Disusun oleh :
Kesye Yonathan Oroh
711430119021
5
6
buang air besar bukan pekerjaan sederhana, namun orang tua harus tetap
termotivasi untuk merangsang anaknya agar terbiasa buang air kecil dan
buang air besar sesuai waktu dan tempatnya. Mengenali keinginan untuk
buang air kecil dan defekasi sangat penting untuk menentukan kesiapan
mental anak. Anak harus dimotivasi untuk menahan dorongan untuk
menyenangkan dirinya sendiri agar toilet training dapat berhasil. Dalam
melakukan latihan buang air kecil dan besar pada anak membutuhkan
persiapan secara fisik, psikologis, maupun secara intelektual, melalui
persiapan tersebut diharapkan anak mampu mengontrol buang air kecil
atau besar secara mandiri (Andriyani & Viatika, 2016).
airkecil atau buang air besar dimana dengan lisan ini persiapan
psikologis pada anakakan matang dan akhirnya anak mampu
dengan baik dalam melaksanakan buangair kecil dan buang air
besar.
2) Teknik modeling merupakan usaha untuk melatihanak dalam
melakukan buang air besar dengan cara meniru untuk buang air
besaratau memberikan contoh. Cara ini juga dapat di lakukan
dengan memberikancontoh-contoh buang air besar dan buang air
kecil atau membiasakan buang air kecildan besar secara benar.
Dampak yang jelek pada cara ini adalah apabila contoh yang di
berikan salah sehingga akan dapat diperlihatkan pada anak
akhirnya anak jugamempunyai kebiasaan yang salah.
3) DTT (Discrete Trial Training), prinsip metode DTT menggunakan
stimulus untuk memicu respon. Stimulus diberikan kepada siswa
sesuai dengan kondisi dan kebutuhannya untuk memicu munculnya
respon positif. Respon positif ini berupa perilaku mengikuti
instruksi, berusaha pergi ke toilet ketika akan BAK, upaya bantu
diri dalam perilaku BAK di toilet, dan upaya mengkomunikasikan
keinginan BAK baik secara verbal maupun nonverbal. Metode
DTT banyak digunakan pada pembelajaran untuk anak autistik.
Metode ini merupakan metode yang sangat penting untuk
pembelajaran bagi anak autistik(Koerniandaru, 2016).
4) Teknik Oral seperti memberikan pengetahuan dengan penyuluhan
pada ibu meliputi kesiapan balita, usia balita, dan metode yang
tepat untuk pelaksanaan toilet training serta melakukan pelatihan
seperti menggunakan pispot yang memberikan perasaan aman pada
anak. Apabila pispot tidak tersedia, anak dapat duduk atau jongkok
di atas toilet dengan bantuan. Perkuat toilet training dengan
memotivasi anak untuk duduk pada pispot atau closed duduk dan
jongkok dalam jangka waktu 5 sampai 10 menit.
5) Metode Bazelton, strategi ini didasarkan pada pedoman “pasif”, di
samping kematangan fisiologis anak, pelatihan harus ditunda
9
training juga dapat terjadi karena adanya perlakuan atau aturan yang ketat
dari orang tua, sehingga anak mengalami distress psikologi (Indriasari &
Putri, 2018).
B. Sex Education
Pendidikan seks adalah suatu informasi mengenai persoalan seksualitas manusia
yang jelas dan benar. Informasi itu meliputi proses terjadinya pembuahan,
kehamilan sampai kelahiran, tingkah laku seksual, hubungan seksual, dan
aspekaspek kesehatan, kejiwaan dan kemasyarakatan.
Pendidikan Seks adalah suatu pengetahuan yang kita ajarkan mengenai segala
sesuatu yang berhubungan dengan jenis kelamin. Ini mencakup mulai dari
pertumbuhan jenis kelamin (Laki-laki atau wanita). Bagaimana fungsi kelamin
sebagai alat reproduksi. Bagaimana perkembangan alat kelamin itu pada wanita dan
pada laki-laki. Tentang menstruasi, mimpi basah dan sebagainya, sampai kepada
timbulnya birahi karena adanya perubahan pada hormon-hormon. Termasuk
nantinya masalah perkawinan, kehamilan dan sebagainya.
