Anda di halaman 1dari 28

PENGGUNAAN METODE TOILET TRAINING DALAM MELATIH KEMANDIRIAN

ANAK PADA ANAK USIA DINI

SKRIPSI

OLEH

ISMAYU NAHDIAR SARI

160153601302

UNIVERSITAS NEGERI MALANG

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

JURUSAN KEPENDIDIKAN SEKOLAH DASAR DAN PRASEKOLAH

PRODI S1 PENDIDIKAN GURU PENDIDIKAN ANAK USIA DINI

DESEMBER 2019
BAB I

PENDAHULUAN

A. Konteks Penelitian
Anak merupakan penerus kehidupan bagi orang tuanya, sehingga anak harus
mendapatkan perhatian khusus untuk dapat tumbuh dan berkembang sesuai dengan usianya.
Tumbuh kembang pada anak merupakan proses yang berkesinambungan dari proses fertilisasi
sampai usia dewasa (Soetjiningsih dkk, 2013). Lima tahun pertama selama anak berada di dunia
merupakan masa emas (golden age) baginya. Maka usia tersebut perlu di maksimalkan terutama
yang menyangkut pendidikan karakter anak. Usia prasekolah merupakan masa yang paling aktif
dimana anak mempunyai rasa ingin tahu yang besar mengenai sesuatu yang baru dan mulai
belajar bagaimana untuk berkomunikasi dengan orang lain, belajar menyampaikan sesuatu
dengan jelas tentang keinginannya. (Wong & Hockenberry, 2008) menjelaskan bahwa usia
prasekolah adalah usia diantara periode umur 3 sampai 6 tahun, waktu dimana kekritisan dalam
perkembangan emosional dan psikologi anak.
Dalam tahapan masa tumbuh kembang anak prasekolah, banyak problem yang akan
dihadapi orang tua salah satunya adalah dalam masalah berkemih yaitu enuresis (mengompol).
Enuresis atau mengompol adalah keluarnya air urin yang tidak disadari oleh anak yang mana
seharusnya anak dalam usia tersebut tidak mengompol lagi. Enuresis (mengompol) memberikan
pengaruh buruk baik secara psikologis dan sosial sehingga bisa mengganggu kehidupan seorang
anak dan mempengaruhi kualitas hidupnya saat dewasa. Menurut Wong & Hockenberry (2008)
apabila masalah enuresis diabaikan dan tidak segera diatasi hal ini akan berpengaruh bagi anak
seperti anak akan menjadi tidak percaya diri, malu dan hubungan sosial dengan teman akan
terganggu.
Prevelensi enuresis bervariasi di berbagai negara. Menurut data WHO (Word Health
Organization) didapatkan 5-7 juta anak di dunia mengalami enuresis nokturnal dan sekitar 15%-
25% terjadi pada umur <5 tahun. Menurut data ASEAN terdapat sekitar 2 juta anak mengalami
enuresis yang terjadi pada usia sekitar 2-4 tahun. Dari seluruh kejadian enuresis didapatkan 80%
adalah enuresis nokturnal. 20% enuresis diurnal dan sekitar 15%-20% anak yang mengalami
enuresis nokturnal juga mengalami enuresis diurnal (Setiowati, 2018). Penelitian yang dilakukan
oleh Buston (2017), dalam Mahakam Nursing Journal Vol.2 juga mengemukakan bahwa di
Indonesia diperkirakan jumlah balita mencapai 30% dari 250 juta jiwa penduduk Indonesia
diperkirakan jumlah balita yang masih susah mengontrol buang air besar dan buang air kecil
diusia sampai prasekolah mencapai 75 juta anak. Kejadian anak mengompol lebih besar jumlah
presentase anak laki-laki yaitu 60% dan anak perempuan 40%. Fenomena ini disebabkan oleh
pengetahuan dan peran ibu yang kurang memahami tentang cara melatih buang air besar dan
buang air kecil, pemakaian popok sekali pakai dan adanya saudara baru.
Salah satu upaya untuk mengatasi enuresis adalah dengan menggunakan pendekatan
metode Toilet Training. Toilet Training merupakan program pelatihan bantu diri bagi anak usia
dini dalam melakukan buang air kecil (BAK). Beberapa penelitian telah dilakukan sebelumnya
dengan membahas pentingnya metode toilet training dalam mengatasi kebiasaan enuresis atau
mengompol pada anak usia dini. Penelitian dilakukan oleh Dita Wasthu Prasida dkk (2010),
membahas tentang pentingnya persepsi ibu tentang toilet training pada studi kasus di kota
Semarang. Persepsi atau pengetahuan ibu tentang toilet training juga berpengaruh dalam
penanganan masalah enuresis. Karena orang tua/ibu merupakan orang yang paling dekat dengan
anak sehingga dapat mengontrol secara langsung tentang kebiasaan buruk anaknya. Pada
penelitian ini, persepsi atau pengetahuan ibu tentang toilet training masih cukup minim yaitu dari
lima ibu yang memiliki anak, tiga ibu belum pernah sama sekali melatih anak dalam buang air
dan anak mereka masih sering mengompol. Dengan adanya pelatihan atau penambahan wawasan
toilet training, para ibu dapat lebih tepat dan menerapkan langsung kepada anak dengan dampak
yang positif.
Penelitian yang sama tentang pengetahuan toilet training dilakukan oleh Istianah dkk
(2014:28-33), penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan antara pengetahuan ibu
dengan kemampuan toilet training anak usia dini. Dari hasil analisis diperoleh bahwa
pengetahuan ibu terhadap toilet training memiliki hubungan dengan kesiapan orang tua/ibu
dalam menghadapi perkembangan sosial-emosional anak yang salah satunya adalah pola atau
kebiasaan buang air besar dan buang air kecil pada anak mereka.
Penelitian yang telah dilakukan oleh Juliana A dkk (2009:11), membahas tentang
penerapan metode toilet training pada anak usia dini di Taman Kanak-Kanak Negeri Selimbau.
Pada penelitian ini dilakukan pendekatan melalui observasi atau pengamatan secara langsung
dan wawancara pada 33 anak TK. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pelaksanaan toilet
training pada anak usia 4-5 tahun di Taman Kanak-Kanak Negeri Selimbau memberikan
pengaruh positif pada anak untuk menjaga kebersihan tubuh dan kebersihan lingkungan sekolah.
Hasil observasi yang dilakukan oleh peneliti di TK Laboratorium UM Kecamatan
Lowokwaru Kota Malang masih terdapat anak yang memiliki kemandirian kurang, dengan
perilaku yang ditunjukkan seperti: segala sesuatu harus dibantu oleh guru, memakai celana
dengan bantuan guru, pipis di celana dan buang air besar maupun air kecil masih dibantu oleh
guru. Seharusnya perkembangan anak pada usia 1-5 tahun berada pada fase dimana anak mulai
mampu mengontrol buang air besar dan buang air kecil. Dari 15 anak didalam satu kelas, rata-
rata terdapat 2-3 anak yang masih mengalami masalah enuresis atau kebiasaan mengompol.
Seharusnya pada saat dorongan untuk buang air kecil muncul, anak segera pergi ke toilet. Tetapi
terkadang anak berusaha menunda-nunda buang air kecil yang menyebabkan anak mengompol di
celana karena berbagai alasan, misalnya karena malas ke toilet, takut ke toilet, cemas dan takut
ketika berada di toilet, tidak bisa buang air kecil sendirian, atau meminta izin kepada pendidik
PAUD untuk buang air kecil. Selain itu, faktor pengetahuan orang tua dan guru terhadap cara
penanganan enuresis juga berpengaruh terhadap kebiasaan buang air kecil pada anak usia dini.
Di sini orang tua maupun guru sangatlah berpengaruh untuk mendorong anak mandiri
sesuai dengan usianya, untuk hal-hal yang paling sederhana dari anak makan sendiri, buang air
besar maupun kecil pada tempatnya, sampai ke hal-hal yang lainnya. Anak-anak berkembang
dengan kemandirian dan bertanggungjawab secara normal akan memiliki kecenderungan positif
pada masa depan. Ia akan cenderung berprestasi dan punya percaya diri. Di lingkungan keluarga
dan sosial, anak yang mandiri akan mudah menyesuaikan diri (environment adjustment) sehingga
ia akan mudah diterima anak-anak dan teman-teman di sekitarnya (Novita, 2007 : 177). Salah
satu pembiasaan di lembaga PAUD untuk melatih kemandirian anak adalah dengan toilet
training agar anak terbiasa buang air besar atau kecil pada tempatnya tanpa bantuan dari guru.
Oleh karena itu dibutuhkan adanya kerjasama antara guru dengan orang tua agar kegiatan toilet
training tersebut dapat berhasil. Dengan melakukan program toilet training berbagai masalah
tersebut diharapkan dapat diatasi dan dapat melatih kemandirian anak dimasa perkembangannya
sehingga dengan kemandirian yang baik diharapkan mampu mengurangi kebiasaan mengompol
pada anak usia dini.
Berdasarkan hasil pemaparan tersebut, peneliti mencoba menelaah pengaruh penggunaan
toilet training terhadap kemandirian anak dalam melakukan buang air kecil, sehingga mampu
menstimulasi kemandirian dan psikologi anak usia dini. Hasil studi kasus tersebut selanjutnya
akan diketahui lebih dalam melalui penelitian yang berjudul “Penggunaan Metode Toilet
Training Dalam Melatih Kemandirian Anak Pada Anak Usia Dini”

