pada enuresis dapat


dilakukan dengan berbagai cara yaitu memberi dukungan dan motivasi,

menggunakan sistem alarm dan terapi akupresur. (Kyle, 2014).

Salah satu upaya untuk mengatasi enuresis adalah dengan terapi

akupresure atau pemijatan pada titik-titik tertentu. Terapi akupresure merupakan

pengembangan dari ilmu akupunture, sehingga pada prinsipnya metode terapi

akupresure sama dengan akupunture yang membedakannya terapi akupresure

tidak menggunakan jarum dalam proses pengobatannya. Teknik pengobatan

akupresure bertujuan untuk membangun kembali sel sel dalam tubuh yang

melemah serta mampu membuat sistem pertahanan dan meregenerasikan sel

tubuh. Akupresure terbukti bermanfaat untuk pencegahan penyakit, penyembuhan

penyakit, rehabilitasi (pemulihan) serta meningkatkan daya tahan tubuh

(Fengge,2012:70).

Moksibusi adalah cara merangsang titik akupunktur dengan menggunakan

moksa yaitu cerutu yang terbuat dari daun Ngai (Arthemisia vulgaris) dengan cara

dibakar. Daya panas dari moksa tersebut melalui titik akupresur akan dialirkan

menembus permukaan kulit, otot dan kemudian sampai pada titik dan meridian

sehingga akan menimbulkan reaksi pengobatan, pencegahan dan perbaikan serta

perawatan (Ikhsan, 2017). Berdasarkan penelitian Dokter Zhang Guiyan, Zhu

Guoxin menggunakan moksa di titik RN 4 dan DU 20 untuk mengobati 89 anak

enuresis, hasilnya 85,4% sembuh, 12,4% membaik, dan 2,2% tidak ada hasil.

Tingkat tota efektif 97,8%. (Ang, 2017).

Berdasarkan hasil penelitian Elvira tahun 2015 di Kota Pontianak

menyimpulkan bahwa terapi akupresure efektif terhadap frekuensi enuresis pada


anak usia prasekolah. Diperkuat oleh hasil penelitian Setiowati Di Kabupaten

Tanah Bumbu tahun 2018 menyimpulkan bahwa ada efektivitas terapi akupresure

terhadap frekuensi enuresis. Sedangkan hasil penelitian Suprihatin di Kota Kediri

tahun 2015 didapatkan bahwa sebagian besar (27 anak) mengalami enuresis

dengan waktu kejadian pada malam hari.

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka peneliti tertarik untuk

melakukan penelitian mengenai Pengaruh Terapi Akupresur dan Moksibasi Untuk

Mengatasi Enuresis pada Anak Usia Prasekolah di wilayah kerja Poskeskel Tejo

Agung

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian yang terdapat pada latar belakang masalah, maka rumusan

masalah dalam penelitian ini adalah “Apakah ada pengaruh terapi akupresur dan

moksa terhadap frekuensi Enuresis pada anak usia prasekolah?”

1.3. Tujuan Penelitian

1.3.1. Tujuan Umum

Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh terapi

akupresur dan moksa terhadap penurunan frekuensi enuresis pada anak usia

prasekolah di Poskeskel Tejo Agung Tahun 2018.

1.3.2. Tujuan Khusus

1. Mengetahui rata-rata enuresis sebelum dilakukan terapi akupresur dan


moksibasi pada anak usia prasekolah di Poskeskel Tejo Agung Tahun 2018.

2. Mengetahui rata-rata enuresis sesudah dilakukan terapi akupresur dan

moksibasi pada anak usia prasekolah di Poskeskel Tejo Agung Tahun 2018.

3. Mengetahui pengaruh terapi akupresur dan moksibasi terhadap penurunan

frekuensi enuresis pada anak usia prasekolah di Poskeskel Tejo Agung Tahun

2018.

1.4. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi :

1. Manfaat Secara Teoritis

Secara teori manfaat penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh

terapi akupresur dan moksibasi terhadap penurunan frekuensi enuresis pada anak

usia prasekolah di Poskeskel Tejo Agung Tahun 2018.

2. Manfaat Secara Praktik

Menerapkan terapi Non-farmakologi dalam menurunkan frekuensi enuresis

pada anak usia prasekolah di Poskeskel Tejo Agung Tahun 2018, juga sebagai

masukan pada pelayanan kesehatan seperti posyandu, poskeskel dan puskesmas

untuk menginformasikan manfaat terapi akupresur dan moksibasi terhadap

penurunan frekuensi enuresis pada anak usia prasekolah, serta dapat menjadi

pembanding dalam penelitian lain dengan variabel yang lebih luas dan lebih

mendalam tentang metode penurunan frekuensi enuresis pada anak usia

prasekolah.
1.5. Ruang Lingkup

Metode penelitian yang digunakan adalah Quasi Eksperimen yaitu

mencoba menghubungkan variabel bebas (Akupresur dan Moksibasi) dengan

variabel terikat (Enuresis). Penelitian ini menggunakan pendekatan One Group

pretest and posttest, dengan menilai Enuresis sebelum dan sesudah diberi

perlakuan, berupa pemijatan Akupresur dan moksibasi. Variabel penelitian terdiri

dari variabel independen (Akupresur dan Moksibasi) dan variabel dependen

(Enuresis). Lokasi penelitian dilakukan di wilayah kerja Poskeskel Tejo Agung,

waktu penelitian dilakukan pada bulan Januari Tahun 2019.

Anda mungkin juga menyukai