Anda di halaman 1dari 31

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Menurut Widyastuti dkk (2009), kesehatan reproduksi
merupakan masalah penting di kalangan remaja, karena remaja
merupakan generasi penerus bangsa. Menurut WHO (2015),
remaja adalah rentang usia 10 hingga 19 tahun. Menurut
Peraturan Menteri Kesehatan RI nomor 25 tahun 2014, remaja
adalah penduduk dalam rentang usia 10-18 tahun. Remaja
adalah masa peralihan dari masa anak-anak menuju dewasa
yang ditandai oleh pertumbuhan fisik yang cepat (Indriyani,
2014).
Pada usia remaja terjadi masa pubertas, pada remaja wanita
ditandai dengan terjadinya mestruasi. Menstruasi dimulai antara
usia 12-15 tahun dan berlangsung hingga usia 45-50 tahun.
Keluhan-keluhan yang sering muncul ketika menstruasi adalah
mudah tersinggung, gelisah, insomnia, konsentrasi terganggu,
pembesaran payudara dan gangguan lainnya yang berkaitan
dengan masa menstruasi salah satunya berupa dismenorea
(Manuaba, 2009).
Menurut Fatmawati (2016), angka kejadian dismenorea di
dunia sangat besar, rata-rata lebih dari 50% wanita disetiap
negara mengalami dismenorea. Angka kejadian dismenorea di
Amerika Serikat 30-50% terjadi pada wanita usia reproduksi. 10-
15% diantaranya mengalami kehilangan kesempatan kerja,
sekolah, dan kehidupan keluarga. Menurut Proverawati (2009),
angka kejadian dismenorea di Indonesia cukup tinggi tercatat

1
2

sebanyak 54,89% wanita mengalami dismenorea primer dan


45,11% mengalami dismenorea sekunder. Di Jawa Barat
diperkirakan 30-70% wanita mengalami dismenorea, termasuk
diantaranya nyeri perut atau kram perut (Baziad, 2008).
Menurut Lowdermilk (2013), dismenorea yaitu nyeri selama
atau sesaat sebelum menstruasi. Banyak remaja yang
mengalami dismenorea pada tiga tahun pertama setelah
menarche, sekitar 75% wanita melaporkan berbagai derajat
dismenorea dan sekitar 15% melaporkan mengalami dismenorea
berat. Penelitian yang telah dilakukan sebelumnya mendapatkan
data bahwa hingga 10% wanita yang mengalami dismenorea
yang cukup berat merasa aktivitasnya terganggu selama 1-3 hari
dalam sebulan. Menurut Kozier (2011), dampak dismenorea yang
lebih sering terjadi pada remaja putri meliputi gangguan rasa
nyaman, aktifitas terganggu, pola tidur terganggu, selera makan
terganggu, sulit konsentrasi dalam melakukan pekerjaan dan
belajar. Penelitian yang telah dilakukan Murtiningsih (2015), nyeri
juga dapat mempengaruhi emosional dan depresi.Sekitar 27,7%
remaja yang mengalami dismenorea tidak dapat mengikuti proses
belajar dan izin tidak masuk sekolah. Dismenorea yang terjadi
pada remaja harus segera ditangani dengan tindakan yang tepat
untuk menghindari dampak negatif yang akan terjadi. Sebanyak
92% dari 101 siswi kelas XI SMA Negeri 52 Jakarta yang
mengalami dismenoreamerasakan gangguan dalam aktivitas
belajar ketika terjadi nyeri (Putri, 2017).
Menurut Lowdermilk (2013), dismenorea dapat diatasi
dengan terapi farmakologi dan nonfarmakologi. Terapi
farmakologi diantaranya inhibitor sintesi prostaglandin dan obat-
3

obat anti inflamasi non steroid (AINS), serta penggunaan obat-


obatan warung yang mengandung bahan-bahan seperti ibuprofen
dan natrium naproxen. Namun efek samping yang ditimbulkan
dari penggunaan obat tersebut dapat memberikan efek negatif
apabila dikonsumsi dalam jangka panjang. Sedangkan secara
nonfarmakologi diantaranya terapi akupuntur, hipnotis, pijat, dan
relaksasi. Dismenorea juga dapat diatasi dengan cara istirahat
cukup, konsumsi minuman hangat, minuman kunyit, dan kompres
hangat (Murtiningsih, 2015). Salah satu produk herbal untuk
mengatasi dismenorea bagi para remaja putri yaitu dengan
menggunakan minuman jamu kunyit asam. Bahan dasar
pembuatan jamu kunyit asam yaitu kunyit dan asam. Kandungan
curcumine pada kunyit dan anthocyanin pada asam jawa dapat
menghambat terjadinya reaksi cyclooxygenase (COX) sehingga
dapat menghambat dan mengurangi terjadinya proses inflamasi
(Sina, 2012).
Penelitian yang dilakukan oleh Marsaid, dkk (2017) yang
berjudul “Efektifitas Pemberian Ekstrak Kunyit Asam Terhadap
Penurunan Dismenore Pada Remaja Putri Di Desa Tambang
Kecamatan Pudak Kabupaten Ponorogo” dengan menggunakan
metode pre-eksperimental dengan rancangan one-group pretest-
posttest design, hasil penelitian menunjukan sebelum diberikan
ekstrak kunyit asam sebagian besar responden mengalami nyeri
sedang (53,8%), setelah diberikan ekstrak kunyit asam sebagian
besar responden tidak mengalami nyeri (73,1%). Dapat
disimpulkan bahwa ekstrak kunyit asam efektif untuk menurunkan
dismenore pada remaja putri di Desa Tambang Kecamatan
Pudak Kabupaten Ponorogo.
4

