Anda di halaman 1dari 28

Pengertian Enuresis ( gangguan eliminasi )

Secara luas diketahui bahwa bayi tidak dapat mengendalikan kandung kemih atau saluran
pembuangan. Seiring bertambahnya usia maka tidak dapat dihindari untuk mulai melakukan
latihan buang air di toilet. Beberapa anak belajar menggunakan toilet pada usia 18 bulan,
yang lainpada usia 30 bulan, dan sebagainya. Pada usia berapanormalnya seorang anak sudah
harus mampu mengeridalikan kandung kemihnya? Jawabannya, ditentukan oleh norma-
norma budaya dan statistik, agak tidak pasti.

DSM-lV-TR dan berbagai sis tern klasifikasi lainnya membedakan anak-anak yang
mengompol ketika tidurdisebut enuresis nokturnal, anak-anak yang mengompol ketika
bangundisebut enuresis diurnal, dan anak-anak yang mengompol di siang dan malam hari.
Pengendalian di slang han dikuasai Iebih dahulu karena pengendalian kandung kemih jauh
lebih mudah saat seorang dalam keadaan tenjaga. Bila seorang anak tentinggal dan anak-anak
seusianya dalam pengendalian kandung kemih, biasanya hal itu terkait pengendalian pada
jam-jam tidur di malam han. DSM-IV-TR memperkirakan bahwa pada usia 5 tahun, 7 persen
anak lakilaki dan 3 persen anak perempuan masih mengompol; pada usia 10 tahun, 3 persen
anak laki-laki dan 2 persen anak perempuan; dan pada usia 18 tahun, 1 persen remaja laki-
laki dan kurang dan 1 persen remaja perernpuan. Di Amerika Serikat diagnosis enuresis
nokturnal tidak ditegakkan, menurut DSM-IV-TR, hingga si anak berusia 5 tahun.

Penyebab Enuresis ( gangguan eliminasi )

Sebuah temuan konsisten mengenai enuresis menyatakan bahwa kemungkinan seorang anak
enuretik memiliki kerabat tingkat pertama yang juga mengompol sangat tinggi, mendekati 75
persen (Bakwin, 1973). Sebuah studi baru-baru mi di Denmark untuk pertama kalinya
menunjukkan keterkaitan genetik langsung dalam mengompol di malai harm; suatu bagian
kromosom 13 tampaknya mengandung gen bagi enuresis nokturnal (Eiberg, Berendt, &
Mohr, 1995).

Sebanyak 10 persen dan seluruh kasus enuresis disebabkan oleh kondisi medis murni, seperti
infeksi saluran unin, penyakit ginjal kronis, tumor, diabetes, dan kejang (Kolvin, McKeith, &
Meadows, 1973; Stansfield, 1973). Karena banyaknya insiden penyebab fisiologis enuresis,
sebagian besar profesional merujuk pasien enuretik ke dokter sebelum memberikan
penanganan psikologis.

Pengendalian kandung kemih, yaitu penghambatan suatu refleks alami hingga berkemih
dengan sengaja dapat dilakukan, merupakan keterampilan yang sangat kompleks. Bukti-bukti
medis mengenai aktivitas otototot panggul bawah mendukung pemikiran bahwa anak-anak
yang mengompol tidak dapat melakukan kontraksi spontan pada otot-otot tersebut di malam
hari (Norgaard, 1989a, 1989b).

Beberapa teori psikologis menganggap enuresis sebagai suatu simtorn gangguan psikologis
yang lebih umum, seperti kecernasan. Meskipun demikian, banyak peneliti berpendapat
bahwa masalah seperti kemarahan dan kecemasan merupakan reaksi atas rasa malu dan rasa
bersalah karena mengompol, bukan sebagai penyebab enuresis. Para teoris pembelajaran
berpendapat bahwa anak-anak mengompol karena mereka tidak belajar untuk terbangun di
malam han sebagai respons yang dikondisikan atas penuhnya kandung kemih atau untuk
menghambat relaksasi otot lingkar yang mengendalikan urinasi (Walker, 1995).
Penanganan Enuresis ( gangguan eliminasi )

Penanganan rumahan untuk mengompol telah melebar dan sekadar membatasi asupan cairan
hingga menidurkan anak-anak di atas bola-bola golf atau menggantungkan bukti kesalahan
seprei basahdi jendela (Houts, 1991). Sebagian besar strategi semacam itu tidak efektif.
Sama dengan itu, rnenunggu hingga si anak dengan sendirinya tidak lagi mengalami masalah
tersebutjuga bukan tindakan yang memuaskan. Hanya sekitar 15 persen anak-anak enuretik
berusia antara 5 hingga 19 tahun yang menunjukkan kesembuhan spontan dalarn waktu satu
tahun (Forsythe & Redmond, 1974).

Dua macam penanganan yang paling banyak digunakan yang dirujuk oleh profesional adalah
pemberian obat atau sistem alarm urin. Penanganan yang disebutkan terakhir pertarna kali
muncul pada tahun 1938, ketika Mowrer dan Mowrer memperkenalkan lonceng dan bantalan.
Selama bertahun-tahun penanganan mi telah terbukti sangat berhasil mengurangi atau
menghentikan mengompol. Diperkirakan 75 persen anak-anak enuretik mampu tidak
mengompol sepanjang malam karena bantuani alat yang sangat sederhana ini.

Sebuah lonceng dan sebuah baterai tersambung dengan kabel ke sebuah bantalan yang terdiri
dan dua lembar kertas metalik, lembar di bagman atas berlubanglubang, dan di antara kedua
lembaran tersebut terdapat selapis kain penyenap (Gambar 15 a). Bantalan tensebut
dimasukkan ke dalam sarung bantal dan diletakkan di bawah tubuh si anak ketika tidur.
Ketika tetesan pertama urine, yang berfungsi sebagal elektrolit, membasahi kain, sirkuit
elektris akan tersambung di antara kedua lembar kertas. Tersambungnya sirkuit tersebut akan
membunyikan lonceng atau alarm, yang segera membangunkan si anak atau tidak lama
setelah mulai mengompol. Si anak umumnya kemudian berhenti berkemih, mematikan alat
tersebut, dan pergi ke kamar mandi.

