Anda di halaman 1dari 58

1

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Enuresis atau mengompol merupakan masalah yang umum mempengaruhi

lebih dari 50 juta anak yang berusia 5 hingga 15 tahun. Hal ini dapat menjadi

masalah jika enuresis terjadi lebih dari satu kali dalam sebulan dan terjadi pada

seseorang yang berusia di atas 5 tahun (Supati, 2000). Menurut teori functional

bladder capacity dinyatakan bahwa anak dengan enuresis mempunyai kapasitas

fungsional kandung kemih yang lebih kecil dibanding anak yang tidak mengalami

enuresis (Wong, 1999). Sekitar 15-20 % anak usia 5-6 tahun mengalami enuresis

dan kebanyakan dari mereka adalah laki-laki (Norby, 2005). Hasil Studi

pendahuluan yang dilakukan di SDN Selodono Desa Selodono Kecamatan

Ringinrejo Kabupaten Kediri telah didapatkan dari 38 anak yang duduk di kelas 1

ada 13 anak yang mengalami enuresis dan dari 34 anak yang duduk di kelas 2 ada

3 anak yang mengalami enuresis, selain itu didapatkan data 2 dari 13 anak yang

mengalami enuresis setiap hari. Salah satu cara penanganan enuresis adalah

dengan bladder-retention training. Metode ini direkomendasikan untuk anak yang

berusia 6 tahun atau lebih (Robert, 2006). Penetapan metode ini didasarkan pada

pernyataan bahwa enuresis masih dianggap normal bila terjadi pada anak balita

(Harjaningrum, 2005). Pada anak usia sekolah, mulai dari 6 tahun, sebanyak 85 %

telah memiliki kendali penuh terhadap kandung kemih dan defekasi (Muscary,

2005). Bladder-retention training dilakukan dengan tujuan meningkatkan ukuran

fungsional kandung kemih dengan cara menyuruh anak minum air dalam jumlah
2

yang cukup banyak, kemudian anak diminta menahan diri untuk berkemih selama

mungkin (Pillitteri, 1999). Namun, sampai saat ini pengaruh bladder-retention

training terhadap perubahan kemampuan dan enuresis pada anak usia sekolah

belum dapat dijelaskan.

Enuresis sering menimbulkan kebingungan orang tua. Orang tua

cenderung membiarkan saja (Harjaningrum, 2005). Menurut Houts (1991),

dikutip Wong (1999), pada 5 juta anak di Amerika Serikat prevalensi enuresis

pada anak usia 5 tahun adalah 7 % untuk laki –laki dan 3 % untuk anak

perempuan, pada anak usia 10 tahun prevalensinya 3 % untuk anak laki-laki dan 2

% untuk anak perempuan, pada anak usia 18 tahun prevalensinya 1 % untuk anak

laki-laki dan sangat jarang untuk anak perempuan. Pada sebagian besar kasus,

enuresis pada anak memang dapat sembuh dengan sendirinya ketika anak berusia

10-15 tahun. Namun jika hal ini diabaikan, akan memberikan pengaruh tersendiri

bagi anak (Harjaningrum, 2005). Selain itu jika anak usia 8 tahun yang masih

sering mengalami enuresis tidak dilakukan penanganan, maka hanya memiliki

peluang 50% untuk sembuh pada usia 12 tahun (Supati, 2000). Kira-kira 15 %

kasus enuresis tipe nocturnal dimaklumi dan tidak dilakukan penanganan secara

tepat oleh orang tua. Jika hal ini dibiarkan akan dapat berlanjut hingga masa

remaja dan dewasa (Wong, 1999). Di SDN Selodono Desa Selodono Kecamatan

Ringinrejo Kabupaten Kediri telah didapatkan data dari 38 anak yang duduk di

kelas 1 terdapat 2 anak yang berusia 7 tahun, 9 anak berusia 8 tahun, dan 2 anak

berusia 10 tahun masih mengalami enuresis. Selain itu didapatkan data dari 34

anak yang duduk di kelas 2 terdapat 3 anak yang masing-masing usianya 8, 9, 10

tahun masih mengalami enuresis. Dampak secara sosial dan kejiwaan yang
3

ditimbulkan akibat enuresis sungguh mengganggu kehidupan seorang anak.

Biasanya anak menjadi tidak percaya diri, rendah diri, malu, dah hubungan sosial

dengan teman-temannya juga terganggu. (Harjaningrum, 2005).

Penyebab enuresis belum diketahui secara pasti. Harjaningrum (2005)

mengemukakan beberapa faktor yang diduga sebagai penyebab enuresis, seperti :

keterlambatan matangnya fungsi susunan saraf pusat (SSP), faktor genetik,

gangguan tidur (deep sleep), kadar ADH (Anti Diuretic Hormone) dalam tubuh

yang kurang, kelainan anatomi (ukuran kandung kemih yang kecil), stres

kejiwaan, kondisi fisik yang terganggu, dan alergi. Sebuah penelitian

menunjukkan bahwa enuresis tipe primer dapat terjadi karena faktor keturunan

(Harjaningrum,2005). Penelitian lain yang dilakukan pada 11 keluarga penderita

enuresis, telah berhasil mengidentifikasi gen (sepotong informasi dalam

penurunan sifat dari orang tua kepada anak) yang diduga dapat menyebabkan

enuresis (Harjaningrum,2005). Menurut sleep theory, berawal dari laporan orang

tua, anak yang mengalami enuresis, tidur mendengkur dan sulit untuk

dibangunkan atau mengalami deep sleep. Namun, penelitian selanjutnya dengan

menggunakan elektroensefalografi menyatakan bahwa tidur yang dalam tidak

menyebabkan enuresis (Rappaport 1993, dalam Wong, 1999). Penelitian

urodinamik yang dikemukakan Pompeius (1971), Troup & Hodgson (1971),

Johnstone (1972), Persson et al (1993), Robert et al (1993) yang dikutip Johnson

(1998) menyatakan bahwa anak yang mengalami enuresis tipe nocturnal sering

menunjukkan ketidakmampuan dalam mencegah kontraksi kandung kemih dan

mempunyai kapasitas fungsional kandung kemih yang lebih kecil daripada anak

yang tidak mengalami enuresis. Kandung kemih pada anak usia sekolah
4

normalnya mampu menahan 300-350 ml cairan / urin semalam selama tidur

(Pilliterri, 1999). Kapasitas fungsional kandung kemih yang kecil, menyebabkan

kandung kemih tidak dapat menampung sejumlah urin yang diproduksi malam

hari (Johnson, 1998).

Salah satu upaya yang dapat dilakukan perawat sebagai edukator adalah

dengan mendidik anak bagaimana menangani enuresis yaitu dengan memberikan

pembelajaran bladder-retention training. Pendidikan kesehatan merupakan cara

untuk memenuhi kebutuhan pembelajaran. Pendidikan kesehatan maupun

pembelajaran memiliki tujuan yang sama yaitu merubah perilaku / kemampuan.

Rusyam (1992) yang dikutip Hidayat (2002) menyatakan bahwa perilaku yang

akan diubah dapat berupa keterampilan intelektual, kemampuan kognitif,

kemampuan verbal, keterampilan motorik, sikap dan nilai yang berhubungan

dengan aspek emosional. Pembelajaran bladder-retention training diharapkan

dapat meningkatkan kemampuan anak usia sekolah yang mengalami enuresis

untuk dapat melakukan bladder-retention training. Beberapa anak dengan

kapasitas fungsional kandung kemih yang kecil, penggunaan bladder-retention

training selama beberapa hari dapat membantu meningkatkan kapasitas

fungsional kandung kemih pada malam hari (Cendron, 1999). Dari uraian di atas,

penulis tertarik akan melakukan penelitian untuk mengetahui sejauh mana

pengaruh bladder-retention training terhadap perubahan kemampuan dan

enuresis pada anak usia sekolah.


5

1.2 Rumusan Masalah

Apakah ada pengaruh bladder retention training terhadap perubahan

kemampuan dan enuresis pada anak usia sekolah (7-10 tahun)?

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Menjelaskan pengaruh bladder-retention training terhadap perubahan

kemampuan dan enuresis pada anak usia sekolah (7-10 tahun).

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Mengidentifikasi faktor dominan penyebab enuresis pada

anak usia sekolah.

2. Mengidentifikasi kemampuan anak usia sekolah dalam

pelaksanaan bladder-retention training sebelum dan sesudah

pembelajaran.

3. Mengidentifikasi frekuensi enuresis pada anak usia sekolah

sebelum dan sesudah dilaksanakan pembelajaran bladder-retention

training.

1.4 Manfaat

1.4.1 Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini dapat menjelaskan pengaruh bladder-retention training

terhadap perubahan kemampuan dan enuresis pada anak usia sekolah sehingga

dapat digunakan sebagai kerangka dalam pengembangan ilmu keperawatan anak

yang berhubungan dengan penanganan enuresis pada anak usia sekolah.


