Anda di halaman 1dari 0

ENURESIS

OLEH




Rini Savitri Daulay, S.Ked









UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
FAKULTAS KEDOKTERAN
MEDAN
2008

Rini Savitri Daulay : Enuresis, 2008
USU e-Repository 2008
ENURESIS


PENDAHULUAN
Enuresis adalah inkontinensia urin pada usia dimana seharusnya seorang anak sudah
mampu berkemih secara normal, merupakan salah satu masalah perkembangan yang
paling sering dijumpai. Hal ini dapat merupakan sumber rasa malu pada anak dan
sumber rasa frustrasi bagi orang tua.
1
Oleh karena sering dianggap memalukan oleh
penderita dan keluarganya, enuresis sering disembunyikan sebagai rahasia keluarga dan
tidak dikeluhkan sebagai kondisi yang patut mendapat pertolongan dokter. Enuresis
dapat menyebabkan harga diri anak yang semakin berkurang dan berdampak pada
perkembangan kepribadiannya, oleh karena itu sebenarnya anak dengan enuresis
memerlukan pertolongan dokter, terutama pada anak yang sudah mengalami tekanan
mental dan gangguan perkembangan kepribadian atau anak dengan orang tua yang
kurang toleran dan cenderung menghukum anaknya yang menderita enuresis.
2

Enuresis fungsional adalah pengeluaran urin involunter pada waktu siang atau
malam hari pada anak yang berumur lebih dari 4 tahun, tanpa adanya kelainan fisik atau
penyakit organik.
3
Diagnosa enuresis fungsional menurut DSM-IV (American
Psychiatric Assosiation, 1994) dapat ditegakkan apabila
4
:
1. Buang air kecil yang berulang pada siang dan malam hari di tempat tidur atau
pakaian.
2. Sebagian besar tidak disengaja, tetapi kadang-kadang disengaja. Sekurang-
kurangnya terjadi 2 kali dalam 1 minggu selama 3 bulan, atau harus
menyebabkan kesulitan yang signifikan di bidang sosial, akademik atau fungsi
penting lainnya.
3. Anak tersebut harus mencapai usia dimana berkemih secara normal seharusnya
telah dicapai, yaitu usia kronologis paling sedikit 5 tahun. Sedangkan pada anak
dengan keterlambatan perkembangan, usia mental paling sedikit 5 tahun.
4. Tidak berhubungan dengan efek fisiologis dari suatu zat atau kondisi kesehatan
secara umum.

Enuresis dapat di klasifikasikan menjadi:
1. Enuresis nokturnal, yaitu enuresis yang terjadi hanya pada saat anak dalam
keadaan tidur (termasuk tidur siang), sedangkan enuresis diurnal, yaitu enuresis
yang terjadi pada saat anak dalam keadaan bangun.
1

2. Enuresis primer adalah suatu keadaan dimana anak tersebut tidak pernah
mengalami periode kontinensia
3
atau tidak pernah kering secara konsisten.
1
Rini Savitri Daulay : Enuresis, 2008
USU e-Repository 2008
Sedangkan enuresis sekunder adalah suatu keadaan dimana anak tersebut setidak-
tidaknya mengalami kering secara konsekutif paling sedikit selama 6 bulan.
1

Hingga saat ini tidak ada keseragaman frekuensi mengompol dalam definisi enuresis.
Ketidakseragaman ini akan memberi dampak terhadap angka kejadian enuresis yang
berbeda antara satu peneliti dengan yang lain, juga antara negara yang satu dengan
negara yang lainnya.
2

Penelitian epidemiologi di luar negeri menunjukkan pada usia 6-7 tahun 80%
anak secara penuh dapat mengendalikan kandung kemihnya, sedangkan 20% lagi
mengalami enuresis nokturnal, enuresis diurnal atau keduanya. Insiden enuresis menurun
sesuai dengan semakin bertambahnya usia, sehingga pada usia 14 tahun insidens enuresis
hanya 2-3%.
6
Sedangkan menurut survei di Jakarta pada tahun 1986 menyebutkan bahwa
prevalensi enuresis pada anak laki-laki sekitar 2,83% dan pada anak perempuan 2,97%;
82,4% adalah enuresis nokturnal dan 17,6% merupakan enuresis diurnal; 96,7% bersifat
primer dan 3,3% merupakan enuresis skunder.
2

Tujuan penulisan refarat ini adalah untuk mengingatkan kembali definisi,
klasifikasi, etiologi, langkah-langkah diagnostik dan penatalaksanaan enuresis pada
anak.

