Anda di halaman 1dari 6

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Anak mengalami pertumbuhan dan perkembangan sejak ia lahir sampai

mencapai usia dewasa. Pada masa balita pertumbuhan dan perkembangan

anak terjadi sangat cepat. Masa seperti ini merupakan dasar dan tidak akan

terulang lagi pada kehidupan selanjutnya. Perhatian yang diberikan pada

masa balita akan sangat menetukan kualitas kehidupan manusia di masa

depan. Masa toddler yang berada pada usia 12 sampai 36 bulan merupakan

masa eksplorasi lingkungan yang intensif karena anak berusaha mencari tahu

bagaimana semua terjadi. Meskipun bisa menjadi saat yang sangat menantang

bagi orang tua dan anak karena masing-masing belajar untuk mengetahui satu

sama lain dengan lebih baik, pada masa ini merupakan periode penting untuk

mencapai perkembangan dan pertumbuhan anak (Wong, 2013).

Kementrian Kesehatan RI (2016), jumlah anak usia toddler di Indonesia

cukup besar, yaitu sekitar 17.091.762 jiwa dari 87,9 juta anak Indonesia. Anak

dalam usia toddler, dimana pada masa tersebut memerlukan pembinaan

terhadap tumbuh kembang anak secara komprehensif dan berkualitas yang

dapat diselenggarakan melalui kegiatan stimulasi, deteksi dan intervensi

penyimpangan tumbuh kembang anak sehingga perkembangan kemampuan

gerak, bicara, bahasa, sosialisasi dan kemandirian berlangsung optimal sesuai

umur anak.

World Health Organization (WHO) mengatakan masalah tumbuh

kembang anak merupakan masalah yang perlu diketahui atau dipahami sejak

konsepsi hingga dewasa sampai usia 18 tahun sedangkan menurut undang-


undang kesejahteraan anak RI No 4 tahun 1979 sampai usia 21 tahun

sebelum menikah. Salah satu bentuk ganguan tumbuh kembang pada anak

yang harus diperhatikan adalah enuresis (mengompol), yaitu pengeluaran air

kemih yang tidak disadari yang sering dijumpai pada anak diatas empat tahun

karena seharusnya pada usia 4 tahun otak dan otot-otot kandung kecing serta

pencernaannya sempurna sehingga dapat mengontrol dan membantu anak

memperkirakan kapan akan buang air kecil (BAK) dan buang air besar

(BAB) (Sobaruddin, 2015).

Kejadian enuresis disebabkan oleh masalah psikis salah satunya adalah

kegagalan dalam melakukan toilet training pada anak. Toilet training pada

anak merupakan suatu usaha untuk melatih anak agar mampu mengontrol

dalam melakukan buang air kecil atau buang air besar. Toilet training secara

umum dapat dilaksanakan pada setiap anak yang sudah mulai memasuki fase

kemandirian pada anak (Suririnah, 2010).

Toilet training merupakan salah satu tugas perkembangan anak pada usia

toddler, dimana pada usia ini kemampuan untuk mengontrol rasa ingin

berkemih, mengontrol rasa ingin defekasi mulai berkembang. Anak akan

belajar bagaimana mereka mengendalikan keinginan untuk buang air kecil

dan selanjutnya mereka menjadi terbiasa menggunakan toilet secara mandiri

(Indanah, 2014).

Toilet training adalah upaya dalam melatih anak untuk mengontrol BAK

dan BAB kemampuan ini harus dilakukan sejak dini dengan harapan anak

terlatih dalam mengontrol BAK dan BAB pada tempat yang telah di

tentukan, dan anak dapat mencapai tahap kemandirian pada usia ini, (Rejeki,

Yusnita, Hotmalina, & Sumitri, 2019).


Toilet training ini diajarkan pada anak berkisar antara usia 24 sampai

usia 36 bulan, (Jacob, Grodzinski, & Caroline, 2016). Di Amerika Serikat,

sekitar 98% dari usia toddler dapat menahan tidak buang air kecil pada siang

hari pada usia 36 bulan, (Kimball, 2016), di Indonesia sebanyak 75 juta anak

yang tidak mampu untuk mengontrol BAK dan BAK, hal ini disebabkan

karena ibu tidak tahu kapan proses toilet training ini dimulai, (Rejeki et al.,

2019).

Secara psikoseksual toddler berada pada fase anal, yaitu fase dimana

anak bisa mendapat kepuasan dengan bisa BAB dan BAK secara mandiri.

Untuk itu toilet training perlu mendapat perhatian karena toilet training

selain melatih anak dalam mengontrol buang air juga dapat bermanfaat dalam

pendidikan seks. (Hidayat, 2011). Terdapat beberapa faktor yang

mempengaruhi keberhasilan toilet training diantaranya yaitu pengetahuan

orang tua, pendidikan orang tua, pekerjaan, lingkungan serta pola asuh orang

tua.