6

1.4.2 Manfaat Praktis

Bladder-retention training diharapkan dapat digunakan sebagai salah satu

cara yang efektif dalam menurunkan frekuensi enuresis pada anak usia sekolah.
7

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA
8

BAB 3
KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS

3.1 Kerangka Konseptual


Faktor penyebab enuresis primer: Faktor penyebab enuresis
-Keterlambatan matangnya fungsi susunan saraf pusat (SSP) sekunder:
-Faktor genetik -Stres kejiwaan
-Gangguan tidur -Kondisi fisik yang
-Kadar ADH dalam tubuh yang kurang terganggu
-Kelainan anatomi : ukuran kandung kemih yang kecil -Alergi

Pembelajaran Enuresis (+)


Bladder-retention training

Proses belajar: learning,


judgments, emotion.

Kognisi Emosi (+)

Persepsi (+)

Koping (+)

Kemampuan bladder-retention training (+)

Pengetahuan (↑) Sikap (+) Praktik (↑)

Rangsangan Kimiawi (↑)


Rangsangan Rangsangan Muskuler (otot polos) (↑)
Neuromuskuler
Aktin+Miosin (↑)
Metabolisme pada mitokondria
Ion kalsium&ATP
Rangsangan pada serat otot polos Acetil Cholin ATP
ADP
Energi
Otot polos kandung kemih meregang kapasitas
Energi fungsional kandung kemih (↑)

Keterangan : Kontraksi&tonus otot kandung kemih (↑)


: Diukur
Frekuensi enuresis (↓)
: Tidak diukur
9

Gambar 3.1 Kerangka Konseptual Pengaruh Bladder-Retention Training Terhadap Perubahan


Kemampuan dan Enuresis pada Anak Usia Sekolah (7-10 tahun)

Banyak faktor yang diduga sebagai penyebab enuresis. Beberapa

faktor itu adalah keterlambatan matangnya fungsi susunan saraf pusat (SSP),

faktor genetik, gangguan tidur, kadar ADH dalam tubuh yang kurang, kelainan

anatomi : ukuran kandung kemih yang kecil, stres kejiwaan, kondisi fisik yang

terganggu dan alergi (Harjaningrum,2005). Pada anak usia sekolah kemampuan

mengatasi enuresis kurang. Menurut Norby (2005) enuresis merupakan masalah

yang dapat membuat frustasi orang tua. Enuresis juga dapat mempengaruhi

kehidupan anak, anak jadi pendiam, pemalu, bahkan rendah diri. Karena itu

enuresis pada anak usia sekolah harus ditangani dengan penanganan yang tepat.

Perawat sebagai edukator dapat membantu orang tua dan anak dalam

mengidentifikasi masalah serta memberikan pendidikan yang tepat untuk

mengatasi enuresis pada anak usia sekolah. Pendidikan tersebut dapat melalui

pembelajaran bladder-retention training. Berdasarkan teori transformasi, proses

belajar adalah transformasi dari masukan (input) dalam hal ini berupa

pembelajaran bladder-retention training lalu direduksi, diuraikan, disimpan,

ditemukan kembali, dan dimanfaatkan. Transformasi dari masukan sensoris

bersifat aktif melalui proses seleksi untuk dimasukkan ke dalam ingatan

(Notoatmodjo, 2003). Mekanisme belajar merupakan suatu proses di dalam sistem

adaptasi (cognator) yang mencakup mempersepsikan suatu informasi dengan kata

lain proses kendali kognisi berhubungan dengan fungsi otak yang tinggi terhadap

persepsi atau proses informasi, pengambilan keputusan, dan emosi baik dalam

bentuk implisit maupun eksplisit. Persepsi proses informasi juga berhubungan

dengan seleksi perhatian, kode, dan ingatan. Persepsi yang positif berdampak pada
10

koping yang positif. Penggunaan koping yang positif akan berpengaruh terhadap

perubahan perilaku manusia, dalam hal ini kemampuan bladder-retention training

(Nursalam, 2003). Perubahan kemampuan anak meliputi aspek pengetahuan,

sikap, dan praktik. Identifikasi peningkatan ketiga aspek ini menunjukkan adanya

perubahan kemampuan anak sebagai output. Peningkatan kemampuan

pengetahuan, sikap, dan praktik ini diharapkan akan dapat menurunkan frekuensi

enuresis pada anak usia sekolah.

Bladder-retention training merupakan upaya untuk mengatasi enuresis.

Menurut Guyton dan Hall (1997), mekanisme kontraksi dan meningkatnya tonus

otot polos dinding kandung kemih (muskulus detrusor), dapat terjadi karena

rangsangan pada otot polos kandung kemih sebagai dampak dari latihan. Bladder-

retention training adalah latihan yang dapat menimbulkan rangsangan yang

meningkatkan aktifasi dari kimiawi, neuromuskuler, dan muskuler. Otot polos

kandung kemih (muskulus detrusor) mengandung filamen aktin dan miosin, yang

mempunyai sifat kimiawi dan berinteraksi satu dengan yang lainnya. Proses

interaksi diaktifkan oleh ion kalsium, dan adeno trifosfat (ATP), selanjutnya

dipecah menjadi adeno difosfat (ADP) untuk memberikan energi bagi kontraksi

muskulus detrusor kandung kemih. Rangsangan melalui neuromuskuler akan

meningkatkan rangsangan pada serat otot polos kandung kemih terutama saraf

parasimpatis yang merangsang untuk memproduksi acetil cholin, sehingga

mengakibatkan terjadinya regangan, kontraksi, dan peningkatan tonus otot

kandung kemih. Pada otot polos visera (unit tunggal) biasanya akan timbul

potensial aksi secara spontan bila diregangkan secukupnya. Respon terhadap

peregangan ini memungkinkan dinding otot polos visera berkontraksi secara


11

otomatis dan karena itu menahan regangan. Regangan pada muskulus detrusor

akan mengakibatkan peningkatan kapasitas fungsional kandung kemih yang

selanjutnya akan terjadi peningkatan pengendalian kontraksi serta peningkatan

pengendalian tonus otot kandung kemih. Mekanisme melalui muskulus terutama

otot polos kandung kemih akan meningkatkan metabolisme pada mitokondria

untuk meningkatkan ATP yang dimanfaatkan oleh otot polos kandung kemih

sebagai energi untuk kontraksi dan meningkatkan tonus otot polos kandung

kemih. Peningkatan kapasitas fungsional kandung kemih, peningkatan

pengendalian kontraksi serta peningkatan pengendalian tonus otot kandung kemih

akan mengakibatkan penurunan frekuensi enuresis.

3.2 Hipotesis Penelitian

Hipotesis yang ditetapkan pada penelitian ini adalah:

H1 : 1. Ada pengaruh bladder-retention training terhadap peningkatan

kemampuan pelaksanaan bladder-retention training pada anak usia

sekolah

2. Ada pengaruh bladder-retention training terhadap penurunan

frekuensi enuresis pada anak usia sekolah.


12

BAB 4

METODE PENELITIAN

Metode penelitian adalah suatu metode pemilihan dan perumusan masalah

serta hipotesis untuk memberikan gambaran mengenai metode dan teknik yang

hendak digunakan dalam melakukan suatu penelitian (Tjokronegoro, 1999).

Menurut Nursalam & Pariani (2000) metode penelitian merupakan suatu cara

yang digunakan untuk memecahkan masalah menurut keilmuan. Dalam bab ini

akan diuraikan tentang : (1) desain penelitian, (2) kerangka kerja, (3) desain

sampling meliputi populasi, sampel, dan sampling (4) identifikasi variabel, (5)

definisi operasional, (6) pengumpulan data, (7) analisis data, (8) etik penelitian,

dan (9) keterbatasan dalam penelitian.

4.1 Desain Penelitian

Menurut Nursalam (2003) desain penelitian adalah suatu strategi

penelitian dalam mengidentifikasi permasalahan sebelum perencanaan akhir

pengumpulan data. Berdasarkan tujuan penelitian, maka desain penelitian yang

digunakan adalah Quasy Experiment Design bentuk Pre-Post Test Non

Randomized Control Group Design.


13

Subyek Pra Perlakuan Post


K-A. O I O1-A.
K-B. O - O1-B.
Time 1. Time 2. Time 3.

Keterangan :

K-A. : Subyek perlakuan

K-B. : Subyek kontrol

O : Observasi sebelum bladder-retention training

I : Intervensi ( bladder-retention training )

O1( A + B ) : Observasi kemampuan dan enuresis pada anak usia sekolah

( kelompok perlakuan dan kelompok kontrol )


14

4.2 Kerangka Kerja

Kerangka kerja merupakan salah satu tahap dalam penelitian. Pada

kerangka kerja disajikan alur penelitian, terutama variabel yang akan digunakan

dalam penelitian (Nursalam,2003). Kerangka kerja yang digunakan pada

penelitian disajikan pada bagan berikut

Populasi terjangkau:anak usia sekolah yang mengalami


enuresis(N=16anak)
Sampling
(purposive
sampling)

Pre test (8anak)


 Observasi, & wawancara terstruktur
untuk kemampuan, frekuensi enuresis,
stres, dan gangguan tidur

Intervensi Tidak mendapat intervensi


Bladder-retention training (kelompok kontrol)

Post test Post test


 Observasi, & wawancara terstruktur  Observasi, & wawancara terstruktur
untuk kemampuan dan frekuensi enuresis untuk kemampuan dan frekuensi enuresis

Analisis data
Wilcoxon Signed Rank test & Mann Whithney

Hasil

Desiminasi hasil

Gambar 4.1 Kerangka Kerja Penelitien Pengaruh Bladder-retention Training terhadap


Perubahan Kemampuan dan Enuresis pada Anak Usia Sekolah (7-10 tahun)
15

4.3 Desain Sampling

4.3.1 Populasi

Populasi dalam penelitian adalah setiap subyek (misalnya manusia,

pasien) yang memenuhi kriteria yang telah ditetapkan (Nursalam, 2003).