Pendidikan seks atau pendidikan mengenai kesehatan reproduksi atau yang lebih
trend-nya “sex education” sudah seharusnya diberikan kepada anak-anak yang
sudah beranjak dewasa atau remaja, baik melalui pendidikan formal maupun
informal. Ini penting untuk mencegah biasnya pendidikan seks maupun pengetahuan
tentang kesehatan reproduksi di kalangan remaja. Beberapa Hal Pentingnya
Pendidikan Seks bagi Remaja
13
Fenomena yang berkaitan dengan masalah penyimpangan seksual remaja tercatat pada
data UNFPA (Data Kependudukan PBB) yang menunjukan, setiap tahunnya 15 Juta
remaja berusia 15 – 19 Thn melahirkan dan 4,4 Juta diantaranya memilih aborsi.
Sebagian menjalani aborsi yang tidak aman.
Aktifitas seksual remaja merambah ke masalah lain yaitu 100 juta tertular penyakit
kelamin. Secara global, 40% dari kasus HIV/AIDS terjadi pada usia 15-24 thn. Ini
berarti tiap hari ada 7000 remaja terinfeksi HIV.
1. Hasil penelitian Yayasan Priangan Jawa Barat di tujuh kota besar di JABAR
menunjukkan bahwa sebanyak 21% siswa SLTP dan 35% siswa SMU
disinyalir telah melakukan homoseksual
15
Selama ini, jika kita berbicara mengenai seks, maka yang terbersit dalam benak
sebagian besar orang adalah hubungan seks. Padahal, seks itu artinya jenis kelamin
yang membedakan pria dan wanita secara biologis. Seksualitas menyangkut
beberapa hal antara lain dimensi biologis, yaitu berkaitan dengan organ reproduksi,
cara merawat kebersihan dan kesehatan; dimensi psikologis, seksualitas berkaitan
dengan identitas peran jenis, perasaan terhadap seksualitas dan bagaimana
menjalankan fungsinya sebagai makhluk seksual; dimensi sosial, berkaitan dengan
bagaimana seksualitas muncul dalam relasi antar manusia serta bagaimana
lingkungan berpengaruh dalam pembentukan pandangan mengenai seksualitas dan
pilihan perilaku seks; dan dimensi kultural, menunjukkan bahwa perilaku seks itu
merupakan bagian dari budaya yang ada di masyarakat
Ada dua faktor mengapa sex education sangat penting bagi remaja. Faktor
pertama adalah di mana anak-anak tumbuh menjadi remaja, mereka belum
paham dengan sex education, sebab orang tua masih menganggap bahwa
membicarakan mengenai seks adahal hal yang tabu. Sehingga dari ketidak
fahaman tersebut para remaja merasa tidak bertanggung jawab dengan seks atau
kesehatan anatomi reproduksinya.
Faktor kedua, dari ketidakfahaman remaja tentang seks dan kesehatan anatomi
reproduksi mereka, di lingkungan sosial masyarakat, hal ini ditawarkan hanya
sebatas komoditi, seperti media-media yang menyajikan hal-hal yang bersifat
pornografi, antara lain, VCD, majalah, internet, bahkan tayangan televisi pun
saat ini sudah mengarah kepada hal yang seperti itu. Dampak dari
ketidakfahaman remaja tentang sex education ini, banyak hal-hal negatif terjadi,
seperti tingginya hubungan seks di luar nikah, kehamilan yang tidak diinginkan,
penularan virus HIV dan sebagainya.
e. Persiapan tempat
Gunakan ruangan yang hangat dan terang, siapkan tempat
resusitasi yang bersih, kering, hangat, datar, rata dan cukup keras,
misalnya meja atau dipan. Sebaiknya dekat pemanear panas dan
tidak berangin, tutup jendela dan pintu. Gunakan lampu pijar
60 watt dengan jarak 60 cm dari bayi sebagai alternatif bila
pemancar panas tidak tersedia.
