Anda di halaman 1dari 10

TUGAS MAKALAH KEPERAWATAN ANAK “ TOILET TRAINING “

DISUSUN OLEH:

Nama: Eva Diana Putri

NIM: 18012316

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN UNIVERSITAS AN NUUR PURWODADI


TAHUN AJARAN 2019/2020
KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah kami ucapkan kehadirat Allah SWT karena atas limpahan rahmat
dan karunia-Nya lah sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini. Sholawat serta salam tetap
tercurahkan kepada junjungan kita nabi besar Muhammad Saw.
Dengan terselesaikannya makalah ini, penulis ingin menyampaikan terima kasih semua
pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini. Semoga Allah SWT membalas amal
baiknya. Amin.
Penulis harap, dengan membaca makalah ini dapat memberi manfaat bagi kita semua, dalam hal
ini dapat menambah wawasan kita khususnya bagi penulis. Memang makalah ini masih jauh dari
sempurna, maka penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca demi perbaikan menuju
arah yang lebih baik

Purwodadi, 11 September 2018

Penulis
DAFTAR ISI

JUDUL

KATA PENGANTAR

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan

BAB II PEMBAHASAN

A. Definisi
B. Tahapan Toilet Training
C. Factor-faktor yang mendukung Toilet Training pada anak
D. Tanda anak siap untuk melakukan Toilet Training
E. Masalah yang mungkin timbul dalam pelatihan toilet training (Thomson, 2003)
F. Kemampuan Toilet Training Anak Usia 18 – 36 Bulan

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan
B. Saran

DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pada tahapan usia 1 sampai 3 tahun atau usia toddler, kemampuan sfingter uretra untuk
mangontrol rasa ingin berkemih dan sfingter ani untuk mengontrol rasa ingin defekasi mulai
berkembang (Supartini, 2002). Sedangkan menurut Gupte (2004) sekitar 90 persen bayi mulai
mengembangkan kontrol kandung kemihnya dan perutnya pada umur 1 tahun hingga 2,5 tahun.
Dan toilet training ini dapat berlangsung pada fase kehidupan anak yaitu umur 18 bulan sampai
24 bulan (Hidayat, 2005).
Toilet training pada anak merupakan suatu usaha untuk melatih anak agar mampu
mengontrol melakukan buang air kecil dan buang air besar. Beberapa ahli berpendapat toilet
training efektif bisa diajarkan pada anak usia mulai dari 18 bulan sampai dengan 3 tahun, karena
anak usia 18 bulan memiliki kecakapan bahasa untuk mengerti dan berkomunikasi. Keinginan
kuat dari batita adalah menirukan orang tuanya. (Rahmi, 2008).
Dalam melakukan pelatihan buang air kecil dan besar pada anak membutuhkan persiapan baik
secara fisik maupun secara intelektual melalui persiapan tersebut diharapkan anak mampu
mengontrol buang air besar dan air kecil secara mandiri. Pada toilet training selain melatih batita
mengontrol buang air kecil dan besar juga dapat bermanfaat dalam pendidikan seks. Sebab saat
batita melakukan kegiatan tersebut disitu batita akan mempelajari anatomi tubuhnya sendiri serta
fungsinya. Dalam proses toilet training diharapkan terjadi pengaturan impuls atau rangsangan
dan instink batita dalam melakukan buang air besar dan air kecil. Dengan alasan diatas, penulis
membuat makalah tentang Toilet Training

1.2 Tujuan
1. Mememuhi tugas mata kuliah Keperawatan Anak
2. Mengetahui dan mengerti tentang konsep Toilet Training
BAB II
PEMBAHASAN
2.2 Definisi
Toilet training pada anak merupakan suatu usaha untuk melatih anak agar mampu mengontrol
dalam melakukan buang air kecil dan buang air besar (Hidayat, 2005).
Menurut Supartini (2004), toilet training merupakan aspek penting dalam perkembangan
anak usia toddler yang harus mendapat perhatian orang tua dalam berkemih dan defekasi. Dan
toilet training juga dapat menjadi awal terbentuknya kemandirian anak secara nyata sebab anak
sudah bisa untuk melakukan hal-hal yang kecil seperti buang air kecil dan buang air besar
(Harunyahya, 2007).
Pada tahapan usia 1 sampai 3 tahun atau usia toddler, kemampuan sfingter uretra untuk
mangontrol rasa ingin berkemih dan sfingter ani untuk mengontrol rasa ingin defekasi mulai
berkembang (Supartini, 2002). Sedangkan menurut Gupte (2004) sekitar 90 persen bayi mulai
mengembangkan kontrol kandung kemihnya dan perutnya pada umur 1 tahun hingga 2,5 tahun.
Dan toilet training ini dapat berlangsung pada fase kehidupan anak yaitu umur 18 bulan sampai
24 bulan (Hidayat, 2005).

