Anda di halaman 1dari 13

GAMBARAN PERILAKU TOILET TRAINING PADA ANAK YANG MASIH

MENGGUNAKAN POPOK DISPOSIBLE DI PAUD


YANG ADA DI DESA TODANAN KABUPATEN BLORA

ARTIKEL OLMIAH

Disusun untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Ahli Madya Kebidanan pada
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Karya Husada
Semarang

Oleh :
MAULUDAH FITRIYAH
NIM : 1402019

PROGRAM STUDI D III KEBIDANAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KARYA HUSADA
SEMARANG
2

2017
Gambaran Perilaku Toilet Training Pada Anak Yang Masih Menggunakan Popok Disposible Di
Paud Yang Ada Di Desa Todanan Kabupaten Blora

Mauludah Fitriyah

Program Studi DIII Kebidanan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Karya Husada
Semarang 2017

Abstrak

Latar belakang : Keluarga sebagai wahana utama dan pertama terjadinya sosialisasi pada anak.
Karena pertama, anak pertama kali berinteraksi dengan ibunya (dengan anggota keluarga lainnya),
pengalaman dini belajar anak (terutama sikap sosial) awal mulai di peroleh di dalam rumah dan ketiga,
keluarga sesuai fungsinya diidentikan sebagai tempat pengasuhan yang di dalamnya mencakup proses
sosialisasi yang sekaligus bertanggung jawab untuk menumbuh kembangkan anggota keluarganya,
dengan tidak boleh mengabaikan faktor nilai, norma dan juga tingkah laku yang di harapkan baik
edalam lingungan keluarga ataupun lingkungan yang lebih luas (masyarakat). [
Tujuan penelitian : Mengetahui gambaran tentang toilet training di PAUD yang ada di Desa Todanan
kabupaten Blora.

Metode Penelitian : Jenis penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kuantitatif dengan
pendekatan cross sectional. Populasi dalam penelitian ini adalah orang tua murid yang memiliki anak
berumur 2-4 tahun, sebanyak 166 responden di PAUD yang ada di Desa Todanan. Yang masih
menggunakan pampers sejumlah 32 orang.
Hasil Penelitian : Berdasarkan hasil penelitian di Desa Todanan kabupaten Blora Semarang sebagian
besar mempunyai perilaku baik sebanyak 19 responden (59,4%) dan sebagian kecil mempunyai
perilaku kurang baik sebanyak 13 responden (40,6%).
Kata kunci ; Perilaku Toilet Training
Kepustakaan : 20 (2007 – 2014)
ABSTRACT

Background: Family as the main vehicle and the first socialization in children. For the first time, the
child first interacts with his mother (with other family members), early childhood learning experiences
(especially social attitudes) start to be acquired in the home and third, the family according to function
is identified as a place of parenting which includes the socialization process Are responsible for the
growth of their family members, should not ignore the value factor, norms and behavior that are
expected either in the wider family or wider environment (community). Objective: To know the
description of toilet training at PAUD in Todanan Village, Blora district. Method: This research type is
descriptive quantitative research with cross sectional approach. The population in this study are
parents of students who have children aged 2-4 years, as many as 166 respondents in early childhood
in the village of Todanan. Still using 32 pampers. Results: Based on the results of the research in the
village of Todanan, Blora Semarang mostly has good behavior as many as 19 respondents (59,4%) and
some have bad behavior as much as 13 respondents (40,6%).
Keywords ; Toilet Training Behavior
Literature: 20 (2007 - 2014)
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