Sedangkan penelitian yang telah dilakukan Abdul (2015)


yang berjudul “Perbandingan Efektivitas Pemberian Minuman
Kunyit Asam dan Minuman Jahe Terhadap Penurunan Nyeri Haid
Pada Siswi Di SMA Negeri 3 Gorontalo Utara” dengan
menggunakan metode quasi eksperimental dengan non
equivalent (pretest and post test) group design. Populasi dalam
penelitian ini adalah seluruh siswi kelas X dan XI SMA Negeri 3
Gorontalo Utara yang mengalami nyeri haid saat menstruasi,
hasil penelitian menunjukan terdapat perbedaan antara
pemberian minuman kunyit asam dan minuman jahe terhadap
penurunan nyeri haid dengan p-value 0,023< α (0,05). Hal ini
menunjukan bahwa pemberian minuman kunyit asam lebih efektif
terhadap penurunan nyeri haid pada siswi di SMA Negeri 3
Gorontalo Utara dibanding dengan minuman jahe.
Hasil studi pendahuluan yang dilakukan peneliti pada
tanggal 18 April 2018 terhadap 122 orang siswi SMP Negeri 01
Babakan Cirebon didapatkan data siswi yang mengalami
dismenorea sebanyak 87 (71%) siswi. Hal ini berdampak pada
aktifitas sekolah yang terganggu sehingga tidak dapat
berkonsentrasi dengan baik ketika proses belajar mengajar dan
mereka hanya beristirahat didalam kelas sebanyak 2 siswi, emosi
tidak dapat terkontrol sebanyak 3 siswi, demam sebanyak 4 siswi,
nyeri punggung sebanyak 2 siswi, payudara terasa nyeri
sebanyak 2 siswi, lemas sebanyak 11 siswi, pegal-pegal
sebanyak 5 siswi, dan sampai menyebabkan izin tidak masuk
sekolah pada saat mengalami dismenorea sebanyak 10 siswi.
Pada saat melakukan wawancara peneliti menanyakan
beberapa hal diantaranya, menarche, tingkat nyeri dsmenorea
(ringan, sedang, berat), terapi yang digunakan pada saat
5

dismenorea, dan dampak ketika dismenorea. Hasil wawancara


diperoleh data bahwa beberapa siswi mengatakan hal-hal yang
dilakukan untuk mengurangi dismenorea meliputi, minum kunyit
asam dengan cara diolah sendiri atau menggunakan produk
pabrik sebanyak 19 responden (16%), ada juga yang melakukan
kompres hangat sebanyak 1 responden (0,8%), minum air hangat
sebanyak 1 responden (0,8%), mengoleskan minyak kayu putih
sebanyak 15 responden (12%), mengoleskan balsem sebanyak 2
responden (1,6%), tidur sebanyak 10 responden (8%), minum
susu sebanyak 1 responden (0,8%), promag sebanyak 1
responden (0,8%), ada juga yang hanya menahan rasa sakitnya
sebanyak 38 responden (31%). Dari 87 responden (71%) yang
mengalami dismenorea, 68 responden (56%) mengatakan belum
pernah mengatasi dismenorea dengan menggunakan jamu kunyit
asam.
SMP Negeri 01 Babakan Cirebon merupakan SMP dengan
jumlah siswi yang mengalami dismenorea cukup banyak dan para
siswi di sekolah tersebut belum pernah diberikan pendidikan
kesehatan reproduksi terutama kesehatan reproduksi remaja,
sehingga para siswi tidak mengetahui tentang dismenorea.
Pentingnya dilakukan penelitian ini yaitu untuk menambah
wawasan bagi para siswi tentang cara mengatasi dan mencegah
dismenorea dengan menggunakan tanaman herbal salah satunya
kunyit asam, agar aktivitas sehari-hari tidak terganggu dan tidak
mengalami kesulitan konsentrasi pada saat proses belajar
mengajar. Apabila tidak dilakukan penelitian tersebut maka
aktifitas sehari-hari menjadi terganggu, dan konsentrasi belajar
menurun. Berdasarkan uraian pada latar belakang peneliti ingin
melakukan penelitian untuk mengetahui efektifitas minuman
6

kunyit asam terhadap nyeri dismenorea pada siswi SMP Negeri


01 Babakan Cirebon tahun 2018.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, perumusan
masalah dalam penelitian ini adalah bagaimanakah efektivitas
minuman kunyit asam terhadap dismenorea pada siswi SMP
Negeri 01 Babakan Cirebon Tahun 2018 ?
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis efektivitas
minuman kunyit asam terhadap penurunan tingkat nyeri
dismenorea pada siswi SMP Negeri 01 Babakan Cirebon
Tahun 2018.
2. Tujuan Khusus
a. Mengidentifikasi kejadian dismenorea pada siswi SMP
Negeri 01 Babakan Cirebon Tahun 2018.
b. Mengidentifikasi tingkat nyeri dismenorea pada siswi SMP
Negeri 01 Babakan Cirebon Tahun 2018 sesudah
diberikan terapi minuman kunyit asam pada kelompok
intervensi dan kontrol.
c. Menganalisis efektivitas minuman kunyit asam terhadap
penurunan tingkat nyeri dismenorea pada siswi SMP
Negeri 01 Babakan Cirebon Tahun 2018.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
a. Bagi peneliti
Menambah wawasan ilmu pengetahuan dan mendapatkan
banyak pengalaman baru dibidang ilmu kesehatan tentang
7

cara mengatasi dismenorea dengan menggunakan terapi


kunyit asam.

b. Bagi pihak sekolah


Dapat memberikan informasi tentang kesehatan
reproduksi dan pemanfaatan kunyit sebagai salah satu
cara non farmakologi untuk menurunkan nyeri
dismenorea.
c. Bagi siswi SMP Negeri 1 Babakan
Diharapkan agar para siswi dapat memanfaatkan minuman
kunyit asam untuk menurunkan dismenorea sebagai salah
satu cara non farmakologi yang mudah diperoleh.
d. Bagi Peneliti Selanjutnya
Diharapkan bagi peneliti selanjutnya agar dapat
melanjutkan penelitian ini dengan menggunakan obat
herbal atau non farmakologi lainnya yang dapat
menurunkan nyeri dismenorea.
2. Manfaat Praktis
Diharapkan mampu memberikan informasi dan solusi bagi
para wanita yang mengalami dismenorea.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Kajian Pustaka
1. Remaja
a. Definisi Remaja
Menurut WHO (2015), remaja adalah rentang usia 10
hingga 19 tahun. Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI
nomor 25 tahun 2014, remaja adalah penduduk dalam rentang
usia 10-18 tahun. Remaja adalah masa peralihan dari masa
anak-anak menuju dewasa yang ditandai oleh pertumbuhan fisik
yang cepat (Indriyani, 2014).
Masa remaja merupakan masa terjadinya perubahan fisik,
mental, dan sosial-ekonomi. Secara fisik terjadi perubahan
karakteristik jenis kelamin menuju kematangan seksual dan
reproduksi. Secara ekonomis masa ini merupakan masa transisi
dari ketergantungan sosial-ekonomi secara total kearah
ketergantungan yang relatif lebih rendah (Imron, 2012),
Pada usia remaja terjadi masa pubertas, pada remaja
wanita ditandai dengan terjadinya mestruasi. Menstruasi dimulai
antara usia 12-15 tahun dan berlangsung hingga usia 45-50
tahun. Keluhan-keluhan yang sering muncul ketika menstruasi
adalah mudah tersinggung, gelisah, insomnia, konsentrasi
terganggu, pembesaran payudara dan gangguan lainnya yang
berkaitan dengan masa menstruasi salah satunya berupa
dismenorea (Manuaba, 2009).

