Anda di halaman 1dari 15

F 98 GANGGUAN PERILAKU DAN EMOSIONAL LAINNYA

DENGAN ONSET BIASANYA PADA MASA KANAK DAN


REMAJA
 F 98. 0 Enuresis Non-organik
 F 98. 1 Enkopresis non-organik
 F 98. 2 Gangguan makan maasa bayi dan kanak
 F 98. 3 Pika masa bayi dan kanak
 F 98. 4 gangguan gerakan strereotipik
 F 98. 5 Gagap (Stuttering/ Stammering)
 F 98. 6 Berbicara cepat dan tersendat (Cluttering)
 F 98. 8 Gangguan perilaku dan emosional lainnya YDT dengan onset
biasanya pada masa kanak dan remaja
 F 98. 9 Gangguan perilaku dan emosional lainnya YTT dengan onset
biasanya pada masa kanak dan remaja
F 98. 0 Enuresis Non-organik

 berasal dari bahasa Yunani, yaitu Enourein  mengosongkan urin

Definisi
 Pengertian menurut PPDGJ III  suartu gangguanyang ditandai oleh
buang air seni tanpa kehendak, pada siang dan atau malam hari,

 yang tidak sesuai dengan usia mental anak dan bukan akibat dari
kurangnya pengendalian kandung kemih akibat kelainan neurologis,
serangan epilepsi, atau kelainan struktural pada saluran kemih.
Epidemiologi
 merupakan salah satu gangguan kebiasaan yang sering dijumpai pada
anak.
 laki -laki > perempuan.
 Prevalensi enuresis menurun seiring dengan bertambahnya usia.

Etiologi
 Keturunan
Sekitar 43 % anak yang mengalami enuresis memililki ayah yang juga
mengalami enuresis pada waktu kecil, 44 % anak yang mengalami
enuresis memililki ibu yang juga mengalami enuresis pada waktu kecil,
dan 77 persen anak yang mengalami enuresis memililki kedua orang tua
yang juga mengalami enuresispada waktu kecil.

 Gangguan pertumbuhan dan gangguan pendewasaan

 Faktor ± faktor pendidikan


Meskipun terdapat anak yang sendirinya tidak mengompol, akan tetapi
umumnyaperlu diberi petunjuk ± petunjuk dalam latihan.
 Sosiogenesis
terdapat hubungan antara lingkungan anak dan terjadinya enuresis.
Enuresis lebih banyak ditemukan di kalangan sosial rendah.Faktor ±
faktor yang turut menimbulkan enuresis adalah lingkungan
perumahan yangburuk, perumahan yang sempit, fasilitas toilet yang
terbatas, lebih dari satu anak tidur dalam satu tempat tidur

 Psikogenesis
Gangguan - gangguan psikis dapat menghambat anak dalam latihan
menggunakan toilet. Biasanya, terjadi pada anak yang penakut dengan
gangguan perilaku dan gejala± gejala seperti menyedot ibu jari, gagap.
Klasifikasi
 Enuresis primer
 ditandai oleh mengompol yang terus menerus dan tidak pernah
mampu untuk mengontrol buang air kecil.

 Enuresis sekunder
 terjadi pada anak-anak yang memiliki masalah dalam mengontrol
buang air kecil setelah mampu mengontrolbuang air kecil selama 6
bulan atau lebih.
Diagnosa
Kriteria diagnosa dari kelainan enuresis berdasarkan DSM-IV-TR adalah

 Anak berulang kali mengompol di tempat tidur atau pakaian (baik


disengajamaupun tidak).

 Usia kronologis anak minimal 5 tahun (atau anak berada pada


tingkatperkembangan yang setara).

 Perilaku tersebut muncul setidaknya dua kali seminggu selama 3


bulan, atausudah menyebabkan gangguan yang signifikan dalam
fungsi atau terjadi distres.