Menurut Sastroasmoro (2002), populasi dalam penelitian merupakan

sekelompok subyek atau data dengan karakteristik tertentu. Dikenal pula istilah

populasi target yaitu populasi yang memenuhi sampling kriteria dan dijadikan

sasaran akhir penelitian, dan populasi terjangkau yaitu populasi yang memenuhi

kriteria penelitian dan biasanya dapat dijangkau oleh peneliti dalam kelompoknya

(Nursalam, 2003).

Populasi terjangkau dalam penelitian ini adalah semua anak usia sekolah

yang mengalami enuresis di SDN. Selodono Desa Selodono Kecamatan

Ringinrejo Kabupaten Kediri pada bulan Maret-April 2007. Besar populasi

sebanyak 16 anak.

4.3.2 Sampel

Sampel adalah subset atau bagian dari populasi yang diteliti

(Sastroasmoro, 2002). Pengertian sampel menurut Nursalam (2003) adalah bagian

dari populasi terjangkau yang dapat dipergunakan sebagai subyek penelitian

melalui sampling. Dari data tentang populasi di atas akan diseleksi kriteria sampel

yang terdiri dari kriteria inklusi dan kriteria eksklusi. Sampel pada penelitian ini

ditentukan berdasarkan kriteria inklusi yaitu karakteristik umum subyek penelitian

dari suatu populasi target yang terjangkau oleh peneliti (Nursalam, 2003).

1) Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah :

1. Anak usia (7-10 tahun)


16

2. Anak mengalami enuresis atau ngompol malam hari

3. Anak bersedia menjadi responden

4. Anak bersekolah di lokasi penelitian

5. Belum pernah mendapat pembelajaran bladder-retention training

6. Anak yang kooperatif

2) Kriteria eksklusi pada penelitian ini ditetapkan dengan mengeluarkan atau

menghilangkan subyek dari penelitian karena berbagai sebab dengan kata lain

tidak layak untuk diteliti atau tidak memenuhi kriteria inklusi pada saat

penelitian berlangsung (Nursalam & Pariani, 2000). Kriteria eksklusi dalam

penelitian ini adalah :

1. Anak yang menolak menjadi subyek penelitian

2. Anak memiliki cacat fisik dan mental

3. Anak yang sedang sakit

Besar sampel adalah banyaknya anggota yang dijadikan sampel (Zainudin,

1999). Penentuan besar sampel harus mempertimbangkan salah satunya “unit

analisis” yaitu faktor yang dipertimbangkan oleh peneliti dalam menentukan

besarnya sampel disamping pendekatan, ciri-ciri khusus yang ada pada populasi

dan keterbatasan yang ada (Arikunto, 2000). Besar sampel dihitung dengan rumus

sebagai berikut :

n=
2
N . Zα . p . q
d ( N−1 )+ z 2 . p . q
2

n=
2
16 .(1,96 ) . 0,5 .0,5
0,05 2 (16−1)+(1, 96 )2 0,5 .0,5

n = 15,4
17

n = 16

Jadi perkiraan besar sampel adalah 16 anak.

Keterangan :

n : Perkiraan besar sampel

N : Perkiraan besar populasi

z : Nilai standar normal untuk α = 0,05 (1,96)

p : Perkiraan proporsi, jika tidak diketahui dianggap 50 %

q : 1 – p (100% - p)

d : Tingkat kesalahan yang dipilih (d = 0,05)

(Nursalam, 2003)

4.3.3 Sampling

Sampling adalah proses menyeleksi porsi dari populasi untuk dapat

mewakili populasi (Nursalam, 2003). Teknik pengambilan sampel pada penelitian

ini dilakukan secara purposive sampling ( judgement sampling) yaitu suatu teknik

penetapan sampel dengan cara memilih sampel diantara populasi sesuai dengan

yang dikehendaki peneliti (Nursalam, 2003).

4.4 Identifikasi Variabel

4.4.1 Variabel independen

Variabel independen (variabel bebas) adalah variabel yang nilainya

menentukan variabel lain (Nursalam, 2003). Dalam penelitian ini variabel

independennya adalah bladder-retention training, stres, gangguan tidur.

4.4.2 Variabel dependen


18

Variabel dependen (variabel tergantung) adalah variabel yang nilainya

ditentukan oleh variabel lain (Nursalam, 2003). Dalam penelitian ini variabel

dependennya adalah kemampuan anak dalam praktik serta enuresis pada anak

usia sekolah.

4.5 Definisi Operasional

Menurut Nursalam (2003), definisi operasional adalah pemberian arti atau

makna pada masing-masing variabel berdasarkan karakteristik masing-masing

variabel untuk kepentingan akurasi, komunikasi, dan replikasi agar memberikan

pemahaman yang sama kepada setiap orang mengenai variabel-variabel yang

dirumuskan dalam suatu penelitian.

Tabel 4.1 Tabel definisi operasional variabel yang diteliti :


Variable Definisi Parameter Alat Ukur Skala Skor
data
Variabel
independen:
Bladder- Bladder- Latihan dilakukan SAP - -
retention retention 3x seminggu selama
training training adalah 4 minggu, tiap
prosedur latihan pertemuan @30
yang bertujuan menit (disesuaikan).
untuk Bladder-retention
meregangkan training dilakukan
kandung kemih dengan prosedur
sehingga dapat sebagai berikut:
menampung  Menganjurka
volume urin n anak minum
yang lebih besar 500 ml air putih
 Meminta
anak untuk
menahan
keinginan
berkemih selama
mungkin
 Mencatat
waktu ketika anak
mengindikasikan
keinginannya
19

untuk berkemih
sebagai start
 Meminta
anak untuk
berkemih di toilet

 Mencatat
waktu antara start
dan berkemih
 Menganjurka
n anak untuk
menambah waktu
penundaan
berkemih pada
pertemuan
berikutnya
 Memberi
pujian untuk
usaha dan
keberhasilan anak
 Menggunakan
grafik untuk
memonitor waktu
penundaan
Stres anak usia Respon fisik berkemih Wawancara Ordinal Terdiri dari 8
sekolah dan emosi yang terstruktur item penilaian
timbul akibat Skala skala tingkat
adanya tuntutan tingkat stres stres anak
pada anak usia 1. Respon fisik anak dengan rentang
sekolah  Pusing, skor penilaian
sakit kepala masing-masing
 Cap item 0-8.
ek, lelah Penilaian sub
 Saki item : Jawaban
t perut YA mendapat
nilai 1 dan
 Berdebar-
jawaban
debar, deg-degan
TIDAK
 Keringat mendapat nilai
dingin 0
2. Respon emosi
 Suli Penggolongan
t responden ke
konsentr dalam 2
asi kategori:
 Ingin  Stres=5
marah, mudah 6-100%
tersinggung  Tidak
 Gelisah, stres==≤55%
bingung, sedih
 Cemas,
20

khawatir, takut
 Merasa
malas, tidak
punya semangat
Gangguan tidur Keadaan yang Wawancara Ordinal Selalu=2
anak usia tidak seimbang terstruktur Kadang-
sekolah pada kadang=1
pemenuhan Tidak pernah=0
kebutuhan tidur
anak usia Kategori:
sekolah  Ada
gangguan
tidur=56%-
100%
 Tidak
Keadaan yang tidak ada
seimbang pada gangguan
pemenuhan tidur=≤55%
kebutuhan tidur
anak usia sekolah,
terdiri dari :
 Sulit
memulai tidur
 Tidur
sambil berjalan
 Tidur
dalam/ pulas,
sulit dibangunkan
malam hari untuk
ke kamar mandi
 Jarang
bergerak ketika
tidur

Variable
dependen:
Kemampuan
anak :
Praktik Tindakan yang Tindakan anak saat Observasi Ordinal Ya=1
dilakukan anak pelaksanaan Wawancara Tidak=0
dalam bladder-retention terstruktur
pelaksanaan training, dinyatakan
bladder- “ya” jika dilakukan, Kategori:
retention dan “tidak” jika Baik=76-100%
training tidak dilakukan: Cukup=56-75%
 Meminum 500 ml Kurang=≤55%
air putih (No.1) (Arikunto,1998)
21