8
9

b. Tahap Perkembangan Remaja


Menurut Sarwono (2011) dan Batubara (2010) ada tiga tahap
perkembangan remaja, yaitu:
1) Remaja Awal (early adolescence) usia 11-13 tahun
Seorang remaja pada tahap ini masih bingung akan
perubahan-perubahan yang terjadi pada tubuhnya. Remaja
mengembangkan pikiran-pikiran baru, cepat tertarik pada
lawan jenis, dan mudah terangsang secara erotis. Pada
tahap ini remaja awal sulit untuk mengerti dan di mengerti
oleh orang dewasa. Remaja ingin bebas dan mulai berfikir
abstrak.
Karakteristik remaja awal ditandai perubahan psikologis
diantaranya, pentingnya teman dekat atau sahabat,
berkurangnya rasa hormat kepada orang tua dan tidak
jarang berlaku kasar, menunjukan kesalahan orang tua,
mencari orang lain yang disayangi selain orang tua, mudah
terpengaruh teman sebaya. Pada tahap ini, mereka hanya
tertarik pada masa sekarang tidak melihat masa depan,
sedangkan secara seksual muncul rasa malu, dan
ketertarikan pada lawan jenis.
2) Remaja Madya (middle adolescence) 14-16 tahun
Pada tahap ini remaja sangat membutuhkan teman-
temannya. Remaja akan merasa senang jika banyak teman
yang menyukainya. Memiliki kecendrungan “narcistic”, yaitu
mencintai diri sendiri, dengan menyukai teman-teman yang
mempunyai sifat yang sama pada dirinya. Remaja
cenderung berada dalam kondisi mencari jati diri karena ia
tidak tahu harus memilih yang mana. Pada fase remaja
madya ini mulai timbul keinginan untuk berkencan dengan
10

lawan jenis dan berkhayal tentang aktivitas seksual sehingga


remaja mulai mencoba aktivitas-aktivitas seksual yang
mereka inginkan.
Karakteristik remaja madya ditandai perubahan seperti,
sangat memperhatikan penampilan, selalu berusaha mencari
teman baru, kurang menghargai pendapat orang tua, moody,
dan sangat memperhatikan kelompok bermain secara
selektif dan kompetitif. Pada tahap ini remaja mulai tertarik
akan intelektual dan karir. Secara seksual sangat
memperhatikan penampilannya, perhatian terhadap lawan
jenis, dan konsisten terhadap cita-cita.
3) Remaja Akhir (late adolesence) 17-20 tahun
Pada tahap remaja akhir biasanya lebih memperhatikan
masa depan, termasuk peran yang diinginkannya, mulai serius
dalam berhubungan dengan lawan jenis, dan sudah
beradaptasi dengan lingkungan. Tahap ini merupakan masa
konsolidasi menuju periode dewasa yang ditandai dengan
pencapaian 5 hal, yaitu :
a) Minat yang makin mantap terhadap fungsi-fungsi
intelektual.
b) Egois dalam mencari kesempatan untuk bersatu dengan
orang-orang dan dalam pengalaman-pengalaman yang
baru.
c) Terbentuk identitas seksual yang tidak akan berubah lagi.
d) Egosentrisme, terlalu memusatkan perhatian pada diri
sendiri.
c. Perubahan Fisik Pada Remaja
Terdapat perubahan khusus yang terjadi pada remaja
diantaranya yaitu, pertumbuhan tinggi badan yang cepat,
11

perkembangan seks sekunder, perkembangan organ-organ


reproduksi, perubahan sistem sirkulasi dan respirasi yang
berhubungan dengan kekuatan dan stamina dalam tubuh
(Batubara, 2010).
Menurut Indriyani (2014) dan Batubara (2010), perubahan fisik
yang terjadi pada remaja diantaranya :
1) Perubahan fisik remaja laki-laki
a) Tinggi badan bertambah kurang lebih 28 cm.
b) Pertambahan berat badan terjadi akibat meningkatnya
massa otot.
c) Tumbuh rambut-rambut halus didaerah pubis, kaki, tangan,
dada, ketiak, dan wajah.
d) Kulit dan rambut mulai berminyak sehingga menyebabkan
masalah jerawat.
e) Dada dan bahu bertambah besar dan bidang.
f) Tumbuh jakun.
g) Suara berubah menjadi berat.
h) Penis dan buah zakar membesar.
i) Mimpi basah.
2) Perubahan fisik remaja wanita
a) Tinggi badan bertambah kurang lebih 25 cm.
b) Pertambahan berat badan terjadi karena meningkatnya
massa lemak.
c) Tumbuh rambut-rambut halus didaerah pubis dan ketiak.
d) Payudara membesar.
e) Pinggul melebar.
f) Indung telur mulai membesar.
g) Vagina mulai mengeluarkan cairan.
h) Menstruasi.
12

2. Menstruasi
a. Definisi Menstruasi
Menurut Lowdermilk (2013), menstruasi adalah pendarahan
uterus secara periodik yang terjadi sekitar 14 hari setelah terjadi
ovulasi. Menstruasi adalah perdarahan periodik dari rahim yang
dimulai sekitar 14 hari setelah ovulasi secara berkala akibat
terlepasnya lapisan endometrium uterus. Hal ini terjadi karena
tidak ada pembuahan sel telur oleh sperma, sehingga
mengakibatkan lapisan endometrium yang sudah menebal dan
siap untuk dibuahi menjadi luruh (Sinaga, 2017).
b. Siklus Menstruasi
Siklus menstruasi rata-rata terjadi selama 28 hari, namun
adanya variasi merupakan hal yang umum terjadi. Rata-rata
durasi terjadinya menstruasi yaitu 5 hari, pada saat menstruasi
rata-rata kehilangan darah sebanyak 50ml. Usia, status fisik dan
emosional, serta lingkungan mempengaruhi siklus menstruasi
(Lowdermilk, 2013).
Siklus menstruasi merupakan waktu sejak hari pertama
menstruasi sampai datangnya menstruasi periode berikutnya,
sedangkan panjang siklus menstruasi adalah jarak antara
tanggal mulainya menstruasi yang lalu dan mulainya menstruasi
berikutnya (Sinaga, 2017).
1) Siklus Endomentrium
a) Fase Menstruasi
Pada fase menstruasi, endometrium terlepas
daridinding uterus disertai pendarahan. Rata-rata fase ini
berlangsung selama lima hari (rentang 3-6 hari). Pada
awal fase menstruasi kadar estrogen, progesteron, dan
LH (Lutenizing Hormon) menurun atau pada kadar
13

