Anda di halaman 1dari 40

PENDAHULUAN

A. Konteks Penelitian
Usia dini adalah usia emas dimana akan sangat berarti apabila diberi rangsangan yang
tepat untuk mengembangkan kecerdasannya. Pada masa ini, anak mengalami pertumbuhan dan
perkembangan yang sangat cepat. Pada masa ini, anak dapat mengontrol bagian tubuhnya,
kemampuan dalam berbahasa meningkat dan pada fase ini juga anak berada pada fase anal,
dimana anak mulai mampu untuk mengontrol (BAK) Buang Air Kecil dan (BAB) Buang Air
Besar (Luxner, 2005). Penting sekali untuk menstimulasi atau melatih anak agar anak bisa
memenuhi kebutuhan mereka sendiri yaitu dimulai dari kebutuhan paling dasar misalnya melatih
toilet training, makan/minum sendiri, merapikan mainan sendiri di usia-usia tersebut. Proses
yang paling awal yang bisa dilakukan adalah dengan memperkenalkan anak dengan toilet
training, karena kebutuhan yang paling awal yang ditemui pada anak adalah kebutuhan untuk
membantu diri dalam buang air.
Pendidikan merupakan hal yang penting dalam upaya untuk menciptakan sumber daya
manusia yang memiliki ilmu pengetahuan yang menjadikan manusia berkualitas, tanpa adanya
pedidikan manusia tidak akan mampu menghadapi tantangan dunia yang selanjutnya dan
pendidikan juga mengembangkan potensi diri yang dimiliki serta turut berperan terhadap
kemajuan bangsa. Pendidikan anak usia dini (PAUD) adalah suatu upaya pembinaan yang
dianjurkan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia 6 tahun yang dilakukan melalui
pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani
dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut (Permendikbud
No 148, 2015:3). Sasarannya adalah mencapai kematangan aspek perkembangan anak, yaitu
seperti perkembangan kemampuan fisik, kognitif, bahasa, sosio-emosional, konsep diri, displin,
kemandirian, seni, moral, dan nilai-nilai agama. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 20
Tahun 2003 menyebutkan bahwa aspek yang perlu dikembangkan dalam PAUD adalah aspek
pengembangan perilaku pembiasaan seperti sosial, emosi, kemandirian, nam, bahasa, kognitif,
seni, dan fisik motorik (Republik Indonesia, 2003).
Data di Indonesia memperkirakan jumlah balita mencapai 30% dari 259 juta jiwa
penduduk indonesia pada tahun 2011. Sedangkan menurut Survey Kesehatan Rumah Tangga
(SKRT) nasional pada tahun 2012, diperkirakan jumlah balita yang sulit untuk mengontrol buang
air besar dan buang air kecil di usia sampai prasekolah mencapai 75 juta anak. Sedangkan
penelitian Pambudi yang dikutip oleh Himawati (2016) menyebutkan 50% jumlah anak usia 1,5–
2 tahun tidak melakukan latihan buang air besar dan buang air kecil dengan baik. Hasil studi
pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti di PAUD Kartika Pradana Malang terhadap 15 anak
usia pra sekolah, didapatkan 30% anak yang berhasil dalam toilet training, sedangkan 70% anak
tidak berhasil dalam melakukan toilet training. Sepuluh anak tersebut tidak berhasil dalam
melalukan toilet training yaitu anak menggunakan diapers, anak masih meminta bantuan pada
saat membuka celana ketika ingin buang air kecil dan buang air besar, anak mengompol, anak
tidak memberi tahu jika diapersnya kotor atau basah.
Salah satu upaya untuk mengatasi enuresis adalah dengan menggunakan pendekatan
metode Toilet Training. Toilet Training merupakan program pelatihan bantu diri bagi anak usia
dini dalam melakukan buang air kecil (BAK). Beberapa penelitian telah dilakukan sebelumnya
dengan membahas pentingnya metode toilet training dalam mengatasi kebiasaan enuresis atau
mengompol pada anak usia dini. Penelitian dilakukan oleh Dita Wasthu Prasida dkk (2010),
membahas tentang pentingnya persepsi ibu tentang toilet training pada studi kasus di kota
Semarang. Persepsi atau pengetahuan ibu tentang toilet training juga berpengaruh dalam
penanganan masalah enuresis. Karena orang tua/ibu merupakan orang yang paling dekat dengan
anak sehingga dapat mengontrol secara langsung tentang kebiasaan buruk anaknya. Pada
penelitian ini, persepsi atau pengetahuan ibu tentang toilet training masih cukup minim yaitu dari
lima ibu yang memiliki anak, tiga ibu belum pernah sama sekali melatih anak dalam buang air
dan anak mereka masih sering mengompol. Dengan adanya pelatihan atau penambahan wawasan
toilet training, para ibu dapat lebih tepat dan menerapkan langsung kepada anak dengan dampak
yang positif.
Penelitian yang sama tentang pengetahuan toilet training dilakukan oleh Istianah dkk
(2014:28-33), penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan antara pengetahuan ibu
dengan kemampuan toilet training anak usia dini. Dari hasil analisis diperoleh bahwa
pengetahuan ibu terhadap toilet training memiliki hubungan dengan kesiapan orang tua/ibu
dalam menghadapi perkembangan sosial-emosional anak yang salah satunya adalah pola atau
kebiasaan buang air besar dan buang air kecil pada anak mereka.
Toilet training merupakan proses pengajaran untuk mengontrol buang air kecil
(BAK) dan buang air besar (BAB) secara benar dan teratur (Zaivera, 2008). Toilet
training ini dapat berlangsung pada fase kehidupan anak yaitu usia 18 sampai dengan 36 bulan
(Hidayat, 2008). Kegiatan toilet training meliputi: menyampaikan maksud buang air, melepaskan
pakaian atau celana, buang air di toilet, membersihkan bagian tubuh sekitar tempat buang air,
mengenakan pakaian kembali, menyiram toilet dan mencuci tangan. Toilet training dapat juga
diartikan sebagai proses pengajaran kepada anak untuk mengontrol buang air besar dan buang air
kecil secara benar dan teratur.
Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan di PAUD Kartika Pradana kecamatan
Lowokwaru, pada tanggal 01 Desember sampai dengan 31 Desember 2020 ditemukan
permasalahan yang berkaitan dengan kemampuan toilet training anak. Dari 15 jumlah anak yang
ada dikelas kelompok bermain hanya 5 orang yang mampu buang air besar dan buang kecil
secara mandiri, sisanya sekitar 10 orang masih dibantu oleh gurunya. Ketika ingin melakukan
buang air besar atau buang air kecil anak masih butuh bantuan dan arahan guru. Terdapat
beberapa masalah yang berkaitan dengan kemampuan toilet training yang peneliti temukan saat
melakukan observasi yaitu sebagian besar anak kelompok bermain masih menggunakan diapers,
belum mampu ke toilet sendiri dan beberapa anak masih mengompol. Tentu saja hal ini
merupakan sebuah masalah yang harus dicarikan solusi. Terdapat beberapa faktor yang
mempengaruhi keberhasilan program toilet training antara lain dengan membiasakan anak untuk
BAB atau BAK setiap 1 jam sekali, anak memahami tanda-tanda fisik akan buang air kecil atau
buang air besar, memahami instruksi. Saat pelajaran berlangsung, seringkali anak merasa gelisah
atau tidak nyaman dikarenakan hasrat ingin buang air yang tidak tersalurkan. Hal ini membuat
anak menjadi kurang konsentrasi untuk belajar. Sebagian anak meskipun sudah bisa merasakan
dorongan/impuls dari dalam dirinya untuk melakukan buang air, namun masih takut untuk
mengungkapkannya. Sehingga anak akan menahan keinginannya tersebut. Padahal jika anak
menahan keinginan untuk buang air maka dapat mengakibatkan kecelakaan-kecelakaan seperti
mengompol atau buang air besar di celana.
Bercerita dengan buku tentang adab toilet training (Ikhsanun Kamil & Foezi Elmart, 2008),
Bunda Ratu mengajarkan Putri Kamila cara menggunakan ke toilet. Langkah-langkah ketika
ingin buang air kecil atau buang air besar atau buang air kecil antara lain 1) Berdo’a sebelum
masuk toilet, masuk dengan menggunakan kaki kiri dengan membaca do’a “Allaahumma inni
a’uudzubika minal khubutsi wal khabaaits” artinya “Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung
kepadamu dari segala kejahatan dan kotoran”. 2) Membersihkan kemaluan dengan
menggunakan sabun. 3) Berdo’a sesudah masuk toilet, keluar dengan menggunakan kaki kanan
dengan membaca do’a “Alhamdulillaahil Ladzii Adzhaba ‘Annil.Adzaa Wa ‘Aa-faa-nii” artinya
“Segala puji bagi Allah yang telah menghilangkan kotoran dari ku dan yang telah menyehatkan
ku”.
Peneliti ini berfokus pada kelompok bermain, karena murid yang berada di kelas tersebut
berusia 3-4 tahun yang merupakan anak usia dini. Dengan menggunakan metode penelitian
kualitatif deskriptif, dengan judul “PENGGUNAAN METODE TOILET TRAINING DALAM
MELATIH KEMANDIRIAN ANAK PADA ANAK USIA DINI”. Dengan tujuan untuk
mengetahui apakah penerapan metode toilet training kelompok bermain di PAUD Kartika
Pradana berpengaruh untuk kemandirian anak.