Mowrer dan Mowrer (1938) menganggap lonceng dan bantalan tersebut sebagai prosedur
pengondisian kiasik di mana suatu stimulus tak terkondisi, yaitu lonceng, menyebabkan si
anak terjaga, yang merupakan respons tak terkondisi. Lonceng tersebut dipasangkan dengan
sensasi penuhnya kandung kemih sehingga sensasi tersebut akhirnya menjadi stimulus
terkondisi yang menghasilkan respons terkondisi dalam bentuk si anak terjaga sebelum
lonceng berbunyi. Ahli yang lain mempertanyakan teori pengondisian klasik, dan
berpendapat, dalam istilah pengondisian operant, bahwa lonceng tersebut, yang membuat si
anak terbangun, berfungsi sebagai hukuman sehingga mengurangi perilaku yang tidak
dikehendaki, yaitu mengompol (Walker, Milling, & Bonner, 1988). Dalam praktiknya
lonceng tersebut biasanya juga membangunkan orang tua si anak; reaksi mereka dapat
berfungsi sebagai insentif tambahan bagi si anak untuk tidak mengompol.

Metode lain yang menggunakan pendekatan pengondisian operant lanpa bantuan alarm urin
tidak seberhasil metode dengan alarm tersebut (Houts, 2000; Houts, Berman, & Abramson,
1994). Di sisi lain, keberhasilan yang lebih besar dapat dicapai dengan memberi tambahan
pada prosedur alarm urine dasar, seperti minum dalamjumlah yang lebih banyak selama
beberapa malam berturut-turut sebelum waktu tidur (agar si anak terbiasa menahan cairan di
kandung kemih tanpa mengompol) dan memastikan bahwa si anak terbangun dan mengganti
seprei setiap kali alarm berbunyi (untuk menambah konsekuensi negatif mengompol)
(Barclay & Houts, 1995; Mellon & Houts, 1998). Alarm urine yang terbaru dipakai di tubuh
dan lebih andal dibanding bantalan ash yang diletakkan di kasur.
Pendekatan yang lain adalah penanganan farmakologis. Sekitar sepertiga pasien enuretik
yang berupaya mendapatkan bantuan profesional diberi resep obat, seperti obat antidepresan
imipramin (Tofranil) dan, baru-baru mi, desmopresin, yang meningkatkan penyerapan air
dalam gmnjal. Pemberian obat semacam itu memberikan hasil dengan cara mengubah
reaktivitas otot yang digunakan dalam berkemih (imiprammn) atau dengan
mengonsentrasikan urine dalam kandung kemih (desmopresin). Meskipun efek positif
biasanya segera terlihat, dalam sebagian besar kasus si anak mengalami kekambuhan segera
setelah pemberian obat dihentikan (Houts, 1991), dan efek samping negatif imipramin
(masalah tidur, kelelahan, sakit perut) dapat menjadi masalah.

Sekilas tentang Enkopresis ( gangguan eliminasi )

Enkopresis berasal dari bahasa Yunani en- dan kopros, yang artinya feses. Enkopresis
(encopresis) adalah kurangnya kontrol terhadap keinginan buang air besar yang bukan
disebabkan oleh masalah organik. Anak harus memiliki usia kronologis minimal 4 tahun, atau
pada anak- anak dengan perkemabangan yang lambat, usia mentalnya minimal 4 tahun (APA,
2000). Sekitar 1% dari anak- anak usia 5 tahun mengalami enkopresis. Seperti halnya
enuresis, gangguan ini lebih umum terjadi pada anak laki- laki.

Enkopresis jarang terjadi pada remaja usia pertengahan kecuali mereka yang mengalami
retardasi mental yang parah atau intens. Soiling (mengotori) dapat dilakukan secara sengaja
maupun tidak dan bukan disebabkan oleh maslah organik, kecuali pada kasus dengan
konstipasi (APA, 2000). Faktor- faktor predisposisi yang mungkin di antaranya adalah toilet
training yang tidak konsisten atau tidak lengkap dan sumber stresspsikologis, seperti
kelahiran saudara sekandung atau mulai bersekolah.

Bila BAB tidak disengaja, biasanya terkait dengan konstipasi, impaction (jepitan), atau
retensi (penahanan) yang mengakibatkan penegeluaran beruntun. Konstipasi dapat
berhubungan dengan faktor- faktor psikologis, seperti ketakutan yang diasosiasikan dengan
BAB di tempat tertentu atau dengan pola perilaku negative atau menetang yang lebih umum.
Konstipasi juga dapat terkait dengan faktor- faktor fisiologis seperti komplikasi dari penyakit
atau pengobatan. Yang amat jarang terjadi adalah enkopresis yang disengaja.

Soiling, tidak seperti enuresis, lebih sering terjadi pada siang hari dibandingkan malam hari.
Jadi akan amat memalukan bagi bagi anak. Teman sekelas sering menghindari atau
mempermalukan anak dengan enkopresis. Karena tinja memiliki bau yang menyengat, guru-
guru merasa kesulitan untuk berperilaku seolah- olah tidak terjadi apa pun. Orang tua juga
akhirnya sakit hati karena masalah tersebut berulang dan dapat menigkatkan tuntutan mereka
terhadap self- control dan pemberian hukuman berat bila terjadi kegagalan. Karena hal- hal
tersebut, anak mungkin mulai menyembunyikan pakaian dalam yang kotor. Anak- anak ini
membuat jarak dengan teman- temannya atau pura- pura sakit agar bisa tinggal di rumah.
Kecemasan mereka sehubungan dengn soiling meningkat. Karena kecemasan
(keterangsangan cabang simpatis dari sistem saraf otonom) mendorong BAB, control menjadi
lebih sulit.

Metode operant conditioning dapat membantu dalam mengatasi soiling. Di sini diberikan
reward (dengan pujian atau cara- cara lain) untuk keberhasilan usaha self- control dan
hukuman untuk ketidaksengajaan (misalnya, dengan member peringatan agar lebih
memperhatikan rasa ingin BAB dan meminta anak untuk membersihkan pakaian dalamnya).
Bila enkopresis bertahan, direkomendasikan evaluasi medis dan psikologis untuk menentukan
kemungkinan penyebab dan penanganan yang tepat.

Apa si PENYEBAB ENCOPRESIS itu?? ( gangguan eliminasi )

Belum diketahui secara pasti apa yang menjadi penyebab anak mengalami encopresis. Meski
begitu, kalau mau dirunut ada beberapa faktor yang mengontribusi terjadinya encopresis
yaitu:

1. Stres
Anak mengalami beban pikiran yang tak terselesaikan. Entah itu masalah di sekolah atau di
rumah. Misalnya, masalah pelajaran yang terlalu berat atau lingkungan sekolah yang
membuatnya tak nyaman. Permasalahan dengan orang tua, seperti merasa kurang
diperhatikan atau kurang kasih sayang, juga dapat menjadi beban pikiran.

2. Kurang aktivitas fisik


Anak yang kurang melakukan aktivitas fisik berisiko mengalami encopresis. Sebaiknya di
usia sekolah, dimana anak tengah bersemangat melakukan eksplorasi, ia diberi berbagai
kegiatan. Tujuannya selain untuk mengantisipasi terjadinya encopresis, juga demi
mengembangkan kemampuan dan keterampilannya.