3
4

Di Indonesia diperkirakan jumlah balita mencapai 30% dari 250 juta jiwa
penduduk Indonesia, dan menurut Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) nasional
diperkirakan jumlah balita yang susah mengontrol BAB dan BAK akan menimbulkan hal-
hal yang buruk pada anak di masa mendatang. Jika toilet training tidak diajarkan pada
anak yang telah memasuki fase kemandirian dan telah menunjukkan tanda-tanda kesiapan
untuk proses latihan toilet dapat menyebabkan anak tidak disiplin, manja, dan yang
terpenting adalah dimana nanti pada saatnya anak akan merasa berbeda dan tidak dapat
secara mandiri mengontrol buang air besar dan kecil. Pada anak yang masih menggunakan
popok disposible atau terbiasa menggunakan popok dari bayi akan mengalami beberapa
perbedaan dari anak-anak lainnya yang tidak menggunakan diapers. Tentu saja jika
diapers iu dipakai setiap saat, bukan pada saat-saat tidak berdekatan dengan toilet saja
atau dalam berpergian. Karena penggunaan diapers akan mempersulit latihan buang air
sehingga anak yang menggunakan diapers memulai latihan menggunakan toilet setaun
lebih lama. Orang tua harus sabar dalam melatih toilet training untuk mneghindari stres
pada anak karena hal ini dapat menyebabkan sembelit, mengompol dan merasa bersalah.

Keluarga adalah suatu sistem yang terdiri dari individu-individu yang bergabung
dan berinteraksi secara teratur antara satu dengan yang lain yang diwujudkan dengan
adanya saling ketergantungan dan berhubungan untuk mencapai tujuan bersama.[i]
Keluarga sebagai wahana utama dan pertama terjadinya sosialisasi pada anak.
Karena pertama, anak pertama kali berinteraksi dengan ibunya (dengan anggota keluarga
lainnya), pengalaman dini belajar anak (terutama sikap sosial) awal mulai di peroleh di
dalam rumah dan ketiga, keluarga sesuai fungsinya diidentikan sebagai tempat
pengasuhan yang di dalamnya mencakup proses sosialisasi yang sekaligus bertanggung
jawab untuk menumbuh kembangkan anggota keluarganya, dengan tidak boleh
mengabaikan faktor nilai, norma dan juga tingkah laku yang di harapkan baik edalam
lingungan keluarga ataupun lingkungan yang lebih luas (masyarakat).[1]
Anak adalah amanat Sang Pencipta pada orangtua, keluarga dan masyarakat. Ia
harus dibimbing dan dipelihara sebagai aset masa depan. Wajah masa depan sebuah negeri
dapat dilihat dari bagaimana kualitas anak – anak masa kini. Kita sangat paham bahwa
anak adalah mahluk aktif yang tengah dalam penjelajahan mencari dunianya. Anak
membutuhkan pemandu agar ia tidak salah dalam memilih jalan hidupnya. Pemandu itu
tidak lain adalah orang tua dan para pendidik (guru), hal yang menyebabkan sekaligus
menggemaskan buat orang tua ketika anaknya buang air kecil atau buang air besar di
lantai yang sudah bersih, atau pipis di kasur yang penutupnya baru di ganti dengan yang
bersih dan wangi.[ii]
Usia 3 tahun wajar kebiasaan mengompol, pada anak di bawah usia 2 tahun merupakan hal
yang wajar, bahkan ada beberapa anak yang masih mengompol pada usia 4 – 5 tahun dan
sesekali terjadi pada anak 7 tahun. Anak di bawah usia 2 tahun mengompol karena belum
sempurna kontrol kandung kemih atau toilet trainingnya. Beberapa literatur yang
menyebutkan kira – kira setengah dari anak umur 3 tahun masih mengompol. Beberapa ahli
menganggap bahwa anak umur 6 tahun masih mengompol itu wajar, walaupun itu hanya
dilakukan oleh sekitar 12 % anak umur 6 tahun, bukan berarti tidak diajarkan bagaimana cara
5

benar dalam membuang air kecil ( BAK ) dan buang air besar (BAB) yang besar dan di
tempat yang tepat. Karena itu juga harus memperhitungkan masa sekolah anak, dimana
biasanya ketika sudah bersekolah ada tuntutan bagi anak untuk tidak lagi pipis sembarangan.
[iii]