B. Fokus Penelitian
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, maka rumusan masalah dalam penelitian
ini adalah :
1. Apa saja gejala dan faktor-faktor penyebab kebiasaan mengompol (enuresis) pada anak di
PAUD Kartika Pradana.
2. Bagaimana tingkat pengetahuan orang tua dan guru terhadap metode toilet training.
3. Bagaimana penggunaan metode Toilet Training untuk melatih kemandirian pada anak usia
dini di PAUD Kartika Pradana.
4. Bagaimana pengaruh metode Toilet Training pada kemandirian anak usia dini di PAUD
Kartika Pradana.

C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah tersebut, maka tujuan dalam penelitian ini adalah “untuk
mengetahui pengaruh penggunaan metode Toilet Training dalam melatih kemandirian anak usia
dini”.

D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menerapkan pengetahuan penggunaan metode toilet
training untuk melatih kemandirian anak usia dini, yang akan berpengaruh terhadap
kebiasaan enuresis.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Guru
Memberi pengetahuan dan wawasan bagi guru terkait penggunaan metode toilet training
untuk melatih kemandirian anak usia dini, yang akan berpengaruh terhadap kebiasaan
enuresis di PAUD.
b. Bagi Anak Didik
Mengenalkan penggunaan metode toilet training untuk melatih kemandirian anak usia
dini, yang akan berpengaruh terhadap program toilet training.
c. Bagi peneliti lain memberi informasi dan pengetahuan terkait tentang toilet training.

E. Definisi Istilah
1. Toilet Training
Toilet training merupakan proses pengajaran untuk mengontrol buang air kecil
(BAK) dan buang air besar (BAB) secara benar dan teratur (Zaivera, 2008). Toilet
training ini dapat berlangsung pada fase kehidupan anak yaitu usia 18 sampai dengan 36 bulan
(Hidayat, 2008). Kegiatan toilet training meliputi: menyampaikan maksud buang air,
melepaskan pakaian atau celana, buang air di toilet, membersihkan bagian tubuh sekitar tempat
buang air, mengenakan pakaian kembali, menyiram toilet dan mencuci tangan. Toilet training
dapat juga diartikan sebagai proses pengajaran kepada anak untuk mengontrol buang air besar
dan buang air kecil secara benar dan teratur. Latihan ini hendaknya dimulai pada waktu anak
berusia 15 bulan dan kurang bijaksana bila usia kurang dari 15 bulan dilatih karena dapat
menimbulkan pengalaman-pengalaman traumatik. Program ini dapat dilaksanakan oleh orang
tua dan khususnya pendidik PAUD secara terprogram.
2. Kemandirian Anak
Kemandirian berasal dari kata mandiri, dalam bahasa Jawa berarti berdiri sendiri.
Kemandirian dalam arti psikologis dan mentalis mengandung pengertian keadaan seseorang
dalam kehidupannya yang mampu memutuskan atau mengerjakan sesuatu tanpa bantuan orang
lain. Kemandirian adalah kemampuan untuk berdiri di atas kaki sendiri, mengarahkan dan
mengendalikan diri sendiri dalam berfikir dan bertindak, serta tidak merasa bergantung pada
orang lain secara emosional sehingga mampu mengambil keputusan dan inisiatif untuk
mengatasi masalah yang dihadapi, memiliki kepercayaan diri dalam mengerjakan tugas-
tugasnya dan bertanggung jawab terhadap apa yang dilakukannya.
Kemandirian anak merupakan kemampuan anak untuk melakukan kegiatan dan tugas
sehari-hari sendiri atau dengan sedikit bimbingan, sesuai dengan tahap perkembangan dan
kemampuan anak. Kemandirian berarti bahwa anak telah mampu bukan hanya mengenal mana
yang benar dan mana yang salah, tetapi juga mampu membedakan mana yang baik dan mana
yang buruk. Pada fase kemandirian ini anak telah mampu menerapkan terhadap hal-hal yang
menjadi larangan atau yang dilarang, serta sekaligus memahami konsekwensi resiko jika
melanggar aturan. Kemandirian anak tercemin melalui kemampuan:
a. Mengungkapkan keinginan untuk BAK/BAB
b. Melakukan BAK dan BAB secara benar
c. Menggunakan air seperlunya
BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Hakikat Metode Toilet Training Pada Perkembangan Anak Usia Dini


1. Pengertian Toilet Training
Toilet training pada anak merupakan suatu usaha untuk melatih anak agar mampu
mengontol dalam melakukan buang air kecil dan buang air besar. Toilet training ini dapat
berlangsung pada fase kehidupan anak yaitu umur 18 bulan – 3 tahun. Dalam proses toilet
training, diharapkan terjadi pengaturan impuls atau rangsangan dan instink anak dalam
melakukan kegiatan buang air kecil dan perlu diketahui bahwa buang air kecil merupakan
suatu alat pemuasan untuk melepaskan ketegangan dengan latihan ini anak diharapkan dapat
melakukan usaha penundaan pemuasan. Toilet training secara umum dapat dilaksanakan pada
setiap anak yang sudah mulai memasuki fase kemandirian pada anak. Suksesnya toilet training
tergantung pada kesiapan yang ada pada diri anak dan keluarga, seperti kesiapan fisik, dimana
kemampuan anak secara fisik sudah kuat dan mampu (Hidayat, 2009).
Hal ini dapat ditunjukan anak mampu duduk atau berdiri sehingga memudahkan anak
untuk dilatih buang air kecil, demikian juga kesiapan psikologis dimana anak membutuhkan
suasana yang nyaman agar mampu mengontrol dan konsentrasi dalam merangsang untuk
buang air kecil. Persiapan kognitif pada anak juga dapat membantu dalam proses buang air
kecil. Hal ini dapat ditunjukan apabila anak memahami arti buang air kecil sangat
memudahkan dalam proses pengontrolan, anak dapat mengetahui kapan saatnya harus buang
air kecil, kesiapan tersebut akan menjadikan diri anak selalu mempunyai kemandirian dalam
mengontrol khususnya buang air kecil. Program pelatihan bantu diri bagi anak usia dini dalam
melakukan BAK dapat dilaksanakan oleh orang tua dan khususnya pendidik PAUD secara
terprogram.
Menurut Novan Wiyani dalam buku mengelola dan mengembangkan kecerdasan sosial
dan emosional anak usia dini, menjelaskan bahwa perkembangan anak usia dini dapat diasah
melalui keterampilan dalam toilet training. Langkah-langkah yang dilakukan dalam program
toilet training dimulai dengan : (1) menjelaskan mengapa manusia melakukan BAK dan BAB
dengan bantuan media pembelajaran, (2) menjelaskan apa dampaknya jika sering menunda-
nunda ataupun menahan BAK dan BAB dengan bantuan media pembelajaran, (3) Mengajak
anak secara berkelompok dan bergiliran (berdasarkan jenis kelaminnnya) mengunjungi toilet,
(4) menjelaskan fungsi toilet kepada anak, (5) mengenalkan kepada anak berbagai peralatan
yang ada di toilet beserta masing-masing fungsinya, (5) mendemonstrasikan penggunaan
bermacam-macam peralatan yang ada di toilet, (6) mengajarkan doa sebelum dan sesudah
masuk toilet, (7) menjelaskan konsep bersuci (thoharoh) kepada anak dengan bantuan media
pembelajaran. (8) menjelaskan cara-cara bersuci kepada anak secara berkelompok
(berdasarkan jenis kelaminnya), (8) meminta kepada anak secara berkelompok (berdasarkan
jenis kelaminnya) untuk memainkan drama (roleplay) dengan tema “bersuci”, (9) memberikan
refleksi terhadap drama yang telah dimainkan anak, (10) meminta kepada anak untuk
menyebutkan langkah-langkah apa yang harus dilakukan ketika hendak, sedang, dan sesudah
BAK atau BAB, (11) memotivasi anak untuk BAK atau BAB sesuai dengan ajaran Islam.
Berdasarkan program tersebut, pada penelitian ini akan menerapkan keterampilan dalam
toilet training yang memiliki konsep dengan merujuk pada langkah langkah diatas, dimana
nantinya akan dilakukan analisis terhadap perubahan kebiasaan enuresis/BAK pada anak usia
dini.
2. Manfaat Kemandirian Toilet Training Bagi Anak
Kata kemandirian berasal dari kata dasar “diri” yang mendapatkan awalan ke dan akhiran
an yang kemudian membentuk suatu kata keadaan atau kata benda. Individu yang mandiri
adalah individu yang berani mengambil keputusan dengan dilandasi oleh pemahaman akan
segala konsekuensi dari tindakannya (Ali, 2004 : 110).
Stein dan Book (dalam 2002: 105) mengemukakan kemandirian adalah kemampuan untuk
berdiri dengan kedua kaki sendiri, mengarahkan dan mengendalikan diri sendiri dalam berfikir
dan bertindak, serta tidak merasa bergantung pada orang lain secara emosional. Orang yang
mandiri mengandalkan dirinya dalam merencanakan dan membuat keputusan penting dan mau
bertanggung jawab, bertanggung jawab atas kehidupan pribadi, menjadi diri sendiri dan
menentukan arah sendiri. Kemandirian diperoleh melalui perkembangan yang bertahap dan
berjalan terus menerus, yang pada taraf selanjutnya akan mengurangi ketergantungan pada
orang lain atau orang dewasa lain. Dimana kesanggupan sebagai individu yang mandiri harus
diawali dari kemauan untuk dapat berdiri sendiri dan bertanggungjawab terhadap perilakunya.
Kemandirian anak usia dini berbeda dengan kemandirian remaja ataupun orang dewasa.
Kemandirian untuk anak usia dini adalah karakter yang dapat menjadikan anak yang berusia 0-
6 tahun dapat berdiri sendiri, tidak tergantung dengan orang lain khususnya yang orang tua,
kemampuan untuk melakukan kegiatan atau tugas sehari-hari sendiri atau dengan sedikit
bimbingan dari orang lain, yang sesuai dengan tahapan dan kapasitas perkembangannya.
Apabila seseorang anak usia dini telah mampu melakukan tugas perkembangan, temasuk
dalam kegiatan toilet training maka ia telah memenuhi syarat kemandirian (Wiyani, 2013:28).
Pada umumnya, ketika anak memasuki taman kanak-kanak anak mulai dituntut untuk
mengatasi ketergantungan pada orang tua atau pengasuhnya. Anak mulai menolong dirinya
sendiri seperti menggunakan toilet, memakai pakaiannya sendiri, memakai sepatunya sendiri
dan hal-hal lainnya, sehingga anak ingin mengerjakan segala sesuatu sendiri karena merasa
sudah bisa atau terbiasa, serta anak merasa sudah besar dan menghargai dirinya (self-esteem).
Namun tidak semua anak memiliki tingkat kemandirian yang sama. Cara yang dapat digunakan
untuk melatih kemandirian anak salah satunya adalah dengan kegiatan toilet training.
Mengompol atau enuresis adalah kegagalan dari ketidakmampuan anak dalam menjalankan
toilet training secara mandiri. Hal ini dapat terjadi, karena mereka terbiasa dibantu oleh orang
tua atau orang lain dalam melakukan kegiatan yang seharusnya mulai dapat dilakukan secara
sendiri. Proses pembelajaran toilet training berbasis kemandirian menjadi hal penting diajarkan
kepada anak tujuannya ketika dewasa nanti masalah enuresis tidak sampai terjadi.
Namun kemandirian anak dalam toilet training tidak muncul begitu saja melainkan dengan
latihan dari hal-hal yang mudah secara pelan dan kontinyu. Bagi para orang tua harus dengan
kesabaran serta menghindari pemanjaan dan menuruti semua kehendak anak karena hal ini
merupakan penghambat kemandirian. Orang tua dan guru dapat mengarahkan, menjelaskan,
memberikan contoh, dan menjalin komunikasi dengan anak sehingga masalah enuresis dapat
teratasi.
3. Toilet Training Bagi Kemandirian Anak
Kemandirian berarti tidak bergantung kepada orang lain (Idrus, 1997:224). Kemandirian
adalah suatu keadaan dimana seseorang dapat mengusahakan dan berbuat sesuatu atas
kesadaran dan usaha sendiri, dan ia tidak mudah menggantungkan dari kepada orang lain
(Siswanto, 2010:52).
Toilet training pada dasarnya merupakan salah satu kegiatan yang seharusnya dapat
dilaksanakan oleh anak usia dini dalam kesehariannya, sejak dia bangun tidur kemudian
melakukan aktivitas kamar mandi dan seterusnya hingga pulang dari sekolah. Namun pada
kenyataannya beberapa anak masih memiliki ketergantungan dalam melakukan kegiatan
sehari-hari. Toilet training merupakan kegiatan pelatihan yang diadakan untuk memberikan
berbagai keterampilan bantu diri bagi anak usia dini sehingga dapat melatih dan meningkatkan
kemandirian anak, karena toilet training melatih pembiasaan anak dan melatih kesiapan
kebutuhan mereka secara mandiri.
Pada kasus buang air kecil disadari ataupun tidak, anak usia dini sering sekali mengalami
masalah ketika hendak, sedang, dan sesudah melakukan buang air kecil. Biasanya pada saat
dorongan untuk buang air kecil muncul, anak segera pergi ke toilet. Tetapi biasanya pula anak
berusaha menunda-nunda buang air kecil karena berbagai alasan. Jika dipelajari, sebenarnya
masalah menunda-nunda buang air kecil serta masalah ketidakmampuan anak ketika buang air
kecil terkait erat dengan perkembangan kemandirian anak. Berbagai masalah terkait buang air
kecil tersebut dapat diatasi dengan melakukan program toilet training. Pada toilet training
orang tua dan guru dapat mengarahkan, menjelaskan, memberikan contoh, dan menjalin
komunikasi dengan anak sehingga masalah enuresis dapat teratasi.