3. Selalu menahan BAB


Ada juga beberapa anak yang selalu menahan BAB. Alasannya beragam. Misalnya, anak
terlalu asyik melakukan suatu kegiatan sehingga enggan pergi ke toilet. Namun karena
rangsangan untuk BAB begitu kuat dan tak bisa ditahan lagi, akhirnya terjadilah encopresis.
Sebagian anak menahan BAB karena tak terbiasa menggunakan sarana umum, terutama toilet
yang kurang bersih. Misalnya, kamar mandi di sekolah yang ternyata bau dan kotor yang
bertolak belakang dengan toilet di rumah yang terjaga kebersihannya. Akhirnya dia memilih
menahan BAB ketimbang harus memakai toilet sekolah. Saat si anak tak kuat lagi menahan,
terjadilah encopresis. Syukur-syukur kalau ia berterus terang BAB di celana, karena biasanya
mereka akan diam seribu basa. Baru ketahuan orang lain setelah tercium aromanya yang tak
sedap.

4. Makanan/Minuman
Encopresis juga bisa dipicu oleh asupan makanan yang kurang baik yang menyebabkan
gangguan di saluran pencernaan. Misalnya sering menyantap makanan berlemak tinggi,
berkadar gula tinggi atau junk food. Minuman yang mengandung banyak gula dan soda juga
bisa mencetuskan terjadinya encopresis.

5. Trauma
Contohnya, akibat sembelit atau kesulitan mengeluarkan tinja karena keras. Lama-kelamaan
anak menjadi trauma karena setiap kali BAB ia merasa sakit. Untuk menghindari rasa sakit
itu, ia jadi sering menahan untuk tidak BAB.

6. Obat-obatan
Encopresis juga bisa terjadi karena efek obat-obatan yang bisa menyebabkan terhambatnya
pengeluaran kotoran. Misalnya, obat batuk yang mengandung zat seperti codein. Encopresis
terjadi karena obat tersebut tak cocok atau dipakai dalam jangka panjang.
7. Kegagalan toilet training
Pengajaran atau pelatihan buang air (toilet training) yang dilakukan dengan memaksa anak,
cepat atau lambat akan menjadi tidak efektif. Begitu pula kalau misalnya anak yang BAB di
celana lantas dimarahi orang tua.

AKIBAT FISIK-PSIKIS DARI ENCOPRESIS ( GANGGUAN ELIMINASI )

Anak yang mengalami encopresis akan mengalami berbagai masalah emosi, seperti rendah
diri, tak mau bersosialisasi atau menarik diri dari pergaulan. Ia juga akan merasa malu, takut
dicemooh, atau khawatir dimarahi. Belum lagi secara fisik, anak mengalami nyeri di bagian
perut karena berusaha menahan BAB.

Akhirnya, kotoran yang harusnya dibuang tetapi tertahan di dalam perut. Dalam beberapa
kasus encopresis menyebabkan infeksi pada salurah kemih karena kebiasaan menahan BAB.
Ada juga yang mengalami gangguan iritasi kulit atau jamur karena kebersihan tak terjaga.
Kalau sudah begitu, anak juga akan kehilangan nafsu makan sehingga rentan sakit.

TERAPI dari ENCOPRESIS ( GANGGUAN ELIMINASI )

Penderita encopresis membutuhkan penanganan yang tepat dengan melakukan terapi.


Menurut Rini prinsip terapinya adalah konseling atau edukasi pada anak mengenai BAB.
Mereka dapat cepat memahami penjelasan yang diberikan mengingat kemampuan kognitif
anak seusia ini sudah berkembang.

Salah satunya adalah terapi yang bisa dilakukan kalau anak selalu menahan BAB karena
merasa jijik dan tak mau masuk ke kamar mandi umum:

* Tanamkan bahwa tidak semua kamar mandi umum/sekolah akan resik dan wangi sesuai
dengan harapannya.

* Sebelum menggunakan toilet umum/sekolah, minta ia membersihkan dengan menyiramnya


terlebih dahulu.

* Tak ada salahnya anak selalu dibekali tisu, masker, dan pengharum ruangan untuk lebih
menyamankannya saat di toilet umum.

* Yang pasti, jangan beri anak pembalut untuk mengatasi encopresis-nya. Ini justru tak
mendidik.

* Jika masalah psikologis anak tampak berat, sampai stres atau trauma misalnya, ada baiknya
orang tua dan anak duduk bersama membahas permasalahan yang dihadapi. Jika perlu
konsultasikan dengan psikolog.

* Terapkan pola makan yang baik dan teratur. Usahakan banyak mengonsumsi makanan
berserat, sayuran, buah-buahan, serta susu. Kurangi konsumsi makanan berlemak tinggi, junk
food, dan soft drink.

* Kepada anak yang selalu merasa nyeri saat mau BAB bisa diberikan obat-obatan untuk
pengencer tinja. Namun, penggunaanya harus tetap berdasarkan rekomendasi dokter.
* Ajarkan untuk melakukan BAB secara teratur, misalnya pagi atau malam hari.

* Yang pasti, anak jangan disalahkan atau dicemooh kalau mengalami encopresis.
Mestinya orang tua selalu mendukung dan membantu kesulitan anak.