Usia 1 sampai 3 tahun dia belum melakukan buang air sesuai waktu dan tempat
yang telah di lakukan. Berakibat anak bisa menjadi bahan cemoohan teman-temannya.
Anak usia 4 tahun yang tidak mampu BAK dan BAB sesuai waktu dan tempat yang telah
disediakan boleh dianggap kurang wajar, tetapi pada usia 3 tahun masih dianggap wajar
bila BAK dan BAB dicelananya, tetapi orang tua membiarkan saja. Berilah pengertian
pada anak bahwa cara yang dilakukan tidaklah tepat. Masalah kemandirian anak pada
BAK dan BAB boleh dikatakan tidak ada perbedaan antara anak. Anak wanita lebih
penurut, maka ia akan lebih cepat diajarkan untuk toilet training dibanding anak laki –
laki, namun demikian untuk mengajarkan toilet training pada anak laki – laki pun harus
bisa.[2]
Data dari survey penelitan yang dilakukan peneliti di PAUD yang ada di Desa
Todanan Kabupaten Blora dari keseluruhan PAUD yang berjumlah 5 sekolah dengan usia
siswa 2-4 tahun. Data dari PAUD Krisna ada 40 siswa, PAUD Ar – Rahman ada 32 siswa,
PAUD Al-Muta’alimin ada 35 siswa, PAUD Cahaya Bintang 27 siswa, dan PAUD
Aisyiyah 1 ada 32 siswa. Dari keseluruhan PAUD tersebut berjumlah 166 siswa. Dengan
jumlah siswa yang berusia 2 tahun sejumlah 71 anak, siswa berusia 2,5 tahun sejumlah 28
anak, siswa berusia 3 tahun sejumlah 43 siswa, siswa berusia 4 tahun sejumlah 24 siswa,
dan yang yang masih menggunakan popok disposible sejumlah 32 siswa. Pola BAB &
BAK dirumah setiap siswa berbeda, Hasil wawancara, 8 orang tua mengatakan anaknya
masih mengompol baik di siang hari 4 kali di malam hari BAK 2 kali, karena orang tua
mereka tidak tau apa pentingnya mengajarkan toilet training kepada anak. 3 orang tua
mengatakan anaknya kadang mengompol kadang tidak, 2 orang tua mengatakan anaknya
masih mengompol di malam hari saja, mereka mengatakan telah mengajarkan toilet
training jadi anak sudah bisa mandiri meskipun terkadang masih sering mengompol.
Tetapi tidak sedikit orang tua yang tidak mengajarkan toilet training kepada anak
dikarenakan mereka lebih suka sesuatu yang praktis dengan memakaikan popok
disposible kepada anak baik pada saat di rumah maupun di sekolah, sekitar 10 orang tua
dari hasil wawancara. Adapun masalah kesetahan yang disebabkan oleh penggunaan
popok disposible yaitu :
tidak sehat, salah satu dampak menggunakan popok disposible secara terus – menerus
adalah adanya zat kimia pada pampers, yaitu Traces of Dioxin produk sampingan dari
proses pemutihan kertas. Dioxin ini adalah penyebab kanker nomor satu. Yang kedua
adalah Tribulty-tin (TBT), Polutan beracun yang menyebabkan masalah hormonal. Dan
sodium polyacrylate, poliner berdaya serab yang menjadi jelly pada saat terkena cairan
menimbulkan resiko toxic shock syndrome yang jika digunakan terus – menerus akan
menyebabkan mandul untuk si anak. Ruam popok, adalah iritasi pada selangkangan anak.
Ini karena kebanyakan pampers tidak nyaman untuk anak, karena ukurannya yang tebal
dan teksturnya yang kasar sehingga mengganjal saat digunakan. Tidak sedikit yang terjadi
baik pada bayi perempuan maupun laki-la popok sejak bayi akhirnya harus menjalani
6