B. Enuresis Pada Anak Usia Dini


1. Pengertian Enuresis
Gangguan yang dapat mempengaruhi kemandirian, sosial-emosional anak yakni salah
satunya adalah gangguan enuresis (mengompol). Enuresis adalah pengeluaran urin secara
involunter dan berulang yang terjadi pada usia yang diharapkan dapat mengontrol proses buang
air kecil, tanpa kelainan fisik yang mendasari (Soetjiningsih, 2017: 372). Diperkuat oleh
(Newel & Meadow, 2003 dalam Permatasari 2018: 284) bahwa enuresis berlangsung melalui
proses berkemih yang normal (normal voiding), tetapi pada tempat dan waktu yang tidak tepat
yaitu berkemih di tempat tidur atau menyebabkan pakaian basah dan dapat terjadi saat tidur
malam hari (enuresis nocturnal), siang hari (enuresis diurnal) ataupun pada siang dan malam
hari. Menurut Wong, (2008: 121) Enuresis diurnal lebih umum ditemui pada anak perempuan
dan biasanya disebabkan inkontinensia urgency (ketidaksetabilan kandung kemih). Istilah
enuresis primer digunakan pada anak yang belum pernah berhenti mengompol sejak masa bayi,
sedangkan enuresis sekunder adalah kejadian mengompol kembali setelah minimal 6 bulan
tidak mengompol (Robson, 2009: 1429). Enuresis umumnya terjadi pada anak-anak namun
kadang-kadang juga pada remaja dan orang dewasa.

2. Fenomena Enuresis Pada Usia Prasekolah


Pada sebagian besar anak, mengompol terjadi begitu saja tanpa ada sebab yang jelas.
Mengompol juga bukan kesalahan langsung pada anak, biasanya ini terjadi karena produksi
urin pada malam hari lebih banyak dari pada yang mampu ditahan oleh kandung kemih anak.
Namun sensasi dari penuhnya kandung kemih ini ternyata belum mampu membangunkan anak
yang sedang terlelap, maka terjadilah mengompol. Pada kasus yang lain, mengompol pada
anak akan semakin parah dan memburuk.
Bisa jadi hal ini adalah ujung dari pertanda suatu masalah yang mungkin terjadi pada anak,
antara lain:
a. Stress yang berulang-ulang.
Bisa jadi anak awalnya sudah tidak lagi mengompol namun kembali muncul perilaku ini
dikarenakan anak mengalami sesuatu yang membuatnya sangat tidak nyaman, misalnya
awal masuk sekolah, kedatangan adik baru, menderita suatu penyakit, mendapatkan
perlakuan yang buruk dari teman (bullying), atau anak mengalami pelecehan.
b. Makanan maupun minuman yang mengandung kafein.
Makanan atau minuman itu antara lain teh, kopi, cola, dan coklat. Kafein ini menyebabkan
produksi urin yang dihasilkan oleh ginjal meningkat.
c. Sembelit (konstipasi).
Jumlah feses yang berlebih bisa saja menekan dan mengirutasi bagian belakang kandung
kemih. Anak yang sering mengalami konstipasi cenderung memiliki masalah mengompol
juga.
d. Anak yang mengalami ADHD (Attention Deficit Hyperactivity Disorder).
Anak yang mengalami gangguan ini akan memiliki resiko lebih besar menderita bedwetting
atau mengompol.
Enuresis pada seorang anak disebabkan tidak hanya oleh satu faktor saja. Misalnya, enuresis
yang dianggap sebagai akibat hambatan perkembangan fungsional kandung kemih dapat
diprovokasi oleh kelainan lokal atau masalah psikologis. Namun sering pula etiologi enuresis
tidak diketahui. Anak yang sulit menahan kencing sewaktu tidur malam (enuresis nokturnal),
berhubungan erat dengan faktor gangguan psikologis. Namun ahli lain menyatakan bahwa
faktor lain seperti keturunan atau adanya kelainan pada kandung kencing bisa juga menjadi
penyebab.
Pada penelitian ini, persepsi atau pengetahuan orang tua tentang toilet training juga diperlukan
dalam penanganan enuresis, karena orang tua merupakan orang paling dekat dengan anak dan
dapat mengontrol kebiasaan buruk anaknya.
BAB III
METODE PENELITIAN

A. Pendekatan dan Jenis Penelitian


Dalam penelitian ini, peneliti akan menjelaskan tentang penggunaan metode toilet
training dalam melatih kemandirian anak pada anak usia dini dalam penerapan metode toilet
training di PAUD Kartika Pradana, Kota Malang. Penelitian ini menggunakan metode penelitian
kualitatif deskriptif. Karakteristik penelitian ini sama seperti yang dirujuk oleh Gunawan (2014:
85) yang menyatakan bahwa penelitian kualitatif membangun pengetahuan melalui penafsiran
terhadap cara pandang, dari berbagai masukkan segenap orang yang terlibat di dalam penelitian,
tidak hanya dari penelitiannya semata. Penelitian kualitatif bertujuan untuk memahami objek
yang diteliti secara mendalam, karena penelitian ini menggunakan data seperti observasi,
wawancara, dan dokumentasi.