3. F93 Gangguan Emosional dengan Onset Khas Pada Masa Kanak


F93.0 Gangguan Ansietas Perpisahan Masa Anak
Bayi menunjukkan cemas perpisahan cemas terhadap orang asing
pada usia kurang dari satu tahun.
Gangguan cemas perpisahan ditemukan jika secara perkembangan
tidak sesuai dan kecemasan yang berlebihan bila berpisah dari tokoh
perlekatan yang utama.
Ketakutan perpisahan penolakan sekolah, ketegangan, keluhan fisik
berulang seperti nyeri kepala dan nyeri perut, dan mimpi buruk.
Kriteria diagnosis durasi sekurangnya empat minggu dan onset
sebelum usia 18 tahun.
Epidemiologi :
Lebih sering terjadi pada anak kecil dibanding remaja.
Laki-laki = perempuan.
Onset pada pra sekolah tetapi yang tersering pada usia 7 8
tahun.
Prevalensi 3 4 persen dari semua anak usia sekolah dan 1
persen dari semua remaja.
Etiologi :
a. Faktor sosial :
Anak kecil, imatur dan tergantung pada tokoh ibu rentan terhadap cemas
perpisahan.
Penyangkalan dan pengalihan perasaan kemarahan anak terhadap tokoh
orang tua kepada lingkungan sangat mengancam.
Rasa takut akan luka terhadap diri sendiri dan bahaya pada orang tua
preokupasi yang menetap.
Pola karakter anak berhati-hati, menyenangkan, cenderung kearah
kecocokan.
Keluarga cenderung erat dan mengasuh.
Anak sering manja atau sasaran perhatian orang tua secara berlebihan.
Penyakit pada anak, perubahan lingkungan, pindah rumah, pindah sekolah
faktor stresor.
b. Faktor belajar :
Orang tua penuh ketakutan anak mempunyai adaptasi fobia terhadap
situasi baru.
Orang tua melindungi anak secara berlebihan atau dengan membesar-
besarkan bahaya.
c. Faktor genetik :
Orang tua dengan gangguan panik dengan agorafobia resiko tinggi
memiliki anak dengan gangguan cemas perpisahan.
Pedoman Diagnosis
Ciri diagnosis yang terpenting ialah ansietas yang berlebihan yang
terfokus dan berkaitan dengan perpisahan dari tokoh yang akrab
hubungannya dengan si anak.
Ansietas dapat berbentuk sebagai berikut :
a. Tidak realistik, kekhawatiran yang mendalam kalau-kalau ada
bencana yang akan menimpa tokoh yang lekat atau
kekhawatiran orang itu akan pergi dan tidak kembali lagi.
b. Tidak realistik, kekhawatiran mendalam akan terjadi peristiwa
buruk, seperti misalnya anak akan kesasar, diculik atau
dimasukkan dalam rumah sakit, atau terbunuh, yang akan
memisahkannya dari tokoh yang lekat dengan dirinya.
c. Terus menerus enggan atau menolak masuk sekolah, semata-
mata karena takut akan perpisahan (bukan karena alsan lain
seperti kekhawatiran tentang peristiwa di sekolah).
d. Terus menerus enggan atau menolak untuk tidur tanpa ditemani
atau didampingi oleh tokoh kesayangannya.
e. Terus menerus takut yang tidak wajar untuk ditinggalkan
seorang diri, atau tanpa ditemani orang yang akrab dirumah
pada siang hari.
f. Berulang mimpi buruk tentang perpisahan.
g. Sering timbulnya gejala fisik (rasa mual, sakit perut, sakit
kepala, muntah-muntah dsb) pada peristiwa perpisahan dari
tokoh yang akrab dengan dirinya, seperti keluar rumah untuk
pergi kesekolah.
h. Mengalami rasa susah yang berlebihan (yang tampak dari
ansietas, menangis, mengadat, merana, apati, atau pengunduran
sosial), pada saat sebelum, selama atau sehabis berlangsungnya
perpisahan dengan tokoh yang akrab dengannya.
Diagnosis ini mensyaratkan tidak adanya gangguan umum pada
perkembangan fungsi kepribadian.
Terapi :
Pendekatan terapi multimodal psikoterapi individual, pendidikan
keluarga, dan terapi keluarga
Farmakoterapi untuk gangguan cemas perpisahan anti depresan
trisiklik dan tetrasikilik.
Prognosis :
Bervariasi dan berhubungan dengan onset usia, lamanya gejala,
dan perkembangankomorbiditas gangguan cemas dan
depresif.
F93.1 Gangguan ansietas Fobik Masa Kanak
Pedoman Diagnosis
Kategori ini hanya berlaku terhadap rasa takut yang khas timbul pada
suatu fase perkembangan yang spesifik pada anak.
Memenuhi kriteria :
a. Onset pada masa usia perkembangan yang sesuai.
b. Taraf ansietas itu secara klinis tidak normal.
c. Ansietas itu tidak merupakan bagian dari suatu gangguan yang
menyeluruh.
F93.2 Gangguan Ansietas Sosial Masa Kanak.
Pedoman Diagnosis
Kategori ini hanya berlaku bagi gangguan yang timbul sebelum
usia 6 tahun, yang tidak lazim derajatnya dan disertai aneka
masalah berkenaan dengan fungsi secara sosial, dan yang tidak
merupakan bagian dari gangguan emosional yang bersifat lebih
menyeluruh.
Anak dengan gangguan ini senantiasa dan berulang kali
mengalami rasa was- was dan takut dan menghindari orang
yang tak dikenal. Rasa takutnya dapat timbul hanya terhadap
orang dewasa, atau hanya dengan teman sebaya atau dengan
kedua kelompok itu. Rasa takut itu berhubungan dengandengan
kelekatan yang selektif dengan orang tuanya atau dengan orang
yang lain yang akrab. Kecenderungan menghindar atau rasa
takut terhadap perpisahan sosial melebihi batas normal bagi
anak seusia itu dan berhubungan dengan masalah fungsi sosial
yang secara klinis bermakna.
F93.3 Gangguan Persaingan Antar Saudara (Sibling Rivalry)
Pedoman Diagnosis
Ciri khas dari gangguan ini mencakup gabungan dari:
a. Bukti adanya rasa persaingan dan/atau iri hati terhadap saudara.
b. Onset selama beberapa bulan setelah kelahiran adik (terutama
adik langsung).
c. Gangguan emosional melampaui taraf normal dan/atau
berkelanjutan dan berhubungan dengan masalah psikososial.
Rasa persaingan/iri hati antar saudara mungkin ditandai oleh
upaya bersaing yang nyata antar saudara untuk merebut
perhatian atau cinta orang tuanya. Untuk menjadi abnormal
persaingan itu harus ditandai oleh perasaan negatif yang
berlebihan. Dalam kasus yang berat persaingan ini mungkin
disertai oleh rasa permusuhan yang terbuka, trauma fisik
dan/atau sikap jahat, dan upaya menjegal saudaranya. Dalam
kasus yang ringan rasa persaingan/iri hati itu dapat terlihat dari
keengganan berbagi, kurangnya pandangan positif, dan
langkanya interaksi yang ramah.
Gangguan emosional dapat muncul dalam beberapa bentuk,
regresi dengan hilangnya berbagai ketrampilan yang telah
dimilikinya (seperti pengendalian BAK/BAB), dan adanya
tendensi berperilaku seperti bayi. Tidurnya terganggu dan
sering terdapat keinginan besar untuk memperoleh perhatian
orang tua, misalnya pada saat hendak tidur.
4. F94.0 Mutisme Selektif
Kondisi yang jarang pada masa anak-anak dimana anak yang fasih berbahasa
tidak dapat berbicara dalam situasi sosial tertentu, seperti di sekolah dimana bahasa
diharapkan.
