Anda di halaman 1dari 5

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 TINJAUAN PUSTAKA

2.1.1 DEFINISI

Toilet training merupakan salah satu tugas utama orang tua dalam peningkatan
kemandirian tahap perkembangan pada anak usia (1-3 tahun). Dimana pada usia ini anak
berada pada tahap awal (anal stage) yaitu kepuasan anak berfokus pada lubang anus. Toilet
training bertujuan untuk melatih agar anak mampu mengontrol buang air besar dan buang air
kecil. Toilet training terdiri dari bowel control (kontrol buang air besar) dan bladder control
(kontrol buang air kecil). Saat yang tepat untuk memulai melatih anak melakukan toilet
training adalah setelah anak mulai bisa berjalan (sekitar usia 1-5 tahun). Anak mulai bisa
dilatih kontrol buang air besar setelah 18-24 bulan dan biasanya lebih cepat dikuasai dari
pada kontrol buang air kecil, tetapi pada umumnya anak bisa melakukan kontrol buang air
besar saat usia sekitar 3 tahun (Maidartati, 2018).

Toilet training adalah upaya dalam melatih anak untuk mengontrol BAK dan BAB
kemampuan ini harus dilakukan sejak dini dengan harapan anak terlatih dalam mengontrol
BAK dan BAB pada tempat yang telah di tentukan, dan anak dapat mencapai tahap
kemandirian pada usia ini, (Rejeki, Yusnita, Hotmalina, & Sumitri, 2019)

Menurut (Indanah, 2014) toilet training atau latihan berkemih dan defekasi merupakan
salah satu tugas perkembangan anak pada usia toddler, dimana pada usia ini kemampuan
untuk mengontrol rasa ingin berkemih, mengontrol rasa ingin defekasi mulai berkembang.
Melalui toilet training anak akan belajar bagaimana mereka mengendalikan keinginan untuk
buang air kecil dan besar, selanjutnya mereka menjadi terbiasa menggunakan toilet secara
mandiri .

Toilet training pada anak merupakan suatu usaha untuk melatih anak agar mampu
mengontrol melakukan buang air kecil dan buang air besar. Beberapa ahli berpendapat toilet
training efektif bias diajarkan pada anak usia mulai dari 18 bulan sampai dengan 3 tahun,
karena anak usia 18 bulan memiliki kecakapan bahasa untuk mengerti dan berkomunikasi.
Keinginan kuat dari batita adalah menirukan orang tuanya (Dewi dan Meira, 2016: 159).

2.1.2 PENGETAHUAN IBU TETANG TOILET TRAINING

Berdasar hal tersebut menggambarkan bahwa toilet training khususnya anak usia todler
memerlukan latihan dan hal ini melibatkan peran serta orang tua khususnya ibu atau care
givernya. Oleh karena itu pengetahuan ibu akan toilet training sangat penting untuk dimiliki
oleh seorang ibu. Menurut Notoadmojo (2003), menjelaskan bahwa pengadopsian perilaku
ibu untuk melatih anak melakukan toilet traing yang melalui proses seperti diatas dan
didasari oleh pengetahuan, kesadaran yang positif, maka perilaku tersebut akan berlangsung
langgeng (long lasting). Namun sebaliknya jika perilaku tersebut tidak didasari oleh
pengetahuan dan kesadaran, maka perilaku tersebut bersifat sementara atau tidak akan
berlangsung lama.

Seperti penelitian yang dilakukan (Hendrawati et al., 2020) menunjukkan bahwa tingkat
pengetahuan ibu tentang toilet training pada anak usia toddler lebih dari sebagian ibu
(55,8%) berpengetahuan kurang baik dan (44,2%) ibu memiliki tingkat pengetahuan yang
baik tentang toilet training. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa lebih dari sebagian ibu
(58,8%) tidak menerapkan toilet training. Tingginya angka yang tidak menerapkan toilet
training pada anak usia toddler dapat dipengaruhi oleh tingkat pengetahuan yang kurang
baik.

