Anda di halaman 1dari 8

1.

Toilet Training

a. Pengertian

Toilet training pada anak merupakan suatu usaha untuk melatih anak dapat

mengontrol dalam melakukan buang air kecil ( BAK ) maupun buang air besar (

BAB ) yang dapat berlangsung pada fase kehidupan anak yaitu umur 18 bulan

sampai 36 bulan ( Hidayat, 2009 ).

Toilet training adalah cara balita untuk mengontrol kebiasaan membuang

hajatnya ditempat yang semestinya, sehingga tidak sembarangan membuang

hajatnya ( Wulandari & Erawati, 2016 ).

Toilet training merupakan latihan moral yang pertama kali diterima anak dan

sangat berpengaruh pada perkembangan moral anak selanjutnya ( Suherman,

2010 dalam Rahmawati, 2015).

Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa toilet training adalah

latihan moral yang pertama kali diterima oleh anak sebagai proses pengajaran

untuk mengontrol buang air kecil maupun besar secara teratur pada tempat

semestinya yang terjadi di fase kehidupan anak yaitu umur 18 bulan sampai 36

bulan.

Toilet training merupakan suatu hal yang harus dilakukan oleh orang tua

kepada anaknya. Dengan adanya latihan toilet training, anak akan mempunyai

kemampuan sendiri untuk melaksanakan buang air kecil ( BAK ) maupun

buang air besar ( BAB ) tanpa merasa takut atau cemas.

Toilet training termasuk latihan dalam perkembangan psikomotorik, karena

latihan ini membutuhkan kematangan otot – otot pada pada daerah pembuangan

kotoran ( anus dan saluran kemih ). Toilet training yang tidak diajarkan sejak dini
akan membuat orang tua semakin sulit untuk mengajarkan pada anak ketika anak

bertambah usia ( Hidayat, 2009 ).

Dengan melatih toilet training pada anak, selain dapat membantu mengontrol

buang air kecil ( BAK ) maupun buang air besar ( BAB ), juga dapat bermanfaat

dalam pendidikan seks bagi anak. Sebab saat anak melakukan toilet training anak

sekaligus akan mempelajari anatomi tubuhnya sendiri serta fungsinya. Dalam

proses toilet training terjadi pengaturan implus dan perlu diketahui bahwa buang

air besar merupakan suatu alat pemuas untuk melepaskan ketegangannya dengan

latihan ini anak diharapkan dapat melakukan usaha menunda pemuasan.

b. Tanda – tanda kesiapa toilet training

Menurut Deslidel dkk ( 2012 ) tanda – tanda kesiapan toilet training pada anak

antara lain :

1) Kesiapan fisiologis

Seorang anak dapat “kering” dalam satu atau dua jam pada siang hari

dan kadang bangun tidur siang dalam keadaan “kering” adalah tanda –

tanda bahwa anak sudah siap untuk belajar menggunakan toilet.

2) Keteraturan

Buang air besar terjadi dalam waktu yang hampir sama setiap hari (

mungkin ketika bangun di pagi hari, setelah makan pagi, atau setelah makan

siang ).

3) Lebih sadar akan fungsi tubuh

Anak memberi tahu bahwa anak sedang buang air besar ( mislanya

dengan menggumam, ungkapan wajah tertentu, pergi kesusut yang sepi dan

jongkok atau bahkan mengungkapkan secara verbal).

4) Minat terhadap kerapihan, kebersihan dan tetap “kering”


Anak rewel ketika jari dan wajah terasa lengket, lebih rapi dengan

mainannya, dan sering kali disertai sikap tidak suka dengan keadaan popok

yang basah atau kotor dan segera ingin diganti.

5) Pemahaman akan konsep – konsep dasarnya

Anak sudah dapat mengetahui perbedaan antara basah dan kering, bersih

dan kotor serta atas dan bawah.

6) Mengenal kata – kata dalam masalah toilet training

Mengenal kata – kata dalam hal toilet yang sering digunakan dalam

keluarganya seperti pi, pup, pipis atau apapun. Serta sudah mengenal bagian

tubuh yang berhubungan seperti penis, vagina, dubur, serta bagian lainnya.

7) Kemampuan untuk mengkomunikasikan

Anak mampu mengkomunikasikan kebutuhan, mengerti dan mengikuti

petunjuk yang sederhana.

8) Minat untuk menggunakan celana dalam, bukan popok lagi.