terendahnya, sedangkan siklus dan kadar FSH (Folikel


Stimulating Hormon) baru mulai meningkat.
b) Fase Proliferasi
Fase proliferasi merupakan periode pertumbuhan
cepat yang berlangsung sekitar hari ke-5 sampai hari ke-
14 dari siklus haid. Dalam fase ini endometrium tumbuh
menjadi tebal ± 3,5 mm atau sekitar 8-10 kali lipat dari
semula, yang akan berakhir saat ovulasi. Pada fase
proliferasi terjadi peningkatan kadar hormon estrogen,
karena fase ini tergantung pada stimulasi estrogen yang
berasal dari folikel ovarium.
c) Fase Sekresi/Luteal
Fase sekresi berlangsung sejak ovulasi sampai tiga
hari sebelum periode menstruasi berikutnya. Pada akhir
fase sekresi, endometrium sekretorius yang matang
dengan sempurna mencapai ketebalan seperti beludru
yang tebal dan halus. Endometrium menjadi kaya
dengan darah dan sekresi kelenjar. Umumnya pada fase
pasca ovulasi wanita akan lebih sensitif. Sebab pada
fase ini hormon reproduksi (FSH, LH, estrogen dan
progesteron) mengalami peningkatan.
d) Fase Iskemi/Premenstrual
Apabila tidak terjadi pembuahan dan implantasi,
korpus luteum yang mensekresi estrogen dan
progesterone menyusut. Seiring penyusutan kadar
estrogen dan progesterone yang cepat, arteri spiral
menjadi spasme,sehingga suplai darah ke endometrium
fungsional terhenti dan terjadi nekrosis. Lapisan
14

fungsional terpisah dari lapisan basal dan perdarahan


menstruasi dimulai.
2) Siklus Ovarium
Ovulasi merupakan peningkatan kadar estrogen yang
menghambat pelepasan FSH, kemudian kelenjar hipofisis
melepaskan LH (Lutenizing Hormon). Peningkatan kadar LH
merangsang pelepasan oosit sekunder dari folikel. Sebelum
ovulasi, satu sampai 30 folikel mulai matur didalam ovarium
dibawah pengaruh FSH dan estrogen. Peningkatan LH
sebelum terjadi ovulasi mempengaruhi folikel yang terpilih. Di
dalam folikel yang terpilih, oosit matur (folikel de graaf)
terjadi ovulasi, sisa folikel yang kosong di dalam ovarium
berformasi menjadi korpus luteum. Korpus luteum mencapai
puncak aktivitas fungsional pada 8 hari setelah ovulasi, dan
mensekresi hormon estrogen dan progesteron. Apabila tidak
terjadi implantasi, korpus luteum berkurang dan kadar
hormon progesterone menurun. Sehingga lapisan fungsional
endometrium tidak dapat bertahan dan akhirnya luruh.
c. Gangguan Menstruasi
Gangguan pada menstruasi diantaranya:
1) Amenorea
Menurut Lowdermilk (2013), amenorea yaitu tidak terjadinya
menstruasi atau berhentinya menstruasi yang merupakan tanda
dari berbagai macam kelainan. Amenorea dapat dibedakan
menjadi dua macam, yaitu amenorea primer dan amenorea
sekunder. Amenore primer merupakan tidak terjadinya mestruasi
pada usia 16 tahun meskipun pertumbuhan dan
perkembangannya normal, sedangkan amenorea sekunder yaitu
berhentinya menstruasi,selama 3 bulan berturut turut setelah
15

periode menstruasi. Amenore sekunder dapat disebabkan oleh


rendahnya hormon pelepas gonadotropin (GoRH =
Gonadotropine Releasing Hormone), yaitu hormon yang
diproduksi oleh hipotalamus yang salah satu fungsinya adalah
mengatur siklus menstruasi (Sinaga, 2017).
2) Dismenorea
Dismenorea yaitu, nyeri selama atau sesaat sebelum
menstruasi. Banyak remaja yang mengalami dismenorea pada
tiga tahun pertama setelah menarche. Sebanyak 75% wanita
melaporkan berbagai derajat ketidak nyamanan dismenorea dan
sebanyak 15% melaporkan dismenorea berat. 10% dari wanita
yang mengalami dismenorea merasakan nyeri yang cukup berat
sehingga mengganggu aktivitas mereka selama 1-3 hari dalam
sebulan (Lowdermilk, 2013).
Dismenorea yaitu, rasa sakit saat haid yang terjadi setelah
ovulasi tanpa sebab. Dismenorea disebabkan oleh perubahan
hormon pada siklus reproduktif, kontraksi didalam lapisan uterus
karena prostaglandin, dan penyempitan pembuluh darah
menyebabkan ketidaknyamanan ketika lapisan yang menebal
siap untuk dikelupas (Digiulio, 2014).
3) Sindrom Premenstrual (PMS)
PMS adalah kondisi kompleks dan tidak begitu dimengerti
yang terdiri dari satu atau lebih gejala fisik dan psikologis yang
dimulai pada fase luteal dari siklus menstruasi, yang terjadi pada
derajat tertentu yang dapat mempengaruhi gaya hidup dan
pekerjaan, serta diikuti oleh periode bebas gejala. Gejala PMS
biasanya meliputi retensi cairan, perubahan tingkah laku atau
emosi, nafsu premenstruasi (manis, asin, peningkatan selera
16

makan), sakit kepala, kelelahan, dan sakit pinggang (Lowdrmilk,


2013).
4) Endometriosis
Endometriosis adalah terdapatnya dan tumbuhnya jaringan
endometrium diluar uterus. Endometriosis terjadi pada sekitar
10% remaja dengan nyeri panggul yang menyebabkan disabilitas
atau pendarahan vagina yang abnormal. Endometriosis dapat
bertambah parah dengan pengulangan siklus, atau tetap tanpa
gejala dan tidak terdiagnosis, dan akan menghilang setelah
menopouse. Penyebabnya jaringan endometrium mengalami
regurgitasi atau ditranspor secara mekanik dari uterus selama
menstruasi menuju tuba uterina ke dalam rongga peritoneum,
dimana jaringan ini akan menempel pada ovarium atau organ
lainnya (Lowdermilk, 2013).
5) Menoragia
Menoragia adalah istilah medis untuk perdarahan menstruasi
yang berlebihan. Dalam siklus menstruasi normal, rata-rata
wanita kehilangan darah sebanyak 30-40 ml selama sekitar 5-7
hari haid. Apabila perdarahan melebihi 7 hari atau terlalu deras
melebihi 80 ml, maka termasuk kategori menoragia berat.
Penyebab menoragia antara lain ketidak seimbangan hormonal,
adanya tumor fibroid rahim, polip serviks, polip endometrium,
radang panggul, bahkan yang lebih parah adalah adanya kanker
serviks, kanker endometrium, atau gangguan penggumpalan
darah. Penggunaan alat kontrasepsi IUD, gangguan tiroid,
peradangan atau infeksi pada vagina juga dapat menyebabkan
menoragia (Sinaga, 2017).
17