Anak tenang dalam situasi membisunya, tetapi ada beberapa anak berbisik dan
menggunakan kata-kata dengan suku kata tunggal.
Walaupun tidak bicara beberapa berkomunikasi dengan kontak mata
dan isyarat non verbal.
Gejala harus ditemukan selama sekurangnya satu bulan.
Gangguan harus mengganggu pencapaian pendidikan dan pekerjaan
atau komunikasi sosial.
Epidemiologi :
Prevalensi sekitar 3 dan 8 per 10.000 anak.
Anak kecil lebih rentan.
Anak perempuan lebih sering daripada anak laki-laki.
Etiologi :
Riwayat onset bicara yang terlambat atau kelainan bicara.
Ketidak cocokan orang tua, depresi maternal, dan keergantungan.
Pedoman Diagnosis
Ciri khas dari kondisi ini ialah selektifitas yang ditentukan secara
emosional dalam berbicara, dimana anak itu menunjukkan selektifitasnya
dalam kemampuan bertutur kata dalam situasi-situasi tertentu, namun tidak
mampu melakukannya dalam beberapa situasi.
Untuk diagnosis diperlukan :
a. Tingkat pengertian bahasa yang normal atau hampir normal.
b. Tingkat kemampuan bertutur kata untuk komunikasi sosial.
c. Bukti yang nyata bahwa anak bersangkutan dapat dan bertutur kata
secara normal atau hampir normal dalam beberapa situasi tertentu.
Terapi :
Pendekatan multimodal intervensi individual, perilaku, dan keluarga.
Penelitian lebih lanjut untuk penggunaan intervensi farmakologis.
F94.1 gangguan Kelekatan Reaktif Masa Kanak
Pedoman Diagnosis
Cirinya yang terpenting ialah adanya pola abnormal dalam hubungan
anak dengan para pengasuhnya yang timbul sebelum anak mencapai usia 5
tahun, yang meliputi ciri-ciri maladapftif yang lazimnya tidak dilihat pada
anak-anak yang normal, dan yang tetap berlanjut namun reaktif terhadap
perubahan yang cukup jelas pada pola asuh.
Gangguan ini hampir selalu timbul berkaitan dengan pengasuhan anak
yang sangat kurang memadai. Hal ini mungkin dalam bentuk penganiayaan
psikologis atau penelantaran (yang nampak dari hukuman yang kejam, dan
sikap yang senantiasa lalai memberi tanggapan terhadap upaya anak untuk
berdamai, atau asuhan yang sangat kurang sempurna sebagai orang tua), atau
penganiayaan fisik atau penelantaran anak itu (hal itu terbukti oleh sikap
kurang memperhatiakn kebutuhan fisik anak, berulang kali dengan sengaja
mencederai anak, atau kurang memberi makanan bergizi).
F94.2 Ganggaun Kelekatan Tak Terkendali Masa Kanak
Pedoan Diagnosis
Diagnosis haruslah didasarkan pada kenyataan bahwa anak
menunjukkan kelekatan selektif yang kabur selama 5 tahu pertama kehidupan
anak dan umumnya berhubungan dengan perilaku melekat sewaktu masa bayi
dan/atau perangai ramah terhadap semua orang, dan perilaku menarik
perhatian pada masa dini atau pertengahan usia anak. Biasanya akan
mengalami kesulitan dalam membina hubungan akrab, dan saling percaya
dengan kelompok teman sebaya.
Mungkin juga terdapat gangguan emosional atau perilaku yang
menyertai (sebagian tergantung pada keadaan anak saat itu). Kebanyakan
terdapat riwayat pengasuh yang berganti-ganti, dari suatu keluarga asuh
pindah ke keluarga asuh yang lain.
5. F95 Gangguan Tik
Tik adalah gerakan motorik atau vokalisasi involunter, tiba-tiba
rekuren, tidak berirama,dan stereotipik.
Tik motorik sederhana terdiri dari kontraksi cepat dan berulang dari
kelompok otot yang secara fungsional serupa, contohnya: kedipan mata,
sentakan leher, mengangkat bahu, dan seringai wajah.
Tik vokal sederhana batuk, membersihkan tenggorokan,
mendengkur, menghirup, mendengus, dan menghardik.
Tik motorik kompleks lebih bertujuan dan ritualistik perilaku
berdandan, membaui benda, meloncat, kebiasaan menyentuh, ekopraksia
(meniru perilaku yang diamati) dan kopropraksia (menunjukkan gaya yang
cabul).
Tik vokal kompleks mengulang kata atau frasa diluar konteks
koprolalia (pemakaian kata atau frase yang cabul), palilalia (pengulangan satu
kata yang diucapkan diri sendiri), dan ekolalia (pengulangan kata terakhir
yang terdengar dari ucapan orang lain).
Pedoman Diagnosis
Tic adalah suatu gerakan otot (lazimnya mencakup suatu kelompok
otot khas tertentu) yang tidak dibawah pengendalian, berlangsung cepat, dan
berulang-ulang, tidak berirama, ataupun suatu hasil vokal yang timbul
mendadak dan tidak ada tujuannya yang nyata. Tic jenis motorik dan jenis
vokal mungkin dapat dibagi dalam golongan yang sederhana dan yang
kompleks, sekalipun penggarisan batasannya kurang jelas.
Ciri khas terpenting yang membedakan Tic dari gangguan motorik
lainnya ialah geraka yang mendadak, cepat, sekejap, dan terbatasnya gerakan,
tanpa bukti gangguan neurologis yang mendasari, sifatnya yang berulang-
ulang, biasanya berhenti saat tidur, dan mudahnya gejala itu ditimbulkan
kembali atau ditekan dengan kemauan. Kurang beriramanya Tic itu yang
membedakannya dari gerakan yang stereotipik berulang yang tampak pada
beberapa kasus autisme dan retardasi mental. Aktifitas motorik manneristik
yang tampak pada gangguan ini cenderung mencakup gerakan yang lebih
rumit dan bervariasi daripada gejala tic. Gerakan obsesif kompulsif sering
menyerupai Tic yang kompleks namun berbeda karena bentuknya
cenderung ditentukan oleh tujuannya (misalnya menyentuh atau memutar
benda secara berulang) daripada oleh kelompok otot yang terlibat, walaupun
acapkali sulit juga untuk membedakannya.
Tic seringkali terjadi sebagai fenomena tunggal namun tidak jarang
disertai variasi gangguan emosional yang luas, khususnya, fenomena obsesi
dan hipokondrik. Namun ada pula beberapa hambatan perkembangan khas
disertai tic. Tidak terdapat garis pemisah yang jelas antara gangguan tic
dengan berbagai gangguan emosional dan gangguan emosional disertai tic.
F95.0 Gangguan tic Sementara
Gangguan ini pada umumnya memenuhi kriteria untuk diagnosis
gangguan tic, tetapi tidakmelampaui 12 bulan.
Bentuk ini paling sering dijumpai pada anak usia 4-5 tahun, biasanya
berupa kedipan mata, muka menyeringai, atau kedutan kepala. Pada sebagian
kasus hanya berupa episode tunggal, namun pada beberapa kasus lain hilang
timbul selama beberapa bulan.
F95.1 Gangguan Tic Motorik atau Vokal Kronik
Umumnya memenuhi kriteria untuk suatu gangguan tic motorik atau
vokal (namun bukan kedua-duanya) dan berlangsung selama lebih dari
setahun.
Tic dapat tunggal atau multipel (tetapi lebih sering bersifat multipel.
F95.2 Gangguan Campuran Tic Motorik dan Vokal Multipel
(Sindroma de la Tourette)
Ditemukan oleh Georges De La Tourette di Prancis tahun 1885, yang