operasi alat kelamin karena mngalami kesulitan kencing yang disebabkan pengendapan
air seni pada pampers yang menimbulkan tumbuhnya jamur dan bakteri serta kurangnya
sirkulasi udara pada saat menggunakan pempers. Gejala atau tanda ruam popok yaitu
Pada tahap dini, ruam tersebut berupa kemerahan di kulit pada daerah popok yang sifatnya
terbatas disertai lecet ringan atau luka pada kulit dan pada kondisi yang parah ditemukan
kemerahan yang disertai bintil-bintil, bernanah dan meliputi daerah kulit yang luas.
Infeksi Kulit, dampak menggunakan popok sekali pakai yang sering terjadi selanjutnya
adalah kelembaban akibat tumpukan air seni atau tinja, menjadi tempat yang paling
menyenangkan bagi bakteri dan jamur untuk berkembang biak dan menyebar. Anak
terlambat belajar pipis atau BAB, terlalu lama menggunakan pampers juga berdampak
pada lambatnya anak belajar pipis sendiri maupun BAB. Karena biasanya kalau
menggunakan pampers, anak akan pipis sesukanya tanpa bisa memiliki ide untuk
mengatur pipisnya.
Pola BAB dan BAK dirumah. Dirumah, mayoritas siswa diasuh oleh orang tuanya.
Hanya saja jika pergi ke sekolah ada sebagian siswa yang memang diantar oleh oranglain
yaitu nenek, kakek, atau pembantu rumah tangga dikarenakan orangtua siswa tersebut
bekerja.
Berdasarkan uraian diatas peneliti tertarik untuk meneliti tentang “gambaran toilet
training pada anak usia 2-4 tahun yang masih menggunakan popok disposible di PAUD di
Desa Todanan Kabupaten Blora”.
B. Tujuan Penelitian
Mengetahui gambaran tentang toilet training di PAUD yang ada di Desa Todanan
kabupaten Blora.
TINJAUAN PUSTAKA
1. Konsep Dasar Perilaku
Perilaku (manusia) timbul karena adanya stimulus dan respon dan dapat
diamati secara langsung maupun tidak langsung. [4] Dilihat dari segi biologis, perilaku
merupakan suatu kegiatan atau aktivitas makhluk hidup yang bersangkutan oleh sebab
itu, dari sudut pandang biologis semua makhluk hidup mulai dari tumbuh-tumbuhan,
binatang, sampai dengan manusia semua nya berperilaku, karena mereka mempuyai
aktivitas masing-masing. Kesimpulannya bahwa yang disebut dengan perilaku
manusia adalah semua kegiatan atau aktifitas manusia baik yang dapat diamati secara
langsung maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak luar. [13]
2. Toilet Training
Toilet training merupakan proses pengajaran untuk kontrol buang air besar dan
buang air kecil secara benar dan teratur. Biasanya kontrol buang air kecil lebih dahulu
dipelajari oleh anak , kemudian kontrol buang air besar.Pengaturan buang air besar
dan berkemih diperlukan untuk keterampilan sosial. Mengajarkan toilet training (TT)
membutuhkan waktu, pengertian dan kesabaran.Hal terpenting untuk diingat adalah
bahwa orangtua tidak dapat memaksakan anak untuk menggunakan toilet. Sebaiknya
anak mulai diperkenalkan dengan toilet training saat usia prasekolah (2-5 tahun).
Namun yang pasti, tidak ada patokan usia kapan latihan ini harus dimulai. Saat yang
tepat tergantung dari perkembangan fisik dan mental anak, anak berusia dibawah 12
7