ETIOLOGI

a. Genetik
Penelitian akhir-akhir ini mengidentifikasi bahwa pada penderita enuresis terdapat gen
yang dominan pada kromosom 13 (Eiberg, Berendt and Mohr, 1995). Adanya penemuan
baru dan identifikasi dari produksi gen tersebut cukup dapat memberikan pemahaman
baru dalam masalah enuresis ini.
1
Apabila ditemukan riwayat enuresis pada salah satu orangtuanya, maka
kemungkinan timbulnya enuresis pada anaknya sekitar 40-44%, sedangkan bila kedua
orang tua memiliki riwayat enuresis maka insidens enuresis pada anaknya meningkat
menjadi 77%. Bila tidak ditemukan riwayat enuresis pada kedua orang tua, hanya sekitar
15% anaknya yang menderita enuresis. Sekitar 67% penderita enuresis juga mempunyai
saudara sekandung yang mengompol.
2
Menurut Hallgren (1960) dan Bakwin (1973) enuresis pada kembar uniovolar
adalah lebih signifikan daripada kembar binovular. Oppel dkk (1968) dan Dodge dkk
(1970) mendapatkan enuresis lebih sering ditemukan pada anak kulit hitam daripada
anak kulit putih.
7
Rini Savitri Daulay : Enuresis, 2008
USU e-Repository 2008
b. Faktor Sosial dan Psikologis
Anak dengan keadaan sosial ekonomi yang rendah, keluarga yang broken home lebih
sering mengalami enuresis. Menurut Feehan dkk (1990) timbulnya enuresis nokturnal
sekunder, biasanya juga disebabkan oleh karena kelahiran saudara kandung, kematian
dalam keluarga, atau memiliki orang tua yang bercerai.

Menurut Moffatt (1989)
munculnya enuresis jarang sekali dikaitkan dengan masalah psikiatrik. Kebanyakan anak
dengan enuresis memiliki profil psikologis yang normal atau sedikit peningkatan minor
dalam tingkah lakunya.
1
Dari berbagi penelitian yang telah dilakukan tidak terbukti peranan faktor
psikologik sebagai etiologi enuresis nokturnal terutama enuresis primer. Enuresis
sekunder memang sering dihubungkan sebagai akibat stress psikologik, sedangkan pada
enuresis primer peranan psikologik sangat kecil.
2

Menurut Friman PC dkk, enuresis nokturnal primer secara signifikan tidak timbul
oleh karena tingkah laku komorbid.
7
Sebaliknya, beberapa peneliti juga menduga adanya hubungan antara ADHD
(Attention Deficit Hyper-activity Disorder) dengan enuresis nokturnal. Peranan enuresis
sebagai penyebab gangguan emosi pada anak telah terbukti melalui berbagai penelitian.
Anak dengan enuresis merasa harga dirinya berkurang dan kurang percaya diri terutama
pada anak besar dan anak perempuan. Merosotnya rasa percaya diri pasien enuresis dapat
diperberat oleh sikap orang tua yang kurang toleran terhadap keadaan anaknya.
2