B. Kehadiran Peneliti
Pada penelitian kualitatif deskriptif ini, kehadiran peneliti sangat diperlukan. Guna
peneliti bisa mengetahui perubahan yang terjadi pada obyek penelitiannya. Dalam hal ini peneliti
bertindak sebagai pengumpul data. Peneliti juga berperan sebagai pengamat nonpartisipan,
dimana peneliti secara terbuka menyatakan identitas diri sebagai peneliti atau pengamat dalam
peneliti ini. Dalam pengumpulan data, kehadiran peneliti diketahui oleh informan. Peneliti
mengungkapkan identitasnya pada objek penelitian “murid dan guru”.
C. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian adalah tempat yang digunakan peneliti untuk melakukan penelitian.
Lokasi penelitian terletak di PAUD Kartika Pradana yang berada di Kota Malang. PAUD Kartika
Pradana bertempat di kawasan perlimaan Jl. Candi Panggung, di sekitar SD Tunggulwulung,
yang beralamatkan di Jl. Simpang Akordeon No. 2, Tungguwulung, Kel. Mojolangu, Kec.
Lowokwaru, Kota Malang, Jawa Timur, Indonesia. Lembaga PAUD Kartika Pradana ini ada 2
lantai. Lantai 1 untuk ruang admin, ruang kelas, dan ruang perpus dan lantai 2 untuk semua kelas
yang ada di PAUD Kartika Pradana. PAUD Kartika Pradana ada fasilitas yang dimiliki Kartika
Pradana lengkap; mulai dari kolam renang, area bermain indoor, area bermain outdoor, area
bermain outdoor, sentra kreatifitas, pemeriksaan kesehatan, area pasir, kebun buah naga, kamar
tidur, pembelajaran berbasis teknologi, pengenalan bahasa inggris, karya wisata.

D. Sumber Data
Sumber data dalam penelitian kualitatif disesuaikan dengan focus dan tujuan penelitian
(Sugiyono, 2007: 206). Data penelitian ini diperoleh dari fakta yang sudah terjadi ditempat
penelitian yaitu di PAUD Kartika Pradana. Data penelitian ini didapatkan dari hasil observasi
secara langsung, wawancara kepada berbagai narasumber, dan dokumentasi berupa foto juga
diperlukan untuk menunjang penelitian ini. Data yang diambil dalam penelitian ini yaitu data
tentang penggunaan metode toilet training dalam melatih kemandirian anak pada anak usia dini
yang dilakukan oleh murid-murid kelompok bermain saat pembelajaran berlangsung dikelas
yang bertujuan untuk mendiskripsikan penerapan program toilet training dan mengetahui anak
yang bisa pergi ke toilet untuk mengembangkan secara mandiri.

E. Teknik Pengumpulan Data


Teknik pengumpulan data penelitian ini yaitu dengan langkah mengumpulkan data atau
keterangan dari sumber informasi atau narasumber dan observasi atau pengamatan secara
langsung ke lapangan, serta mengambil dokumentasi saat penelitian berlangsung. Data yang
peneliti harus ambil yaitu data yang sesuai hubungannya dengan penelitiannya ini. Adapun
metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu sebagai berikut:
1. Wawancara (Interview)
Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan dilakukan oleh dua
pihak, yaitu pewawancara yang mengajukan pertanyaan dan diwawancarai yang memberikan
jawaban atas pertanyaan tersebut (Moleong, 2007: 186). Wawancara penelitian kualitatif adalah
sesuatu percakapan yang tujuannya untuk mengumpulkan data yang sangat rinci yang hasil
akhirnya digunakan untuk analisis kualitatif (Sutopo, 2006:68).
Dalam pelaksanaan penelitian ini, peneliti menggunakan wawancara mendalam.
Wawancara mendalam ini bersifat mendetail dan intensif, dan berupaya menemukan
pengalaman-pengalaman informan atau responden terhadap topik penelitian yang sedang dikaji.
Peneliti dalam wawancara ini juga menggunakan alat bantu berupa buku catatan kecil dan alat
bantu elektronik berupa HP (Handphone) untuk merekam jawaban-jawaban dari narasumber
guna melancaran jalannya wawancara, setelah itu didengarkan kembali untuk melengkapi data
yang sudah dicatat sewaktu wawancara. Peneliti juga menggunakan wawancara online apabila
diperlukan denggan menggunakan aplikasi WA (WhatsApp). Adapun data yang akan dicari
peneliti yaitu bagaimana penggunaan metode toilet training dalam melatih kemandirian anak
pada anak usia dini, di PAUD Kartika Pradana. Wawancara dilakukan dengan kepala sekolah,
guru atau wali murid, dan orang tua.
2. Observasi (Pengamatan)
Peneliti menggunakan teknik penelitian observasi atau pengamatan ini karena teknik ini
bisa peneliti gunakan saat penelitiannya berlangsung dengan cara pengamatan secara langsung
ke lapangan. Peneliti mengobservasi di PAUD Kartika Pradana, Kota Malang. Dalam penelitian
kualitatif deskripstif ini, pelaksanaan pengumpulan data yang diambil menggunakan observasi
nonpartisipan dan menggunakan observasi terstruktur. Dengan demikian observasi ini, peneliti
dirasa cocok untuk mengetes suatu kebenaran dalam penelitiannya. Menurut Ulfatin (2013: 215)
jika suatu data yang diperoleh kurang meyakinkan, jadi peneliti harus menanyakan atau
mewawancara kepada subjek yang ada di lapangan. Tetapi, karena peneliti hendak memperoleh
keyakinan tentang keabsahan atau kebenaran agar tidak ada keraguan dari data penelitian
tersebut, maka cara yang ditempuh adalah mengamati sendiri, yang berarti mengamati langsung
peristiwanya.
a. Observasi Nonpartisipan
Di dalam observasi nonpartisipan ini peneliti tidak terlibat dan hanya sebagai pengamat
independen. Peneliti mencatat, menganalisis, dan membuat kesimpulan. Pengumpulan data
observasi nonpartisipan ini tidak akan mendapatkan data yang mendalam dan tidak sampai pada
tingkat makna. Makna adalah nilai-nilai di balik perilaku yang tampak, yang terucap, dan tertulis
(Sugiyono, 2007: 145). Jadim dalam observasi nonpartisipan ini, peneliti hanya melihat proses
pembelajaran murid dan guru di dalam kelas kelompok bermain melihat penggunaan metode
toilet training dalam melatih kemandirian anak pada anak usia dini, di PAUD Kartika Pradana.
b. Observasi Terstruktur
Observasi terstruktuk adalah observasi yang telah dirancang secara sistematis, tentang
apa yang diamati, kapan, dan dimana tempatnya. Jadi observasi terstruktur ini peneliti sudah tahu
dengan pasti tentang variable apa yang akan diamati dari penelitiannya (Sugiyono, 2007: 145).
Dalam penelitian terstruktur ini peneliti sudah menyiapkan lembar observasi dan lembar
wawancara. Penelitian juga sudah mengetahui apa saja yang peneliti akan diamati, kapan
penelitian akan berlangsung, dan tempat yang akan ditelitinya.
3. Dokumentasi
Teknik dokumentasi ini peneliti gunakan dalam penelitiannya untuk mencari data yang
sekiranya diperlukan dalam pengumpulan data saat penelitian berlangsung, guna melengkapi
penelitiannya secara lengkap dan jelas. Dokumentasi dalam penelitian ini guna menunjang
penelitian yang berhubungan dengan penggunaan metode toilet training dalam melatih
kemandirian anak pada anak usia dini berupa: foto, rekaman, catatan penelitian, lembar hasil
wawancara, lembar hasil observasi, foto media pembelajaran, dan lain sebagainya. Dokumen
yang telah diperoleh kemudian peneliti menganilisis, dibandingkan dan dipadukan membentuk
satu hasil kajian yang sistematis (Gunawan, 2014: 183)