menemukan beberapa pasien yang berupa tik motorik multipel, koprolalia,
dan ekolalia.
Epidemiologi:
Prevalensi seumur hidup 4 5 per 10.000.
Onset komponen motorik pada usia 7 tahun.
Tik vokal timbul rata-rata pada usia 11 tahun.
Laki-laki lebih sering dibandingkan wanita 3 : 1.
Etiologi :
Faktor genetik :
a. anak laki-laki dari ibu dengan gangguan tourette mempunyai resiko
tertinggi untuk mengalami gangguan serupa.
b. Di turunkan secara autosomal dominan.
c. Lebih kurang 40 % memiliki gangguan obsesif kompulsif.
Faktor neurokimiawi dan Neuroanatomi :
a. Keterlibatan sistem dopaminergik obat antipsikotik menekan
tik.
b. Meningkatkan aktifitas dopaminergik sentral metilfenidat,
amfetamin, kokain mengeksaserbasi tik.
c. Kelainan sistem noradrenergik menurunnya tik dengan
clonidine ( agonis -adrenergik) menurunkan pelepasan
norefinefrin dalam sistem saraf pusat.
d. Kelainan di ganglia basalis gangguan pergerakan termasuk
gangguan tourette, OCD, dn ADHD.
Diagnosis dan gambaran Klinis :
Tik harus sering terjadi dalam sehari hampir
setiap hari atau secara intermiten selama lebih
dari satu tahun.
Usia rata-rata onset adalah 7 tahun, paling awal
2 tahun.
Onset harus terjadi sebelum usia 18 Tahun.
Tic motorik multipel dengan satu atau beberapa tic
vokal, yang tidak harus timbul secara serentak dan
dalam riwayatnya hilang timbul.
Onset hampir selalu pada masa kanak dan remaja.
Lazimnya ada riwayat tic motorik sebelum timbulnya
tic vokal. Sindroma ini sering memburuk pada usia
remaja dan lazim pula menetap sampai usia dewasa.
Tic vokal sering bersifat multipel dengan letupan
vokalisasi yang berulang-ulang, seperti suara
mendehem, bunyi ngorok, dan ada kalanya diucapkan
kata-kata atau kalimat-kalimat cabul. Ada kalanya
diiringi gerakann isyarat ekopraksia, yang dapat juga
bersifat cabul (kopropraksia). Seperti juga pada tic
motorik, tic vokal mungkin ditekan dengan kemauan
untuk jangka waktu singkat, bertambah parah karena
stres dan berhenti saat tidur.
Diagnosis Banding :
Gangguan pergerakan ( gerakan distonik, koreiform, atetoid,
mioklonik, dan hemibalismik ) dll.
Terapi :
Farmakoterapi haloperidol dosis rendah antara 0,25 sampai
0,5 mg dengan dosis harian 0,05 sampai 0,075 mg/kg BB.
Psikoterapi.
Prognosis :
Jika tidak diobati kronis dan seumur hidup dengan relatif
remisi dan eksaserbasi.
Kekecewaan dengan gangguan fungsi sosial dan pekerjaan
yang berat bunuh diri.
6. F98.0 Enuresis Non Organik
Enuresis mengeluarkan urin secara berulang dalam pakaian atau
tempat tidur, terlepas apakah miksi tidak disadari atau disengaja.
Perilaku harus terjadi dua kali seminggu sekurangnya selama tiga
bulan.
Harus menyebabkan penderitaan klinik yang bermakna atau gangguan
sosial atau akademik.
Usia anak sekurangnya 5 tahun.
Epidemiologi :
Prevalensi menurun dengan meningkatnya usia.
Etiologi :
Kontrol kandung kemih dipengaruhi oleh perkembangan
neuromuskuler, faktor sosioekonomi, latihan toilet, dan faktor genetik.
Stresor psikososial mencetuskan enuresis (kelahiran adik, mulai
sekolah, masalah keluarga, pndah rumah baru.
Pedoman Diagnosis
Suatu gangguan yang ditandai oleh buang air seni tanpa kehendak,
pada siang dan/atau malam hari, yang tidak sesuai mental anak, dan bukan
akibat dari kurangnya pengendalian air kemih akibat gangguan neurologis,
serangan epilepsi, dan atau kelainan struktural pada saluran kemih.
Tidak terdapat garis pemisah yang tegas antara gangguan enuresis dan
variasi normal usia seorang anak berhasil mencapai kemampuan pengendalian
kandung kemihnya. Namun demikian, enuresis tidak lazim didiagnosis
terhadap anak dibawah usia 5 tahun atau dengan usia mental kurang dari 4
tahun.
Bila enuresis ini berhubungan dengan suatu gangguan emosional atau
perilaku, yang lazim merupakan diagnosis utama, hanya bila terjadi sedikitnya
beberapa kali dalam seminggu dan bila gejala lainnnya menunjuk kaitan
temporal dengan enuresis itu (enuresis non organik sekunder).
Enuresis ada kalanya timbul bersamaan dengna enkopresis, dalam hal
ini diagnosis enkopresis yang diutamakan.
Terapi :
Latihan toilet yang tepat.
Terapi perilaku.
Farmakoterapi imipramine.
Psikoterapi.
Prognosis :
Enuresis biasanya berhenti sendiri.
Gejalanya ego distonik dan mengalami peningkatan harga diri dan
perbaikan keyakinan sosial jika mereka menjadi kontinen.
F98.1 Enkopresis Non Organik
Enkopresis suatu pola pengeluaran feses ditempat yang tidak sesuai,
terlepas apakah pengeluarannya tidak disadari atau disengaja.
Pola harus ditemukan sekurangnya tiga bulan.
Usia kronologis anak sekurangnya empat tahun.
Epidemiologi :
Lebih sering pada laki-laki dibandingkan perempuan.
Etiologi :
Tidak adanya latihan toilet yang tepat.
Banyak anak enkopretik tidak memiliki masalah perilaku.
Pedoman Diagnosis
Ciri diagnosis yang menentukan ialah pengeluaran tnja secara tak
layak. Kondisi dapat timbul dengan berbagai cara:
a. Mungkin menggambarkan kurang adekuatnya latihan kebersihan
(toilet training), atau kurang responsifnya anak terhadap latihan itu, dengan
riwayat kegagalan terus menerus untuk memperoleh kemampuan
mengendalikan gerakan usus.
b. Mungkin mencerminkan suatu gangguan psikologis dengan
pengendalian fisiologis buang air besar normal, tetapi, karena suatu alasan,
erdapat keengganan, perlawanan, atau kegagalan untuk menyesuaikan diri
dengan norma sosial untuk buang air besar ditempat yang layak.
c. Mungkin akibat retensi fisiologis, yang bertumpuk pada peletakan tinja
ditempat yang tidak layak. Retensi itu mungkin timbul sebagai akibat
pertentangan antara orang tua dan anak mengenai latihan buang air besar, atau
akibat menahan tinja karena nyeri saat buang air besar (misal karena fisura
ani) atau karena sebab lain.
Pada beberapa peristiwa, enkopresis mungkin disertai ulah
memoleskan tinja pada tubuh sendiri atau pada lingkungan sekitar dan yang
agak jarang, ulah mencongkel dubur dengan jari atau masturbasi anal. Tidak
terdapat garis pemisah yang jelas antara enkopresis yang disertai dengan
gangguan emosional/perilaku dan gangguan psikiatrik lain dengan enkopresis
sebagai sebagai gejala sampingan. Pedoman yang digariskan ialah untuk
memberi kode diagnosis enkopresis bila hal tersebut merupakan fenomena
yang predominan, dan kode diagnosis gangguan lain apabila enkopresis
bukan merupakan fenomena yang predominan (atau bila enkopresis itu hanya
terjadi kurang dari sekali sebulan).