9) Kemampuan sederhana untuk berpakaian sendiri

Misalnya menarik celana, mengangkat rok, menurunkan celana dalam

dan menariknya kembali.

10) Rasa ingin tahu anak tinggi

Rasa ingin tahu anak tentang apa yang dilakukan oleh orang lain dalam

kamar mandi, mengikuti orang lain dalam kamar mandi, memperhatikan

dan mencoba meniru perilaku orang dewasa.

c. Pengkajian masalah toilet training

Menurut Hidayat ( 2009 ), dalam melakukan toilet training anak akan

mengalami proses keberhasilan maupun kegagalan selama proses buang air besar

maupun buang air kecil. Untuk mencegah terjadinya kegagalan tersebut, maka
dilakukan suatu pengkajian lebih dahulu sebelum melakukan latihan toilet, antara

lain :

1) Pengkajian fisik

Pengkajian fisik yang harus diperhatikan pada anak meliputi kemampuan

motorik kasar dan motorik halus. Kemampuan kasar seperti berjalan,

duduk, meloncat dan kemampuan motorik halus seperti mampu melepas

celana sendiri. Selain mengkaji kemampuan motorik, pola buang air besar

yang teratur dan kebiasaan anak tidak mengompol juga harus diperhatikan.

Akan tetapi, kemampuan motorik harus lebih diperhatikan karena

kemampuan toilet training dapat ditunjang dari kesiapan fisik anak,

sehingga ketika anak ingin buang air kecil ( BAK ) maupun buang air besar

( BAB ) anak sudah mampu dan siap untuk melakukannya.

2) Pengkajian psikologis

Pengkajian psikologis yang harus diperhatikan adalah gambaran

psikologis pada anak ketika ingin buang air besar maupun kecil seperti anak

tidak rewel ketika akan buang air besar, anak menunjukkan ekspresi

kegembiraan dan keinginan untuk melakukan buang air kecil ( BAK )

maupun buang air besar (BAB) sendiri, anak sudah mau menggunakan

toilet selama 5 – 10 menit, dan adanya keingintahuan tentang kebiasaan

buang air kecil ( BAK ) maupun buang air besar (BAB) di kamar

mandi.

3) Pengkajian intelektual

Pengkajian intelektual dapat meliputi kemampuan anak untuk

mengkomunikasikan keinginanya buang air besar dan kecil, anak


menyadari timbulnya buang air besar dan kecil, kemampuan kongnitif

untuk meniru perilaku seperti buang air kecil dan besar pada tempatnya

serta etika buang air kecil dan besar.

d. Hal – hal yang perlu diperhatikan selama toilet training

Menurut Hidayat ( 2009 ), hal – hal yang perlu diperhatikan selama toilet

training antara lain :

1) Hindari pemakaian disposable diapers ( popok sekali pakai ) dimana anak

akan merasa aman.

2) Ajari anak mengucapkan kata – kata yang khas berhubungan dengan buang

air besar.

3) Mendorong anak melakukan rutinitas ke kamar mandi seperti cuci muka,

cuci tangan dan cuci kaki di kamar mandi.

4) Jangan memarahi anak atau menyalahkan ketika anak gagal melakukan

toilet training

e. Cara melatih toilet training

Menurut Hidayat ( 2009 ), melatih toilet training dapat dilakukan orang tua

dengan banyak cara, diantaranya :

1) Teknik lisan

Teknik lisan merupakan cara untuk melatih anak dengan memberikan

intruksi menggunakan kata-kata sebelum atau sesudah buang air besar atau

kecil. Cara ini kadang-kadang hal biasa yang dilakukan pada orang tua,

karena cara lisan mempunyai nilai yang cukup besar dalam rangsangan

anak untuk buang air kecil atau buang air besar. Dengan cara lisan dapat

menjadikan persiapan psikologi pada anak akan semakin matang dan anak

akan mampu buang air kecil maupun buang air besar.