B. Fokus Penelitian
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, maka rumusan masalah dalam penelitian
ini adalah :
1. Apa saja gejala dan faktor-faktor penyebab kebiasaan mengompol (enuresis) pada anak di
TK Laboratorium Universitas Negeri Malang.
2. Bagaimana tingkat pengetahuan orang tua dan guru terhadap metode toilet training.
3. Bagaimana penggunaan metode Toilet Training untuk melatih kemandirian pada anak usia
dini di TK Laboratorium Universitas Negeri Malang.
4. Bagaimana pengaruh metode toilet training pada kemandirian anak usia dini di TK
Laboratorium UM

C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah tersebut, maka tujuan dalam penelitian ini adalah “untuk
mengetahui pengaruh penggunaan metode Toilet Training dalam melatih kemandirian anak usia
dini”.

D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menerapkan pengetahuan penggunaan metode toilet
training untuk melatih kemandirian anak usia dini, yang akan berpengaruh terhadap
kebiasaan enuresis.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Guru
Memberi pengetahuan dan wawasan bagi guru terkait penggunaan metode toilet training
untuk melatih kemandirian anak usia dini, yang akan berpengaruh terhadap kebiasaan
enuresis di TK Laboratorium Universitas Negeri Malang.
b. Bagi Anak Didik
Mengenalkan penggunaan metode toilet training untuk melatih kemandirian anak usia
dini, yang akan berpengaruh terhadap kebiasaan enuresis.
c. Bagi peneliti lain memberi informasi dan pengetahuan terkait tentang toilet training.

E. Definisi Istilah
1. Toilet Training
Toilet training adalah suatu usaha untuk melatih anak agar mampu mengontrol dalam
melakukan buang air kecil dan buang air besar, termasuk cara-cara dan tempat anak melakukan
kegiatan tersebut (Chaplin, 2011:512). Latihan ini hendaknya dimulai pada waktu anak berusia
15 bulan dan kurang bijaksana bila usia kurang dari 15 bulan dilatih karena dapat
menimbulkan pengalaman-pengalaman traumatik. Program ini dapat dilaksanakan oleh orang
tua dan khususnya pendidik PAUD secara terprogram.
2. Enuresis (Mengompol)
Enuresis (mengompol) merupakan pengeluaran urin secara involunter dan berulang yang
terjadi pada usia yang diharapkan dapat mengontrol proses buang air kecil, tanpa disertai
kelainan fisik yang mendasari. Kata enuresis berasal dari bahasa Yunani, yang berarti
“menghasilkan air” (Soetjiningsih, 2013). Bagi anak, sering mengompol merupakan hal yang
sangat memalukan. Gangguan enuresis terjadi bila anak tanpa terkendali membuang urine (air
kencing) pada pakaian atau tempat tidur dimana anak seharusnya dapat mengendalikan air
kencingnya.
3. Kemandirian Anak
Kemandirian adalah kemampuan untuk berdiri di atas kaki sendiri, mengarahkan dan
mengendalikan diri sendiri dalam berfikir dan bertindak, serta tidak merasa bergantung pada
orang lain secara emosional sehingga mampu mengambil keputusan dan inisiatif untuk
mengatasi masalah yang dihadapi, memiliki kepercayaan diri dalam mengerjakan tugas-
tugasnya dan bertanggung jawab terhadap apa yang dilakukannya. Kemandirian anak tercemin
melalui kemampuan:
a. Mengungkapkan keinginan untuk BAK/BAB
b. Melakukan BAK dan BAB secara benar
c. Menggunakan air seperlunya
BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Hakikat Metode Toilet Training Pada Perkembangan Anak Usia Dini