3. Dismenorea
a. Definisi Dismenorea
Dismenorea yaitu, nyeri selama atau sesaat sebelum
menstruasi. Banyak remaja yang mengalami dismenorea pada
tiga tahun pertama setelah menarche. Sebanyak 75% wanita
melaporkan berbagai derajat ketidak nyamanan dismenorea dan
sebanyak 15% melaporkan dismenorea berat. 10% dari wanita
yang mengalami dismenorea merasakan nyeri yang cukup berat
sehingga mengganggu aktivitas mereka selama 1-3 hari dalam
sebulan (Lowdermilk, 2013).
Dismenorea yaitu, rasa sakit saat haid yang terjadi setelah
ovulasi tanpa sebab. Dismenorea disebabkan oleh perubahan
hormon pada siklus reproduktif, kontraksi didalam lapisan uterus
karena prostaglandin dan penyempitan pembuluh darah
menyebabkan ketidak nyamanan ketika lapisan yang menebal
siap untuk dikelupas (Digiulio, 2014).
b. Klasifikasi Dismenorea
Dismenorea diklasifikasikan menjadi dua, yaitu dismenorea
primer dan dismenorea sekunder.
1) Dismenorea Primer
Dismenorea primer merupakan kondisi yang berhubungan
dengan siklus ovulasi. Dismenorea primer terjadi karena
pelepasan prostaglandin selama menstruasi. Pelepasan
prostglandin yang berlebihan meningkatkan amplitudo dan
frekuensi kontraksi uterus, menyebabkan iskemia dan
menyebabkan vasospasme dari arteriol uterus, dan kram perut
bagian bawah.
Respon sistemik meliputi nyeri pinggang, kelemahan,
berkeringat, gejala gastrointestinal berupa anoreksia, mual,
18

muntah, dan diare, serta menyebabkan gejala sistem saraf pusat


yang berupa rasa mengantuk, sinkop, sakit kepala, dan
konsentrasi buruk. Nyeri biasanya berlangsung selama 8-48 jam
selama menstruasi (Lowdermilk, 2013).
2) Dismenorea Sekunder
Dismenorea sekunder yaitu nyeri pada saat menstruasi yang
terjadi karena adanya suatu penyakit atau kelainan yang
berhubungan dengan alat reproduksi (Mumpuni, 2013). Nyeri
pada dismenorea sekunder menjalar dari perut bagian bawah
kearah pinggang atau paha. Wanita yang mengalami kejadian ini
biasanya akan merasa terjadi pembengkakan atau rasa penuh
dalam panggul. Dismenorea sekunder umumnya disebabkan oleh
kelainan atau gangguan pada sistem reproduksi, misalnya fibroid
uterus, radang panggul, endometriosis atau kehamilan ektopik.
Dismenorea sekunder dapat diatasi hanya denganmengobati atau
menangani penyakit atau kelainan yang menyebabkannya
(Sinaga, 2017).
Menurut penelitian yang telah dilakukan Larasati (2016),
sebanyak 90% remaja wanita diseluruh dunia mengalami masalah
ketika menstruasi, dan 50% mengalami dismenorea primer.
Sedangkan menurut Fatmawati (2016), angka kejadian
dismenorea di dunia sangat besar, rata-rata lebih dari 50% wanita
disetiap negara mengalami dismenorea. Angka kejadian
dismenorea di Amerika Serikat 30-50% terjadi pada wanita usia
reproduksi. 10-15% diantaranya mengalami kehilangan
kesempatan kerja, sekolah, dan kehidupan keluarga. Menurut
Proverawati (2009), angka kejadian dismenorea di Indonesia
cukup tinggi tercatat sebanyak 54,89% wanita mengalami
dismenorea primer dan 45,11% mengalami dismenorea sekunder.
19

c. Tanda dan Gejala Dismenorea


Menurut Digiulio dan Nurchasanah (2014) tanda dan gejala
dismenorea diantaranya:
1) Kram perut bagian bawah.
2) Emosi yang labil.
3) Mual.
4) Sakit kepala.
Menurut penelitian yang telah dilakukan Ulfa (2010) terhadap
siswi kelas X MA NU Banat Kudus, mengalami gejala dismenorea
seperti mual, letih, nyeri pinggang, nyeri perut bagian bawah
hingga ke paha, cemas, tegang, pusing, dan diare. Gejala yang
paling sering dialami yaitu letih, dan nyeri perut bagian bawah.
Sedangkan penelitian yang telah dilakukan Fitriani (2015) kepada
siswi kelas X SMAN Godean Sleman Yogyakarta, gejala
dismenorea yang ditimbulkan diantaranya pegal-pegal, nyeri perut
bagian bawah, nyeri pinggang, dan nyeri paha bagian bawah.
d. Penatalaksanaan Dismenorea
Menurut Sinaga (2017), dismenorea primer dapat diatasi
dengan menggunakan terapi farmakologi dan non farmakologi,
untuk terapi farmakologi biasanya menggunakan obat penghilang
nyeri atau anti-inflamasi seperti ibuprofen, ketoprofen, naproxen,
dan obat-obat analgesik-antiinflamasi lainnya. Karena obat-obat
analgesik bekerja untuk mengurangi produksi prostaglandin. Olah
raga dan banyak melakukan aktivitas akan memperlancar aliran
darah dan tubuh akan terangsang untuk memproduksi endorfin
yang bekerja untuk mengurangi rasa sakit dan menimbulkan rasa
gembira.Kompres dengan botol air panas dan mandi dengan air
hangat juga dapat mengurangi rasa sakit. Makan makanan bergizi
dan hindari konsumsi garam dan kafein berlebih. Selain itu obat-
20