F. Analisis Data
Analisis data dalam penelitian ini menggunakan metode kualitatif deskriptif yang
menggambarkan kenyataan atau fakta sesuai dengan data yang diperoleh melalui penelitian yang
dilakukan dengan observasi, wawancara, dan dokumentasi. Analisis data penelitian ini dilakukan
sebelum di lapangan, selama di lapangan, dan setelah selesai di lapangan. Dalam penelitian ini,
peneliti menggunakan analisis data sebagai berikut:
1. Analisis Data Sebelum Di Lapangan
Peneliti dalam penelitian kualitatif dskriptifnya ini sudah melakukan analisis data
sebelum penelitian memasuki lapangan. Analisi dilakukan terhadap data hasil studi pendahuluan
atau data sekunder, data ini yang akan peneliti digunakan untuk menentukan fokus penelitian.
Namun fokus penelitian ini masih bersifat sementara dan akan berkembang lagi setelah peneliti
masuk ke lapangan dan meneliti apa yang ingin ditelitinya lebih dalam.
2. Analisis Data Selama Di Lapangan
Peneliti selama penelitian di lapangan bisa menganalisi data apabila diperlukan
(conditional), ketika pengumpulan data mengalami kendala, seperti: (a) apabila saat wawancara,
informan memberikan informasi dirasa kurang memuaskan, jadi peneliti dapat menyakan
kembali pertanyaannya dengan variasi pertanyaan yang berbeda, yang berfokuskan pada fokus
penelitian, dan (b) melihat situasi dan kondisi yang ada di lapangan sehingga disaat peneliti
menemui kendala, maka peneliti dapat mengambil solusi dari kendalanya tersebut.
3. Analisis Data Setelah Di Lapangan
Peneliti setelah meneliti penelitian akan melakukan analisis data setelah di lapangan,
yaitu dengan menggunakan model Miles dan Huberman. Menurut Miles dan Huberman (1984)
berpendapat bahwa aktifitas dalam analisis data kualitatif dilakukan secara interaktif dan
berlangsung secara terus-menerus sampai tuntas, sehingga datanya sudah jenuh. Penjelasan
analisis data dalam model Miles dan Huberman yaitu sebagai berikut.
a. Reduksi Data
Reduksi data merupakan proses berfikir yang memerlukan kecerdasan, keluasan, dan
kedalaman wawancara yang tinggi. Bagi peneliti yang masih baru, dalam melakukan reduksi
data dapat mendiskusikan pada teman atau orang lain yang dirasa pandang atau ahli. Melalui
diskusi itu, maka wawancara penelitian akan berkembang, sehingga dapat mereduksi data-data
yang dimiliki nilai temuan dan pengembangan teori yang signifikan (Sugiyono, 2007).
b. Penyajian Data
Penyajian data dalam penelitian kualitatif adalah penyajian data dalam bentuk uraian
singkat, hubungan antar kategori, bagan, dan lainnya. Penyajian data yang sering digunakan
untuk menyajikan data yaitu dengan menggunakan teks yang bersifat naratif (Sugiyono, 2007).
Penyajian data penelitian ini adalah gambaran seluruh informasi mengenai data tentang
penggunaan metode toilet training dalam melatih kemandirian anak pada anak usia dini yang
dilakukan oleh murid dan strategi guru yang digunakan dalam pembelajaran berlangsung di kelas
yang bertujuan untuk mengetahui penerapan metode toilet training dari setiap masing-masing
murid di kelompok bermain dan serta guru untuk mengembangkan metode toilet training
secarara mandiri, di PAUD Kartika Pradana.
c. Penarikan Kesimpulan
Kesimpulan awal yang dikemukakan masih bersifat sementara dan akan berubah bila
tidak ditemukan bukti-bukti yang kuat yang mendukung pada tahap pengumpulan data
berikutnya. Tetapi apabila kesimpulan yang dikemukakan pada awal didukung oleh bukti-bukti
yang valid dan konsisten, saat peneliti kembali ke lapangan untuk mengumpulkan data, maka
kesimpulan yang dikemukakan merupakan kesimpulan yang kredibel (berkualitas) (Sugiyono,
2007).
Jadi, dalam penarikan kesimpulan ini dapat peneliti lakukan setelah menganalisis dari
hasil pengelolaan dan penganalisaan data, guna menarik kesimpulan yang jelas dan benar sesuai
yang dia temui di lapangan.
G. Tahap-Tahap Penelitian
Tahap-tahap penelitian adalah gambaran dari keseluruhan penelitian. Berikut ini adalah
tahap-tahap peneliti dalan penelitiannya terbagi dari berbagai tahap, yaitu sebagai berikut:
1. Tahap Pesiapan atau Pendahuluan
Tahap persiapan atau pendahuluan peneliti yang dilakukan, yaitu: (1) minta izin kepada
kepala sekolah Kartika Pradana guna melakukan penelitian di PAUD Kartika Pradana, (2)
berkoordinasi dengan guru kelompok bermain dalam pelaksanaan observasi terkait penelitian,
(3) berkoordinasi dalam pelaksanaan wawancara dengan kepala sekolah, guru Kelompok
Bermain dan guru TPA, serta orangtua atau wali murid kelompok bermain dan TPA.
2. Tahap Perencanaan
Tahap perencanaan dalam penelitian ini yang peneliti lakukan, yaitu membuat instrumen
penelitian berupa lembar observasi dan pedoman wawancara.
3. Tahap Pelaksanaan
Tahap pelaksanaan dalam penelitian ini yang peneliti lakukan, yaitu (1) observasi
langsung ke lapangan di PAUD Kartika Pradana, di PAUD Kartika Pradana dengan
menggunakan kuisioner yang akan disajikan dalam bentuk hardcopy atau tercetak dan dalam
bentuk google form atau secara online, (2) wawancara digunakan peneliti kepada informan yang
ditujukan kepada: guru atau wali murid, dan orangtua murid. Tahap wawancara ini berguna
untuk memperoleh data dan kemudian oleh peneliti dijabarkan kembali dengan dijadikan sebagai
paparan data yang berbentuk narasi deskriptif, (3) dokumentasi dilakukan guna menunjang dari
teknik penelitian yang lain. Dokumentasi dalam penelitian ini menggunakan foto kegiatan anak
kelompok bermain terkait dengan penilitian penggunaan metode toilet training dalam melatih
kemandirian anak pada anak usia dini yang berupa foto, catatan penelitian, lembar hasil
wawancara, lembar hasil observasi, foto media pembelajaran, dan lain sebagainya.
4. Tahap Penelitian Laporan
Tahap penulisan laporan yang peneliti lakukan setelah penelitiannya selesai di lapangan,
peneliti selanjutnya merubah data penelitian kualitatif menjadi data deskriptif. Dalam penulisan
laporan secara deskriptif, naratif, objektif, dan sistematis sesuai dengan Pedoman Karya Ilmiah
(PPKI) yang sudah disesuaikan oleh lembaga Universitas Negeri Malang (UM).

5. Tahap Penarikan Kesimpulan


Tahap penarikan kesimpulan yang peneliti lakukan, yaitu dengan mengumpulkan data
yang sudah diperolehnya, kemudian dianalisis, dan terakhir ditarik menarik kesimpulan yang
berguna menjawab dari rumusan masalah yang telah dirumuskan oleh peneliti.
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN TEMUAN PENELITIAN

A. Hasil Penelitian
Dalam bab ini peneliti akan mengemukakan hasil penelitian dan temuan penelitian yang
sudah dilakukan peneliti yang berkaitan dengan keadaan dilapangan. Berdasarkan hasil
penelitian penggunaan metode toilet training dalam melatih kemandirian anak padah anak usia
dini di PAUD Kartika Pradana. Penelitian ini dilakukan pada tanggal 1 Desember – 31 Desember
2020 dengan jumlah responden 32 orang yaitu semua anak usia dini (0-6 tahun) yang di PAUD
Kartika Pradana, yang sesuai dengan kriteria sampel yang telah ditentukan.
a) Toilet Training
P1 : Apakah anak ibu sudah bisa melakukan buang air kecil secara mandiri?
Tabel.1
Jawaban Jumlah
Ya 10
Tidak 2

Ada 12 tanggapan dari pertanyaan ke-1. Jawaban “Ya” berjumlah 10 responden dengan
presentase 83,3% dan jawaban “Tidak” berjumlah 2 dengan presentase 16,7%. Jawaban Tidak
memiliki alasan yaitu, karena mereka masih memerlukan bantuan atau butuh ditemani ketika
ke kamar mandi.
P2 : Apakah anak ibu masih memiliki kebiasaan mengompol?
Tabel.2

Jawaban Jumlah
Ya 5
Tidak 7

Ada 12 tanggapan dari pertanyaan ke-2. Jawaban “Ya” berjumlah 5 dengan presentase 41,7%
dan jawaban “Tidak” bejumlah 7 dengan persentase 58,3%.
P3 : Sejak kapan anak ibu mengompol?
Penjelasan dari 5 jawaban pada pertanyaan kedua yang menyebutkan bahwa anak mereka
masih mengompol dijabarkan dengan beberapa alasan yaitu, karena dari bayi sudah terbiasa
mengompol dan berpengaruh hingga sekarang, ada yang mengompol mulai usia 2 tahun, ada
juga yang mengompol ketika tidak memakai pampers.
P4 : Menurut bapak/ibu, mengapa anak bapak/ibu mengompol?
Ada 5 tanggapan dari pertanyaan keempat terkait dengan lanjutan dari pertanyaan ketiga.
Berdasarkan penjelasan responden, anak mereka masih mengompol dikarenakan beberapa
sebab diantaranya, 3 dari 5 responden menjawab karena anak masih belum mengerti jika
kencing harus di kamar mandi, ada yang enggan bangun malam sehingga mengompol, selain
itu karena anak masih belum terbiasa kencing sendiri di kamar mandi dan membutuhkan
bantuan orang tua.
P5 : Apakah ibu tahu tentang metode toilet training?
Tabel. 5

Jawaban Jumlah
Ya 9
Tidak 3
Ada 12 tanggapan dari pertanyaan kelima. Jawaban “Ya” berjumlah 9 dengan presentase 75%
dan jawaban “Tidak” berjumlah 3 dengan presentase 25%. Dari 12 tanggapan mayoritas yaitu
9 responden sudah mengetahui tentang metode toilet training.
P6 : Jika tidak, bagaimana cara ibu mendidik anak dalam kebiasaan buang air kecil?
Ada 3 tanggapan dari pertanyaan keenam yang tidak menerapkan metode toilet training.
Alasannya, orang tua cukup menyampaikan secara sederhana kalau buang air dilakukan pada
tempatnya/kamar mandi, cara lainnya responden menyampaikan ke anak bahwa sehabis buang
air kecil daerah kemaluan di bersihkan dengan sabun mandi di bilas sampai bersih.
b) Kemandirian Anak
P1 : Apakah anak sudah paham tentang alasan mereka buang air kecil?
Tabel. 1
Jawaban Jumlah
Ya 16
Tidak 4
Ada 20 tanggapan dari pertanyaan ke-1. Jawaban “Ya” berjumlah 16 dengan presentase 80%
dan jawaban “Tidak” berjumlah 4 dengan presentase 20%. Dari tanggapan tersebut dapat
dijabarkan bahwa sebagian besar anak sudah memahami tentang alasan mengapa mereka
melakukan buang air kecil.