2. Penilaian awal
Untuk semua BBL, lakukan penilaian awal dengan menjawab 4
pertanyaan:
Sebelum bayi lahir:
a. Apakah kehamilan cukup bulan ?
b. Apakahair ketuban jernih, tidak bercampur mekonium ?
Dalam Bagan Alur Manajemen BBL (di bawah) dapat dilihat alur
penatalaksanaan BBL mulai dari persiapan, penilaian dan keputusan
serta alternatif tindakan apa yang sesuai dengan hasil penilaian
keadaan BBL. Untuk BBL cukup bulan dengan air ketuban jernih
yang langsung menangis atau bernapas spontan dan bergerak aktif
cukup dilakukan manajemen BBL normal.
Gambar 39
Manajemen bayi baru
lahir
Gambar 40
Manajemen bayi baru lahir
normal
Jika bayi kurang bulan ( < 37 minggu/259 hari) atau bayi lebih bulan
(≥42 minggu/283 hari) dan atau air ketuban bercampur dengan
mekonium dan atau tidak bernafas atau megap-megap dan atau tonus
otot tidak baik lakukan manajemen BBL dengan asfiksia.
Gambar 41
Manajemen bayi baru lahir dengan asfiksia
Gambar 42
Mekanisme Kehilangan Panas pada Bayi Baru Lahir
Langkah 2 : Lakukan kontak kulit ibu dengan kulit bayi selama paling
sedikit satu jam:
a. Setelah tali pusat dipotong dan diikat, letakkan bayi tengkurap di
dada ibu. Luruskan bahu bayi sehingga bayi menempel di dada
ibu. Kepala bayi harus berada di antara payudara ibu tapi lebih
rendah dari puting.
b. Selimuti ibu dan bayi dengan kain hangat dan pasangtopi di kepala
bayi.
c. Lakukankontak kulit bayi ke kulit ibu di dada ibu paling sedikit
satu jam. Mintalah ibu untuk memeluk dan membelai bayinya.
Jika perlu letakkan bantal di bawah kepala ibu untuk
mempermudah kontak visual antara ibu dan bayi. Hindari
membersihkan payudara ibu .
d. Selama kontak kulit bayi ke kulit ibu tersebut, lakukan Manajemen
Aktif Kala 3 persalinan.
1. Pengertian Imunisasi
Imunisasi berasal dari kata imun, kebal atau resisten. Anak diimunisasi, berarti diberikan
kekebalan terhadap suatu penyakit tertentu. Anak kebal atau resisten terhadap suatu penyakit
tetapi belum tentu kebal terhadap penyakit yang lain. Imunisasi adalah suatu upaya untuk
apabila suatu saat terpajan dengan penyakit tersebut tidak akan sakit atau hanya mengalami sakit
Imunisasi merupakan salah satu cara yang efektif untuk mencegah penularan penyakit
dan upaya menurunkan angka kesakitan dan kematian pada bayi dan balita (Mardianti & Farida,
2020). Imunisasi merupakan upaya kesehatan masyarakat paling efektif dan efisien dalam
Imunisasi merupakan upaya pencegahan primer yang efektif untuk mencegah terjadinya
penyakit infeksi yang dapat dicegah dengan imunisasi (Senewe et al., 2017).