1. Pengertian Toilet Training
Toilet training pada anak merupakan suatu usaha untuk melatih anak agar mampu
mengontol dalam melakukan buang air kecil dan buang air besar. Toilet training ini dapat
berlangsung pada fase kehidupan anak yaitu umur 18 bulan – 3 tahun. Dalam proses toilet
training, diharapkan terjadi pengaturan impuls atau rangsangan dan instink anak dalam
melakukan kegiatan buang air kecil dan perlu diketahui bahwa buang air kecil merupakan
suatu alat pemuasan untuk melepaskan ketegangan dengan latihan ini anak diharapkan dapat
melakukan usaha penundaan pemuasan. Toilet training secara umum dapat dilaksanakan pada
setiap anak yang sudah mulai memasuki fase kemandirian pada anak. Suksesnya toilet training
tergantung pada kesiapan yang ada pada diri anak dan keluarga, seperti kesiapan fisik, dimana
kemampuan anak secara fisik sudah kuat dan mampu (Hidayat, 2009).
Hal ini dapat ditunjukan anak mampu duduk atau berdiri sehingga memudahkan anak
untuk dilatih buang air kecil, demikian juga kesiapan psikologis dimana anak membutuhkan
suasana yang nyaman agar mampu mengontrol dan konsentrasi dalam merangsang untuk
buang air kecil. Persiapan kognitif pada anak juga dapat membantu dalam proses buang air
kecil. Hal ini dapat ditunjukan apabila anak memahami arti buang air kecil sangat
memudahkan dalam proses pengontrolan, anak dapat mengetahui kapan saatnya harus buang
air kecil, kesiapan tersebut akan menjadikan diri anak selalu mempunyai kemandirian dalam
mengontrol khususnya buang air kecil. Program pelatihan bantu diri bagi anak usia dini dalam
melakukan BAK dapat dilaksanakan oleh orang tua dan khususnya pendidik PAUD secara
terprogram.
Menurut Novan Wiyani dalam buku mengelola dan mengembangkan kecerdasan sosial
dan emosional anak usia dini, menjelaskan bahwa perkembangan anak usia dini dapat diasah
melalui keterampilan dalam toilet training. Langkah-langkah yang dilakukan dalam program
toilet training dimulai dengan : (1) menjelaskan mengapa manusia melakukan BAK dan BAB
dengan bantuan media pembelajaran, (2) menjelaskan apa dampaknya jika sering menunda-
nunda ataupun menahan BAK dan BAB dengan bantuan media pembelajaran, (3) Mengajak
anak secara berkelompok dan bergiliran (berdasarkan jenis kelaminnnya) mengunjungi toilet,
(4) menjelaskan fungsi toilet kepada anak, (5) mengenalkan kepada anak berbagai peralatan
yang ada di toilet beserta masing-masing fungsinya, (5) mendemonstrasikan penggunaan
bermacam-macam peralatan yang ada di toilet, (6) mengajarkan doa sebelum dan sesudah
masuk toilet, (7) menjelaskan konsep bersuci (thoharoh) kepada anak dengan bantuan media
pembelajaran. (8) menjelaskan cara-cara bersuci kepada anak secara berkelompok
(berdasarkan jenis kelaminnya), (8) meminta kepada anak secara berkelompok (berdasarkan
jenis kelaminnya) untuk memainkan drama (roleplay) dengan tema “bersuci”, (9) memberikan
refleksi terhadap drama yang telah dimainkan anak, (10) meminta kepada anak untuk
menyebutkan langkah-langkah apa yang harus dilakukan ketika hendak, sedang, dan sesudah
BAK atau BAB, (11) memotivasi anak untuk BAK atau BAB sesuai dengan ajaran Islam.
Berdasarkan program tersebut, pada penelitian ini akan menerapkan keterampilan dalam
toilet training yang memiliki konsep dengan merujuk pada langkah langkah diatas, dimana
nantinya akan dilakukan analisis terhadap perubahan kebiasaan enuresis/BAK pada anak usia
dini.
2. Manfaat Kemandirian Toilet Training Bagi Anak
Kata kemandirian berasal dari kata dasar “diri” yang mendapatkan awalan ke dan akhiran
an yang kemudian membentuk suatu kata keadaan atau kata benda. Individu yang mandiri
adalah individu yang berani mengambil keputusan dengan dilandasi oleh pemahaman akan
segala konsekuensi dari tindakannya (Ali, 2004 : 110).
Stein dan Book (dalam 2002: 105) mengemukakan kemandirian adalah kemampuan untuk
berdiri dengan kedua kaki sendiri, mengarahkan dan mengendalikan diri sendiri dalam berfikir
dan bertindak, serta tidak merasa bergantung pada orang lain secara emosional. Orang yang
mandiri mengandalkan dirinya dalam merencanakan dan membuat keputusan penting dan mau
bertanggung jawab, bertanggung jawab atas kehidupan pribadi, menjadi diri sendiri dan
menentukan arah sendiri. Kemandirian diperoleh melalui perkembangan yang bertahap dan
berjalan terus menerus, yang pada taraf selanjutnya akan mengurangi ketergantungan pada
orang lain atau orang dewasa lain. Dimana kesanggupan sebagai individu yang mandiri harus
diawali dari kemauan untuk dapat berdiri sendiri dan bertanggungjawab terhadap perilakunya.
Kemandirian anak usia dini berbeda dengan kemandirian remaja ataupun orang dewasa.
Kemandirian untuk anak usia dini adalah karakter yang dapat menjadikan anak yang berusia 0-
6 tahun dapat berdiri sendiri, tidak tergantung dengan orang lain khususnya yang orang tua,
kemampuan untuk melakukan kegiatan atau tugas sehari-hari sendiri atau dengan sedikit
bimbingan dari orang lain, yang sesuai dengan tahapan dan kapasitas perkembangannya.
Apabila seseorang anak usia dini telah mampu melakukan tugas perkembangan, temasuk
dalam kegiatan toilet training maka ia telah memenuhi syarat kemandirian (Wiyani, 2013:28).
Pada umumnya, ketika anak memasuki taman kanak-kanak anak mulai dituntut untuk
mengatasi ketergantungan pada orang tua atau pengasuhnya. Anak mulai menolong dirinya
sendiri seperti menggunakan toilet, memakai pakaiannya sendiri, memakai sepatunya sendiri
dan hal-hal lainnya, sehingga anak ingin mengerjakan segala sesuatu sendiri karena merasa
sudah bisa atau terbiasa, serta anak merasa sudah besar dan menghargai dirinya (self-esteem).
Namun tidak semua anak memiliki tingkat kemandirian yang sama. Cara yang dapat digunakan
untuk melatih kemandirian anak salah satunya adalah dengan kegiatan toilet training.
Mengompol atau enuresis adalah kegagalan dari ketidakmampuan anak dalam menjalankan
toilet training secara mandiri. Hal ini dapat terjadi, karena mereka terbiasa dibantu oleh orang
tua atau orang lain dalam melakukan kegiatan yang seharusnya mulai dapat dilakukan secara
sendiri. Proses pembelajaran toilet training berbasis kemandirian menjadi hal penting diajarkan
kepada anak tujuannya ketika dewasa nanti masalah enuresis tidak sampai terjadi.
Namun kemandirian anak dalam toilet training tidak muncul begitu saja melainkan dengan
latihan dari hal-hal yang mudah secara pelan dan kontinyu. Bagi para orang tua harus dengan
kesabaran serta menghindari pemanjaan dan menuruti semua kehendak anak karena hal ini
merupakan penghambat kemandirian. Orang tua dan guru dapat mengarahkan, menjelaskan,
memberikan contoh, dan menjalin komunikasi dengan anak sehingga masalah enuresis dapat
teratasi.
3. Toilet Training Bagi Kemandirian Anak
Kemandirian berarti tidak bergantung kepada orang lain (Idrus, 1997:224). Kemandirian
adalah suatu keadaan dimana seseorang dapat mengusahakan dan berbuat sesuatu atas
kesadaran dan usaha sendiri, dan ia tidak mudah menggantungkan dari kepada orang lain
(Siswanto, 2010:52).
Toilet training pada dasarnya merupakan salah satu kegiatan yang seharusnya dapat
dilaksanakan oleh anak usia dini dalam kesehariannya, sejak dia bangun tidur kemudian
melakukan aktivitas kamar mandi dan seterusnya hingga pulang dari sekolah. Namun pada
kenyataannya beberapa anak masih memiliki ketergantungan dalam melakukan kegiatan
sehari-hari. Toilet training merupakan kegiatan pelatihan yang diadakan untuk memberikan
berbagai keterampilan bantu diri bagi anak usia dini sehingga dapat melatih dan meningkatkan
kemandirian anak, karena toilet training melatih pembiasaan anak dan melatih kesiapan
kebutuhan mereka secara mandiri.
Pada kasus buang air kecil disadari ataupun tidak, anak usia dini sering sekali mengalami
masalah ketika hendak, sedang, dan sesudah melakukan buang air kecil. Biasanya pada saat
dorongan untuk buang air kecil muncul, anak segera pergi ke toilet. Tetapi biasanya pula anak
berusaha menunda-nunda buang air kecil karena berbagai alasan. Jika dipelajari, sebenarnya
masalah menunda-nunda buang air kecil serta masalah ketidakmampuan anak ketika buang air
kecil terkait erat dengan perkembangan kemandirian anak. Berbagai masalah terkait buang air
kecil tersebut dapat diatasi dengan melakukan program toilet training. Pada toilet training
orang tua dan guru dapat mengarahkan, menjelaskan, memberikan contoh, dan menjalin
komunikasi dengan anak sehingga masalah enuresis dapat teratasi.