 Mengkomunikasi-
kan verbal dan
non verbal
keinginan
berkemih (No.2)
 Mampu menahan
keinginan
berkemih sampai
batas toleransi
(No.3)
 Mampu berkemih
di toilet (No.4)
 Pada pelaksanaan
berikutnya anak
mampu
meningkatkan
waktu penundaan
keinginan
berkemih ≥1-2
menit dari waktu
penundaan
berkemih
sebelumnya
(No.5)
Enuresis pada Enuresis adalah Frekuensi enuresis Observasi Ordinal Frekuensi
anak usia peristiwa tidak 1. Menurun Wawancara enuresis dalam
sekolah dapat menahan 2. Tetap terstruktur 1 minggu
keluarnya urin/ 3. Meningkat selama 4
ngompol pada minggu
anak yang
berusia 6-12 1.Menurun=baik
tahun 2.Tetap=kurang
3.Meningkat=
buruk

4.6 Pengumpulan Data

4.6.1 Instrumen

Instrumen yang digunakan dalam pengumpulan data untuk enuresis dan

kemampuan bladder-retention training berupa lembar observasi modifikasi

berdasarkan Butler (1994) dalam Nocturnal Enuresis serta lembar wawancara

terstruktur modifikasi menurut Nursalam (2003) dalam Konsep & Penerapan

Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Instrumen penelitian untuk stres anak


22

usia sekolah menggunakan wawancara terstruktur tentang Skala Tingkat Stres

Anak yang diadaptasi dari Skala Tingkat Stres Anak yang dibuat oleh Iswinarti

(1996) dan teori stres Andrew Goliszek (2005), serta Harjaningrum (2005) dalam

Sudah Besar Masih Ngompol yang telah dimodifikasi oleh peneliti. Instrumen

penelitian untuk gangguan tidur menggunakan lembar wawancara terstruktur

modifikasi menurut Nursalam (2003) dalam Konsep & Penerapan Metodologi

Penelitian Ilmu Keperawatan dan Harjaningrum (2005) dalam Sudah Besar Masih

Ngompol yang telah dimodifikasi oleh peneliti. Data yang telah dikumpulkan

kemudian ditabulasi. Data yang dianggap memenuhi syarat untuk selanjutnya

diberi tanda khusus (coding) untuk menghindari pencantuman identitas atau

menghindari adanya kesalahan dan duplikasi entri data.

4.6.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

Bladder-retention training ini akan dilakukan di SDN. Selodono, Desa

Selodono, Kecamatan Ringinrejo, Kabupaten Kediri. Penelitian ini diperkirakan

membutuhkan waktu 4 minggu mulai bulan Mei sampai Juni 2007.

4.6.3 Prosedur Pengambilan Data

Pengumpulan data dilakukan setelah peneliti mendapatkan izin dari bagian

akademik Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas

Airlangga yang kemudian juga mendapat izin dari kepala sekolah SDN. Selodono.

Peneliti kemudian mendatangi orang tua anak (responden). Pengumpulan data

dilakukan dengan mengacu pada kriteria inklusi. Untuk menentukan kelompok

kontrol dan kelompok perlakuan, proporsi anak dengan usia 7-10 tahun beserta

proporsi jenis kelamin anak dibagi sama antara dua kelompok. Proses

menyamakan variabel perancu diantara dua kelompok (kontrol dan intervensi) ini
23

disebut proses matching. Inform consent diberikan terlebih dahulu sebelum

dilakukan bladder-retention training pada responden. Inform consent disetujui dan

ditandatangani oleh orang tua responden.

Bladder-retention training dilakukan secara berkelompok di sekolah. Satu

hari sebelum pelaksanaan bladder-retention training, pada kedua kelompok

dilakukan pre test untuk mengetahui skor awal dengan melakukan wawancara

terstruktur pada orang tua dan observasi untuk mengetahui kemampuan bladder-

retention training dan frekuensi enuresis yang terjadi pada anak selama 1 minggu

sebelum dilakukan bladder-retention training. Lembar observasi frekuensi

enuresis telah diberikan kepada orang tua 1 minggu sebelumnya. Penilaian

terhadap skala tingkat stres dilakukan dengan wawancara terstruktur pada anak.

Untuk penilaian terhadap gangguan tidur dilakukan dengan wawancara terstruktur

pada orang tua dan anak. Hasil skor pada pre test tersebut dijadikan sebagai data

awal. Setelah dilakukan pre test, responden (kelompok intervensi) dilakukan

perlakuan berupa bladder-retention training selama 3 kali dalam 1 minggu

selama 4 minggu dengan durasi waktu masing-masing pertemuan 30 menit

(disesuaikan). Hari pertama setelah bladder-retention training yang pertama

peneliti melakukan post test I (observasi I) pada kemampuan bladder-retention

training pada kedua kelompok (intervensi dan kontrol). Selanjutnya dilakukan hal

yang sama pada hari kedua dan ketiga pada setiap minggunya. Wawancara

terstruktur pada orang tua juga dilakukan untuk mengetahui kemampuan bladder-

retention training anak saat berada di rumah. Pengumpulan data frekuensi

enuresis dengan wawancara terstruktur hasil observasi yang dilakukan oleh orang

tua dilakukan pada hari pertama minggu kedua, ketiga, keempat, dan kelima.
24

Peneliti juga melakukan observasi frekuensi enuresis dengan menanyakan

langsung pada anak sebelum pelaksanaan bladder-retention training. Analisis

terhadap tingkat kemampuan anak dan frekuensi enuresis dilakukan dengan

memakai hasil pada post test XIII (observasi XIII) hari pertama minggu kelima.

4.7 Analisis Data

Analisa data merupakan suatu proses yang dilakukan secara sistematis

terhadap data yang telah dikumpulkan oleh peneliti dengan tujuan supaya trends

dan relationship bisa dideteksi (Nursalam, 2003). Pada penelitian ini setelah data

terkumpul, kemudian dilakukan tabulasi data, dan analisis data dengan

menggunakan uji statistik Wilcoxon Signed Rank Test (uji komparasi 2 sampel

berpasangan) dengan derajat kemaknaan p ≤ 0,05, dengan rumus :

Z=
n(n+1)
T−
4


Keterangan :
n(n+1 )(2n+1)
4

T = Jumlah jenjang atau rangking yang kecil


N = Jumlah sampel
(Sugiyono, 2005)
Jika hasil analisis penelitian didapatkan nilai p ≤ 0.05 maka H o ditolak dan H1

diterima artinya ada pengaruh bladder-retention training terhadap perubahan

kemampuan dan enuresis pada anak usia sekolah.

Uji statistik Mann-Withney U Test (uji komparasi 2 sampel

bebas/independen) dengan kemaknaan p ≤ 0,05 juga digunakan. Uji statistik ini

memiliki rumus :
25

U 1 = n1.n2 + - U1 = n1.n2 + -
n1(n 1+1 ) n2( n2+1 )
2 2

Keterangan : U1 = peringkat n2 = jumlah sample 2


U2 = peringkat 2 R1 = jumlah rangking pada sampel n1
n1 = jumlah sampel 1 R2 = jumlah rangking pada sampel n2
(Sugiyono, 2005)
Uji ini dilakukan untuk mengetahui perbedaan kemampuan bladder-retention

training dan frekuensi enuresis pada anak usia sekolah antara yang mendapatkan

perlakuan (bladder-retention training) dengan yang tidak mendapatkan perlakuan.

Jika hasil analisis penelitian didapatkan nilai p ≤ 0,05 maka H o ditolak dan H1

diterima artinya perbedaan antara kemampuan bladder-retention training dan

frekuensi enuresis pada anak usia sekolah yang mendapatkan perlakuan bladder-

retention training dengan yang tidak mendapatkan perlakuan. Dalam pengolahan

data ini peneliti akan menggunakan perangkat lunak komputer dengan sistem

SPSS (Software Product and Service Solution) Versi 12.0 agar uji statistik yang

diperoleh lebih akurat.

4.8 Etik Penelitian

Peneliti memohon ijin kepada pihak terkait sebelum penelitian dilakukan.

Penelitian akan dimulai dengan melakukan beberapa prosedur yang berhubungan

dengan etika penelitian meliputi :

1. Informed Consent

Informed Consent merupakan lembar persetujuan yang diberikan kepada

responden yang akan diteliti yaitu yang akan mendapatkan intervensi bladder-

rention training. Peneliti memberikan penjelasan maksud dan tujuan

penelitian serta dampak yang mungkin terjadi selama pengumpulan data. Jika
26

responden bersedia, maka mereka harus menandatangani surat persetujuan

penelitian. Peneliti tidak akan memaksa dan tetap menghormati hak responden

untuk menolak.

2. Anonimity

Kerahasiaan identitas responden harus dijaga. Peneliti menjaga kerahasiaan

identitas responden dengan tidak memplubikasikan nama responden.