P2 : Apakah anak mengetahui dan dapat menyebutkan dampak dari menunda buang air kecil?
Tabel. 2
Jawaban Jumlah
Ya 13
Tidak 7
Ada 20 tanggapan dari pertanyaan ke-2. Jawaban “Ya” berjumlah 13 dengan presentase 65%
dan jawaban “Tidak” berjumlah 7 dengan presentase 35%. Dari tanggapan kuisioner tersebut
dapat dijabarkan bahwa setelah mendapatkan penjelasan tentang metode toilet training yang
telah dirancang, mayoritas yaitu sebanyak 13 anak sudah mampu memahami dampak dari
menunda buang air kecil, sementara 7 anak lainnya masih belum mampu memahami dampak
dari menunda buang air kecil.
P3 : Apakah anak sudah memiliki inisiatif untuk pergi ke toilet sendiri?
Tabel. 3
Jawaban Jumlah
Ya 18
Tidak 2
Ada 20 tanggapan dari pertanyaan ke-3. Jawaban “Ya” berjumlah 18 dengan presentase 90%
dan jawaban “Tidak” berjumlah dengan 2 presentase 10%. Dari tanggapan kuisioner tersebut
dapat dijabarkan bahwa mayoritas anak melalui metode toilet training sudah mampu atau
memiliki inisiatif untuk pergi ke toilet secara mandiri yaitu sebanyak 18 anak. Sementara 2
anak lainnya masih belum mampu pergi ke toilet secara mandiri.
P4 : Apakah anak sudah hafal doa sebelum masuk ke toilet?
Tabel. 4
Jawaban Jumlah
Ya,sudah 8
Belum 12
Ada 20 tanggapan dari pertanyaan ke-4. Jawaban “Ya,sudah” berjumlah 8 dengan presentase
40% dan jawaban “Belum” berjumlah 12 dengan presentase 60%. Dari tanggapan kuisioner
tersebut dapat dijabarkan bahwa mayoritas anak belum mampu menghafal doa sebelum masuk
ke toilet melalui metode toilet training yaitu sebanyak 12 anak. Sementara 8 anak lainnya
memiliki kemampuan untuk menghafal doa sebelum masuk ke toilet.
P5 : Apakah anak sudah mampu buang air kecil sendiri?
Tabel. 5
Jawaban Jumlah
Ya,sudah 18
Belum 2
Ada 20 tanggapan dari pertanyaan ke-5. Jawaban “Ya,sudah” berjumlah 18 dengan presentase
90% dan jawaban “Belum” berjumlah 2 dengan presentase 10%. Dari tanggapan kuisioner
tersebut dapat dijabarkan bahwa mayoritas anak sudah mampu buang air kecil secara mandiri
melalui metode toilet training yaitu sebanyak 18 anak. Sementara 2 anak lainnya masih belum
mampu buang air kecil secara mandiri.
P6 : Apakah anak mampu membersihkan diri/bersuci setelah buang air kecil secara baik?
Tabel. 6
Jawaban Jumlah
Ya 10
Belum 10
Ada 20 tanggapan dari pertanyaan ke-6. Jawaban “Ya” berjumlah 10 dengan presentase 50%
dan jawaban “Belum” berjumlah 10 dengan presentase 50%. Dari tanggapan kuisioner tersebut
dapat dijabarkan bahwa jumlah anak yang mampu dan yang belum mampu melalui metode
toilet training adalah sama yaitu sudah mampu membersihkan diri/bersuci setelah buang air
kecil secara baik yaitu sebanyak 10 anak. Sementara 10 anak lainnya masih belum mampu
membersihkan diri/bersuci setelah buang air kecil secara baik.
P7 : Apakah anak mampu merapikan pakaian sendiri setelah buang air kecil?
Tabel. 7
Jawaban Jumlah
Ya 14
Belum 6
Ada 20 tanggapan dari pertanyaan ke-7. Jawaban “Ya” berjumlah 14 dengan presentase 70%
dan jawaban “Belum” berjumlah 6 dengan presentase 30%. Dari tanggapan kuisioner tersebut
dapat dijabarkan bahwa mayoritas anak melalui toilet training sudah mampu merapikan
pakaian sendiri setelah buang air kecil yaitu sebanyak 14 anak. Sementara 6 anak lainnya
masih belum mampu merapikan pakaian sendiri setelah buang air kecil.
P8 : Apakah anak sudah hafal doa ketika keluar toilet?
Tabel. 8
Jawaban Jumlah
Ya 16
Belum 4
Ada 20 tanggapan dari pertanyaan ke-8. Jawaban “Ya” berjumlah 16 dengan presentase 80%
dan jawaban “Belum” berjumlah 4 dengan presentase 20%. Dari tanggapan kuisioner tersebut
dapat dijabarkan bahwa mayoritas anak sudah mampu menghafal doa ketika keluar ke toilet
secara mandiri yaitu sebanyak 16 anak. Sementara 4 anak lainnya masih belum menghafal doa
ketika keluar ke toilet secara mandiri.
P9 : Jika setelah menerapkan toilet training, anak anda belum mandiri dalam melakukan buang
air kecil, coba di jelaskan apa penyebabnya?
Dari urutan proses pada metode toilet training yang sudah dijabarkan, ada beberapa anak didik
yang belum sepenuhnya menjalankan proses toilet training, atau gangguan dalam
penerapannya dengan berbagai penyebab, diantaranya kurang sabarnya orang tua dalam
mengajarkan metode toilet training. Masih ada anak yang ketakutan untuk pergi ke toilet.
Penyebab lainnya karena anak keasyikan dalam bermain dan terkadang malas dikarenakan
keasyikan bermain, sehingga meminta tolong orang tuanya. Ada yang sudah mampu tetapi
belum konsisten. Atau sudah bisa namun masih membutuhkan waktu lebih karena belum
terbiasa (jawaban mayoritas). Penyebab lain karena orang tua masih memanjakan anaknya.
Dan juga anak masih belum paham atau sulit memahami proses toilet training.

B. Temuan Penelitian
Kelompok Bermain khususnya di PAUD Kartika Pradana guna mengembangkan
penerapan metode toilet training pada para muridnya dalam pembelajaran menggunakan
beberapa strategi. Temuan penelitian tentang keterkaitan program toilet training secara mandiri
dengan penggunaan metode toilet training dalam melatih kemandirian anak kelompok bermain
dan TPA menyebutkan bahwa ada lembaga PAUD Kartika Pradana strategi yang digunakan
pendidik adalah dengan mengutamakan karakteristik dari seorang pendidik itu sendiri, lalu setiap
pendidik dikuatkan kesadaran akan peranan dan kewajibannya sebagai seorang pendidik
dikuatkan kesadaran akan peranan dan kewajibannya sebagai seorang pendidik dengan sebenar-
benarnya, kemudian beberapa strategi pembelajaran guna mengembangkan program toilet
training dan kemandirian anak. Penjelasannya sebagai berikut.
1. Kemandirian Anak
Berdasarkan indikator kemandirian yang dijabarkan dalam bentuk kuisioner, yang telah
dijawab oleh responden, dari 8 kuisioner yang menggambarkan bentuk kemandirian dapat
disimpulkan bahwa mayoritas anak sudah memiliki bentuk kemandirian dalam melakukan buang
air kecil yang dibuktikan dengan presentase sebesar 70,625% bahwa sebagian besar anak mampu
menerapkan langkah langkah toilet training. Hanya 29,3% anak belum mampu memiliki
kemandirian. Sehingga metode tersebut dapat meningkatkan kemandirian anak dalam proses
buang air kecil.
2. Toilet Training
Berdasarkan indikator toilet training yang dijabarkan dalam bentuk kuisioner, yang telah
dijawab oleh responden, dari 6 kuisioner yang menggambarkan bentuk toilet training dapat
disimpulkan bahwa mayoritas anak sudah memiliki bentuk toilet training dalam melakukan
buang air kecil secara mandiri yang dibuktikan dengan presentase sebesar 25% bahwa sebagian
besar anak tidak memahami menerapkan secara langkah langkah metode toilet training. Hanya
50% anak masih memahami terbiasa kebiasaan mengompol. Sehingga metode tersebut dapat
meningkatkan metode toilet training dalam proses buang air kecil secara mandiri.