B. Enuresis Pada Anak Usia Dini


1. Pengertian Enuresis
Gangguan yang dapat mempengaruhi kemandirian, sosial-emosional anak yakni salah
satunya adalah gangguan enuresis (mengompol). Enuresis adalah pengeluaran urin secara
involunter dan berulang yang terjadi pada usia yang diharapkan dapat mengontrol proses buang
air kecil, tanpa kelainan fisik yang mendasari (Soetjiningsih, 2017: 372). Diperkuat oleh
(Newel & Meadow, 2003 dalam Permatasari 2018: 284) bahwa enuresis berlangsung melalui
proses berkemih yang normal (normal voiding), tetapi pada tempat dan waktu yang tidak tepat
yaitu berkemih di tempat tidur atau menyebabkan pakaian basah dan dapat terjadi saat tidur
malam hari (enuresis nocturnal), siang hari (enuresis diurnal) ataupun pada siang dan malam
hari. Menurut Wong, (2008: 121) Enuresis diurnal lebih umum ditemui pada anak perempuan
dan biasanya disebabkan inkontinensia urgency (ketidaksetabilan kandung kemih). Istilah
enuresis primer digunakan pada anak yang belum pernah berhenti mengompol sejak masa bayi,
sedangkan enuresis sekunder adalah kejadian mengompol kembali setelah minimal 6 bulan
tidak mengompol (Robson, 2009: 1429). Enuresis umumnya terjadi pada anak-anak namun
kadang-kadang juga pada remaja dan orang dewasa.

2. Fenomena Enuresis Pada Usia Prasekolah


Pada sebagian besar anak, mengompol terjadi begitu saja tanpa ada sebab yang jelas.
Mengompol juga bukan kesalahan langsung pada anak, biasanya ini terjadi karena produksi
urin pada malam hari lebih banyak dari pada yang mampu ditahan oleh kandung kemih anak.
Namun sensasi dari penuhnya kandung kemih ini ternyata belum mampu membangunkan anak
yang sedang terlelap, maka terjadilah mengompol. Pada kasus yang lain, mengompol pada
anak akan semakin parah dan memburuk.
Bisa jadi hal ini adalah ujung dari pertanda suatu masalah yang mungkin terjadi pada anak,
antara lain:
a. Stress yang berulang-ulang.
Bisa jadi anak awalnya sudah tidak lagi mengompol namun kembali muncul perilaku ini
dikarenakan anak mengalami sesuatu yang membuatnya sangat tidak nyaman, misalnya
awal masuk sekolah, kedatangan adik baru, menderita suatu penyakit, mendapatkan
perlakuan yang buruk dari teman (bullying), atau anak mengalami pelecehan.
b. Makanan maupun minuman yang mengandung kafein.
Makanan atau minuman itu antara lain teh, kopi, cola, dan coklat. Kafein ini menyebabkan
produksi urin yang dihasilkan oleh ginjal meningkat.
c. Sembelit (konstipasi).
Jumlah feses yang berlebih bisa saja menekan dan mengirutasi bagian belakang kandung
kemih. Anak yang sering mengalami konstipasi cenderung memiliki masalah mengompol
juga.
d. Anak yang mengalami ADHD (Attention Deficit Hyperactivity Disorder).
Anak yang mengalami gangguan ini akan memiliki resiko lebih besar menderita bedwetting
atau mengompol.
Enuresis pada seorang anak disebabkan tidak hanya oleh satu faktor saja. Misalnya, enuresis
yang dianggap sebagai akibat hambatan perkembangan fungsional kandung kemih dapat
diprovokasi oleh kelainan lokal atau masalah psikologis. Namun sering pula etiologi enuresis
tidak diketahui. Anak yang sulit menahan kencing sewaktu tidur malam (enuresis nokturnal),
berhubungan erat dengan faktor gangguan psikologis. Namun ahli lain menyatakan bahwa
faktor lain seperti keturunan atau adanya kelainan pada kandung kencing bisa juga menjadi
penyebab.
Pada penelitian ini, persepsi atau pengetahuan orang tua tentang toilet training juga diperlukan
dalam penanganan enuresis, karena orang tua merupakan orang paling dekat dengan anak dan
dapat mengontrol kebiasaan buruk anaknya.
BAB III
METODE PENELITIAN

A. Pendekatan dan Jenis Penelitian


Penelitian kualitatif menggunakan metode kualitatif yaitu pengamatan, wawancara,
atau penelahan dokumen. Metode kualitatif ini digunakan karena beberapa pertimbangan.
Pertama, menyesuaikan metode kualitatif lebih mudah apabila berhadapan dengan kenyataan
jamak. Kedua, metode ini menyajikan secara langsung hakikat hubungan antara peneliti dan
responden. Ketiga, metode ini lebih peka dan lebih dapat menyesuaikan diri dengan banyak
penajaman pengaruh bersama terhadap pola-pola nilai yang dihadapi (Moleong, 2007:10).
Pendekatan kualitatif ini diambil karena dalam penelitian ini sasaran atau objek
penelitian dibatasi agar data-data yang diambil dapat digali sebanyak mungkin serta agar
dalam penelitian ini tidak dimungkinkan adanya pelebaran objek penelitian. Penelitian
dilakukan langsung di lapangan, rumusan masalah juga ditemukan di lapangan, kemungkinan
data berubah-ubah sesuai data yang ada di lapangan, sehingga akan ditemukan sebuah teori
baru di tengah lapangan. Penelitian ini bertolak dari cara berpikir induktif, kemudian berpikir
secara deduktif, penelitian ini menganggap data adalah inspirasi teori.
Jenis penelitian yang digunakan adalah studi kasus ialah penelitian yang dilakukan
untuk mengungkap suatu keadaan secara mendalam, inisiatif, baik mengenai perseorangan
secara individual, maupun kelompok lembaga organisasi sekolah. Metode studi kasus ini
dirancang untuk menyelesaikan masalah bukan untuk menemukan atau menciptakan teori
baru. Penelitian dilakukan dengan melaui penelitian lapangan (field research) dimana untuk
memperoleh data yang akurat serta objektif, maka penulis datang langsung ke lokasi. Dalam
penelitian ini, kehadiran peneliti sebagai pengamat partisipan yaitu di mana peneliti ikut serta
dalam proses penelitian sekaligus mengamati perkembangan yang terjadi dalam kegiatan
belajar mengajar di TK Laboratorium UM.
Adapun Sugiyono (2009, hlm.8) menjelaskan bahwa metode penelitian kualitatif
sering disebut dengan metode penelitian naturalistik karena penelitiannya dilakukan pada
kondisi yang alamiah. Objek yang alamiah adalah objek yang berkembang apa adanya, tidak
dimanipulasi oleh peneliti dan kehadiran peneliti tidak mempengaruhi pada dinamika objek
tersebut. Selain itu, Moleong (2007, hlm. 6) menjelaskan bahwa penelitian kualitatif adalah
penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek
penelitian misalnya perilaku, perseps, motivasi, tindakan, dll. Secara holistik, dan dengan
cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah
dan dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif
dengan pendekatan deskriptif dengan tujuan untuk memperoleh gambaran dan informasi
mengenai gejala dan faktor penyebab kebiasaan mengompol/enuresis pada anak usia dini,
tingkat pengetahuan dan pemahaman orang tua dan guru pada metode toilet training, serta
penggunaan metode toilet training untuk mengatasi enuresis dan dampaknya dalam melatih
kemandiriian pada anak usia dini.