3. Confidentiality

Kerahasiaan informasi yang diberikan responden dijamin oleh peneliti karena

hanya kelompok data tertentu saja yang akan dilaporkan sebagai hasil

penelitian.
27

DAFTAR PUSTAKA

Andaryani H, L. (2003). Mengapa masih mengompol.


http://www.indomedia.com/sripo/2003/12/21/2112mom2.htm (akses
tanggal 08 Maret 2007 jam 09.00)

Arikunto, S. (1998) . Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: PT


Rineka Cipta, hal 42-45

Arikunto, S. (2000). Manajemen Penelitian. Jakarta : Rineka Cipta, hal 135

Azwar, S. (2003). Sikap Manusia: Teori dan Pengukurannya. Yogyakarta: Pustaka


Pelajar, hal 13-17

Bastable, SB. (2002). Perawat Sebagai Pendidik : Prinsip-prinsip Pengajaran


dan Pembelajaran. Jakarta : EGC, hal 40

Binarwati, D. (2006). Pengaruh Pembelajaran Metode Demonstrasi terhadap


Perubahan Perilaku Orang tua dan Kemampuan Toilet Training pada
Anak Todler (15-36 Bulan). Tidak Dipublikasikan. Skipsi Universitas
Airlangga, hal 8, 12

Burns, N., & Grove, SK., (1991). The Practice of Nursing Research : Conducts,
Critiques and Utilisation. (2nd ed.). Philadelphia : W.B Saunders Co, p 7

Butler, RJ. (1994). Nocturnal Enuresis : The Child’s Experience. Oxford:


Butterworth-Heinemann Ltd, p132-135

Carpenito, LJ. (2000). Diognosa Keperawatan Aplikasi dan Praktis Klinis. Edisi
6. Alih Bahasa Tim penerjemah PSIK-UNPAD. Jakarta : EGC, hal 9

Cendron, M. (1998). Articles Primary Nocturnal Enuresis: Current Concepts.


http://www.aafp.org/afp/990301ap/1205.html (akses tanggal 29 September
2006 jam 11.15)

Gatzel, P. (1995). Kapita Selekta Pediatri. Jakarta : EGC, hal 368

Goliszek, A. (2005). Manajemen Stres. Jakarta : Bhuana Ilmu Populer, hal 12-15

Guyton & Hall (1997). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta : EGC, hal 14,
119, 120, 122, 124, 126

Harjaningrum, AT. (2005). Sudah Besar Masih Ngompol, Bolehkah Dibiarkan?


http://www.tonangardyanto.com/content/view//22/37/ (akses tanggal 27
September 2006 jam 14.30)
28

Hidayat, AA. (2006). Pengantar Ilmu Keperawatan Anak. Jakarta : Salemba


Medika, hal 97-99

Hidayat, AA. (2006). Pengantar Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta : Salemba


Medika, hal 4

Hurlock, EB. (2005). Perkembangan Anak Jilid 1. Jakarta : EGC, hal 23, 28

Iswinarti. (1996). Tingkat Stres dan Prestasi Belajar Anak Usia Sekolah Yang
Memperoleh Pengayaan. Thesis. Tidak diterbitkan. Yogya : Program Pasca
Sarjana UGM, hal 16,30

Johnson, M. (1998). Articles Noctunal Enuresis.


http://www.duj.com/johnson.html (akses tanggal 29 September 2006 jam
09.30)
Markum, AH. (1999). Buku Ajar: Ilmu Kesehatan Anak. Jilid 1. Jakarta : Balai
Penerbit FK-UI, hal 9-10

Muscari, ME. (2005). Panduan Belajar : Keperawatan Pediatrik. Ed.3. Jakarta :


EGC, hal : 76-77, 79-80

Narendra, MB. dkk. (2002). Buku Ajar Tumbuh Kembang Anak dan Remaja.
Jakarta : Sagung Seto, hal 8-11, 51-16

National Institue of Diabetes and Digestives and Kidney Diseases. (2005). Nerve
Disease and Bladder Control.
http://kidney.niddk.nih.gov/kudisease/pubs/nervedisease/index.htm (akses
tanggal 07 Maret 2007 jam 10.15)

Norby, B. (2005). Bedwetting (Enuresis).


http://www.netdoctor.co.uk/disease/facts/bedwetting.html (akses tanggal 29
September 2006 jam 11.00)

Notoatmodjo, S. (2003). Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta : Rineka


Cipta, hal 27-32, 36-49, 120-131

Nursalam. (2003). Konsep & Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu


Keperawatan: Pedoman Skipsi, Tesis, dan Instrumen Penelitian. Jakarta:
Salemba Medika, hal 16-21

Nursalam. (2005). Efek Model Pendekatan Asuhan Keperawatan (PAKAR)


Terhadap Perbaikan Respons Kognisi Dan Biologis Pada Pasien
Terinfeksi HIV. Tidak Dipublikasikan. Disertasi Universitas Airlangga, hal
7

Nursalam. (2006). Asuhan Keperawatan pada Pasien Gangguan Sistem


Perkemihan. Jakarta : Salemba Medika, hal 2-6
29

Nursalam & Pariani. (2000). Pendekatan Praktis Metodologi Riset Keperawatan.


Surabaya : FK. Unair, hal 23

Pilliteri, A. (1999). Child Health Nursing care of the Child and Family.
Philadelphia : Lippincott, p 789

Pilliteri, A. ( 2002 ). Buku Saku Perawatan Kesehatan Ibu dan Anak. Jakarta :
EGC, hal 21

Potter & Perry (1997). Fundamental of Nursing, Concepts, Process and Practice.
Fourth Edition. St. Louis: Mosby-Year Book, p 477

Potter, PA. (2005). Buku Ajar Fundamental Keperawatan : Konsep, Proses, dan
Praktik. Ed/4, Vol.1.. Jakarta : EGC, hal 476, 482

Potter, PA. (2005). Buku Ajar Fundamental Keperawatan : Konsep, Proses, dan
Praktik. Ed/4, Vol.2. Jakarta : EGC, hal 1473, 1480

Robert. (2006). The Traditional Chinese Medicine (TCM) Approach to


Bedwetting (Enuresis). http://www.roberthelmer.ca/bedwetting07.html
(akses tanggal 07 Maret 2007 jam 10.00)

Rosenstein, BJ. (1997). Intisari Pediatri : Panduan Praktis Pediatri Klinik.


Jakarta : Hipokrates, hal 141

Sastroasmoro, S.(2002). Dasar-dasar Metodologi Penelitian Klinis. Jakarta :


Sagung Seto, hal 39-40

Sholeh, M. (2003). Tahajud. Manfaat Praktis Ditinjau dari Ilmu Kedokteran.


Pustaka Pelajar : Yogyakarta, hal 14-15

Sugiyono. (2005). Statistika untuk Penelitian. Bandung : Alfabeta, hal 133, 148

Suliha, U, et al. (2001). Pendidikan Kesehatan dalam Keperawatan. Jakarta :


EGC, hal 25

Suliswati (2005). Konsep Dasar Keperawatan Kesehatan. Jakarta : EGC, hal 24-
26

Supati, V. (2000). Mengompol (Enuresis).


http://www.balitaanda.indoglobal.com/ngompol.html (akses tanggal 27
September 2006 jam 14.40)

Supartini Y. (2002). Buku Ajar Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta : EGC, hal
49-55

Tim PSIK Unair. (2004). Buku Panduan Penyusunan Proposal dan Skripsi. PSIK
Surabaya:FK Unair, hal 14-15
30

Wong, DL. (1999). Nursing Care of Infants and Children. St. Louis: Mosby Year
Co, p 866-869

Whaley, LF. (2001). Nursing care of Infants and Children, Second Edition. St.
Louis : Mosby Year Co, p 661-663

Wijayanti, A. (2006). Pengaruh Senam Otak Terhadap Penurunan Tingkat Stres


Anak Usia Sekolah di SDN Nginden Jangkungan I Surabaya. Tidak
Dipublikasikan Skripsi Universitas Airlangga, hal 19, 24-26
31

Lampiran 1

LEMBAR PERMOHONAN MENJADI RESPONDEN

Assalamualaikum Wr. Wb.


Saya yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama : WP
NIM : 010210594 B
Adalah mahasiswa Program Studi S1 Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran
Universitas Airlangga Surabaya, akan melakukan penelitian dengan judul :
“Pengaruh Bladder-Retention Training terhadap Perubahan Kemampuan
dan Enuresis pada Anak Usia Sekolah (7-10 Tahun)”
Untuk maksud di atas, maka saya mohon dengan hormat kepada Bapak / Ibu
untuk mengizinkan anak Bapak / Ibu menjadi responden dalam penelitian ini :
1) Tujuan penelitian ini adalah mengetahui apakah ada pengaruh
bladder-retention training terhadap perubahan kemampuan dan enuresis
pada anak usia sekolah.
2) Kesediaan Bapak / Ibu untuk menandatangani informed consent
3) Identitas Bapak / Ibu dan anak akan dirahasiakan sepenuhnya oleh
peneliti.
4) Kerahasiaan informasi yang diberikan Bapak / Ibu dan anak
dijamin oleh peneliti karena hanya kelompok data tertentu saja yang akan
dilaporkan sebagai hasil penelitian.
Atas perhatian dan Partisipasi Bapak / Ibu sekalian saya ucapkan terima kasih.
Wassalamualaikum Wr. Wb.

Surabaya, 2007
Hormat saya,

WP
32

Lampiran 2

LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN


(INFORMED CONSENT)

Saya yang bertanda tangan di bawah ini, menyatakan mengizinkan anak


saya untuk menjadi peserta / responden penelitian yang dilakukan oleh Walida
Pangestuti mahasiswa Program Studi S1 Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran
Universitas Airlangga Surabaya yang berjudul :

“Pengaruh Bladder-Retention Training terhadap Perubahan Kemampuan


dan Enuresis pada Anak Usia Sekolah (7-10Tahun)”

Persetujuan ini saya buat dengan sadar dan tanpa paksaan dari siapapun.
Demikian pernyataan ini saya buat untuk dipergunakan sebagaimana mestinya.