bulan tidak mempunyai kontrol terhadap kandung kemih dan BAB, 6 bulan
sesudahnya ada sedikit kontrol. Antara 18 dan 24 bulan beberapa anak sudah
menunjukkan kesiapan, tetapi beberapa anak belum siap sampai usia 30 bulan atau
lebih.[1]
3. Usia Toddler (1-3 tahun)
Anak usia toddler (1-3 tahun) merujuk konsep periode kritis dan plastisitas yang
tinggi dalam proses tumbuh kembang, maka usia satu sampai tiga tahun sering disebut
sebagai “golden period” (kesempatan emas) untuk meningkatkan kemampuan setinggi
- tingginya dan plastisitas yang tinggi adalah pertumbuhan sel otak cepat dalam waktu
yang singkat, peka terhadap stimulasi dan pengalaman, fleksibel mengambil alih
fungsi sel sekitarnya dengan membentuk sinaps-sinaps serta sangat mempengaruhi
periode tumbuh kembang selanjutnya. Anak pada usia tersebut ini harus mendapatkan
perhatian yang serius dalam arti tidak hanya mendapatkan nutrisi yang memadai saja
tetapi memperhatikan juga intervensi stimulasi dini untuk membantu anak
meningkatkan potensi dengan memperoleh pengalaman yang sesuai dengan
perkembangannya.[iv]
METODE PENELITIAN
Jenis penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kuantitatif yang bertujuan
menerangkan atau menggambarkan masalah penelitian kebidanan yang terjadi pada kasus
yang berdasarkan distribusi tempat, waktu, umur, jenis kelamin, sosial ekonomi,
pekerjaan, status perkawinan, cara hidup (pola hidup) dan lain-lain. Deskriptif tersebut
dapat terjadi pada lingkup individu di suatu daerah tertentu atau lingkup kelompok pada
masyarakat di daerah tertentu.[v] Populasi dalam penelitian ini adalah orang tua murid yang
memiliki anak berumur 2-4 tahun, sebanyak 166 responden di PAUD yang ada di Desa
Todanan. Yang masih menggunakan pampers sejumlah 32 orang. Teknik sampling
merupakan suatu proses seleksi sempel yang digunakan dalam penelitian dari populasi
yang ada, sehingga jumlah sempel akan mewakili keseluruhan populasi yang ada, secara
umum ada dua jenis pengambilan sampel yakni probability sampling dan nonprobability
sampling. [12] Sampling jenuh atau total sampling adalah cara pengambilan sempel dengan
mengambil semua anggota populasi menjadi sempel. [12]

HASIL DAN NPEMBAHASAN


A. HASIL PENELITIAN
1. Perilaku Praktik Lisan
Tabel 4.1. Distribusi frekuensi perilaku praktik lisan toilet training ibu anak paud
di PAUD di Desa Todanan Kabupaten Blora
Persentase
Perilaku Frekuensi
(%)
Baik 17 53.1
Kurang baik 15 46.9
Total 32 100.0
8

Berdasarkan tabel 4.1. di atas maka dapat dikeathui bahwa ibu di Desa
Todanan Kabupaten Blora sebagian besar mempunyai perilaku praktik lisan baik
sebanyak 17 responden (53,1%) dan sebagian kecil mempunyai perilaku praktik
lisan kurang baik sebanyak 15 responden (46,9%).
2. Perilaku Praktik Memberi Contoh
Tabel 4.2. Distribusi frekuensi perilaku praktik memberi contoh toilet training
ibu anak paud di PAUD di Desa Todanan Kabupaten Blora
Persentase
Perilaku Frekuensi
(%)
Baik 20 62.5
Kurang baik 12 37.5
Total 32 100.0

Berdasarkan tabel 4.2. di atas maka dapat dikeathui bahwa ibu di Desa
Todanan Kabupaten Blora sebagian besar mempunyai perilaku praktik memberi
contoh baik sebanyak 20 responden (62,5%) dan sebagian kecil mempunyai
perilaku praktik memberi contoh kurang baik sebanyak 12 responden (37,5%).
3. Perilaku Praktik Pengaturan Jadwal
Tabel 4.3. Distribusi frekuensi perilaku praktik pengaturan jadwal toilet training
ibu anak paud di PAUD di Desa Todanan Kabupaten Blora
Persentase
Perilaku Frekuensi
(%)
Baik 14 43.8
Kurang baik 18 56.3
Total 32 100.0