obatan herbal juga telah lama digunakan untuk penanganan


dismenorea (Lowdermilk, 2013).
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan Ulfa (2010)
terhadap siswi kelas X MA NU Banat Kudus, penanganan ketika
terjadi dismenorea diantaranya beristirahat, mendengarkan musik,
melakukan masase di area yang terasa nyeri, dan memeriksakan
diri kedokter. Sedangkan berdasarkan penelitian Rakhma (2012)
terhadap siswi SMK Arjuna Depok, penanganan ketika dismenorea
yaitu dengan menggunakan terapi non farmakologi diantaranya
teknik distraksi, dan cara lainnya, sedangkan terapi famakologi
yang digunakan diantaranya dengan meminum obat analgesik dari
obat-obatan warung. Menurut penelitian yang telah dilakukan
Fatmawati (2016) terhadap siswi SMKN 11 Semarang, penanganan
dismenorea diantaranya menggunakan kompres hangat, minum teh
hangat, istirahat, minum jamu, minum obat analgesik, mengoleskan
minyak kayu putih, dan tidur.
e. Faktor Resiko Dismenorea
Menurut penelitian Lestari (2013) Bare (2002) dan
Medicastore (2004) menjelaskan faktor resiko terjadinya
dismenorea diantaranya:
1) Menarche Lebih Awal
Menarche lebih awal menyebabkan organ-organ reproduksi
belum berfungsi secara optimal dan belum siap mengalami
perubahan sehingga menimbulkan nyeri ketika menstruasi.
2) Belum Pernah Hamil atau Melahirkan
Wanita yang hamil biasanya mengalami alergi yang
berhubungan dengan syaraf, menyebabkan adrenalin mengalami
penurunan serta menyebabkan melebarnya leher rahim sehingga
21

menurunkan sensasi nyeri pada saat menstruasi atau bahkan


menghilangkan nyeri ketika mestruasi.
3) Lama menstruasi
Menstruasi menimbulkan adanya kontraksi uterus, menstruasi
lebih lama mengakibatkan uterus lebih sering berkontraksi dan
semakin banyak prostaglandin yang dikeluarkan. Produksi
prostaglandin yang berlebihan menimbulkan rasa nyeri, sedangkan
kontraksi uterus yang turus menerus menyebabkan suplai darah ke
uterus terhenti dan terjadi dismenorea.
4) Umur
Semakin bertambahnya usia , wanita lebih sering mengalami
menstruasi akibatnya leher rahim bertambah lebar, sehingga jarang
terjadi dismenorea pada usia lanjut.
5) Konsumsi alkohol
Alkohol merupakan racun bagi tubuh. Hati berfungsi terhadap
penghancur estrogen untuk disekresi tubuh, dengan adanya alkohol
dalam tubuh secara terus menerus dapat mengganggu fungsi hati
sehingga estrogen tidak dapat disekresi tubuh dan estrogen yang
menumpuk dalam tubuh dapat merusak pelvis.
6) Perokok
Merokok dapat meningkatkan lamanya menstruasi dan
meningkatkan lama dismenorea.
7) Tidak Pernah Berolah Raga
Kurangnya aktifitas selama menstruasi danolah raga, akan
meningkatkan terjadinya dismenorea. Hal ini disebabkan oksigen
dan sirkulasi peredaran darah menurun, dampak yang ditimbulkan
pada uterus adalah aliran darah dansirkulasi oksigen berkurang
sehingga menyebabkan nyeri.
8) Stres
22

.Stres mengakibatkan penekanan sensasi syaraf-syaraf


pinggul dan otot punggung bagian bawah, sehingga menyebabkan
dismenorea.
Menurut penelitian yang telah dilakukan oleh Handayani
(2014) di beberapa SMA di Kabupaten Rokan Hulu faktor yang
mempengaruhi dismenorea adalah olahraga teratur dengan nilai p
value = 0,028 dan nilai OR = 3,484, kejadian dismenorea akan
meningkat karena kurang berolahraga, karena ketika terjadi
dismenorea oksigen tidak dapat disalurkan ke pembuluh darah di
organ reproduksi yang pada saat itu sedang terjadi vasokontriksi
sehingga menimbulkan nyeri. Menurut penelitian yang dilakukan
Pudanti (2016) pada mahasiswa semester VIII Universitas Jenderal
Soedirman Purwokerto, faktor yang memepengaruhi kejadian
dismenorea adalah lama menstruasi dan tingkat stres.
f. Derajat Nyeri Dismenorea
Manuaba (1999) dalam penelitian Rakhma (2012)
menjelaskan bahwa derajat dismenorea dibagi menjadi 3 yaitu
dismenorea ringan, dismenorea sedang, dan dismenorea berat.
Tabel 2.1
Derajat Nyeri Dismenorea

Dismenorea Gejala yang Ditimbulkan


Ringan Terdapat pada skala nyeri 1-4.
Penderita akan mengalami nyeri
namun nyeri masih dapat ditolerir,
hanya berlangsung beberapa saat,
dan dapat melakukan aktivitas sehari-
hari.
Sedang Terdapat pada skala nyeri 5-6.
Penderita akan merespon nyerinya
dengan merintih dan menekan bagian
yang terasa nyeri. Pada dismenorea
sedang diperlukan obat penghilang
23

rasa nyeri namun penderita masih


dapat melakukan aktivitas sehari-hari.
Berat Terdapat pada skala nyeri 7-10.
Penderita akan merasakan sensasi
terbakar, bahkan tidak dapat
melakukan aktivitas dan memerlukan
istirahat untuk beberapa hari.
Dismenorea berat biasanya disertai
sakit kepala, migrain, diare, mual,
sakit perut, bahkan hingga pingsan.

g. Pengukuran Skala Nyeri


Tamsuri (2007) dalam penelitian Rakhma (2012), menjelaskan
skala nyeri merupakan gambaran seberapa parah nyeri yang
dirasakan individu. Nyeri yang dirasakan setiap individu berbeda
antara yang satu dengan yang lainnya meskipun skala nyeri yang
digambarkan sama. Menurut Yudiyanta (2015) ada beberapa
pengukuran skala nyeri yang digunakan untuk mengetahui nyeri
diantaranya:
1) Visual Analog Scale (VAS)
VAS adalah cara pengukuran skala nyeri yang paling banyak
digunakan. Skala ini menggambarkan secara visual gradasi tingkat
nyeri yang dialami pasien atau individu. Rentang nyeri digambarkan
dengan garis sepanjang 10 cm, dengan atau tanpa tanda pada setiap
sentimeternya. Tanda pada kedua ujung skala ini dapat berupa angka
atau pernyataan deskripstif. Salah satu ujungnya mewakili pernyataan
tidak ada nyeri dan salah satu ujung lainnya mewakili pernyataan
nyeri terparah yang mungkin terjadi. Manfaat VAS adalah
penggunannya sangat mudah dan sederhana (Yudiyanta, 2015)