Kediri,.................2007

Yang menyetujui,

(...................................)

Kode Responden :
33

Lampiran 3

LEMBAR KUESIONER DATA ORANG TUA RESPONDEN

No. Responden :
Tanggal Pengisian :
Petunjuk pengisian:
 Diisi oleh orang tua
 Beri tanda silang pada jawaban yang dianggap benar
 Jangan memberi tanda apapun pada kotak disebelah kanan

I. Ayah
1. Pendidikan terakhir:
a) Tidak sekolah
b) Lulus SD
c) Lulus SMP/ sederajat
d) Lulus SMA/ sederajat
e) Akademik/ Perguruan Tinggi
2. Pekerjaan:
a) Pegawai Negeri
b) Swasta
c) Wiraswasta
d) Tidak bekerja
e) Lainnya
3. Agama:
a) Islam
b) Kristen
c) Hindu
d) Budha
e) Lain-lain
34

II. Ibu
1. Pendidikan terakhir:
a) Tidak sekolah
b) Lulus SD
c) Lulus SMP/ sederajat
d) Lulus SMA/ sederajat
e) Akademik/ Perguruan Tinggi
2. Pekerjaan:
a) Pegawai Negeri
b) Swasta
c) Wiraswasta
d) Tidak bekerja
e) Lainnya
3. Agama:
a) Islam
b) Kristen
c) Hindu
d) Budha
e) Lain-lain
35

Lampiran 4

LEMBAR KUESIONER DATA RESPONDEN

No. Responden :
Tanggal Pengisian :
Petunjuk pengisian:
 Diisi oleh orang tua
 Berilah tanda silang pada jawaban yang dianggap benar
 Jangan memberi tanda apapun pada kotak disebelah kanan

A. Data Demografi
1. Jenis kelamin anak:
a) Laki-laki
b) Perempuan
2. Usia anak:
a) 7 tahun
b) 8 tahun
c) 9 tahun
d) 10 tahun
3. Anak sekarang duduk di kelas:
a) 1
b) 2

B. Data Enuresis
1. Berapa frekuensi ngompol anak dalam 1 minggu?
a) 1 kali
b) 2 kali
c) 3 kali
d) 4 kali
e) 5 kali
f) 6 kali
g) 7 kali
36

2. Apakah ada saudara anak yang mengalami hal yang sama


(mengompol sampai usia 5 tahun lebih)?
a) Ya
b) Tidak
3. Apakah kebiasaan anak sebelum tidur?
a) Minum teh
b) Minum susu
c) Minum jus
d) Pergi ke toilet untuk berkemih
4. Berapa jumlah air yang diminum anak dalam 1 hari?
a) Kurang dari 600 ml
b) 600-1000 ml
c) 1000-1500 ml
d) Lebih dari 1500 ml
5. Berapa kali anak berkemih dalam 1 hari (0-25 kali)?
a) 0-5 kali
b) Lebih dari 6 kali
6. Riwayat kesehatan umum atau penyakit yang pernah
diderita anak:
a) Gangguan pemusatan perhatian dan
hiperaktivitas
b) Cemas
c) Buang air besar di celana
d) Warna kemerahan pada kulit
e) Susah buang air besar
f) Infeksi saluran kemih
g) Berkemih tidak tuntas
h) Nyeri ketika berkemih
i) Penyakit kencing manis
37

Lampiran 5

LEMBAR OBSERVASI FREKUENSI ENURESIS (MENGOMPOL)


PADA ANAK
No. Responden :
Tanggal Pengisian :
Petunjuk pengisian:
 Diisi oleh orang tua
 Berikan tanda positif ( + ) jika anak mengompol
 Berikan tanda negatif ( - ) jika anak tidak mengompol
 Jangan memberi tanda apapun pada kotak disebelah kanan
atas

Nama anak: Tanggal mulai:


Senin Selasa Rabu Kamis Jumat Sabtu Minggu
Minggu I

Minggu II

Minggu III

Minggu IV
38

Lampiran 6

LEMBAR OBSERVASI FREKUENSI ENURESIS (MENGOMPOL)


PADA ANAK
No. Responden :
Tanggal Pengisian :

Petunjuk pengisian:
 Diisi oleh peneliti dengan bertanya langsung pada anak
 Berikan tanda positif ( + ) jika anak mengompol
 Berikan tanda negatif ( - ) jika anak tidak mengompol

Nama anak: Tanggal mulai:


Senin Selasa Rabu Kamis Jumat Sabtu Minggu
Minggu I

Minggu II

Minggu III

Minggu IV
39

Lampiran 7

LEMBAR OBSERVASI FREKUENSI ENURESIS (MENGOMPOL)


PADA SEMUA RESPONDEN

 Diisi oleh peneliti


No Responden Minggu I Minggu II Minggu III Minggu IV
(Observasi pada (Observasi pada (Observasi (Observasi pada
hari I minggu II) hari I minggu pada hari I hari I minggu V)
III) minggu IV)
1 A1
2 A2
3 A3
4 A4
5 A5
6 A6
7 A7
8 A8
9 B1
10 B2
11 B3
12 B4
13 B5
14 B6
15 B7
16 B8
Keterangan :
 A : kode kelompok intervensi
 B : kode kelompok kontrol
 Angka 1-8 pada A1-A8 dan B1-B8 menunjukkan kode nama
responden
 Pada kolom tiap-tiap minggu diisi dengan frekuensi enuresis
selama 1 minggu
Lampiran 8
40

LEMBAR OBSERVASI UNTUK ANAK


KEMAMPUAN BLADDER-RETENTION TRAINING PADA ANAK

No. Responden :
Tanggal Pengisian :

Petunjuk Pengisian:
 Berikan tanda check list ( √ ) pada kotak nilai
 Dinilai oleh peneliti
No. Kemampuan bladder- Nilai
retention training Ya Tidak Kode
1 Meminum 500 ml air putih

2 Mengkomunikasikan
verbal dan non verbal
keinginan berkemih

3 Mampu menahan
keinginan berkemih sampai
batas toleransi

4 Mampu berkemih di toilet

5 Pada pelaksanaan
berikutnya anak mampu
menahan keinginan
berkemih lebih lama dari
waktu penundaan berkemih
sebelumnya≥1-2 menit

Lampiran 9
41

LEMBAR WAWANCARA TERSTRUKTUR


KEMAMPUAN BLADDER-RETENTION TRAINING PADA ANAK

No. Responden :
Tanggal Pengisian :

Petunjuk Pengisian:
 Dinilai berdasarkan hasil wawancara dengan orang tua
No. Kemampuan bladder- Nilai
retention training Ya Tidak Kode
1 Apakah anak meminum
500 ml air putih?

2 Apakah anak
mengkomunikasikan secara
verbal dan non verbal
keinginan berkemih?

3 Apakah anak mampu


menahan keinginan
berkemih sampai batas
toleransi?

4 Apakah anak mampu


berkemih di toilet?

5 Pada pelaksanaan
berikutnya apakah anak
mampu menahan keinginan
berkemih lebih lama dari
waktu penundaan berkemih
sebelumnya≥1-2 menit?

Grafik Waktu Penundaan Berkemih


42

No. Responden :
Tanggal Pengisian :

Nama anak: Tanggal mulai:

X (waktu dalam menit)

Y (observasi dalam hari)

Lampiran 10
43

LEMBAR WAWANCARA TERSTRUKTUR


Skala Tingkat Stres Anak
Nama : ……………………………………… No. Responden :
Usia : ……………………………………… Tanggal Pengisian :
Kelas : ………………………………………
Jenis Kelamin : (Laki-laki / Perempuan)
Petunjuk Pengisian:
 Berikan tanda silang ( X ) pada jawaban yang sesuai
 Dinilai oleh peneliti
Pada halaman berikut ini terdapat beberapa kalimat yang menggambarkan kondisi
dan keadaan anak akhir-akhir ini. Anak diminta untuk memberikan jawaban YA
apabila kalimat tersebut sesuai dengan keadaan anak, dan memberi jawaban
TIDAK apabila kalimat tersebut tidak sesuai dengan keadaan anak. Caranya
adalah dengan memberi tanda silang ( X ) pada kotak jawaban yang sesuai.