 Gangguan ini bukan akibat dari obat ± obatan ataupun kelainan


organik (penyakittertentu). Misalnya obat ± obatan diuretik, penyakit
diabetes mellitus, spinabifida, kejang.
Pedoman diagnostik menurut PPDGJ III
 gangguan yang ditandai dengan buang air seni tanpa kehendak, pada siang
dan atau malam hari, yang tidak sesuai dengan usia mental anak dan
bukan akibat dari kurangnya pengendalian kandung kemih akibat
neurologis, serangan epilepsi, atau kelainan struktural saluran kemih

 Tidak terdapat garis pemisah yang tegas antara gangguan enuresis


danvariasi normal usia seorang anak berhasil mencapai kemampuan
pengendalian kandung kemihnya

 Bila berhubungan dengan gangguan emosional atau perilaku, yang lazim


merupakan diagnosis utamanya, hanya bila terjadi sedikitnya beberapa
kali dalam seminggu dan bila gejala lainnya menunjuk kaitan temporal
dengan enuresis itu ( enuresis non-organik sekunder)

 Eenuresis adakalanya tibul bersamaan dengan enkopresis; dalam hal ini


diagnosis enkopresis yang didahulukan
Pemeriksaan penunjang

 Urinalisa
 dapat menyingkirkan infeksi saluran kemih sebagai penyebab enuresis.
osmolaritas urin serta glukosuria  petunjuk adanya diabetes sebagai
penyebab terjadinya enuresis.

 Kultur urin  digunakan untuk menyingkirkan infeksi salurankemih


sebagai penyebab enuresis.

 Ultrasonografi saluran kemih dan uroflowmetri


Indikasidiurnal serta nokturnal enuresis dan adanya gangguan
pengosongan urin. Sehingga, pasien dapat dipastikan apakahmemiliki
kelainan struktur saluran kemih sebagai penyebab enuresis.
Penatalaksanaan
 Penatalaksanaan enuresis terbagi menjadi tiga yaitu terapi perilaku,
farmakoterapi,psikoterapi.

 Dalam hal penanganan enuresis, yang perlu diperhatikan adalah


edukasi terhadaporang tua bertujuan agar orang tua tidak
melakukan hal yang dapat memperburuk ketegangan anak.

 Misalnya, anaknya dipersalahkan, dihukum (disuruhmencuci


pakaiannya sendiri bila sudah basah, disuruh mencium kencingnya),
dibuatmalu (guru dan temannya diberitahukan bahwa ia ngompol),
atau dibanding -bandingkan dengan saudara atau teman yang sudah
tidak mengompol lagi.
 Sebaiknya, anak diberitahu bahwa mengompol yang terjadi
bukan karena suatupenyakit melainkan suatu kebiasaan anak
kecil. Selain itu, kita juga memberitahubahwa bila ia betul -
betul ingin berhenti mengompol, maka pasti akan berhasil.

 Terapi perilaku  cara yang paling efektif dalam


penatalaksanaan enuresis.
dibuktikan >50 % kasus sembuh dengan teknik terapi
perilakui ni. Dalam terapi perilaku, dikenal metode Class
ic conditioning
 Metode ini dapatdilakukan dengan bel atau aparatus pad.
 Metode bel dilakukan dengan alat plaswekker. Caranya
adalah dengan meletakkanbantalan di bawah anak yang
sedang tidur. Apabila bantalan basah akibat urin
keluar,sirkuit listrik menutup menyebabkan bel berbunyi
dan membangunkan anak yangmasih tidur.

 Selain itu, latihan sfingter kandung kemih juga dapat


dilakukan dalam terapi perilaku.
 farmakoterapi.

 bukan merupakan pilihan pertama


obat yangsering dipakai dalam pengobatan enuresis adalah imipramin
dan desmopressin
Imipramin  meningkatkan tonus sfingter kandung kemih.
 dapat membuat anak tersebut masuk ke dalam tingkat
tidur yang lebihdalam.

Efek samping  konstipasi, kesulitan dalam memulai


berkemih,penurunan nafsu makan, perubahan kepribadian.
Kelebihan dosis imipramin bahkan menyebabkan kematian.

 WHO tidak merekomendasikan obat ini dalam penatalaksanaan


enuresis.
Desmopressin
 diberikan secara oral atau intranasal.

 pemberiansecara intranasal sudah tidak direkomendasikan lagi karena


dapat mengakibatkan hiponatremia, kejang, bahkan kematian.

 diberikan per oral satu jam sebelum tidur.

 Dosis awal  0,2 mg dan dapat ditingkatkan hingga dosis maksimal


0,6 mg.

 Banyak studi yang mengatakan bahwa desmopressin memiliki


efek samping yang rendah.
Penatalaksanaan enuresis yang terakhir adalah dengan
psikoterapi.

 Psikoterapi tidak efektif sebagai penatalaksanaan


tunggal dalam mengurangi enuresis.

 Psikoterapiberguna dalam mengatasi masalah


kejiwaan dan emosional akibat dari enuresis itu
sendiri.

Anda mungkin juga menyukai