2.2 Tahapan Toilet Training


Mengajarkan toilet training pada anak memerlukan beberapa tahapan seperti membiasakan
menggunakan toilet pada anak untuk buang air, dengan membiasakan anak masuk ke dalam WC
anak akan cepat lebih adaptasi. Anak juga perlu dilatih untuk duduk di toilet meskipun dengan
pakaian lengkap dan jelaskan kepada anak kegunaan toilet. Lakukan secara rutin kepada anak
ketika anak terlihat ingin buang air.
Anak dibiarkan duduk di toilet pada waktu – waktu tertentu setiap hari, terutama 20 menit
setelah bangun tidur dan seusai makan, ini bertujuan agar anak dibiasakan dengan jadwal buang
airnya. Anak sesekali enkopresis (mengompol) dalam masa toilet training itu merupakan hal
yang normal. Anak apabila berhasil melakukan toilet training maka orang tua dapat memberikan
pujian dan jangan menyalahkan apabila anak belum dapat melakukan dengan baik ( Pambudi,
2006).
Prinsip dalam melakukan toilet training ada 3 langkah yaitu melihat kesiapan anak, persiapan
dan perencanaan serta toilet training itu sendiri:
1. Melihat kesiapan anak
Salah satu pertanyaan utama tentang toilet training adalah kapan waktu yang tepat bagi orang
tua untuk melatih toilet training. Sebenarnya tidak patokan umur anak yang tepat dan baku untuk
toilet training karena setiap anak mempunyai perbedaan dalam hal fisik dan proses biologisnya.
Orang tua harus mengetahui kapan waktu yang tepat bagi anak untuk dilatih buang air dengan
benar. Para ahli menganjurkan untuk melihat beberapa tanda kesiapan anak itu sendiri, anak
harus memiliki kesiapan terlebih dahulu sebelum menjalani toilet training. Bukan orang tua
yang menentukan kapan anak harus memulai proses toilet training akan tetapi anak harus
memperlihatkan tanda kesiapan toilet training, hal ini untuk mencegah terjadinya beberapa hal
yang tidak diinginkan seperti pemaksaan dari orang tua atau anak trauma melihat toilet.
2. Persiapan dan perencanaan
Prinsipnya ada 4 aspek dalam tahap persiapan dan perencanaan. Hal yang perlu diperhatikan hal
– hal sebagai berikut gunakan istilah yang mudah dimengerti oleh anak yang menunjukkan
perilaku buang air besar (BAB) / buang air kecil (BAK) misalnya poopoo untuk buang air besar
(BAB) dan peepee untuk buang air kecil (BAK). Orang tua dapat memperlihatkan penggunaan
toilet pada anak sebab pada usia ini anak cepat meniru tingkah laku orang tua. Orang tua
hendaknya segera mungkin mengganti celana anak bila basah karena enkopresis (mengompol)
atau terkena kotoran, sehingga anak akan merasa risih bila memakai celana yang basah dan
kotor. Meminta pada untuk memberitahu atau menunjukkan bahasa tubuhnya apabila ia ingin
buang air kecil (BAK) atau buang air besar (BAB) dan bila anak mampu mengendalikan
dorongan buang air maka jangan lupa berikan pujian pada anak (Farida, 2008).
Selain itu ada juga persiapan dan perencanaan yang lain seperti:
a. Mendiskusikan tentang toilet training dengan anak
Orang tua bisa menunjukkan dan menekankan bahwa pada anak kecil memakai popok dan pada
anak besar memakai celana dalam. Orang tua juga bisa membacakan cerita tentang cara yang
benar dan tepat ketika buang air.
b. Menunjukkan penggunaan toilet
Orang tua harus melakukan sesuai dan jenis kelamin anak ( ayah dengan anak laki – laki dan ibu
dengan anak perempuan). Orang tua juga bisa meminta kakaknya untuk menunjukkan pada
adiknya bagaimana menggunakan toilet dengan benar ( disesuaikan juga dengan jenis kelamin).
c. Membeli pispot yang sesuai dengan kenyamanan anak
Pispot ini digunakan untuk melatih anak sebelum ia bisa dan terbiasa untuk duduk di toilet.
Anak bila langsung menggunakan toilet orang dewasa, ada kemungkinan anak akan takut karena
lebar dan terlalu tinggi untuk anak atau tidak merasa nyaman. Pispot disesuai dengan kebutuhan
anak, diharapkan dia akan terbiasa dulu buang air di pispotnya baru kemudian diarahkan ke toilet
sebenarnya. Orang tua saat hendak membeli pispot usahakan untuk melibatkan anak sehingga dia
bisa menyesuaikan dudukan pispotnya atau bisa memilih warna, gambar atau bentuk yang ia
sukai.
d. Pilih dan rencanakan metode reward untuk anak
Suatu proses panjang dan tidak mudah seperti toilet training ini, seringkali dibutuhkan suatu
bentuk reward atau reinforcement yang bisa menunjukkan kalau ada kemajuan yang dilakukan
anak dengan sistem reward yang tepat. Anak juga bisa melihat sendiri kalau dirinya bisa
melakukan kemajuan dan bisa mengerjakan apa yang sudah terjadi tuntutan untuknya sehingga
hal ini akan menambah rasa mandiri dan percaya dirinya. Orang tua bisa memilih metode peluk
cinta serta pujian di depan anggota keluarga yang lain ketika dia berhasil melakukan sesuatu atau
mungkin orang tua bisa menggunakan sistem stiker / bintang yang ditempelkan dibagian ”
keberhasilan” anak.
3. Proses toilet training ada beberapa hal yang perlu dilakukan yaitu :
a. Membuat jadwal untuk anak
Orang tua bisa menyusun jadwal dengan mudah ketika orang tua tahu dengan tepat kapan
anaknya biasa buang air besar (BAB) atau buang air kecil ( BAK). Orang tua bisa memilih
waktu selama 4 kali dalam sehari untuk melatih anak yaitu pagi, siang, sore dan malam bila
orang tua tidak mengetahui jadwal yang pasti BAK ( buang air kecil ) atau BAB ( buang air
besar) anak.
b. Melatih anak untuk duduk di pispotnya
Orang tua sebaiknya tidak memupuk impian bahwa anak akan segera menguasai dan terbiasa
untuk duduk di pispot dan buang air disitu. Awalnya anak dibiasakan dulu untuk duduk di
pispotnya dan ceritakan padanya bahwa pispot itu digunakan sebagai tempat membuang
kotoran. Orang tua bisa memulai memberikan reward nya ketika anak bisa duduk dipispotnya
selama 2 – 3 menit misalnya ketika anak bisa menggunakan pispotnya untuk BAK maka reward
yang diberikan oleh orang tua harus lebih bermakna dari pada yang sebelumnya.
c. Orang tua menyesuaikan jadwal yang dibuat dengan kemajuan yang diperlihatkan oleh anak .
Misalnya anak hari ini pukul 09.00 pagi anak buang air kecil (BAK) di popoknya maka esok
harinya orang tua sebaiknya membawa anak ke pispotnya pada pukul 08.30 atau bila orang tua
melihat bahwa beberapa jam setelah buang air kecil (BAK) yang terakhir anak tetap kering,
bawalah dia ke pispot untuk buang air kecil (BAK). Hal yang terpenting adalah orang tua harus
menjadi pihak yang pro aktif membawa anak ke pispotnya jangan terlalu berharap anak akan
langsung mengatakan pada orang tua ketika dia ingin buang air besar (BAB) atau buang air kecil
( BAK).
d. Buatlah bagan untuk anak supaya dia bisa melihat sejauh mana kemajuan yang bisa dicapainya
dengan stiker yang lucu dan warna – warni, orang tua bisa meminta anaknya untuk
menempelkan stiker tersebut di bagan itu. Anak akan tahu bahwa sudah banyak kemajuan yang
dia buat dan orang tua bisa mengatakan padanya orang tua bangga dengan usaha yang telah
dilakukan anak (Dr Sears, 2006).