Berdasarkan tabel 4.3. di atas maka dapat dikeathui bahwa ibu di Desa
Todanan Kabupaten Blora sebagian besar mempunyai perilaku praktik pengaturan
jadwal kurang baik sebanyak 18 responden (56,3%) dan sebagian kecil
mempunyai perilaku praktik pengaturan jadwal baik sebanyak 14 responden
(43,8%).
9

4. Perilaku Praktik menggunakan alat bantu


Tabel 4.4. Distribusi frekuensi perilaku praktik menggunakan alat bantu toilet
training ibu anak paud di PAUD di Desa Todanan Kabupaten Blora
Persentase
Perilaku Frekuensi
(%)
Baik 16 50.0
Kurang baik 16 50.0
Total 32 100.0

Berdasarkan tabel 4.4. di atas maka dapat dikeathui bahwa ibu di Desa
Todanan Kabupaten Blora sebagian besar mempunyai perilaku praktik
menggunakan alat bantu baik sebanyak 16 responden (50%) dan sebagian kecil
mempunyai perilaku praktik menggunakan alat bantu kurang baik sebanyak 16
responden (50%).
B. Pembahasan
1. Perilaku Praktik Lisan
Berdasarkan hasil penelitian dapat dikeathui bahwa ibu di Desa Todanan
Kabupaten Blora sebagian besar mempunyai perilaku praktik lisan baik sebanyak
17 responden (53,1%) dan sebagian kecil mempunyai perilaku praktik lisan kurang
baik sebanyak 15 responden (46,9%).
Usaha untuk melatih anak dengan cara memberikan instruksi pada anak
dengan kata-kata sebelum atau sesudah buang air kecil dan besar. Cara ini
merupakan hal biasa yang dilakukan pada orang tua akan tetapi apabila kita
perhatikan bahwa teknik lisan ini mempunyai nilai yang cukup besar dalam
memberikan rangsangan untuk untuk buang air kecil (BAK) dan buang air besar
(BAB).
2. Perilaku Praktik Memberi Contoh
Berdasarkan hasil penelitian dapat dikeathui bahwa ibu di Desa Todanan
Kabupaten Blora sebagian besar mempunyai perilaku praktik memberi contoh baik
sebanyak 20 responden (62,5%) dan sebagian kecil mempunyai perilaku praktik
memberi contoh kurang baik sebanyak 12 responden (37,5%).
Usaha melatih anak dalam melakukan buang air besar dengan cara meniru
untuk buang air besar dengan cara meniru untuk buang air besar atau memberikan
contoh. Cara ini juga dapat dilakukan dengan memberikan contoh-contoh buang
air kecil (BAK) dan buang air besar (BAB) atau membiasakan secara benar.
Teknik memberi contoh dapat dilakukan dengan cara seperti : anak mengamati
orangtua dengan jenis kelamin yang sama atau saudaranya yang sedang buang
air.Selain dapat menggunakan metode praktik yang diatas ibu juga dapat
menggunakan metode praktik pengaturan jadwal dan menggunakan alat bantu
seperti boneka.
Faktor yang dapat mempengaruhi perilaku ibu seperti lingkungan dan
pendidikan. Lingkungan keluarga sangat berpengaruh kepada perilaku ibu yang
mempengaruhi perilaku anak pula karena keluarga merupakan lingkungan terdekat
10