B. Kehadiran Peneliti
Peneliti secara aktif berinteraksi secara langsung dengan objek penelitian. Hal ini
bertujuan untuk ‘memotret dan melaporkan secara mendalam agar data yang diperolah lebih
lengkap. Peneliti dapat menggunakan cara pengamatan langsung kepada objek penelitian
dengan tujuan untuk menggali informasi sebanyak-banyaknya agar dalam pelaporan nanti
dapat dideskripsikan secara jelas.
Kedudukan peneliti dalam penelitian kualitatif cukup rumit. Ia sekaligus merupakan
perencana, pelaksana pengumpulan data, analisis, penafsir data dan pada akhirnya ia menjadi
pelapor hasil penelitiannya. Pengertian instrumen atau alat di sini tepat karena ia menjadi
segalanya dari keseluruhan proses penelitian (Moleong, 2007:168).
Dalam penelitian kualitatif, bentuk semua teknik pengumpulan data dan kualitas
pelaksanaan, serta hasilnya sangat tergantung pada penelitinya sebagai alat pengumpulan
data utamanya. Oleh karena itu sikap kritis dan terbuka sangat penting, dan teknik
pengumpulan data yang digunakan selalu bersifat terbuka dengan kelenturan yang luas,
seperti misalnya teknik wawancara mendalam, observasi berperan, dan bila diperlukan data
awal yang bersifat umum, bisa juga menggunakan kuisioner terbuka (Sutopo, 2006:45).
Penelitian ini, sebagai subjek penelitiannya adalah peneliti yang berperan sebagai alat
dan subjek penelitian. Peneliti berperan untuk mengumpulkan dan mengolah data yang
selanjutnya data-data yang dikumpulkan dibuat laporan. Hal ini peneliti lakukan agar
perolehan data dan informasi lebih valid atau validitas pengumpulan data dan informasi lebih
akurasi.
Peneliti hadir secara langsung di lokasi penelitian yaitu TK Laboratorium UM untuk
meneliti penggunaan metode toilet training untuk mengatasi enuresis pada anak usia dini
kelas A sehingga peneliti mampu mengumpulkan data yang dibutuhkan dalam penelitian.
Peneliti datang ke TK Laboratorium UM guna untuk memperhatikan kegiatan yang
dilaksanakan oleh guru kelas A dan diikuti oleh anak-anak di TK Laboratorium UM sampai
kegiatan selesai.

C. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di TK Laboratorium UM yang beralamatkan di Jl.
Magelang No.2, Sumbersari, Kec. Lowokwaru, Kota Malang. TK Laboratorium UM
merupakan sekolah yang unggul dan menjadi rujukan dalam hal pengelolaan maupun
penerapan model pembelajaran yang inovatif. Lokasi penelitian ini dipilih karena terdapat
siswa yang mengalami studi kasus penggunaan metode toilet training untuk mengatasi
enuresis pada anak usia dini.

D. Sumber Data
Data penelitian kualitatif, jenis sumber data yang berupa manusia dalam penelitian
pada umumnya sebagai responden (respondent). Posisi sumber data yang berupa manusia
(narasumber) yang penting perannya sebagai individu yang memiliki informasinya. Peneliti
dan narasumber di sini memiliki posisi yang sama, oleh karena itu narasumber bukan sekadar
memberikan tanggapan pada yang diminta peneliti, tetapi ia bisa lebih memilih arah dan
selera dalam menyajikan informasi yang ia miliki (Sutopo, 2006:57-58).
Menurut Lofland and Lofland (1984:47) sumber data utama dalam penelitian kualitatif
ialah kata-kata, dan tindakan, selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan lain-
lain. Kata-kata dan tindakan orang-orang yang diamati atau diwawancarai merupakan sumber
data utama. Sumber data utama dicatat melalui catatan tertulis atau melalui perekaman
video/audio tapes, pengambilan foto, atau film (Moleong, 2007:17).
Peneliti bekerja menyesuaikan bidang kajian yang menjadi objek penelitiannya.
Peneliti bekerja dengan cara mengumpulkan data dari induktif secara kumulatif yang
nantinya dibuat laporan yang lebih lengkap. Pelaporan dibuat dengan mengelompokkan data-
data yang sejenis dan diberi kode tersendiri. Data-data yang dikumpulkan dengan cara
interview (wawancara), observasi (pengamatan), dan dokumentasi (pengumpulan bukti,
pemilihan, pengolahan, dan penyimpanan informasi).
Sumber data utama dalam penelitian ini adalah dari orang tua dan guru dari masing-
masing peserta didik, yang mana pada setiap data yang diperoleh baik melalui wawancara
maupun pengamatan langsung dicatat secara tertulis dan didokumentasikan di lokasi
penelitian. Sumber data pendukung dalam penelitian ini, yaitu data yang diperoleh dari data
yang sudah ada yang mempunyai hubungan dengan masalah yang diteliti. Data tersebut
meliputi literatur-literatur yang ada berkaitan dengan masalah yang akan diteliti, dan
wawancara dengan orang tua siswa kelas A TK Laboratorium UM.

E. Teknik Pengumpulan Data


Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling strategis dalam penelitian,
karena tujuan utama dari penelitian adalah mendapatkan data.
Pengumpulan data dapat dilakukan dalam berbagai setting, berbagai sumber, dan
berbagai cara. Dalam penelitian kualitatif, pengumpulan data dilakukan pada natural setting
(kondisi yang alamiah), sumber data primer, dan teknik pengumpulan data lebih banyak pada
observasi berperan serta, wawancara, dan dokumentasi (Sugiyono, 2006:224).
Pada penelitian ini, peneliti menggunakan teknik pengumpulan data dengan teknik
wawancara, observasi, dan dokumentasi. Hal ini sejalan dengan filosofi penelitian alamiah,
dalam pengambilan data peneliti berbaur dan berinteraksi secara intensif dengan responden.
Dokumentasi dan pengumpulan data pendukung dalam penelitian ini peneliti gunakan untuk
melengkapi penelitian dan untuk memaksimalkan hasil penelitian.
Wawancara yang digunakan adalah wawancara tidak terstruktur dan merupakan
wawancara terbuka. Wawancara dilakukan kepada kolaborator (guru) TK A di TK
Laboratorium Universitas Negeri Malang dan orang tua untuk memperoleh informasi secara
mendalam tentang gejala dan faktor yang dialami oleh anak dengan kebiasaan mengompol,
tingkat pengetahuan dan pemahaman orang tua dan guru pada metode toilet training, serta
penggunaan metode toilet training untuk mengatasi kebiasaan buang air kecil dan buang air
besar pada anak usia dini di TK A, kemudian wawancara dengan perwakilan orang tua untuk
mengetahui perkembangan anak setelah melakukan kegiatan toilet training dan untuk
mengetahui kesulitan yang dialami saat kegiatan toilet training.