1. Ketika kamu mengalami situasi yang sulit seperti kematian, perceraian,


perpisahan orang tua apakah kamu sering merasa :
1 Pusing, sakit kepala YA TIDAK
2 Sulit konsentrasi YA TIDAK
3 Capek, Lelah YA TIDAK
4 Ingin marah, mudah tersinggung YA TIDAK
5 Sakit perut, mual-mual YA TIDAK
6 Gelisah, bingung, sedih YA TIDAK
7 Berdebar-debar, deg-degan YA TIDAK
8 Cemas, khawatir, takut YA TIDAK
9 Keringat dingin keluar YA TIDAK
10 Merasa malas, tidak punya semangat YA TIDAK

2. Akhir-akhir ini, apabila kamu mendapatkan perhatian dari orang tua yang
kurang, apakah kamu sering merasa :
1 Pusing, sakit kepala YA TIDAK
2 Sulit konsentrasi YA TIDAK
3 Capek, Lelah YA TIDAK
4 Ingin marah, mudah tersinggung YA TIDAK
5 Sakit perut, mual-mual YA TIDAK
6 Gelisah, bingung, sedih YA TIDAK
7 Berdebar-debar, deg-degan YA TIDAK
44

8 Cemas, khawatir, takut YA TIDAK


9 Keringat dingin keluar YA TIDAK
10 Merasa malas, tidak punya semangat YA TIDAK

3. Apabila kamu mendapatkan adik baru, kamu merasa perhatian dari orang
tua kamu berkurang, apakah hal itu menyebabkan kamu sering merasa :
1 Pusing, sakit kepala YA TIDAK
2 Sulit konsentrasi YA TIDAK
3 Capek, Lelah YA TIDAK
4 Ingin marah, mudah tersinggung YA TIDAK
5 Sakit perut, mual-mual YA TIDAK
6 Gelisah, bingung, sedih YA TIDAK
7 Berdebar-debar, deg-degan YA TIDAK
8 Cemas, khawatir, takut YA TIDAK
9 Keringat dingin keluar YA TIDAK
10 Merasa malas, tidak punya semangat YA TIDAK

4. Ketika kamu dituntut untuk masuk sekolah pagi, apakah kamu sering
merasa :
1 Pusing, sakit kepala YA TIDAK
2 Sulit konsentrasi YA TIDAK
3 Capek, Lelah YA TIDAK
4 Ingin marah, mudah tersinggung YA TIDAK
5 Sakit perut, mual-mual YA TIDAK
6 Gelisah, bingung, sedih YA TIDAK
7 Berdebar-debar, deg-degan YA TIDAK
8 Cemas, khawatir, takut YA TIDAK
9 Keringat dingin keluar YA TIDAK
10 Merasa malas, tidak punya semangat YA TIDAK

5. Ketika kamu mengalami situasi yang sulit seperti disiplin orang tua yang
ketat, apakah kamu sering merasa :
1 Pusing, sakit kepala YA TIDAK
2 Sulit konsentrasi YA TIDAK
3 Capek, Lelah YA TIDAK
4 Ingin marah, mudah tersinggung YA TIDAK
5 Sakit perut, mual-mual YA TIDAK
6 Gelisah, bingung, sedih YA TIDAK
7 Berdebar-debar, deg-degan YA TIDAK
8 Cemas, khawatir, takut YA TIDAK
9 Keringat dingin keluar YA TIDAK
10 Merasa malas, tidak punya semangat YA TIDAK
45

6. Ketika kamu mendapatkan tugas-tugas dari sekolah (PR), apakah kamu


sering merasa:
1 Pusing, sakit kepala YA TIDAK
2 Sulit konsentrasi YA TIDAK
3 Capek, Lelah YA TIDAK
4 Ingin marah, mudah tersinggung YA TIDAK
5 Sakit perut, mual-mual YA TIDAK
6 Gelisah, bingung, sedih YA TIDAK
7 Berdebar-debar, deg-degan YA TIDAK
8 Cemas, khawatir, takut YA TIDAK
9 Keringat dingin keluar YA TIDAK
10 Merasa malas, tidak punya semangat YA TIDAK

7. Ketika mendapatkan tuntutan berprestasi di sekolah (memperoleh nilai


yang tinggi) dari orang tua, apakah kamu sering merasa :
1 Pusing, sakit kepala YA TIDAK
2 Sulit konsentrasi YA TIDAK
3 Capek, Lelah YA TIDAK
4 Ingin marah, mudah tersinggung YA TIDAK
5 Sakit perut, mual-mual YA TIDAK
6 Gelisah, bingung, sedih YA TIDAK
7 Berdebar-debar, deg-degan YA TIDAK
8 Cemas, khawatir, takut YA TIDAK
9 Keringat dingin keluar YA TIDAK
10 Merasa malas, tidak punya semangat YA TIDAK

8. Ketika melakukan penyesuaian dengan suasana baru di sekolah (guru,


teman sebaya), apakah kamu sering merasa :
1 Pusing, sakit kepala YA TIDAK
2 Sulit konsentrasi YA TIDAK
3 Capek, Lelah YA TIDAK
4 Ingin marah, mudah tersinggung YA TIDAK
5 Sakit perut, mual-mual YA TIDAK
6 Gelisah, bingung, sedih YA TIDAK
7 Berdebar-debar, deg-degan YA TIDAK
8 Cemas, khawatir, takut YA TIDAK
9 Keringat dingin keluar YA TIDAK
10 Merasa malas, tidak punya semangat YA TIDAK
46

Lampiran 11

LEMBAR WAWANCARA TERSTRUKTUR GANGGUAN TIDUR ANAK

No. Responden :
Tanggal Pengisian :

Petunjuk Pengisian :
 Dinilai berdasarkan hasil wawancara dengan orang tua dan
anak

No. Gangguan tidur yang Nilai


terjadi Selalu Kadang- Tidak Kode
kadang pernah
47

1 Apakah anak mengalami


sukar memulai tidur ?

2 Apakah anak tidur sambil


berjalan ?

3 Apakah anak mengalami


tidur dalam/pulas, sulit
dibangunkan malam hari
untuk ke kamar mandi ?

4 Apakah anak jarang


bergerak ketika tidur ?

Lampiran 12

SATUAN ACARA PEMBELAJARAN

Topik : Bladder-Retention Training pada Anak Usia Sekolah


Sasaran : Anak usia sekolah yang mengalami enuresis di SDN. Selodono
Ds. Selodono Kec. Ringinrejo Kab. Kediri serta orang tuanya
Waktu : disesuaikan (30 menit)
Tempat: SDN. Selodono Ds. Selodono Kec. Ringinrejo Kab. Kediri

1. Tujuan Instruksional Umum


48

Setelah pembelajaran / pendidikan kesehatan, kemampuan praktik bladder-

retention training anak meningkat.

2. Tujuan Instruksional Khusus

Setelah pembelajaran / pendidikan kesehatan selama 30 menit :

1) Seluruh anak dapat menjelaskan pengertian bladder-retention

training

2) Seluruh anak dapat menjelaskan waktu bladder-retention training

3) Seluruh anak dapat menjelaskan manfaat bladder-retention

training

4) Seluruh anak dapat menjelaskan prosedur bladder-retention

training

5) Orang tua dapat mengerti pelaksanaan prosedur bladder-retention

training

3. Sasaran
Anak usia sekolah yang mengalami enuresis di SDN. Selodono Ds. Selodono
Kec. Ringinrejo Kab. Kediri serta orang tuanya
4. Materi Pembelajaran
1. Pengertian bladder-retention training

2. Waktu bladder-retention training

3. Manfaat bladder-retention training

4. Prosedur bladder-retention training

5. Metode Pembelajaran

 Ceramah

 Demonstrasi

6. Alat Bantu / Media Pembelajaran


49

1. Lembar materi

2. SOP (Satuan Operasional Prosedur)

3. Leaflet

7. Kegiatan Pembelajaran

No. Tahap dan Waktu Kegiatan Pendidik / Pengajar Kegiatan Sasaran


1 Pembukaan  Memberi salam dan  Menjawab salam
5 menit memperkenalkan diri.  Memperhatikan
 Mengingatkan kontrak atau menjawab
pembelajaran (kapan, materi, bila perlu
siapa pengajar)
 Menyampaikan tujuan  Memperhatiakan
 Menanyakan kesiapan sasaran  Menjawab
tentang
kesiapannya

2 Pengembangan  Menjelaskan pengertian  Memperhatikan


20 menit bladder-retention training
 Menjelaskan waktu bladder-  Memperhatikan
retention training
 Menjelaskan manfaat  Memperhatikan
bladder-retention training
 Menjelaskan prosedur  Memperhatikan
bladder-retention training
 Memberikan kesempatan  Bertanya
sasaran untuk menanyakan
penjelasan yang belum
dimengerti
3 Penutupan  Merangkum materi  Menjawab secara
5 menit pembelajaran dengan sasaran lisan
 Membagikan leaflet
 Melakukan post-test dengan  Melaksanakan
observasi pada kemampuan praktik
praktik anak setelah redemonstrasi
pembelajaran yang terakhir
diberikan
 Melakukan post-test dengan  Mengumpulkan
observasi pada frekuensi data
enuresis anak setelah
pembelajaran yang terakhir
dengan menerima lembar
observasi frekuensi ngompol
yang telah diberikan kepada
orang tua 1 minggu
50

sebelumnya.
 Mengakhiri pertemuan dengan  Menjawab salam
mengucap salam

8. Kriteria Evaluasi Pembelajaran

1) Evaluasi struktur

 Semua responden yang memenuhi kriteria inklusi hadir dalam

kegiatan pembelajaran Bladder-retention training

 Penyelenggaraan kegiatan pembelajaran Bladder-retention training

dilakukan di SDN. Selodono kegiatan pembelajaran Bladder-retention

training dilakukan 3 hari sebelumnya

2) Evaluasi proses

 Anak dan orang tua antusias terhadap materi pembelajaran

Bladder-retention training

 Anak dan orang tua tetap berada di tempat pelatihan sampai

kegiaatan selesai

 Anak dan orang tua aktif dalam kegiatan pembelajaran Bladder-

retention training

3) Evaluasi hasil

 Menjelaskan pengertian bladder-retention training yang benar

 Menjelaskan waktu pelaksanaan bladder-retention training

 Menjelaskan manfaat bladder-retention training

 Pelaksanaan prosedur bladder-retention training

Sumber
Butler, RJ. (1994). Nocturnal Enuresis : The Child’s Experience. Oxford:
Butterworth-Heinemann Ltd, p 132-135
51