bagi anak, terutama ibu (Muscari, 2005). Ibu berperan sebagai pendidik pertama
dan utama dalam keluarga sehingga ibu perlu dibekali pengetahuan dan
keterampilan agar mengerti dan terampil dalam melaksanakan pengasuhan anak
sehingga dapat bersikap positif dalam membimbing tumbuh kembang anak secara
baik dan sesuai dengan tahap perkembangannya, selain itu, perilaku ibu dapat
dicontoh oleh anak karena pada usia prasekolah ini anak sudah dapat menirukan
perilaku ibu dan anak merupakan pengamat yang baik sehingga apabila contoh
yang diberikan salah maka anak dapat berperilaku yang salah pula.
3. Perilaku Praktik Pengaturan Jadwal
Berdasarkan hasil penelitian dapat dikeathui bahwa ibu di Desa Todanan
Kabupaten Blora sebagian besar mempunyai perilaku praktik pengaturan jadwal
kurang baik sebanyak 18 responden (56,3%) dan sebagian kecil mempunyai
perilaku praktik pengaturan jadwal baik sebanyak 14 responden (43,8%).
Anak yang telah menampakkan tanda kesiapan secara bertahap diminta
duduk diatas kloset sebentar dalam keadaan berpakaian lengkap.Anak diminta
untuk melepaskan pakaian dalamnya sendiri dan duduk di kloset selama 5 – 10
menit.Ibu memberikan pujian pada anak bila anak dapat melakukan dengan baik.
Metode ini efektif untuk anak-anak yang memiliki jadwal buang air besar (BAB)
atau buang air kecil (BAK) yang teratur.
4. Perilaku Praktik menggunakan alat bantu
Berdasarkan hasil penelitian dapat dikeathui bahwa ibu di Desa Todanan
Kabupaten Blora sebagian besar mempunyai perilaku praktik menggunakan alat
bantu baik sebanyak 16 responden (50%) dan sebagian kecil mempunyai perilaku
praktik menggunakan alat bantu kurang baik sebanyak 16 responden (50%).
Anak telah menunjukkan tanda kesiapan untuk latihan buang air, kemudian
anak diajarkan toilet training menggunakan boneka sebagai model. Orang tua
memberikan contoh lewat boneka kemudian orang tua meminta anak untuk
menirukan proses toilet training dengan boneka secara berulang-ulang dan anak
diajarkan untuk memberi pujian pada boneka.
Toilet training merupakan proses pengajaran untuk kontrol buang air besar
dan buang air kecil secara benar dan teratur. Biasanya kontrol buang air kecil lebih
dahulu dipelajari oleh anak , kemudian kontrol buang air besar.Pengaturan buang
air besar dan berkemih diperlukan untuk keterampilan sosial. Mengajarkan toilet
training (TT) membutuhkan waktu, pengertian dan kesabaran.Hal terpenting untuk
diingat adalah bahwa orangtua tidak dapat memaksakan anak untuk menggunakan
toilet. Sebaiknya anak mulai diperkenalkan dengan toilet training saat usia
prasekolah (2-5 tahun). Namun yang pasti, tidak ada patokan usia kapan latihan ini
harus dimulai. Saat yang tepat tergantung dari perkembangan fisik dan mental
anak, anak berusia dibawah 12 bulan tidak mempunyai kontrol terhadap kandung
kemih dan BAB, 6 bulan sesudahnya ada sedikit kontrol. Antara 18 dan 24 bulan
beberapa anak sudah menunjukkan kesiapan, tetapi beberapa anak belum siap
sampai usia 30 bulan atau lebih.[1]
11

Perilaku ibu ini dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor salah satunya adalah tingkat
pendidikan (Sunaryo, 2004). Pada penelitian ini, paling banyak ibu memiliki tingkat
pendidikan tinggi yakni SMA, dimana SMA merupakan tingkat pendidikan lanjutan dari
pendidikan dasar (SD-SMP) sehingga pada masa pendidikan ini lebih banyak informasi yang
diberikan daripada pendidikan dibawahnya dan ibu lebih mudah menerima informasi yang
ada. Selain itu, perilaku ibu dapat dipengaruhi oleh lingkungan sekitarnya misalnya
pengalaman ibu dalam membesarkan anak karena lingkungan merupakan lahan untuk
perkembangan perilaku seseorang dan sangat berpengaruh terhadap perubahan perilaku
(Sunaryo, 2004)