2.3 Factor-faktor yang mendukung Toilet Training pada anak


1. Kesiapan Fisik
a. Usia telah mencapai 18-24 bulan
b. Dapat jongkok kurang dari 2 jam
c. Mempunyai kemampuan motorik kasar seperti duduk dan berjalan
d. Mempunyai kemampuan motorik halus seperti membuka celana dan pakaian
1. Kesiapan Mental
a. Mengenal rasa ingin berkemih dan devekasi
b. Komunikasi secara verbal dan nonverbal jika merasa ingin berkemih
c. Keterampilan kognitif untuk mengikuti perintah dan meniru perilaku orang lain
2. Kesiapan Psikologis
a. Dapat jongkok dan berdiri ditoilet selama 5-10 menit tanpa berdiri dulu
b. Mempunyai rasa ingin tahu dan penasarsan terhadap kebiasaan orang dewasa dalam BAK dan
BAB
c. Merasa tidak betah dengan kondisi basah dan adanya benda padat dicelana dan ingin segera
diganti
3. Kesiapan Anak
a. Mengenal tingkat kesiapan anak untuk berkemih dan devekasi
b. Ada keinginan untuk meluangkan waktu untuk latihan berkemih dan devekasi pada anaknya
c. Tidak mengalami koflik tertentu atau stress keluarga yang berarti (Perceraian)