Enkopresis dan enuresis tidak jarang saling berhubungan dan bila hal
ini terjadi, pemberian kode diagnosis enkopresis harus diprioritaskan.
Enkopresis adakalanya timbul menyusul suatu kondisi organik, seperti
fisura ani atau infeksi gastrointestinal, maka kondisi organik itu harus
dijadikan kode diagnosis yang utama bila kondisi itu merupakan alasan yang
cukup bagi pengeluaran tinja itu, tetapi bila kondisi organik itu hanya
merupakan suatu akibat, bukan sebagai penyebab yang cukup memadai, perlu
diberi kode enkopresis (disamping kode organiknya).
Terapi :
Ketidaksesuaian dan ketegangan keluarga yang cukup besar sering
ditemukan harus diselesaikan.
Psikoterapi.
Tekhnik perilaku malam yang kering kartu bintang.
Prognosis :
Tergantung pada penyebab, kronisitas gejala, masalah perilaku
penyyerta.
Enkopresis akan berhenti dengan sendirinya, dan jarang berlanjut lewat
masa remaja.
F98.2 Gangguan Makan Masa Bayi dan Anak
Pedoman Diagnosis
Gangguan makan dengan berbagai manifestasi biasanya spesifik pada
masa bayi dan masa dini anak. Pada umumnya meliputi penolakan makanan
dan rewel menghadapi makanan yang memadai dari pengasuh yang baik,
tanpa penyakit organik.
Kesulitan kecil dalam makan adalah lazim pada masa bayi dan anak
(dalam bentuk penolakan seolah kurang makan atau kebanyakan makan). Ulah
itu sendiri tidak perlu dipandang sebagai indikasi adanya gangguan. Suatu
gangguan barulah perlu didiagnosis bila kesulitan ini jelas melampaui batas
normal, bila mutu makannya abnormal, atau bila berat badan anak tidak
bertambah, atau berat badan menurun dalam masa minimal sebulan.
F 98.3 Pika Masa Bayi dan Anak
Pika adalah pola makan zat yang tidak bergizi selama sekurangnya satu
bulan.
Perilaku makan bukan merupakan bagian dari praktek yang dibolehkan
secara kultural.
Sering ditemukan pada anak kecil dibandingkan pada orang dewasa.
Epidemiologi :
Terjadi pada 10 32 persen anak-anak antara usia 1 dan 6 tahun.
Laki-laki sama dengan perempuan.
Pedoman Diagnosis
Gejala pika adalah terus menerus makan zat yang tidak bergizi (tanah,
serpihan cat, dsb).
Pika dapat timbul sebagai salah satu gejala dari sejumlah gangguan
psikiatrik yang luas (seperti autisme), atau sebagai perilaku psikpatologis yang
tunggal, hanya dalam keadaan yang disebut belakangan ini digunakan kode
diagnosis ini. Fenomena ini paling sering terdapat pada anak dengan retardasi
mental. Namun pika dapat pula terjadi pada anak yang mempunyai
intelegensia normal (biasanya pada usia dini).
Terapi :
Pendekatan psikososial, lingkungan, perilaku, dan bimbingan keluarga.
Prognosis :
Bervariasi.
Menghilang dengan bertambahnya usia.
F98.4 Gangguan Gerakan Stereotipik
Perilaku motorik yang berulang, tampaknya memiliki dorongan, dan
non fungsional menggoyangkan badan, membenturkan kepala, menggigit
diri sendiri, gerakan memetik, dan bergelombang.
Waktu sekurang-kurangnya empat minggu.
Perilaku mengganggu aktifitas normal dan akan menyebabkan cidera
bila tidak dilakukan pencegahan.
Epidemiologi :
Prevalensi gangguan gerakan stereotipik tidak diketahui.
Lebih menonjol pada anak laki-laki.
Etiologi :
Penyebab gangguan pergerakan stereotipik tidak diketahui.
Gerakan stereotipik berhubungan dengan aktifitas dopamin.
Pedoman Diagnosis
Merupakan aneka gerakan yang volunter, berulang, stereotipik, non
fungsional (dan sering bersifat ritmik) bukan merupakan bagian dari suatu
kondisi psikiatrik atau neurologis yanh dikenal.
Bila gerakan ini terjadi sebagai gejala dari gangguan yang lain, hanya
gangguan utamanya yang perlu diberi kode diagnosis.
Bila gangguan gerakan stereotipik berhubungan dengan retardasi
mental, kedua tipe gangguan tersebut harus diberi kode diagnosis. Gerak
mencolok mata sendiri lazim terdapat dikalangan anak yang menderita
disabilitas visual. Namun adanya disabilitas visual itu bukanlah merupakan
alasan yang cukup dan bila terdapat ulah mencolok mata disertai kebutaan
(atau buta sebagian), keduanya harus diberi kode diagnosis, ulah mencolok
mata dengan kode F98.4 dan kondisi visualnya dengan kode gangguan
somatik yang sesuai.
Terapi :
Terapi perilaku.
Psikoterapi.
Farmakoterapi apabila terjadi kerusakan fisik.
Prognosis :
Bervariasi dan gejala hilang timbul.
Menonjol pada masa anak-anak dan menghilang saat anak bertambah
besar.
Tergantung kepada keparahan disfungsi frekuensi, kuantitas, dan
derajat melukai diri sendiri.
F98.5 Gagap (Stuttering/Stammering)
Gangguan dalam kefasihan normal dan pola waktu bicaa yang tidak
sesuai untuk usia pasien, yang terdiri dari hal sbb : pengulangan bunyi,
perpanjangan, penyisipan, henti dalam kata, substitusi kata untuk menghindari
hambatan.
Gangguan kefasihan mengganggu pencapaian akademik, pekerjaan,
atau komunikasi sosial.
Epidemiologi :
Prevalensi 1 % dari populasi.
Insidensi 3 %.
Sering terjadi pada anak kecil.
Laki-laki lebih banyak daripada wanita.
Etiologi :
Penyebab pasti tidak diketahui.
Mungkin dieksaserbasi oleh situasi tertentu yang menimbulkan stres.
Pedoman Diagnosis
Cara berbicara yang ditandai dengan pengulangan suara atau
perpanjangan suku kata atau kata, atau sering gugup atau terhenti sehingga
mengganggu irama alur bicara.
Disritmia ringan dari gangguan ini sering ditemukan sebagai suatu fase
transisi pada usia dini anak, atau sebagai pola berbicara yang ringan namun
berkelanjutan pada usia selanjutnya dan pada usia dewasa. Harus digolongkan
sebagai gangguan hanya bila keparahannya sangat mengganggu kelancaran
berbicara. Mungkin kondisi ini disertai gerakan pada wajah/dan atau bagian
tubuh lainnya yang bersamaan waktu dengan pengulangan, atau hambatan alur
bicara. Tidak ditemukan gangguan neurologis yang mendasari.
Pada beberapa kasus dapat pula disertai olehh gangguan perkembangan
berbicara atau berbahasa, dalam hal ini maka kasus harus diberi kode secara
terpisah dibawah kode F80.
Terapi :
Pengalihan perhatian, sugesti, dan relaksasi.
Psikoterapi.
F98.6 Berbicara Cepat dan Tersendat (Cluttering)
Pedoman Diagnosis
Cara berbicara cepat dengan gangguan kelancaran alurnya, namun
tanpa pengulangan atau kegugupan, dengan derajat yang cukup parah sehingga
menyebabkan kurang jelasnya ucapan.
Bicaranya kurang menentu dan kurang berirama, dengan letupan cepat,
tersendat-sendat yang biasanya meliputi pola pengungkapan yang keliru,
antara lain berbicara cepat lalu tersendat sendat silih berganti, menghasilkan kelompok kata-
kata yang kurang teratur susunan tata bahasanya.