Faktor tingkat pendidikan orang tua merupakan sesuatu yang besar


pengaruhnya terhadap perkembangan anak, tingkat pendidikan orang tua ini
berkorelasi positif dengan cara mereka mengasuh anak, sementara pengasuhan
anak berhubungan dengan perkembangan anak. Pada penelitian ini, tingkat
pendidikan ibu adalah tinggi. Hal ini berarti semakin tinggi tingkat pendidikan
orang tua akan semakin baik pula cara pengasuhan anak, dan akibatnya
perkembangan anak berjalan secara positif (Sulistyaningsih, 2005).
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Izatun 2014 tentang
Gambaran Perilaku Ibu dalam pemberian Toilet Training pada batita usia 1-3 tahun
di Kelurahan Ungaran Kecamatan Ungaran Barat. Hasil penelitian didapatkan
gambaran mengenai perilaku ibu dalam pemberian toilet training pada batita usia
1-3 tahun dari 80 responden yang memiliki perilaku sangat baik yaitu sebanyak
(42,5%).
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Ibu di Desa Todanan Kabupaten Blora sebagian besar mempunyai perilaku praktik
lisan baik sebanyak 17 responden (53,1%)
2. Ibu di Desa Todanan Kabupaten Blora sebagian besar mempunyai perilaku praktik
memberi contoh baik sebanyak 20 responden (62,5%)
3. Ibu di Desa Todanan Kabupaten Blora sebagian besar mempunyai perilaku praktik
pengaturan jadwal kurang baik sebanyak 18 responden (56,3%)
4. Ibu di Desa Todanan Kabupaten Blora sebagian besar mempunyai perilaku praktik
menggunakan alat bantu baik sebanyak 16 responden (50%)
B. Saran
1. Bagi Institusi Pendidikan
Agar lebih meningkatkan ilmu terkini mengenai toilet training dan perilaku pemberian
toilet training.
2. Bagi Responden
Agar ibu dapat meningkatkan pengetahuan tentang perilaku pemberian toilet training
dan sabar dalam melakukan latihan toilet training demi keberhasilan pemberian toilet
training kepada batitanya.
3. Bagi Peneliti Selanjutnya
Diharapkan agar dapat digunakan sebagai bahan informasi untuk peneliti selanjutnya
dalam penelitian tentang Toilet Training
12

4. Bagi Tenaga Kesehatan


Bagi tenaga kesehatan khususnya Bidan agar lebih aktif dalam memberikan penyuluhan
yang terprogram dan terlaksana secara rutin mengenai toilet training kepada para ibu.

DAFTAR PUSTAKA
i
]R,Leny&jhonson L.2010.keperawatan keluarga. Yogyakarta: Nuha Medika. 15-19
ii
]Riyadi ,S,Sukarmin.2009.Asuhan Keperawatan Anak. Edisi Pertama.Jogjakarta: Graha Ilmu. 4-6
iii
]Jurnal Kesehatan Surya Medika Yogyakarta. Availabel up http://www.skripsistikes.
Wordpress.com. Diperoleh 15 Desember 2014. 21-26
iv
] Rifai, Melly Sri Sulastri. 2009. Bimbingan Perawatan Anak. Edisi Pertama. Yogyakarta : Graha
Ilmu. 52-55
v
] Hidayat, Alimul Aziz, 2008. Riset Keperawatan dan Tehnik Penulisan Ilmiah. Edisi I. Jakarta :
Salemba Medika.77-82
[ ] Hidayat, Alimul Aziz, 2008. Riset Keperawatan dan Tehnik Penulisan Ilmiah. Edisi I. Jakarta :
Salemba Medika.77-82

[ ] Sugiono, 2008. Metode Penelitian Kuantitatif Dan Kualitatif.Bandung: Alfabeta. 43-50

[ ] Arikunto,S.(2010). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta:Rineka Cipta. 11-14


[ ] Setiawan, A. & Saryono. 2010. Metodologi Penelitian Kebidanan. Jakarta : Nuha Medika. 37-41

Anda mungkin juga menyukai