Cendron, M. (1998). Articles Primary Nocturnal Enuresis: Current Concepts.


http://www.aafp.org/afp/990301ap/1205.html (akses tanggal 29 September
2006 jam 11.15)

Harjaningrum, AT. (2005). Sudah Besar Masih Ngompol, Bolehkah Dibiarkan?


http://www.tonangardyanto.com/content/view//22/37/ (akses tanggal 27
September 2006 jam 14.30)

Johnson, M. (1998). Articles Noctunal Enuresis.


http://www.duj.com/johnson.html (akses tanggal 29 September 2006 jam
09.30)

Robert. (2006). The Traditional Chinese Medicine (TCM) Approach to


Bedwetting (Enuresis). http://www.roberthelmer.ca/bedwetting07.html
(akses tanggal 07 Maret 2007 jam 10.00)

Rosenstein, BJ. (1997). Intisari Pediatri : Panduan Praktis Pediatri Klinik.


Jakarta : Hipokrates, hal 141

Lampiran 13

MATERI PEMBELAJARAN

Bladder-Retention Training

1) Pengertian enuresis
52

Rosenstein (1997) mengemukakan bahwa enuresis merupakan

pengeluaran urin secara involunter yang muncul setelah seorang anak mencapai

umur dimana pengontrolan kandung kemih biasanya sudah ada yaitu pada umur 4

tahun.

Menurut dunia kedokteran, enuresis atau ngompol adalah peristiwa tidak

dapat menahan keluarnya air kencing. Enuresis masih dianggap normal bila

terjadi pada anak balita. Tetapi hal ini perlu mendapat perhatian khusus jika terjadi

pada anak usia 5 atau lebih (Harjaningrum, 2005)

2) Penyebab enuresis

Menurut Harjaningrum (2005), ada beberapa faktor yang diduga sebagai

penyebab enuresis, yaitu :

o Keterlambatan matangnya fungsi susunan saraf pusat (SSP)

Pada anak yang normal, ketika kandung kemih sudah penuh oleh urin,

sistem saraf di kandung kemih akan melapor ke otak, kemudian otak akan

mengirim pesan balik ke kandung kemih. Otak akan meminta kandung

kemih untuk menahan pengeluaran urin, sampai anak benar-benar telah

siap di toilet. Tetapi pada anak dengan keterlambatan matangnya SSP,

proses ini tidak terjadi. Sehingga ketika kandung kemih penuh, anak tidak

dapat menahan keluarnya urine tersebut.

o Faktor genetik

Sebuah penelitian menunjukkan bahwa enuresis primer dapat terjadi

karena faktor keturunan. Jika orang tuanya mempunyai riwayat enuresis,

maka 77 % kemungkinan bahwa anak akan juga mengalami enuresis.


53

Sedangkan jika salah satu orang tua pernah mengalami enuresis, maka

terdapat kurang lebih 44 % kemungkinan anak akan mengalami hal yang

sama. Tapi jika tidak ada satupun orang tua yang pernah mengalami

enuresis, maka kemungkinan anak mengalami enuresis hanya 15 %.

Penelitian lain yang dilakukan pada 11 keluarga penderita enuresis, telah

berhasil mengidentifikasi gen (sepotong informasi dalam penurunan sifat

dari orang tua kepada anak) yang diduga dapat menyebabkan enuresis.

o Gangguan tidur

Tidur yang sangat dalam (deep sleep) dapat menjadi penyebab enuresis.

Umumnya, pola tidur penderita normal. Tetapi, karena deep sleep tersebut,

anak menjadi tidak dapat terbangun ketika ingin berkemih.

o Kadar ADH (Anti Diuretic Hormone) dalam tubuh yang

kurang

Hormon ini akan menyebabkan tubuh seseorang memproduksi sedikit urin

pada malam hari. Tetapi, pada penderita enuresis primer, tubuh tidak

mampu menghasilkan ADH dalam jumlah yang cukup. Akibatnya, ketika

sedang tidur, tubuh akan menghasilkan urin dalam jumlah yang terlalu

banyak. Dan terjadilah enuresis.

o Kelainan anatomi seperti ukuran kandung kemih yang kecil

Hal ini bisa ditemukan pada penderita enuresis primer, biasanya disertai

gejala yang tampak pada siang hari.

o Stres kejiwaan

Pelecehan seksual, kematian dalam keluarga, pindah rumah, kelahiran

adik baru, perceraian orang tua merupakan keadaan yang dapat


54

menyebabkan stres kejiwaan yang akhirnya dapat menyebabkan enuresis

sekunder pada anak.

o Kondisi fisik yang terganggu

Enuresis sekunder juga bisa disebabkan oleh adanya infeksi saluran

kemih, diabetes mellitus, susah buang air besar.

o Alergi

Alergi juga dapat menyebabkan enuresis sekunder.

3) Pengertian bladder-retention training

Bladder-retention training adalah suatu metode penanganan enuresis yang

bertujuan untuk meningkatkan kapasitas fungsional kandung kemih (Johnson,

1998).

Rushton (1989) dalam definisi yang dikutip oleh Jonhson (1998)

mengemukakan bahwa bladder-retention training termasuk didalamnya usaha

secara sadar dan sengaja untuk meregangkan kandung kemih dengan

memperpanjang interval waktu berkemih.

Bladder-retention training merupakan metode penanganan enuresis yang

menghendaki anak untuk menahan berkemih sampai anak berada di toilet (Robert,

2006).

4) Waktu bladder-retention training

Menurut Robert (2006) Bladder-retention training tidak dilakukan pada

anak yang berusia kurang dari 6 tahun.

5) Manfaat bladder-retention training

Manfaat Bladder-retention training pada anak usia sekolah adalah:


55

1. Membantu otot detrusor beradaptasi dalam meningkatkan tekanan dan

volume kandung kemih (Butler,1994)

2. Membantu meningkatkan kapasitas fungsional kandung kemih terutama

pada waktu malam hari (Cendron, 2006)

3. Membuat anak lebih peka terhadap sensitivitas kandung kemih (Butler,

1994)

4. Memungkinkan anak untuk tidur sepanjang malam tanpa perlu bangun

untuk berkemih (Butler, 1994)

5. Mengurangi frekuensi enuresis (Johnson, 1998)

Lampiran 14

SATUAN OPERASIONAL PROSEDUR

PELAKSANAAN BLADDER-RETENTION TRAINING PADA ANAK USIA


SEKOLAH
56

1. Definisi
Bladder-retention training adalah suatu metode penanganan enuresis /

mengompol termasuk didalamnya usaha secara sadar dan sengaja untuk

meregangkan kandung kemih dengan memperpanjang interval waktu

berkemih. yang bertujuan untuk meningkatkan kapasitas fungsinal kandung

kemih.

2. Tujuan

1. Mengajari cara pelaksanaan bladder-retention training pada anak usia

sekolah yang sesuai.

2. Memberikan perasaan nyaman pada anak saat pelaksanaan bladder-

retention training

3. Prosedur

Pelaksanaan bladder-retention training menurut Butler (1994, adalah sebagai

beikut :

1. Satu kali pertemuan setiap hari

2. Menganjurkan anak minum 500 ml air putih

3. Anak diminta untuk menahan keinginan berkemih selama mungkin

4. Mencatat waktu ketika anak mengindikasikan keinginannya untuk

berkemih sebagai start

5. Ketika anak sudah tidak bisa menahan keinginannya untuk

berkemih, anjurkan anak untuk berkemih di toilet

6. Mencatat waktu antara start dan berkemih

7. Memberi pujian untuk usaha anak menahan keinginan berkemih

8. Menggunakan grafik untuk memonitor waktu penundaan berkemih


57

9. Menganjurkan anak untuk menambah waktu penundaan berkemih

pada pertemuan berikutnya ≥1-2 menit

10. Memberi pujian untuk keberhasilan anak dalam peningkatan waktu

penundaan berkemih
58

RUMUS PENULISAN TUJUAN PENELITIAN

Bloom + Tujuan Penelitian + Variabel – Variabel


C2 – C6 CONTOH:
Contoh: Gambaran / deskripsi
Menjelaskan Perbedaan
Mengidentifikasi Hubungan
Menganalisis Pengaruh / efek
Membuktikan Sebab - akibat
(diupayakan tidak
menggunakan
mengetahui)

Anda mungkin juga menyukai