F. Teknik Analisis Data


Dalam penelitian kualitatif, analisis data dilaksanakan sebelum peneliti terjun ke
lapangan, selama peneliti mengadakan penelitian di lapangan, sampai dengan pelaporan hasil
penelitian. Analisis data dimulai sejak peneliti menentukan fokus penelitian sampai dengan
pembuatan laporan penelitian selesai.
Analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang
diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan bahan-bahan lain, sehingga dapat
mudah dipahami, dan temuannya dapat diinformasikan kepada orang lain. Analisis data
dilakukan dengan mengorganisasikan data, menjabarkannya ke dalam unit-unit, melakukan
sintesa, menyusun ke dalam pola, memilih mana yang penting dan yang akan dipelajari, dan
membuat kesimpulan yang dapat diceritakan kepada orang lain (Sugiyono, 2007:224).
Bogdan & Biklen mengatakan teknik analisis data adalah upaya yang dilakukan
dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan data, memilah-milahnya menjadi
satuan yang dapat dikelola, mensintesiskannya, mencari dan menemukan pola, memutuskan
apa yang dapat diceritakan kepada orang lain (Moleong, 2007:248).
Pada penelitian ini, teknik analisis data yang digunakan peneliti menggunakan model
Miles and Huberman. Analisis data dalam penelitian kualitatif, dilakukan pada saat
pengumpulan data berlangsung, dan setelah selesai pengumpulan data dalam periode tertentu.
Pada saat wawancara, peneliti sudah melakukan analisis terhadap jawaban yang
diwawancarai. Miles and Huberman (1984), mengemukakan bahwa aktivitas dalam analisis
data kualitatif dilakukan secara interaktif dan berlangsung secara terus menerus sampai
tuntas, sehingga datanya sudah jenuh. Aktivitas dalam analisis data, yaitu, data reduction,
data display, dan conclution drowing/verification (Sugiyono, 2007:246).
Dalam analisis data, peneliti menggunakan model interactive model, yang unsur-
unsurnya meliputi reduksi data (data reduction), penyajian data (data display), dan
conclutions drowing/verifiying. Alur teknik analisis data dapat dilihat seperti gambar di
bawah ini.
Data
Reduction
Data Display

Data Colection
Conclution:
drowing/verifiying

Gambar 3.1 Komponen dalam analisis data (Miles and Huberman)

Tahapan analisis data dalam penelitian ini meliputi reduksi data, penyajian data, dan
verifikasi data. Miles and Huberman (1984), mengemukakan bahwa aktivitas dalam analisis
data kualitatif dilakukan secara interaktif dan berlangsung secara terus-menerus sampai
tuntas, sehingga datanya sudah jenuh. Langkah-langkah analisis data menurut Miles and
Huberman dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Reduksi Data (Data Reduction)
Reduksi data adalah proses penyempurnaan data, baik pengurangan terhadap data yang
dianggap kurang perlu dan tidak relevan, maupun penambahan data yang dirasa masih
kurang. Data yang diperoleh di lapangan mungkin jumlahnya sangat banyak.
Reduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada
hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya. Dengan demikian data yang akan direduksi
memberikan gambaran yang lebih jelas, dan mempermudah peneliti untuk melakukan
pengumpulan data selanjutnya, dan mencarinya bila diperlukan (Sugiyono, 2007:247).
2. Penyajian Data/ Display
Dengan mendisplay atau menyajikan data akan memudahkan untuk memahami apa
yang terjadi selama penelitian berlangsung. Setelah itu perlu adanya perencanaan kerja
berdasarkan apa yang telah dipahami. Dalam penyajian data selain menggunakan teks secara
naratif, juga dapat berupa bahasa nonverbal seperti bagan, grafik, denah, matriks, dan tabel.
Penyajian data merupakan proses pengumpulan informasi yang disusun berdasarkan kategori
atau pengelompokan-pengelompokan yang diperlukan.
Miles and Huberman dalam penelitian kualitatif penyajian data bisa dilakukan dalam
bentuk uraian singkat, bagan, hubungan antar kategori, flowchart dan sejenisnya. Ia
mengatakan “yang paling sering digunakan untuk menyajikan data dalam penelitian kualitatif
adalah dengan teks yang bersifat naratif” (Sugiyono, 2007:249).
3. Verifikasi Data (Conclusions drowing/verifiying)
Langkah terakhir dalam teknik analisis data adalah verifikasi data. Verifikasi data
dilakukan apabila kesimpulan awal yang dikemukan masih bersifat sementara, dan akan ada
perubahan-perubahan bila tidak dibarengi dengan bukti-bukti pendukung yang kuat untuk
mendukung pada tahap pengumpulan data berikutnya. Bila kesimpulan yang dikemukan pada
tahap awal, didukung dengan bukti-bukti yang valid dan konsisten saat penelitian kembali ke
lapangan mengumpulkan data, maka kesimpulan yang dikemukan merupakan kesimpulan
yang kredibel atau dapat dipercaya (Sugiyono, 2007:252).
Dalam penelitian kualitatif, kesimpulan yang didapat kemungkinan dapat menjawab
fokus penelitian yang sudah dirancang sejak awal penelitian. Ada kalanya kesimpulan yang
diperoleh tidak dapat digunakan untuk menjawab permasalahan. Hal ini sesuai dengan jenis
penelitian kualitatif itu sendiri bahwa masalah yang timbul dalam penelitian kualitatif
sifatnya masih sementara dan dapat berkembang setelah peneliti terjun ke lapangan.

G. Tahap Penelitian
Tahap-tahap penelitian ini ada tiga tahapan dan ditambah dengan tahap terakhir dari
penelitian yaitu tahap penulisan laporan hasil penelitian tahap-tahap penelitian tersebut
adalah:
1. Tahap pra lapangan penelitian, mengurus perizinan, menjajaki dan menilai keadaan
lapangan, memilih dan memanfaatkan informasi, menyiapkan perlengkapan penelitian
dan yang menyangkut persoalan etika penelitian.
Alat yang dibutuhkan antara lain: kamera, alat tulis menulis dan alat perekam suara.
2. Tahap pekerjaan lapangan yang meliputi: memahami latar penelitian perkembangan
sosial emosional anak usia dini yang ada di TK Laboratorium UM Kecamatan
Lowokwaru Kota Malang dan persiapan diri, memasuki lapangan dan berperan serta
sambil mengumpulkan data.
3. Tahap analisis data yang meliputi : analis selama dan setelah pengumpulan data.
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. HASIL PENELITIAN
Penelitian ini meneliti tentang penggunaan metode toilet training dalam melatih
kemandirian anak pada anak usia dini di PAUD. Penelitian ini dilakukan pada bulan April
sampai bulan Juni tahun 2020 dengan jumlah responden 32 orang yaitu semua anak usia dini (3-
6 tahun) yang di PAUD, yang sesuai dengan kriteria sampel yang telah ditentukan.
a) Toilet Training
P1 : Apakah anak ibu sudah bisa melakukan buang air kecil secara mandiri?
Tabel.1
Jawaban Jumlah
Ya 10
Tidak 2

Ada 12 tanggapan dari pertanyaan ke-1. Jawaban “Ya” berjumlah 10 responden dengan
presentase 83,3% dan jawaban “Tidak” berjumlah 2 dengan presentase 16,7%. Jawaban Tidak
memiliki alasan yaitu, karena mereka masih memerlukan bantuan atau butuh ditemani ketika
ke kamar mandi.
P2 : Apakah anak ibu masih memiliki kebiasaan mengompol?
Tabel.2

Jawaban Jumlah
Ya 5
Tidak 7

Ada 12 tanggapan dari pertanyaan ke-2. Jawaban “Ya” berjumlah 5 dengan presentase 41,7%
dan jawaban “Tidak” bejumlah 7 dengan persentase 58,3%.
P3 : Sejak kapan anak ibu mengompol?
Penjelasan dari 5 jawaban pada pertanyaan kedua yang menyebutkan bahwa anak mereka
masih mengompol dijabarkan dengan beberapa alasan yaitu, karena dari bayi sudah terbiasa
mengompol dan berpengaruh hingga sekarang, ada yang mengompol mulai usia 2 tahun, ada
juga yang mengompol ketika tidak memakai pampers.
P4 : Menurut bapak/ibu, mengapa anak bapak/ibu mengompol?
Ada 5 tanggapan dari pertanyaan keempat terkait dengan lanjutan dari pertanyaan ketiga.
Berdasarkan penjelasan responden, anak mereka masih mengompol dikarenakan beberapa
sebab diantaranya, 3 dari 5 responden menjawab karena anak masih belum mengerti jika
kencing harus di kamar mandi, ada yang enggan bangun malam sehingga mengompol, selain
itu karena anak masih belum terbiasa kencing sendiri di kamar mandi dan membutuhkan
bantuan orang tua.
P5 : Apakah ibu tahu tentang metode toilet training?
Tabel. 5