2.1.2.1 Akibat apabila orang tua tidak mengajarkan toilet training.

Apabila orang tua tidak berhasil dalam mengajarkan anak tentang bagaimana toilet
training yang benar, maka akan sangat berdampak terhadap perkembangan anak, seperti:

a. Kesulitan mengontrol buang air besar

b. Kesulitan mengontrol buang air kecil

c. Enuresis (mengompol)
2.1.2.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi toilet training pada anak

a. Usia anak

Usia anak akan mempengaruhi berhasilnya seorang anak melakukan toilet training
dirumah, karena jika anak di ajarkan sebelum waktunya maka hanyak akan menyebabkan
kegagalan anak untuk berlatih toilet karena secara fisik dan psikologis anak belum siap dan
belum mampu untuk melakukannya.

b. Lingkungan

Lingkungan masyarakat mempunyai peran sangat penting dalam keberhasilan


penerapan toilet training, dimana ibu akan memperhatikan lingkungan sekitar apakah anak
usia toddler menggunakan toilet dengan baik atau tidak

c. Pendidikan ibu

Tingkat pendidikan ibu turut menentukan mudah tidaknya seseorang menyerap dan
memahami pengetahuan yang mereka peroleh dari kepentingan keluarga. Pendidikan itu
sendiri amat diperlukan seseorang lebih tanggap adanya masalah perkembangan anak salah
satunya penerapan toilet training didalam keluarga.

2.1.3. PELAKSANAAN IBU TENTANG TOILET TRAINING

Cara Melatih Anak untuk Melakukan Toilet Training

Saat Si Kecil terlihat siap untuk menjalani toilet training, berikut adalah hal-hal yang bisa Anda
lakukan:

1. Mengenalkannya kepada toilet

Mulailah dengan menjelaskan penggunaan toilet untuk BAK dan BAB. Katakan bahwa ketika
ingin BAK atau BAB, ia perlu untuk pergi ke toilet dan melepas popok atau celana dalamnya.
Jelaskan kepada Si Kecil bahwa ia tak selamanya bisa BAK dan BAB pada popok atau celana
dalam.

2. Memberikan contoh kepadanya

Agar Si Kecil “lebih dekat” dengan toilet, berikan contoh kepadanya terkait penggunaan toilet.
Misalnya saat Anda ingin BAK, ajak Si Kecil untuk pergi ke toilet, kemudian duduklah di toilet
duduk dan jelaskan apa yang sedang Anda lakukan.

Tahap selanjutnya adalah mengenalkan penggunakan pispot khusus anak kepadanya. Anda bisa
meletakkan pispot tersebut di kamar mandi dan ajari ia untuk menggunakanannya selayaknya
Anda sedang duduk di toilet duduk.

3. Mengajari cara penggunaan toilet

Untuk mempermudah toilet training, kenakan Si Kecil celana yang mudah untuk dilepas dan
dipakai secara mandiri. Selanjutnya ajari ia tata cara penggunaan toilet seperti:

 Mengajari cara duduk yang benar di kloset


 Mengajari cara membersihkan alat kelaminnya setelah BAK dan BAB
 Mengajari cara menekan tombol flush setiap selesai BAK atau BAB
 Menunjukkan proses pembuangan air seni atau tinja dari pispot ke kloset, apabila ia
menggunakan pispot untuk BAK atau BAB (informasi ini penting untuk diberikan agar Si
Kecil tahu tempat pembuangan terakhir air seni atau tinja adalah kloset)
 Mengajari cara mencuci tangan dengan cara yang benar setiap selesai memakai toilet

4. Jadikan sebagai rutinitas


Jadikan kegiatan ke toilet menjadi sebuah rutinias. Misalnya, setelah Si Kecil bangun tidur, Anda
dapat mengajaknya untuk pergi ke toilet sebentar untuk BAK. Setelah 45 menit atau 1 jam
mengonsumsi banyak cairan atau makan juga demikian, ajak ia untuk duduk di pispot.

Dengan menerapkan hal ini, Si Kecil akan mulai terbiasa BAK dan BAB di pispot atau toilet
duduk. Agar Si Kecil tidak merasa bosan, bawa serta mainan kesayangannya ketika pergi ke
toilet.

Berikan Si Kecil pujian atas apa yang dilakukannya selama menjalani proses toilet training. Puji
setiap aktivitas yang berhasil ia lakukan untuk menambah kepercayaan dirinya di masa
mendatang.

Ingat, selama proses ini jangan pernah meninggalkan Si Kecil sendirian tanpa pengawasan di
dalam kamar mandi atau toilet demi menghindari kecelakaan, seperti terpeleset atau
memasukkan sesuatu yang berbahaya ke dalam mulutnya.

Mengajari anak menggunakan toilet memang butuh kesabaran. Hari ini mungkin mereka mau
mengikuti semua proses toilet training, namun kemaunnya bisa berubah pada keesokan harinya.
Jadi, jangan paksakan jika memang Si Kecil tidak mau melakukannya. Bersabarlah hingga ia
benar-benar terbiasa tanpa popoknya.

Terakhir diperbarui: 25 Februari 2021

Ditinjau oleh: dr. Meva Nareza

Anda mungkin juga menyukai