BAB V
PEMBAHASAN

Pada kesempatan ini peneliti mengajukan proposal skripsi sebagai tugas akhir strata satu
ilmu pendidikan anak usia dini dengan judul penggunaan metode toilet training dalam melatih
kemandirian anak pada anak usia dini. Sebagai kelengkapan skripsi ini, peneliti melakukan study
di PAUD Kartika Pradana dan juga observasi di rumah salah satu siswa untuk mengetahui secara
langsung bagaimana metode toilet training ini berjalan dengan baik ketika siswa dan siswi harus
melakukan pembelajaran di rumah di karenakan sistem pembelajaran saat ini menggunakan
metode pembelajaran jarak jauh atau daring.
1. Wawancara di PAUD KARTIKA PRADANA
Penelitian yang dilakukan di PAUD Kartika Pradana adalah melakukan wawancara
dengan kepala sekolah mengenai metode apa aja yang di terapkan kepada siswa dan siswi di
sana, dimana metode yang diterapkan antara lain adalah, pembiasaan rutin setiap satu jam sekali
ke toilet, berdo’a sebelum masuk toilet, melepas celana atau diapers secara mandiri sampai
membersihkan diri sendiri setelahnya, siswa dan siswi juga di ajarkan adab-adab sebelum dan
sesudah BAB atau BAK. Agar siswa dan siswi lebih mudah menerapkan pembelajaran yang
diberikan sekolah mempunyai metode yaitu bercerita atau melihat video tentang toilet training
hal ini di nilai cukup efisien untuk melatih toilet training pada anak usia dini.
2. Observasi
Selain itu peneliti juga melakukan observasi di rumah salah satu siswa PAUD Kartika
Pradana dengan beberapa siswa, peneliti melakukan observasi dengan melakukan metode-
metode yang dilakukan oleh pihak sekolah. Siswa dan siswi datang pada pukul 08.30 di rumah
siswa yang bernama Syaqilla dengan menerapkan protokol kesehatan, siswa datang memberi
salam, lalu duduk dengan rapi, sebelum pembelajaran di mulai siswa dan siswi berdo’a lalu
mendengarkan instruksi yang di berikan oleh peneliti.
Peneliti mengawali pembelajaran dengan mengenalkan diri, lalu memutarkan video
tentang toilet training, pada saat pembelajaran berlangsung masih ada beberapa siswa yang
terlihat tidak fokus seperti mengobrol dengan temannya dan tidak dapat duduk dengan tenang,
agar situasi kembali kondusif peneliti mengajak anak-anak untuk bernyanyi bersama, hal ini
cukup efektif untuk mengembalikan konsentrasi anak-anak, kemudian peneliti mengajukan
beberapa pertanyaan tentang toilet training. Ada salah satu anak yang cukup antusias ketika
menjawab pertanyaan, anak itu bernama Ghea. Ia dengan percaya diri menjawab ketika di tanya
bagaimana do’a masuk toilet hal ini sesuai dengan data yang berikan oleh kepala sekolah ketika
peneliti melakukan wawancara di PAUD Kartika Pradana.
Metode pembelajaran selanjutnya adalah praktek toilet training, anak-anak berbaris
ketika akan masuk ke dalam toilet, Ghea berbaris paling depan dan menjadi pimpinan do’a di
ikuti anak-anak yang lainnya, sesuai pembiasaan yang di lakukan di sekolah setelah berdo’a adab
masuk toilet adalah mendahulukan kaki sebelah kiri, lalu melepaskan celana atau diapers sendiri,
duduk di closet lalu cebok dengan menggunakan gayung secara mandiri, setelah itu menyiram
closet dan mencuci tangan setelahnya, keluar toilet mendahulukan kaki kanan dan membaca do’a
keluar dari toilet. Anak-anak secara bergantian melakukan tugasnya menjalankan toilet training,
namun ada satu anak yang masih membutuhkn bantuan ketika toilet training berlangsung,
namanya Nisa. Nisa masih belum hafal baca do’a masuk toilet, dia juga masih membutuhkan
bimbingan ketika memakai celananya kembali hal ini juga sesuai dengan data yang diberikan
oleh kepala sekolah PAUD Kartika Pradana.
Dari pembahasan ini, dapat di simpulkan bahwa metode toilet training yang di lakukan
kepada siswa-siswi PAUD Kartika Pradana cukup efektif, memang ada beberapa siswa yang
masih membutuhkan bantuan ketika toilet training berlangsung, namun hal ini bukan merupakan
kendala besar karena beberapa poin sudah bisa di lakukan sendiri.

BAB VI
PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan analisis data hasil pembahasan bahwa dari hasil toilet training kemandirian
anak pada anak usia prasekolah dari 32 responden di PAUD. Hasil dari kemandian anak
didapatkan bahwa mayoritas anak sudah memiliki bentuk kemandirian dalam melakukan buang
air kecil yang dibuktikan dengan presentase sebesar 70,625% bahwa sebagian besar anak mampu
menerapkan langkah langkah toilet training, sedangkan anak belum mampu memiliki
kemandirian dengan presentase sebesar 29,3%. Hasil dari toilet training bahwa indikator toilet
training yang dijabarkan dalam bentuk kuisioner, dari 6 kuisioner yang menggambarkan bentuk
toilet training dapat disimpulkan bahwa mayoritas anak sudah memiliki bentuk toilet training
dalam melakukan buang air kecil secara mandiri yang dibuktikan dengan presentase sebesar 25%
bahwa sebagian besar anak tidak memahami menerapkan secara langkah langkah metode toilet
training, sedangkan anak masih memahami kebiasaan mengompol dengan presentase sebesar
50%.

B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian dan kesimpulan dalam penelitian ini dapat disarankan,
hendaknya langkah-langkah yang dilakukan oleh guru dalam pelaksanaan toilet training
disosialisasikan melalui buku penghubung kepada orang tua anak sehingga orang tua dapat
meneruskannya di rumah sesuai langkah-langkah yang dipraktekkan guru di sekolah. Hendaknya
faktor pendukung pelaksanaan toilet training tidak membuat guru terlalu yakin anak mengikuti
petunjuk dan pengarahan guru dengan benar sehingga tidak melakukan evaluasi untuk
mengetahui perkembangan pelaksanaan toilet training. Oleh karena itu guru perlu melakukan
pengawasan dalam bentuk tanya jawab dengan anak dalam proses pembelajaran di ruang kelas.
Hendaknya faktor penghambat dijadikan motivasi guru untuk meningkatkan pelaksanaan toilet
training di sekolah. Dengan adanya faktor penghambat guru selalu bersifat proaktif mencegah
perilaku anak yang kurang sesuai dengan penjelasan dan pengarahan. Hendaknya dalam
mengatasi hambatan guru memperhatikan faktor-faktor yang menjadi penghambat anak tidak
melaksanakan toilet training dengan benar sehingga solusi yang ditempuh demi perbaikannya ke
depan tepat dan efektif.
DAFTAR PUSTAKA

Alma, Buchari. 2009. Guru Profesional Menguasai Metode dan Terampil Mengajar. Bandung:
Alpabeta.
Anitah, Sri W.. 12 Desember 2008. Strategi Pembelajaran Bahasa Indonesia.
http://pustaka.ut.ac.id/website/indec.phb?
option=comcontent&view=article&id=149:pbin-4301-strategi-pembelajaran-
bahasaIndonesia&catid=30:fkip&itemid=75 diakses tanggal 15 Oktober 2009 Pukul
21.15 WIB.
Anitah, Sri W.. 2008. Media Pembelajaran. Surakarta: Panitia Sertifikasi Guru Rayon 13
Surakarta.
Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Bumi
Aksara.
Arwendria. 20 April 2009. Pengelolaan Pembelajaran Bahasa Inggris dengan Memanfaatkan IT
Strategi Memicu dan Memacu Siswa untuk Menulis.
http://arwendria.wordpress.com/2009/04/20/pengelolaaan-pembelajaranbahasa-inggris-
dengan-memanfaatkan-it-strategi-memicu-dan-memacusiswa-untuk-menulis diakses
Jumat 15 Januari Pukul 20.15 WIB.
Brown, Douglas. 2008. Prinsip Pembelajaran dan Pengajaran Bahasa. California.
Departemen Pendidikan Nasional. 2003. Undang-Undang Republik Indonesia (UU RI) Nomor
20 tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta: Depdiknas.
Gunawan, Imam. 2014. Metode Penelitian Kualitatif: Teori dan Praktik. Jakarta: Bumi Aksara
Iskandarwassid dan Dadang Sunendar. 2008. Strategi Pembelajaran Bahasa. Bandung: Remaja
Rosdakarya.
Khaeruddin dan Mahfud Junaedi. 2007. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Semarang: Pilar
Media.
Majid, Abdul. 2007. Perencanaan Pembelajaran. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Moleong. 2007. Metodelogi Penelitian Kualitatif: Edisi Revisi. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya
Moleong, Lexy J.. 2007. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Mulyasa, E.. 2008. Menjadi Guru Profesional Menciptakan Pembelajaran Kreatif dan
Menyenangkan. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Mustikasari, Ardiani. 8 Juni 2008. Mengenal Media Pembelajaran.
http://eduarticles.com/mengenal-media-pembelajaran diakses tanggal 8 April 2010 pukul
19.40.
Sagala, Syaiful. 2010. Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung: Alfabeta.
Sanjaya, Wina. 2008. Perencanaan dan Desain Sistem Pembelajaran. Jakarta: Kencana Prenada
Media Group.
Santyasa, I Wayan. 2005. Model Pembelajaran Inovatif dalam Implementasi Kurikulum
Berbasis Kompetensi. Bali: IKIP Negeri Singaraja.
Santyasa, I Wayan. 2007. Landasan Konseptual Media Pembelajaran. Bali: Universitas
Pendidikan Ganesha.
Santyasa, I Wayan. 2008. Pembelajaran Berbasis Masalah dan Pembelajaran Kooperatif. Bali:
Universitas Pendidikan Ganesha.
Spredley, James P. 2007. Metode Etnografi. Yogyakarta: Tiara Wacana.
Sugiyono. 2007. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta
Sugiyono. 2007. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R & D. Bandung: Elfabeta.
Sukmadinata, Nana Syaodih. 2009. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Remaja
Rosdakarya.
Sutopo H.B.. 2006. Metodologi Penelitian Kualitatif. Surakarta: Universitas Negeri Sebelas
Maret.
Ulfatin, Nurul. 2015. Metode Penelitian Kualitatif Di Bidang Pendidikan. Malang: Media Nusa
Creative
Yamin, Martinis dan Basnu I. Ansari. 2008. Taktik Mengembangkan Kemampuan Individual
Siswa. Jakarta: Gaung Persada Press.
Yamin, Martinis. 2006. Sertifikasi Profesi Keguruan di Indonesia. Jakarta: Gunung Persada
Press.
Yasa, Doantara. 10 Mei 2008. Media Pembelajaran Kooperatif.
http://ipotes.wordpress.com/2008/05/10/metode-pembelajaran-kooperatif diakses Rabu
tanggal 7 April 2010 pukul 20.05.