Jadi Imunisasi ialah tindakan yang dengan sengaja memberikan antigen atau bakteri dari
suatu patogen yang akan menstimulasi sistem imun dan menimbulkan kekebalan, sehingga
2. Manfaat Imunisasi
Manfaat imunisasi tidak bisa langsung dirasakan atau tidak langsung terlihat. Manfaat
imunisasi yang sebenarnya adalah menurunkan angka kejadian penyakit, kecacatan maupun
kematian akibat penyakit-penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi. Imunisasi tidak hanya
dapat memberikan perlindungan kepada individu namun juga dapat memberikan perlindungan
kepada populasi
Imunisasi adalah paradigma sehat dalam upaya pencegahan yang paling efektif
(Mardianti & Farida, 2020). Imunisasi merupakan investasi kesehatan untuk masa depan karena
dapat memberikan perlindungan terhadap penyakit infeksi, dengan adanya imunisasi dapat
memberikan perlindunga kepada indivudu dan mencegah seseorang jatuh sakit dan
3. Hambatan imunisasi
imunisasi. Masalah lain dalam pelaksanakan imunisasi dasar lengkap yaitu karena takut anaknya
demam, sering sakit, keluarga tidak mengizinkan, tempat imunisasi jauh, tidak tahu tempat
yang membahayakan seperti efek farmakologis, kealahan tindakan atau yang biasa disebut
Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI) seperti nyeri pada daerah bekas suntikan,
pembengkakan lokal, menggigil, kejang hal ini menyebabkan orang tua atau masyarakat tidak
membawa anaknya ke pelayanan kesehatan sehingga mengakibatkan sebagian besar bayi dan
9
10
Berdasarkan Info Datin Kementerian Kesehatan (2016), penyakit yang dapat dicegah
campak rubella dan sindrom kecacatan bawaan akibat rubella (congenital rubella
syndrome/CRS)
b. Pada imunisasi yang dianjurkan antara lain: tetanus, pneumonia (radang paru),
meningitis (radang selaput otak), cacar air. Alasan pemberian imunisasi pada
penyakit tersebut karena kejadian di Indonesia masih cukup tinggi dapat dilihat
dari banyaknya balita yang meninggal akibat penyakit yang dapat dicegah dengan
imunisasi (PD3I)
5. Imunisasi di Indonesia
Di Indonesia program imunisasi yang terorganisasi sudah ada sejak tahun 1956, pada
tahun 1974 dinyatakan bebas dari penyakit cacar (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia,
pada tahun 1977, dalam upaya mencegah penularan terhadap beberapa Penyakit yang Dapat
Dicegah Dengan Imunisasi (PD3I) seperti Tuberkulosis, Difteri, Pertusis, Campak, Polio,
vaksin baru seperti Rotavirus, Jappanese Encephalitis, dan lain-lain. Selain itu perkembangan
10
11
menggabungkan beberapa jenis vaksin sebagai vaksin kombinasi yang terbukti dapat
meningkatkan cakupan imunisasi, mengurangi jumlah suntikan dan kontak dengan petugas
a. Imunisasi Rutin
Kegiatan imunisasi rutin adalah kegiatan imunisasi secara wajib dan berkesinambungan
harus dilaksanankan pada periode waktu yang telah ditetapkan sesuai dengan usia dan jadwal
11
12
b. Imunisasi Tambahan
Imunisasi tambahan adalah kegiatan imunisasi yang tidak wajib dilaksanakan, hanya
dilakukan atas dasar ditemukannya masalah dari hasil pemantauan dan evaluasi, yang termasuk
2) Backlog fighting
Backlog adalah upaya aktif di untuk melengkapi Imunisasi dasar pada anak yang
berumur 1-3 tahun. Dilaksanakan di desa yang tidak mencapai (Universal Child Imumunization /
3) Crash program
Kegiatan ini ditujukan untuk wilayah yang memerlukan intervensi secara cepat karena
c) Desa yang selama tiga tahun berturut-turut tidak mencapai (Universal Child
Imumunization / UCI).
Kegiatan ini biasanya menggunakan waktu yang relatif panjang, tenaga dan biyaya yang
banyak maka sangat diperlukan adanya evaluasi indikator yang perlu ditetapkan misalnya
Pekan Imunissai Nasional suatu kegiatan untuk memutus mata rantai penyebaran virus
polio atau campak dengan cara memberikan vaksin polio dan campak kepada setiap bayi dan
balita tanpa mempertimbangkan status imunisasi sebelumnya. Pemberian imunisasi campak dan
polio pada waktu PIN di samping untuk memutus rantai penularan juga berguna sebagai
imunisasi ulangan.