2.4 Tanda anak siap untuk melakukan Toilet Training


1. Tidak mengompol dalam waktu beberapa jam sehari minimal 3-4 jam
2. Anak berhasil bangun tidur tanpa mengompol
3. Anak mengetahui saat merasa ingin BAK dan BAB dengan menggunakan kata-kata pup
4. Sudah mampu memberi tahu bila celana atau popok sekali pakainya sugah basah dan kotor
5. Bila ingin BAK dan BAB anak memberi tahu dengan cara memegang alat kelamin atau minta ke
kamar mandi
6. Bias memakai dan melepas celana sendiri
7. Memperlihatkan ekspresi fisik misalnya wajah meringis, merah atau jongkok saat merasa BAB
dan BAK
8. Tertarik dengan kebiasaan masuk ke kamar mandi seperti kebiasaan orang sekitarnya
9. Minta diajari menggunakan toilet
10. Mampu jongkok 5-10 menit tanpa berdiri dulu

2.5 Masalah yang mungkin timbul dalam pelatihan toilet training (Thomson, 2003)
a. Rasa takut akan siraman air toilet adalah biasa, namun dapat mengganggu latihan memakai toilet
b. Bagi beberapa anak rasa takut akan toilet membuatnya menahan trauma buang air besar
c. Anak yang sudah dilatih dapat mengalami kemunduran dan mulai buang air lagi ditempat yang
tidak seharusnya
d. Anak bisa tertarik dengan fesesnya sendiri(anak tidak rela apabila fesesnya di siram). Baginya
prestasi buang air besar adalah prestasi menakjubkan dan anak sangat bangga bisa
melakukannya.
e. Ada tahap ketika anak merasa tertarik dengan bagaimana anak yang jenis kelaminnya berbeda
buang air kecil.
2.6 Kemampuan Toilet Training Anak Usia 18 – 36 Bulan
Anak – anak yang telah mampu melakukan toilet training dapat dilihat dari kemampuan
psikologi, kemampuan fisik dan kemampuan kognitif.
1. Kemampuan psikologi anak mampu melakukan toilet training sebagai berikut : anak tampak
kooperatif, anak memiliki waktu kering periodenya antara 3 – 4 jam, anak buang air kecil dalam
jumlah yang banyak, anak sudah menunjukkan keinginan untuk buang air besar dan buang air
kecil dan waktu untuk buang air besar dan kecil sudah dapat diperkirakan dan teratur.
2. Kemampuan fisik dalam melakukan toilet training yaitu anak dapat duduk atau jongkok tenang
kurang lebih 2 – 5 menit, anak dapat berjalan dengan baik, anak sudah dapat menaikkan dan
menurunkan celananya sendiri, anak merasakan tidak nyaman bila mengenakan popok sekali
pakai yang basah atau kotor, anak menunjukkan keinginan dan perhatian terhadap kebiasaan ke
kamar mandi, anak dapat memberitahu bila ingin buang air besar atau kecil, menunjukkan sikap
kemandirian, anak sudah memulai proses imitasi atau meniru segala tindakan orang,
kemampuan atau ketrampilan dapat mencontoh atau mengikuti orang tua atau saudaranya dan
anak tidak menolak dan dapat bekerjasama saat orang tua mengajari buang air.
3. Kemampuan kogitif anak bila anak sudah mampu melakukan toilet training seperti dapat
mengikuti dan menuruti instruksi sederhana, memiliki bahasa sendiri seperti peepee untuk buang
air kecil dan poopoo untuk buang air besar dan anak dapat mengerti reaksi tubuhnya bila ia
ingin buang air kecil atau besar dan dapat memberitahukan bila ingin buang air ( Nadira, 2006).
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Toilet training pada anak merupakan suatu usaha untuk melatih anak agar mampu
mengontrol dalam melakukan buang air kecil dan buang air besar (Hidayat, 2005). Prinsip dalam
melakukan Toilet training ada 3 langkah yaitu melihat kesiapan anak, persiapan dan perencanaan
serta Toilet training itu sendiri.
Factor-faktor yang mendukung Toilet Training pada anak : Kesiapan Fisik, Kesiapan Mental,
Kesiapan Psikologis

3.2 Saran
Anak sudah harus diajarkan tentang toilet training sejak masih umur 18 bulan agar anak
terbiasa melakukan BAK & BAB pada tempatnya.

Anda mungkin juga menyukai