Gambar 2.1
Visual Analog Scale (VAS)
24

Tidak nyeri Nyeri berat


2) Verbal Rating Scale (VRS)
VRS adalah cara pengukuran skala nyeri yang menggunakan kata
sifat untuk menggambarkan tingkat nyeri yang berbeda. Skala ini
digunakan dengan cara memberi angka pada setiap kata sifat untuk
menggambarkan tingkat nyerinya. Keterbatasan skala ini yaitu
ketidakmampuan pasien untuk menghubungkan kata sifat yang cocok
dengan tingkat nyerinya, dan kemampuan pasien yang buta huruf
untuk memahami kata sifat yang digunakan (Potter, 2005 dalam
Rakhma, 2012).
Gambar 2.2
Verbal Rating Scale

No pain mild pain moderate pain severe pain very severe pain wost possible pain

3) Numerik Rating Scale (NRS)


Menurut Yudiyanta (2015), NRS dianggap mudah dan sederhana
dan mudah dipahami, sensitif terhadap jenis kelamin, dosis, dan
perbedaan etnis. Lebih baik dibanding VAS untuk menilai nyeri akut.
Keterbatasan skala ini yaitu keterbatasan pilihan kata untuk
menggambarkan rasa nyeri, tidak memungkinkan untuk membedakan
tingkat nyeri dengan lebih teliti dan dianggap memiliki jarak yang
sama antar kata yang menggambarkan efek analgetik.
Berdasarkan penelitian Rakhma (2012) Manuaba (1999),
menjelaskan bahwa derajat dismenorea dibagi menjadi 3 yaitu
dismenorea ringan, sedang dan berat. Angka 0 menunjukan tidak
dismenorea, angka 1-4 menunjukan dismenorea ringan (penderita
mengalami nyeri, namun nyeri yang dirasakan masih dapat ditolerir,
25

berlangsung beberapa saat dan dapat melakukan aktivitas sehari-


hari), angka 5-6 menunjukan dismenorea sedang (penderita
merespon nyerinya dengan merintih dan menekan bagian yang terasa
nyeri, diperlukan obat penghilang rasa nyeri, namun masih dapat
melakukan aktivitas sehari-hari), angka 7-10 menunjukan dismenorea
berat (penderita merasakan sensasi terbakar, tidak dapat melakukan
aktivitas, dan memerlukan istirahat untuk beberapa hari). Berikut
adalah Numerical Rating Scale (NRS) skala penilaian nyeri yang akan
digunakan :

Gambar 2.3
Numeric Rating Scale

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Tidak Nyeri Nyeri Ringan Nyeri Sedang Nyeri Berat
4) Wong Baker Pain Rating Scale
Skala ini terdiri dari 6 gambar wajah kartun yang bertingkat dari
wajah yang tersenyum untuk menggambarkan “tidak ada nyeri” hingga
wajah yang berlinang air mata untuk menggambarkan “nyeri paling
buruk”. Kelebihan dari skala wajah ini yaitu pasien dapat menunjukkan
sendiri rasa nyeri yang dialaminya sesuai dengan gambar yang telah
ada dan usaha mendeskripsikan nyeri menjadi lebih sederhana
(Potter, 2005 dalam Rakhma, 2012).

Gambar 2.4
Wong Baker Pain Rating Scale
26

4. Kunyit Asam
a. Kunyit
Kunyit (Curcuma longa Limn) tergolong kelompok tanaman
jahe-jahean dengan warna kuning yang khas. Kunyit mengandung
minyak atsiri 3-5%, damar, curcumin, pati, tanin, lemak, protein,
kalsium, fosfor, zat besi dan vitamin C. Kunyit sering digunakan
untuk campuran jamu tradisional yang bertujuan untuk
menghaluskan kulit dan memperlancar haid (Pangkalan Ide,
2011).
Kunyit memiliki khasiat sebagai jamu dan obat tradisional
untuk berbagai jenis penyakit. Karena senyawa yang terkandung
dalam kunyit berperan sebagai anti inflamasi, antioksidan,
antitumor, antikanker, antimikroba, antipikun, dan antiracun,
sehingga kunyit sering digunakan untuk ramuan tradisional
berbagai jenis penyakit oleh masyarakat diberbagai negara (Warta
Penelitian dan Pengembangan Tanaman Industri, 2013).
b. Asam Jawa
Asam jawa (Tamarindus indica) merupakan suatu jenis
tanaman dengan ketinggian hingga 15-25m, bercabang banyak,
dan berkayu keras. Kulit batang berwarna coklat keabuan, kasar,
dan sering pecah dengan alur vertical. Daun asam jawa menyirip
genap dengan panjang 5-13cm yang terletak bersilang. Bunga
asam jawa tersusun dalam tandan renggang pada ketiak daun
atau diujung ranting dengan panjang mencapai 16cm. buahnya
berbentuk polong menggelembung dengan bentuk hamper
silindris, bengkok atau lurus dan berbiji hingga 10 biji. Kulit
27

buahnya keras berwarna cokelat atau kelabu yang bersisik


dengan urat yang mengeras dan terlihat seperti benang. Daging
buahnya berwarna putih kehijauan saat muda dan berwarna
merah kecokelatan sampai bahkan kehitaman saat masak
Pusat Studi Biofarmaka LPPM IPB & Gagas Ulung (2014),
asam jawa memiliki kandungan antioksidan yang sangat baik
karena banyak mengandung senyawa golongan fenol. Putra
(2015), kandungan utama yang terdapat dalam daging buah asam
diantaranya mengandung gula invert, tartaric acid, citric acid,
nicotinic acid, 1-malic acid, pipecolic acid, vitexin, isivitexin,
orientin, isoorientin, vitamin B3, geranial, geraniol, limonene,
cinnamates, serine, B-alanine, pectin, proline, phenylalanine,
leucine, kalium, dan lemak. Asam jawa berkhasiat sebagai obat
pencahar, penyejuk, antipiretik, antiseptic, abortivum,
meningkatkan nafsu makan, penurun panas, dan analgesic.
Sedangkan menurut penelitian Putri (2014), asam jawa memiliki
antioksidan yang tinggi, memiliki aktifitas anti inflamasi, analgesic,
anti alergi, anti obesitas, dapat menurunkan kadar gula darah,
sebagai antibiotik, dapat mempengaruhi mortilitas usus, dan
berperan dalam menghambat pertumbuhan kanker.
c. Minuman Kunyit Asam
Minuman jamu kunyit asam merupakan minuman jamu
tradisional yang sudah tidak asing lagi bagi masyarakat,
khususnya didaerah Jawa. Bahan dasar pembuatan jamu kunyit
asam yaitu kunyit dan asam. Secara lebih spesifik kandungan
curcumine pada kunyit dan anthocyanin pada asam jawa dapat
menghambat terjadinya reaksi cyclooxygenase (COX) sehingga
dapat menghambat dan mengurangi terjadinya inflamasi (Sina,
2012).
28