2) Teknik modelling

Merupakan usaha untuk melatih anak dalam melakukan buang air besar

maupun kecil dengan cara meniru. Cara ini juga dapat dilakukan dengan

memberikan contoh pada anak, melakukan observasi waktu pada saat anak

merasakan buang air kecil maupun besar, menempatkan anak diatas pispot

atau ajak ke kamar mandi dan menemani anak dengan jongkok di

hadapannya sambil bercerita. Berikan pujian ketika anak berhasil dan

jangan menyalahkan atau memarahi ketika anak gagal, biasakan anak pergi

ke toilet pada jam – jam tertentu dan gunakan celana pada anak yang mudah

dileaskan dan dikembalikan. Kekurangan dari teknik ini adalah apabila

orang tua memberikan contoh yang salah pada anak, akhirnya anak juga

akan mempunyai kebiasaan yang salah.

f. Faktor – faktor yang mempengaruhi tolet training

1) Kesiapan anak

Hal penting yang harus diperhatikan saat mengajarkan toilet training

pada anak adalah kesiapan fisik dan psikologis anak. Melatih anak toilet

training pada usia dini tidak akan membawa dampak positif terhadap anak.

Dengan memperhatikan tanda – tanda kesiapan fisik dan psikologis yang

diperlihatkan anak, orang tua dapat lebih mudah dalam mengajarkan toilet

training dan anak akan menjadi nyaman saat melakukan toilet training.

2) Kesiapan orang tua

Kesiapan orang tua dalam melakukan toilet training adalah hal yang

penting setelah kesiapan anak. Pada anak usia toddler, anak akan mudah

meniru perilaku orang disekitarnya. Dengan demikian, jika ibu memberikan

hal positf tentang toilet training maka anak akan mudah menerimanya.
Munculnya kebiasaan jelek seperti tiba – tiba buang air besar di celana yang

dilakukan oleh anak adalah hal yang wajar.

3) Rutinitas mengajarkan toilet training

Beberapa penelitian membuktikan bahwa dengan membiasakan anak ke

toilet selama 3 – 4 menit setelah makan, sebelum tidur meskipun anak tidak

merasakan buang air kecil maupun besardalam waktu tersebut dapat

membantu menciptakan rutinitas ke kamar mandi pada anak. Hal tersebut anak

akan mengerti bahwa buang air kecil maupun besar seharusnya dilakukan di

kamar mandi.

4) Fasilitas yang tersedia

Adanya fasilitas dan sarana dalam keluarga yang bisa digunakan dalam

melatih toilet training pada anak akan menjadikan anak lebih mudah

memahami mengerti jika ingin buang air besar maupun kecil seharusnya

menggunakan pispot atau toilet.

5) Minat

Minat tumbuh dari 3 jenis pengalaman belajar. Pertama, ketika anak – anak

menemukan sesuatu yang menarik perhatian mereka. Kedua, mereka belajar

melalui identifikasi dengan orang yang dikagumi misalnya orang tua. Ketiga,

mungkin berkembang melalui bimbingan dan pengarahan dari orang tua.

Sehingga dengan adanya pengarahan dari orang tua, maka sangatlah mungkin

anak dapat melakukan toilet training sesuai yang diharapkan ( Hidayat, 2009 ).

6) Pengalaman

Pengalaman merupakan sumber atau suatu cara untuk memperoleh

kebenaran pengetahuan. Hal ini dilakukan dengan cara mengulangi kembali


pengalaman yang telah diperoleh dalam menghadapi masalah yang

sebelumnya dihadapi ( Notoadmojo, 2003 dalam Senjaputri 2010)

7) Lingkungan

Lingkungan merupakan salah satu faktr yang mempengaruhi terhadap

pembentukan dan perkembangan perilaku individubaik lingkungan fisik

maupun soso – piskologi ( Sudrajat, 2008 dalam Senjaputri 2010).

e. Dampak toilet training

Cara orang tua dalam melatih toilet training pada anak dapat memberi dampak

kepribadian bagi anak. Dampak yang paling umum dalam kegagalan toilet

training dapat disebabkan karena cara orang tua dalam mengajari toilet taining

pada anak. Contoh dengan adanya perlakuan atau aturan yang ketat, orang tua

sering memarahi anak pada saat buang air besar atau kecil atau melarang anak

saat bepergian akan menjadikan anak cenderung bersikap keras kepala bahkan

kikir. Dampak lain juga akan muncul, ketika orang tua santai dalam memberikan

aturan dalam melatih toilet training maka anak akan cenderung ceroboh, suka

membuat gara – gara, emosional dan seenaknya dalam melakukan kegiatan sehari

– hari ( Hidayat, 2009).

Berdasarkan uraian tentang dampak latihan toilet training diatas maka dapat

disimpulkan toilet training pada anak usia 18 – 36 bulan mempunyai pengaruh

terhadap pekembangan selanjutnya dan kepribadian anak.

Anda mungkin juga menyukai