Jawaban Jumlah
Ya 9
Tidak 3
Ada 12 tanggapan dari pertanyaan kelima. Jawaban “Ya” berjumlah 9 dengan presentase 75%
dan jawaban “Tidak” berjumlah 3 dengan presentase 25%. Dari 12 tanggapan mayoritas yaitu
9 responden sudah mengetahui tentang metode toilet training.
P6 : Jika tidak, bagaimana cara ibu mendidik anak dalam kebiasaan buang air kecil?
Ada 3 tanggapan dari pertanyaan keenam yang tidak menerapkan metode toilet training.
Alasannya, orang tua cukup menyampaikan secara sederhana kalau buang air dilakukan pada
tempatnya/kamar mandi, cara lainnya responden menyampaikan ke anak bahwa sehabis buang
air kecil daerah kemaluan di bersihkan dengan sabun mandi di bilas sampai bersih.

b) Kemandirian Anak
P1 : Apakah anak sudah paham tentang alasan mereka buang air kecil?
Tabel. 1
Jawaban Jumlah
Ya 16
Tidak 4
Ada 20 tanggapan dari pertanyaan ke-1. Jawaban “Ya” berjumlah 16 dengan presentase 80%
dan jawaban “Tidak” berjumlah 4 dengan presentase 20%. Dari tanggapan tersebut dapat
dijabarkan bahwa sebagian besar anak sudah memahami tentang alasan mengapa mereka
melakukan buang air kecil.

P2 : Apakah anak mengetahui dan dapat menyebutkan dampak dari menunda buang air kecil?
Tabel. 2
Jawaban Jumlah
Ya 13
Tidak 7
Ada 20 tanggapan dari pertanyaan ke-2. Jawaban “Ya” berjumlah 13 dengan presentase 65%
dan jawaban “Tidak” berjumlah 7 dengan presentase 35%. Dari tanggapan kuisioner tersebut
dapat dijabarkan bahwa setelah mendapatkan penjelasan tentang metode toilet training yang
telah dirancang, mayoritas yaitu sebanyak 13 anak sudah mampu memahami dampak dari
menunda buang air kecil, sementara 7 anak lainnya masih belum mampu memahami dampak
dari menunda buang air kecil.
P3 : Apakah anak sudah memiliki inisiatif untuk pergi ke toilet sendiri?
Tabel. 3
Jawaban Jumlah
Ya 18
Tidak 2
Ada 20 tanggapan dari pertanyaan ke-3. Jawaban “Ya” berjumlah 18 dengan presentase 90%
dan jawaban “Tidak” berjumlah dengan 2 presentase 10%. Dari tanggapan kuisioner tersebut
dapat dijabarkan bahwa mayoritas anak melalui metode toilet training sudah mampu atau
memiliki inisiatif untuk pergi ke toilet secara mandiri yaitu sebanyak 18 anak. Sementara 2
anak lainnya masih belum mampu pergi ke toilet secara mandiri.
P4 : Apakah anak sudah hafal doa sebelum masuk ke toilet?
Tabel. 4
Jawaban Jumlah
Ya,sudah 8
Belum 12
Ada 20 tanggapan dari pertanyaan ke-4. Jawaban “Ya,sudah” berjumlah 8 dengan presentase
40% dan jawaban “Belum” berjumlah 12 dengan presentase 60%. Dari tanggapan kuisioner
tersebut dapat dijabarkan bahwa mayoritas anak belum mampu menghafal doa sebelum masuk
ke toilet melalui metode toilet training yaitu sebanyak 12 anak. Sementara 8 anak lainnya
memiliki kemampuan untuk menghafal doa sebelum masuk ke toilet.
P5 : Apakah anak sudah mampu buang air kecil sendiri?
Tabel. 5
Jawaban Jumlah
Ya,sudah 18
Belum 2
Ada 20 tanggapan dari pertanyaan ke-5. Jawaban “Ya,sudah” berjumlah 18 dengan presentase
90% dan jawaban “Belum” berjumlah 2 dengan presentase 10%. Dari tanggapan kuisioner
tersebut dapat dijabarkan bahwa mayoritas anak sudah mampu buang air kecil secara mandiri
melalui metode toilet training yaitu sebanyak 18 anak. Sementara 2 anak lainnya masih belum
mampu buang air kecil secara mandiri.
P6 : Apakah anak mampu membersihkan diri/bersuci setelah buang air kecil secara baik?
Tabel. 6
Jawaban Jumlah
Ya 10
Belum 10
Ada 20 tanggapan dari pertanyaan ke-6. Jawaban “Ya” berjumlah 10 dengan presentase 50%
dan jawaban “Belum” berjumlah 10 dengan presentase 50%. Dari tanggapan kuisioner tersebut
dapat dijabarkan bahwa jumlah anak yang mampu dan yang belum mampu melalui metode
toilet training adalah sama yaitu sudah mampu membersihkan diri/bersuci setelah buang air
kecil secara baik yaitu sebanyak 10 anak. Sementara 10 anak lainnya masih belum mampu
membersihkan diri/bersuci setelah buang air kecil secara baik.
P7 : Apakah anak mampu merapikan pakaian sendiri setelah buang air kecil?
Tabel. 7
Jawaban Jumlah
Ya 14
Belum 6
Ada 20 tanggapan dari pertanyaan ke-7. Jawaban “Ya” berjumlah 14 dengan presentase 70%
dan jawaban “Belum” berjumlah 6 dengan presentase 30%. Dari tanggapan kuisioner tersebut
dapat dijabarkan bahwa mayoritas anak melalui toilet training sudah mampu merapikan
pakaian sendiri setelah buang air kecil yaitu sebanyak 14 anak. Sementara 6 anak lainnya
masih belum mampu merapikan pakaian sendiri setelah buang air kecil.
P8 : Apakah anak sudah hafal doa ketika keluar toilet?
Tabel. 8
Jawaban Jumlah
Ya 16
Belum 4
Ada 20 tanggapan dari pertanyaan ke-8. Jawaban “Ya” berjumlah 16 dengan presentase 80%
dan jawaban “Belum” berjumlah 4 dengan presentase 20%. Dari tanggapan kuisioner tersebut
dapat dijabarkan bahwa mayoritas anak sudah mampu menghafal doa ketika keluar ke toilet
secara mandiri yaitu sebanyak 16 anak. Sementara 4 anak lainnya masih belum menghafal doa
ketika keluar ke toilet secara mandiri.
P9 : Jika setelah menerapkan toilet training, anak anda belum mandiri dalam melakukan buang
air kecil, coba di jelaskan apa penyebabnya?
Dari urutan proses pada metode toilet training yang sudah dijabarkan, ada beberapa anak didik
yang belum sepenuhnya menjalankan proses toilet training, atau gangguan dalam
penerapannya dengan berbagai penyebab, diantaranya kurang sabarnya orang tua dalam
mengajarkan metode toilet training. Masih ada anak yang ketakutan untuk pergi ke toilet.
Penyebab lainnya karena anak keasyikan dalam bermain dan terkadang malas dikarenakan
keasyikan bermain, sehingga meminta tolong orang tuanya. Ada yang sudah mampu tetapi
belum konsisten. Atau sudah bisa namun masih membutuhkan waktu lebih karena belum
terbiasa (jawaban mayoritas). Penyebab lain karena orang tua masih memanjakan anaknya.
Dan juga anak masih belum paham atau sulit memahami proses toilet training.