c. Fakor Tidur
Orangtua dari anak enuresis sering melaporkan bahwa anak biasanya tidur lelap dan
cenderung sulit untuk dibangunkan, namun pendapat ini masih berdasarkan penilaian
subjektif (Graham, 1973). Ritvo dkk (1969) adalah peneliti yang pertama kali
menemukan bahwa anak yang menderita neuresis akan basah pada setiap tingkatan tidur
dan kualitas tidur anak yang menderita enuresis kelihatan normal.
8
Dengan bantuan alat EEG dan sistometri dapat diketahui adanya hubungan antara
kedalaman tidur dengan gambaran sistometri. Pada anak dengan enuresis didapat pola
tidur yang terlalu lelap terutama pada kasus-kasus yang resisten terhadap pengobatan.
Penelitian juga menunjukkan bahwa anak laki-laki ternyata memiliki gangguan tidur
yang lebih berat. Watanabe dan Kawauchi menemukan satu lokus dalam jaringan syaraf
yang disebut locus coeruleus (LC) yang bertanggung jawab terhadap aktifitas pusat
bangun (arousal). Neuron LC dapat diaktifasi oleh berbagai rangsangan antara lain
sentuhan, cubitan, suara, cahaya dan distensi kandung kemih.Pada anak dengan enuresis
rangsangan oleh peregangan kandung kemih baru terjadi pada saat awal tidur lelap,
sedangkan pada tidur ringan ( light sleep ) tidak terjadi.
2

Rini Savitri Daulay : Enuresis, 2008
USU e-Repository 2008
d.Kapasitas Kandung Kemih

Enuresis nokturnal terjadi apabila kapasitas fungsional dari kandung kemih tercapai.
Kapasitas kandung kemih pada anak-anak cukup bervariasi. Anak dengan enuresis
biasanya mempunyai kapasitas kandung kemih yang lebih kecil (Zaleski, Gerrard and
Shokier, 1973).
1

e. Prematuritas ( Kerusakan Minor Neurologi )

Bukti epidemiologis menunjukkan bahwa prematuritas merupakan salah satu faktor
resiko yang signifikan sebagai penyebab enuresis. Anak-anak ini juga biasanya
mempunyai kondisi comorbid seperti ADHD. Jarvelin dkk menyatakan bahwa mungkin
kerusakan minor neurologis sebagai faktor penghubungnya.
1

f. Konstipasi

Sering dijumpai anak yang mempunyai masalah pencernaan juga menderita enuresis.
Enkopresis biasanya menyebabkan konstipasi, yang menyebabkan dilatasi rektum yang
menekan kandung kemih dan menyebabkan pengendalian kandung kemih yang lebih
sulit.
1
Menurut Robson dkk konstipasi lebih sering berhubungan dengan enuresis
nokturnal primer.
9

EVALUASI DAN LANGKAH-LANGKAH DIAGNOSTIK
1
a. Anamnese
Alasan untuk Konsultasi
Alasan untuk berkonsultasi dengan ahlinya (dokter) mengenai masalah ini dapat
memberi pertimbangan mengenai pemahaman yang baik khususnya bagi pihak
keluarga.
Pola Enuresis
Awal terjadinya (onset), pola dan tingkat keparahan dari enuresis harus diperhatikan.
Apakah enuresis termasuk primer/sekunder, dan apakah terjadi pada siang hari?
Apakah volumenya banyak atau sedikit? Berapa kali frekuensinya dalam satu
malam? Akan sangat membantu apabila dalam satu minggu sebelum berkonsultasi,
orang tua membuat kalender/catatan mengenai seberapa sering kejadian enuresis
pada anak.
Riwayat Psikologis
Bagaimana perasaan anak mengenai masalah ini? Apakah anak sering merasa malu
atau menangis? Siapa yang paling merasa terganggu/stress dengan kejadian enuresis,
apakah anak, ibu atau ayah? Apakah orangtua menghukum anak karena enuresis?
Apakah anak termotivasi untuk melakukan pengobatan? Apakah pengaruh yang
dirasakan dalam kehidupan anak? Apakah anak kehilangan saat-saat menginap di
Rini Savitri Daulay : Enuresis, 2008
USU e-Repository 2008
rumah teman, berkemah, perjalanan untuk pertandingan olah raga di sekolah dan
aktivitas perkembangan sosial lainnya? Apakah ada harapan yang realistik? Apakah
rangtua menyalahkan anak? Seberapa banyak pengetahuan orangtua mengenai
enuresis?
Riwayat Keluarga
Riwayat keluarga lebih baik didapat melalui kuesioner. Karena enuresis merupakan
rahasia keluarga yang biasanya tidak didiskusikan.
Pengobatan Sebelumnya
Tanggal, intensitas, durasi dan kesuksesan dari pengobatan sebelumnya (baik secara
medis/alternatif), dapat memberikan pemahaman yang baik bagi keluarga untuk
meningkatkan efektifitas pengobatan selanjutnya.

PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan fisik sebaiknya dilakukan, seperti pada bagian abdomen, genital, sensasi
perineal, refleks anal wink, lower spine dan sistem neurologis. Biasanya hasil akhir
dari pemeriksaan fisik adalah normal pada kebanyakan anak penderita enuresis.

PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Satu-satunya tes rutin yang di rekomendasikan adalah urinalisa untuk melihat tanda-
tanda terjadinya infeksi, penyakit ginjal kronik, DM dan infeksi lainnya. Tes lain
seperti sicke cell prep dan tes dari urinary concentrating ability merupakan indikasi
hanya bila ada gejala spesifik tertentu yang dicurigai. Radiografi dari sistem urinarius
adalah invasif, mahal dan tidak bermanfaat untuk kebanyakan anak dengan enuresis
nokturnal.

PENATALAKSANAAN
Beberapa anjuran umum adalah sebagai berikut:
10
1. Penting untuk mendapatkan kerjasama anak untuk mengatasi masalah ini.
Memberi penghargaan pada anak yang kering sepanjang malam merupakan
langkah yang berguna. Anak atau orang tua dapat membuat grafik malam
yang kering, dan dengan satu atau dua malam yang kering, hadiah kecil dapat
di berikan. Hadiah yang lebih besar dapat di berikan untuk meningkatkan
kesuksesan.
2. Anak yang lebih besar di harapkan mencuci sendiri seprai dan baju tidur
mereka yang kotor.
3. Anak harus buang air kecil dulu sebelum istirahat.
Rini Savitri Daulay : Enuresis, 2008
USU e-Repository 2008
4. Membangunkan anak berulang kali untuk membawa ke kamar mandi hanya
berguna pada beberapa anak dan selanjutnya dapat menimbulkan kemarahan
atau membuat jengkel anak atau orang tua.
5. Hukuman atau di permalukan oleh orang tua harus sangat di hindari.
Enuresis Alarm
Penggunaan alat-alat conditioning, contohnya: alarm yang berbunyi apabila anak
tersebut basah biasanya tidak di perlukan dan hanya di sediakan untuk kasus yang
persisten dan sulit di sembuhkan, di mana penghargaan diri anak tersebut sudah
sangat rendah. Sistem alarm mempunyai tingkat keberhasilan kira-kira 70%, tetapi
tingkat relaps dapat sebesar 30%. Suatu penelitian menunjukkan latihan untuk kering
( termasuk alarm, bangun pada malam hari ) mempunyai tingkat kesuksesan 85-
100%.
10
Hipnoterapi
Anak di hipnotis, kemudian di beri sugesti bahwa anak tersebut akan bangun
apabila ingin berkemih, tempat tidurnya akan kering pada pagi harinya dan mampu
untuk tidak mengompol. Mekanisme kerja dari hipnoterapi ini belum diketahui
dengan pasti, tetapi tingkat keberhasilannya menurut beberapa penelitian cukup
tinggi, yaitu: 60-70%.
2
Akupuntur
Beberapa publikasi dari luar negeri, terutama Cina menyarankan penggunaan
akupuntur dan melaporkan tingkat keberhasilannya adalah: 73%. Tetapi dibutuhkan
penelitian lebih lanjut tentang akupuntur dalam penatalaksanaan enuresis.
2

Farmakologi
Obat-obat yang sering di gunakan:
Imipramin / tofranil. Dosis maksimum: 2,5 mg/kgBB/24 jam, apabila di
berikan sebelum waktu tidur telah menunjukkan tingkat kesuksesan yang
hampir mencapai 50%, dengan tingkat relaps 30%, hampir sama dengan
sistem alarm.
10