12
13
epidemiologi penyakit.
7. Jadwal Imunisasi
Jadwal Imunisasi Anak Umur 0 - 18 Tahun, makna warna pada jadwal imunasi yaitu,
kolom biru menandakan jadwal pemberian imunisasi optimal sesuai usia. Kolom kuning
menandakan masa untuk melengkapi imunisasi yang belum lengkap. Kolom merah muda
13
14
Kolom warna kuning tua menandakan imunisasi yang direkomendasikan untuk daerah endemik.
a. Vaksin Hepatitis B
Vaksin Hepatitis B monovalen paling baik diberikan kepada bayi segera setelah lahir
Bayi lahir dari ibu HBsAg positif, segera berikan vaksin HB dan immunoglobulin hepatitis B
(HBIg) pada ekstrimitas yang berbeda, maksimal dalam 7 hari setelah lahir. Imunisasi HB
b. Vaksin polio
Vaksin Polio 0 sebaiknya diberikan segera setelah lahir. Apabila lahir di fasilitas
kesehatan diberikan bOPV-0 saat bayi pulang atau pada kunjungan pertama. Selanjutnya berikan
bOPV atau IPV bersama DTwP atau DTaP. Vaksin IPV minimal diberikan 2 kali sebelum
c. Vaksin BCG
Vaksin BCG sebaiknya diberikan segera setelah lahir atau segera mungkin sebelum bayi
berumur 1 bulan. Bila berumur 2 bulan atau lebih, BCG diberikan bila uji tuberkulin negatif.
(IDAI, 2020).
d. Vaksin DPT
Vaksin DPT dapat diberikan mulai umur 6 minggu berupa vaksin DTwP atau DTaP.
(IDAI, 2020).
14
15
e. Vaksin Hib
Vaksin Hib diberikan pada usia 2, 3, dan 4 bulan. Kemudian booster Hib diberikan pada
PCV diberikan pada umur 2, 4, dan 6 bulan dengan booster pada umur 12- 15 bulan. Jika
belum diberikan pada umur 7-12 bulan, berikan PCV 2 kali dengan jarak 1 bulan dan booster
setelah 12 bulan dengan jarak 2 bulan dari dosis sebelumnya. (IDAI, 2020).
g. Vaksin rotavirus
Vaksin rotavirus monovalen diberikan 2 kali, dosis pertama mulai umur 6 minggu, dosis
kedua dengan internal minimal 4 minggu, harus selesai pada umur 24 minggu. Vaksin rotavirus
pentavalen diberikan 3 kali, dosis pertama 6-12 minggu, dosis kedua dan ketiga dengan interval
h. Vaksin influenza
Vaksin influenza diberikan mulai umur 6 bulan, diulang setiap tahun. (IDAI, 2020).
i. Vaksin MR/MMR
Vaksin MR / MMR pada umur 9 bulan berikan vaksin MR. Bila sampai umur 12 bulan
belum mendapat vaksin MR, dapat diberikan MMR. Umur 18 bulan berikan MR atau MMR.
Umur 5-7 tahun berikan MR (dalam program BIAS kelas 1) atau MMR (IDAI, 2020).
15
16
Vaksin JE diberikan mulai umur 9 bulan di daerah endemis atau yang akan
k. Vaksin varisela
l. Vaksin hepatitis A
m. Vaksin tifoid
Vaksin tifoid polisakarida diberikan mulai umur 2 tahun dan diulang setiap
Vaksin HPV diberikan pada anak perempuan umur 9-14 tahun 2 kali
dengan jarak 6-15 bulan (atau pada program BIAS kelas 5 dan 6). (IDAI, 2020).
o. Vaksin dengue
Vaksin dengue diberikan pada anak umur 9-16 tahun dengan seropositif
dengue yang dibuktikan adanya riwayat pernah dirawat dengan diagnosis dengue
(pemeriksaan antigen NS-1 dan atau uji serologis IgM/IgG antidengue positif) atau
16