B. PEMBAHASAN
1. Kemandirian Anak
Berdasarkan indikator kemandirian yang dijabarkan dalam bentuk kuisioner, yang telah
dijawab oleh responden, dari 8 kuisioner yang menggambarkan bentuk kemandirian dapat
disimpulkan bahwa mayoritas anak sudah memiliki bentuk kemandirian dalam melakukan
buang air kecil yang dibuktikan dengan presentase sebesar 70,625% bahwa sebagian besar
anak mampu menerapkan langkah langkah toilet training. Hanya 29,3% anak belum mampu
memiliki kemandirian. Sehingga metode tersebut dapat meningkatkan kemandirian anak
dalam proses buang air kecil.
2. Toilet Training
Berdasarkan indikator toilet training yang dijabarkan dalam bentuk kuisioner, yang
telah dijawab oleh responden, dari 3 kuisioner yang menggambarkan bentuk toilet training
dapat disimpulkan bahwa mayoritas anak sudah memiliki bentuk toilet training dalam
melakukan buang air kecil secara mandiri yang dibuktikan dengan presentase sebesar
33,33% bahwa sebagian besar anak mampu menerapkan secara langkah langkah metode
toilet training. Hanya 66,7% anak masih belum terbiasa kebiasaan mengompol. Sehingga
metode tersebut dapat meningkatkan metode toilet training dalam proses buang air kecil
secara mandiri.

Toilet training pada anak merupakan suatu usaha untuk melatih anak agar mampu
mengontrol dalam melakukan buang air kecil dan buang air besar (Hidayat, 2005).
Berdasarkan kenyataan yang ditemukan di lapangan, masih terdapat sebagian
anak yang masih belum mampu melakukan toilet training.
Kemampuan anak dalam melakukan toilet training sangat berkaitan dengan
tingkat kemandirian serta dorongan dan dukungan dari orang tua. Kemampuan dalam
melakukan toilet training pada anak usia toddler (1-3 tahun) dapat ditingkatkan melalui
proses latihan dan bimbingan dari orang tua atau pengasuh. Dengan latihan dan bimbingan
naluri anak dapat lebih dikembangkan dalam waktu yang lebih singkat.
METODE PENELITIAN

Instrumen penelitian yang digunakan yaitu berupa kuisioner yang mencakup pertanyaan
bagi guru dan orang tua anak namun dikhususkan bagi orang tua anak. Kuisioner akan disajikan
dalam bentuk hardcopy atau tercetak dan dalam bentuk google form atau secara online yang akan
di tujukan kepada 10 responden.
Program toilet training yang akan diterapkan pada penelitian ini yaitu: orang tua/guru
akan menjelaskan mengapa manusia melakukan buang air kecil dalam bentuk cerita dengan
bantuan gambar sebagai penunjang/pendukung.
1. Manusia melakukan buang air kecil/buang air besar karena organ pada manusia melakukan
proses metabolisme/pengolahan makanan dan minuman yang masuk ke dalam tubuh. Makanan
yang sudah diolah dalam tubuh tidak semuanya di serap dan sisa hasil pengolahan makanan akan
dibuang dalam bentuk kotoran. Itulah yang menyebabkan manusia mengeluarkan kotoran
melalui buang air kecil dan buang air besar.
2. Kemudian orang tua/guru akan menjelaskan dampak jika sering menunda-nunda/menahan
buang air kecil dalam bentuk penjelasan dan gambar. Dampak akan dialami jika menunda-nunda
atau menahan buang air besar/buang air kecil maka manusia akan terkena berbagai macam
penyakit seperti kencing batu, perut kembung, sembelit, gangguan ginjal, pembekakan kandung
kemih, dan penyakit lainnya yang membahayakan kesehatan manusia.
3. Orang tua/guru menjelaskan jika pergi ke toilet harus mengunjungi toilet yang sesuai dengan
jenis kelaminnya (perempuan/laki-laki).
4. Orang tua/guru mengajarkan doa sebelum masuk ke toilet. Dalam agama islam doa ketika
hendak masuk toilet adalah Bismillâhi Allâhumma innî a’ûdzu bika minal khubutsi wal
khabâitsi. Artinya “Ya Allah, aku berlindung pada-Mu dari godaan iblis jantan dan betina.”
5. Menjelaskan fungsi toilet kepada anak, dimana fungsi toilet adalah tempat/ruangan yang
dirancang dan dilengkapi dengan kloset, jamban serta persediaan air untuk melakukan kegiatan
buang air kecil dan buang air besar. Anak dikenalkan berbagai peralatan yang ada di toilet
beserta masing-masing fungsinya seperti gayung yang fungsinya untuk mengambil/menampung
air, dan air tersebut fungsinya digunakan untuk bersuci dan membesihkan kotoran dari buang air
kecil dan buang air besar. Kloset fungsinya sebagai tempat jika akan melakukan buang air
besar/buang air kecil. Sabun yaitu fungsinya untuk bersuci dan membersihkan tangan/alat
kelamin setelah melakukan buang air kecil dan buang air besar.
5. Orang tua/guru menjelaskan cara-cara bersuci kepada anak. Secara umum setelah melakukan
buang air kecil hendaknya kita mengambil air secukupnya menggunakan gayung dan
membersihkan kemaluan menggunakan air tersebut. Setelah itu gunakan tissue untuk
membersihkan sisa air pada kemaluan. Anak juga dapat membersihkan dengan menggunakan
sabun ketika selesai buang air besar. Setelah selesai membersihkan kemaluan hendaknya
mencuci tangan dengan sabun dan air.
6. Orang tua/guru mengajarkan doa sesudah masuk ke toilet. Dalam agama islam doa ketika
hendak keluar toilet adalah Guhfroonaka alhamdulillahi alladzi adzhaba ‘anni al-adza wa
‘aafaani. Allahumma ij’alni minat tawwaabiina waj’alni minal mutathohhiriin. Allahumma
thohhir qolbi minan nifaaqi wa hashshin farji minal fawaahisyi. Artinya “Dengan mengharap
ampunanmu, segala puji bagi Allah yang telah menghilangkan penyakit dari tubuhku, dan
mensehatkan aku. Ya Allah, jadikanlah aku sebagian dari orang yang bertaubat dan jadikanlah
aku sebagian dari orang yang suci. Ya Allah, bersihkan hatiku dari kemunafikan, dan jaga
kelaminku dari perbuatan keji (zina).”

Untuk mengukur kemandirian anak melalui metode toilet training indikator yang
digunakan adalah sebagai berikut: 1) anak mampu memahami alasan manusia melakukan buang
air kecil dan dampaknya jika menunda/menahan buang air kecil, 2) anak memiliki inisiatif untuk
pergi ke toilet ketika ingin buang air kecil, 3) anak mampu pergi ke toiet sendiri tanpa di temani
orang lain, 4) anak dapat/hafal dalam membaca doa ketika hendak masuk ke toilet, 5) anak
mampu buang air kecil sendiri, 6) anak mampu menggunakan dan memanfaatkan alat-alat di
toilet secara tepat, 7) anak mampu mensucikan diri sendiri (membersihkan alat kelamin dan
mencuci tangan), 8) anak mampu merapikan pakaian sendiri, 9) anak dapat/hafal dalam
membaca doa ketika hendak keluar toilet.
Indikator tersebut akan dijabarkan ke dalam kuisioner untuk mengukur persentase
kemandirian anak. Kemandirian yang dimaksud dalam penelitian ini adalah kemandirian dalam
bertindak dan kemandirian dalam memahami pengatuhuan yang telah diberikan.

Anda mungkin juga menyukai