Desmopresin asetat nasal spray (DDAVP) diberikan intra nasal pada
waktu tidur. Hasil DDAVP yang cepat membuatnya di pakai untuk saat
tertentu (contohnya: pada tengah malam), apabila pengendalian enuresis
yang cepat di butuhkan. Tingkat relaps apabila tidak melanjutkan
pengobatan dengan menggunakan desmopresin sangat tinggi, efek
samping yang jarang, seperti: hiponatremi dan intoksikas air yang
menyebabkan kejang ada di laporkan. Sedangkan menurur Longstaffe S
Rini Savitri Daulay : Enuresis, 2008
USU e-Repository 2008

RINGKASAN
Enuresis adalah inkontinensia urin pada usia dimana seharusnya seorang anak sudah
mampu kontinensia. Hal ini dapat merupakan sumber rasa malu pada anak dan sumber
rasa frustrasi bagi orang tua.
1
Enuresis sering disembunyikan sebagai rahasia keluarga
dan tidak dikeluhkan sebagai kondisi yang patut mendapat pertolongan dokter. Enuresis
dapat menyebabkan harga diri anak yang semakin berkurang dan berdampak pada
perkembangan kepribadiannya, oleh karena itu sebenarnya anak dengan enuresis
memerlukan pertolongan dokter.
2

Biasanya pemeriksaan fisik dan laboratorium pada anak dengan enuresis adalah
normal.
1
Penatalaksanaan enuresis adalah dengan: beberapa anjuran umum, enuresis
alarm, hipnoterapi, akupuntur dan farmakologi.























Rini Savitri Daulay : Enuresis, 2008
USU e-Repository 2008
Rini Savitri Daulay : Enuresis, 2008
USU e-Repository 2008
DAFTAR PUSTAKA

1. Moffat MEK. Enuresis. Dalam : Levine MD, Carey WB, Crocker ACC,
penyunting. Developmental behavioral pediatrics. Edisi ke-3. Pennsylvania :
Saunders, 1999. h.406-12.
2. Tambunan T. Enuresis nokturnal pada anak. Dalam : Tridjaja B, Trihono PP,
Irfan EB, penyunting. Pediatrics update 2005. Jakarta: IDAI Jaya, 2005. h. 11-20.
3. Markum AH. Enuresis fungsional. Dalam: Markum AH, Ismael S, Akib A,
Firmansyah A, Sastroasmoro S, penyunting. Buku ajar ilmu kesehatan anak.
Edisi ke-1. Jakarta: FK UI, 1991. h.61-2.
4. Enuresis. Dalam: American psychiatric association. Diagnostic and statistical
manual of mental disorders. Edisi ke-4. Washington DC, 1994. h. 108-10.
5. Siegel LJ. Elimination disorders. Dalam: Reynolds WM, penyunting.
Internalizing disorders in children and adolescents. Kanada: John wiley & sons,
1992. h. 290-91.
6. Disorder biological function. Dalam: Chess S, Hassibi M, penyunting. Priciples
and practice of child psychiatry. Edisi ke-2. New York: Plenum Press, 1986. h.
233-36.
7. Friman PC, Handwerk ML, Swearer SM, et al. Do children with primary
nocturnal enuresis have clinically significant behavior problem? Arch Pediatr
Adolesc Med. 1998; 152: 537-39.
8. Shaffer D. Enuresis. Dalam: Rutter M, Hersov L, penyunting. Child and
adolescent psychiatry. Edisi ke-2. London: 1985. h. 465-81.
9. Robson LM, Leung AKC, Van Howre R. Primary and secondary nocturnal
enuresis : similarities in presentation. Pediatrics 2005; 115: 956-59.
10. Scott C, Dalton R. Vegetative disorders. Dalam Behrman RE, Kliegman RM,
Jenson HB, penyunting. Nelson textbook of pediatrics . Edisi ke-16. Philadelphia:
2000. h. 72-3.
11. Longsttaffe S, Moffat MEK, Whalen JC. Behavioral and self-consept changes
after six months of enuresis treatment: a randomized, controlled trial. Pediatrics.
2000; 105: 935-40.

Anda mungkin juga menyukai