Hasil penelitian Rusita (2015) dan Hidayat (2015) menyatakan bahwa

pengetahuan dan peran orang tua berpengaruh terhadap keberhasilan dan

praktik toilet training dengan baik. Sedangkan Ela dkk. (2015) dan Umami

(2011) menemukan bahwa pola asuh orang tua seperti demokratis, otoriter,

dan permisif berpengaruh terhadap keberhasilan toilet training. Berbeda

dengan hasil penelitian di atas, Irawan & Hasinuddin (2012) menyatakan

keberhasilan toilet training dipengaruhi oleh perkembangan anak.

Penelitian lain dikemukan oleh Buston & Septiyanti, (2017) untuk

mencapai keberhasilan dalam toilet training di Paud Ababil di Bengkulu

dibutuhkan pengetahuan, sikap dan tindakan yang positif dari ibu yang
menunjukan bahwa ibu sudah siap untuk memulai pelatihan toilet training

pada anak. Pengetahuan ibu akan memberikan pengaruh terhadap sikap ibu

kapan anak siap mulai dilatih toilet training.

Hasil survey yang dilakukan peneliti terhadap orang tua yang memiliki

anak usia toddler menunjukkan bahwa dari 10 orang tua, 8 diantaranya belum

mengetahui apa itu toilet training dna belum melaksanakan toilet training

sedangkan 2 lainya sudah melaksanakan toilet training. Berdasarkan hasil

tersebut peneliti tertarik melakukan penelitian dengan judul ”Faktor-faktor

yang mempengaruhi keberhasilan toilet training pada anak usia toddler di

Wilayah Kerja Puskesmas Metro Pusat Kota Metro Lampung Tahun 2020”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang maka rumusan masalah dalam penelitian ini

adalah apa sajakah faktor yang mempengaruhi keberhasilan toilet training pada

anak usia toddler di Wilayah Kerja Puskesmas Metro Pusat Kota Metro

Lampung Tahun 2020.

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Faktor-faktor yang

mempengaruhi keberhasilan toilet training pada anak usia toddler di

Wilayah Kerja Puskesmas Metro Pusat Kota Metro Lampung Tahun 2020.

2. Tujuan Khusus

a. Mengetahui karakteristik responden berdasarkan usia, pengetahuan ibu,

pendidikan dan pekerjaan ibu di Wilayah Kerja Puskesmas Metro Pusat

Kota Metro Lampung Tahun 2020.


b. Mengetahui distribusi frekuensi keberhasilan toilet training di Wilayah

Kerja Puskesmas Metro Pusat Kota Metro Lampung Tahun 2020.

c. Mengetahui distribusi frekuensi pendidikan, pengetahuan, pekerjaan

dan lingkungan ibu di Wilayah Kerja Puskesmas Metro Pusat Kota

Metro Lampung Tahun 2020

d. Mengetahui faktor yang mempengaruhi keberhasilan toilet training

pada anak usia toddler di Wilayah Kerja Puskesmas Metro Pusat Kota

Metro Lampung Tahun 2020.

D. Ruang Lingkup

Jenis penelitian adalah penelitian kuantitatif menggunakan metode analitik

dengan pendekatan cross sectional. Lingkup masalah dalam penelitian ini

yaitu faktor keberhasilan toilet training. Objek dalam penelitian ini adalah ibu

dari anak usia toddler. Penelitian ini akan dilaksanakan di Wilayah Kerja

Puskesmas Metro Pusat Kota Metro Lampung pada bulan Desember tahun

2020

E. Manfaat Penelitian

1. Bagi Ilmu Pengetahuan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan gambaran

secara nyata, memperkuat dan mengembangkan teori yang ada serta

menambah wawasan ilmu pengetahuan berkenaan dengan masalah

keberhasilan toilet training bagi anak usia toddler.

2. Bagi Pengguna

a. Bagi Universitas Muhammadiyah Pringsewu

Hasil penelitian ini diharapkan dapat khasanah ilmiah serta dapat

dijadikan sebagai pedoman materi.


b. Bagi Mahasiswa

Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi tentang

faktor keberhasilan toilet training sehingga dapat diterapkan di

lingkungan keluarga maupun masyarakat luas dengan memberikan

pendidikan kesehatan mengenai masalah toilet training.

c. Bagi Peneliti Lain

Hasil penelitian ini diharapkan mampu dijadikan pedoman untuk

penelitian selanjutnya dengan menambahkan variabel yang berbeda

sehingga penelitian tentang toilet training lebih bervariasi.

Anda mungkin juga menyukai