Lampiran 1. Daftar Murid PAUD Kartika Pradana

Jumlah Murid
No. Nama Murid Usia Kel Perempua Total
Laki-laki
n
1. Anindita Khairunnisa Aktony 5 KB 8 9 17
2. Avrielia Alya Salsabilla 4 KB
3. Azra Humaira Ramadhanty Pradana 4 KB
4. Denada Putri Nugroho 4 KB
5. Ghea Qianna Nugroho 4 KB
6. Janitra Akhdaniyal Cakti 4 KB
7. Muhammad Abdullah Al-Fatih 4 KB
8. Muhammad Althaf Ar-Rafif Kurniawan 4 KB
9. Muhammad Arkan 5 KB
10. Muhammad Dzaki Arrafif 5 KB
11. Muhammad Dzu Alfiqar Arnou
4 KB
Erdogan
12. Nisrina Azzahra Ardhianti 6 KB
13. Syaqilla Putri Afero 4 KB
14. Azalya Cailah Dzahim Saktian 5 KB
15. Vino Valent Tandui 4 KB
16. Akma Alamgir Dzaky 5 TPA
17. Keano Athalla Prayogi 4 TPA

Lampiran 2. Daftar Guru Pendidik PAUD Kartika Pradana

Jenis Kelamin
No. Nama Jabatan
L P
1. Dr. Nur Ida Iriani, MM Kepala Sekolah - √

2. Kartika, S.E., S.Pd Wakil Kepala Sekolah - √

3. Elsa., S.Pd Guru KB - √

4. Zulaikah, S.Pd Guru KB - √


5. Rifka Anisa, S.Pd Guru KB - √

6. Leni Intan Permatasari, S.M Guru TPA - √

7. Ifa Agistia, S.Pd.i Guru TPA - √

8. Fitri Wulandari, S.M Guru TPA - √

9. Khusnul Nurhayati, S.Pd Guru TPA - √

10 Tri Handayani, S.Pd Guru TPA - √

Lampiran 3. Hasil Wawancara

1. Apakah di PAUD Kartika Pradana sudah menerapkan toilet training apa belum?
- Sudah. Ketika anak berusia 2 tahun kami terapkan metode toilet traning jadi ketika anak
berusia 4 tahun ,harapannya sudah mandiri
Metode atau media apa yang di terapkan untuk toilet training ?
- Metode bercerita kepada anak. Selain itu juga dengan pembiasaan untuk ke toilet setiap 1
jam sekali karena memang waktu sekolahnya hanya 2 jam, pembiasaan ini di lakukan agar
anak memahami tanda-tanda fisik akan buang air, memahami instruksi
Untuk kelas TPA waktuya lebih panjang dari pagi sampai jam 4 sore, metodenya sama,
setiap 1 jam pasti di ajak atau di arahkan ke toilet untuk buang air, begitupun ketika tidur
siang, hanya saja tempat tidurnya di beri alas berupa perlak, apabila anak mengompol bisa
merasakan gelisah atau tidak nyaman jika tempat tidurnya basah.
Tujuan dari metode bercerita adalah mengedukasi anak tentang dampak dari mengompol
Misal, ada rasa basah lalu jika tidak segera di bersihkan nanti akan timbul rasa gatal,
kemudian iritasi dll
2. Apa masih ada siswa yang masih belum bisa mandiri atau masih butuh bantuan lain ketika
toilet training ?
- Ada yang masih membutuhkan bantuan, karena toilet di rumah masing-masing anak
berbeda.ada yang menggunakan toilet jongkok juga toilet duduk, rata-rata permasalahannya
adalah anak yang di rumahnya menggunakan toilet jongkok, tangan anak tidak bisa
menjangkau area kemaluannya sendiri juga kesulitan jika tangan yg lain memegang
gayung,perbedaanya jika menggunakan toilet duduk,akan lebih mudah karena bisa
menggunakan shower yang tinggal di semprot
3. Bolehkah saya meminta data anak-anak yang masih membutuhkan bantuan ketika toilet
training ?
- Boleh
4. Dalam satu kelas ada berapa siswa? Kira-kira berapa anak yg belum bisa melakukan toilet
training secara mandiri?
- Ada 17 siswa.
- Kelompok Bermain ada 5 siswa,
TPA ada 2 siswa
Lampiran 4. Data Materi Pembelajaran di PAUD Kartika Pradana

NO. WAKTU KEGIATAN


1. 07.00-07.30 Siswa datang
2. 07.30-08.00 Menyuapi anak sarapan pagi (bagi yang belum sarapan)
3. 08.00-08.30 Bermain bebas terbimbing
4. 08.30-09.00 Minum susu pagi (pendampingan)
5. 09.00-10.00 Pembelajaran (sesuai tema)
6. 10.00-10.30 Istirahat (makan snack atau kue)
7. 10.30-11.00 Minum susu siang (pendampingan)
8. 11.00-12.00 Makan siang bersama (pendampingan)
9. 12.00-12.30 1. Toilet training
2. Persiapan tidur siang
10. 12.30-14.30 Tidur siang bersama
11. 14.30-15.00 Mandi sore
12. 15.00-15.30 1. Minum susu sore (pendampingan)
2. Makan snack (sesuai program nutrisi)
13. 15.30-16.00 1. Persiapan pulang
2. Siswa dijemput orang tua / wali siswa
o TPA

NO
WAKTU KEGIATAN
.
07.30-08.10 1. Kegiatan Awal
- Baris
1.
- Senam
- Do’a bersama
08.10-08.30 2. Kegiatan Inti
a. Apersepsi
- Mengaji
- Bercerita tema
2. - Bernyanyi
08.30-09.30 b. Kegiatan Pembelajaran
- Bercerita tentang laki-laki dan perempuan
- Handcraft wayang
- Mewarnai gambar yang menyerupai diri
09.30-09.45 3. Istirahat
- Do’a
3.
- Cuci tangan
- Makan
4. 09.50-10.00 4. Kegiatan Akhir
- Review
- Tanya jawab kegiatan
- Pesan moral
- Do’a pulang
o KELOMPOK BERMAIN

Lampiran 5. Dokumentasi Pelaksanaan Penelitian


Peneliti memberikan
penjelasan dan pengarahan
cara menggunakan toilet
training

Peneliti memberikan
contoh kepada anak
bagaimana caranya
menggunakan toilet training

DOKUMENTASI KEGIATAN
Lampiran 6. Surat Izin Penelitian
Lampiran 7. Daftar Riwayat Hidup
RIWAYAT HIDUP

Ismayu Nahdiar Sari dilahirkan di Pasuruan, Jawa Timur


pada tanggal 05 Juni 1996. Putri ketiga dari pasangan Bapak
Didik Kuswahjudi dan Ibu Nani Hartuti. Pada tahun 2003
pendidikan awal dimulai di TK Az-Zahroh Pasuruan kemudian
masuk pendidikan dasar tahun 2004, diselesaikan pada tahun
2006 di SDN Pekuncen Pasuruan, kemudian melanjutkan
pendidikan di SMPN 4 Pasuruan dan selesai pada tahun 2012.
Selanjutnya tahun 2012 masuk Sekolah Menengah Kejuruan
(SMK) yang ditamatkan pada tahun 2015 di SMKN 3 Malang
Jurusan Kecantikan Kulit (KCK). Pendidikan berikutnya pada tahun 2016 melanjutkan di
Universitas Negeri Malang (UM) melalui jalur Mandiri.
Penulis pernah menjadi anggota Sanggar Tari dan Karawitan (STK), Bola Basket
(UABB), dan sekarang menjabat sebagai anggota Paduan Suara Mahasiswa (PSM) “Swara
Satata Cakti” periode 2017-2019. Selain itu hingga sekarang penulis juga cukup aktif dalam
kepenulisan karya tulis ilmiah.

Anda mungkin juga menyukai