Dalam kehidupan sehari-hari, minuman kunyit asam terkenal


khasiatnya untuk menyembuhkan beberapa jenis penyakit salah
satu diantaranya untuk melancarkan dan mengurangi nyeri haid.
Kunyit biasanya dikonsumsi dalam bentuk filtrat atau perasan.
Minuman jamu kunyit asam terdiri dari kunyit 3 ons, asam jawa 2
ons, gula merah 3 kg, gula pasir 3 ons, garam ¼ sendok makan,
dan 5 liter air. Cara membuatnya kunyit yang sudah dibersihkan
kemudian ditumbuk sampai halus lalu diperas dan disaring untuk
mendapatkan sarinya, kemudian rebus asam dan gula, lalu
campurkan sari kunyit kedalam larutan gula dan asam kemudian
beri garam ¼ sendok makan sambil diaduk rata (Djojoseputro &
Soedarsono, 2012).
d. Minuman Kunyit Asam Terhadap Dismenorea
Menurut Pangkalan Ide (2011), sebelumnya telah dijelaskan
bahwa kunyit memiliki kandungan curcumin yang berfungsi sebagai
anti inflamasi. Menurut Pusat Studi Biofarmaka LPPM IPB & Gagas
Ulung, (2014), sedangkan asam jawa juga memiliki kandungan alami
yang berfungsi sebagai antioksidan karena banyak mengandung
senyawa golongan fenol. Asam jawa berkhasiat sebagai antipiretik,
antiseptic, dan analgesic (Putra, 2015).
Dismenorea terjadi karena pelepasan prostglandin pada saat
menstruasi yang berlebihan meningkatkan kontraksi uterus dan
menyebabkan vasospasme dari arteriol uterus, menyebabkan
iskemia dan kram perut bagian bawah. Respon sistemik meliputi
nyeri pinggang, kelemahan, berkeringat, gejala gastrointestinal
berupa anoreksia, mual, muntah, dan diare, serta menyebabkan
gejala sistem saraf pusat yang berupa rasa mengantuk, sinkop, sakit
kepala, dan konsentrasi buruk (Lowdermilk, 2013).
29

Menurut Sina (2012), kandungan curcumine pada kunyit dan


anthocyanin pada asam jawa dapat menghambat terjadinya reaksi
cyclooxygenase (COX) sehingga dapat menghambat dan
mengurangi terjadinya inflamasi. Mengkonsumsi rebusan kunyit
asam dapat menurunkan intensitas nyeri dismenorea. Karena
rebusan kunyit asam mempunyai aktivitas antioksidan dan senyawa
fenolik. Kunyit asam tersebut juga memiliki berbagai macam
kandungan seperti curcuminoid, atsiri, flavonoid dan lainnya yang
bermanfaat sebagai analgetik, antiinflamasi dan sebagainya,
sehingga nyeri yang dirasakan pada saat menstruasi dapat
berkurang dengan mengkonsumsi rebusan kunyit asam secara rutin
(Pusat Studi Biofarmaka LPPM IPB &Gagas Ulung, 2014).
Penelitian yang dilakukan oleh Marsaid (2017) pada remaja
putri di Desa Tambang Kecamatan Pudak Kabupaten Ponorogo,
hasil penelitiannya menunjukan sebelum diberikan ekstrak kunyit
asam sebagian besar responden mengalami nyeri sedang (53,8%),
setelah diberikan ekstrak kunyit asam sebagian besar responden
tidak mengalami nyeri (73,1%). Dapat disimpulkan bahwa ekstrak
kunyit asam efektif untuk menurunkan dismenore pada remaja putri
di Desa Tambang Kecamatan Pudak Kabupaten Ponorogo.
Sedangkan penelitian yang telah dilakukan Abdul (2015)
kepada siswi di SMA Negeri 3 Gorontalo Utara menunjukan bahwa
pemberian minuman kunyit asam lebih efektif terhadap penurunan
nyeri haid pada siswi di SMA Negeri 3 Gorontalo Utara dibanding
dengan minuman jahe

B. Kerangka Teori

Pada usia remaja akan


Menstruasi
terjadi pubertas
Premenstrual
(PMS)

30

Dismenorea sekunder Dismenorea primer yang disebabkan


disebabkan karena kelainan pelepasan prostglandin yang
atau gangguan pada sistem berlebihan meningkatkan amplitudo
reproduksi dan frekuensi kontraksi uterus.

Respon sistemik : Kunyit asam :


Curcumine dan
Nyeri anthocyaninmenghambat
kelemahan terjadinya reaksi
berkeringat cyclooxygenase (COX)
gejala gastrointestinal
gejala sistem saraf pusat

Nyeri pinggang

Bagan 2.1
Bagan Kerangka Teori

Sumber : Lowdermilk (2013), Sina (2012), dan Sinaga (2017)

Keterangan :
: Yang diteliti
31

C. Kerangka Konsep
Kerangka konsep merupakan suatu uraian dan visualisasi
hubungan atau kaitan antara konsep satu terhadap konsep
lainnya, atau antara variabel satu dengan lainnya dari masalah
yang akan diteliti (Notoatmodjo, 2014).
Variabel Independent Variabel Dependent

Kunyit Asam Dismenorea

Bagan 2.2
Bagan Kerangka Konsep

D. Hipotesis
Hipotesis merupakan jawaban sementara dari
pertanyaan penelitian (Notoatmodjo, 2014).
Ha : Ada efektivitas minuman kunyit asam terhadap nyeri
dismenorea pada siswi SMP Negeri 01 Babakan
Cirebon Tahun 2018.

Anda mungkin juga menyukai