Mifta Hurrahmi (9124)

1. A. Definisi

Gangguan identitas gender adalah bagaimana seseorang merasa bahwa ia adalah seorang pria
atau wanita, dimana terjadi konflik antara anatomi gender seseorang dengan identitas
gendernya (Nevid, 2002). Identitas jenis kelamin adalah keadaan psikologis yang
mencerminkan perasaan dalam diri seseorang sebagai laki-laki atau wanita (Kaplan, 2002).
Fausiah (2003) berkata, identitas gender adalah keadaan psikologis yang merefleksikan
perasaan dalam diri seseorang yang berkaitan dengan keberadaan diri sebagai laki-laki dan
perempuan.
Identitas jenis kelamin (gender identity): keadaan psikologis yang mencerminkan perasaan
dalam (inner sense). Didasarkan pada sikap, perilaku, atribut lainnya yang ditentukan secara
kultural dan berhubungan dengan maskulinitas atau femininitas. Peran jenis kelamin (gender
role): pola perilaku eksternal yang mencerminkan perasaan dalam (inner sense) dari identitas
kelamin. Peran gender berkaitan dengan pernyataan masyarakat tentang citra maskulin atau
feminim.
Konsep tentang normal dan abnormal dipengaruhi oleh factor social budaya, Perilaku seksual
dianggap normal apabila sesuai dengan norma yang berlaku di masyarakat dan dianggap
abnormal apabila menyimpang dari kebiasaan yang ada di masyarakat.
Gangguan identitas gender bermula di masa kanak-kanak hal itu dihubungkan dengan
banyaknya perilaku lintas-gender, seperti berpakaian seperti lawan jenisnya, lebih suka
bermain dengan teman-teman dari lawan jenis, dan melakukan permainan yang secara umum
dianggap sebagai permainan lawan jenisnya. Gangguan identitas gender pada anak-anak
biasanya teramati oleh orang tua ketika si anak berusia antara 2-4 tahun (Green & Blanchard,
1995).

1. B. Criteria Diagnostic
1. 1. Berkeinginan kuat menjadi anggota gender lawan jenisnya (berkeyakinan
bahwa ia memiliki identitas gender lawan jenisnnya)
2. 2. Memilih memakai baju sesuai dengan stereotip gender lawan jenisnya
3. 3. Berfantasi menjadi gender lawan jenisnya atau melakukan permainan yang
dianggap sebagai permainan gender lawan jenisnya.
4. 4. Mempunyai keinginan berpartisipasi dalam aktivitas permainan yang sesuai
dengan stereotip lawan jenisnya
5. 5. Keinginan kuat mempunyai teman bermain dari gender lawan jenis (dimana
biasanya pada usia anak anak lebih tertarik untuk mempunyai teman
bermain dari gender yang sama). Pada remaja dan orang dewasa dapat
diidentifikasikan bahwa mereka berharap menjadi sosok lawan jenisnya,
berharap untuk bisa hidup sebagai anggota dari gender lawan jenisnya.
6. 6. Perasaan yang kuat dan menetap ketidaknyamanan pada gender anatominya
sendiri atau tingkah lakunya yang sesuai stereotip gendernya.
7. 7. Tidak terdapat kondisi interseks.
8. 8. Menyebabkan kecemasan yang serius atau mempengaruhi pekerjaan atau
sosialisasi atau yang lainnya.
9. 9. Gangguan identitas gender dapat berakhir pada remaja ketika anak anak
mulai dapat menerima identitas gender. Tetapi juga dapat terus berlangsung
sampai remaja bahkan hingga dewasa sehingga mungkin menjadi gay atau
lesbian.
2. C. Kriteria gangguan Identitas Gender dalam DSM IV-TR

Identifikasi yang kuat dan menetap terhadap lawan jenis


Pada anak-anak, terdapat 4 atau lebih dari cirri, yaitu:

1. a. Berulang kali menyatakan keinginan untuk menjadi atau memaksakan bahwa ia


adalah lawan jenis
2. b. Lebih suka memakai pakaian lawan jenis
3. c. Lebih suka berperan sebagai lawan jenis dalam bermain atau terus menerus
berfantasi menjadi lawan jenis
4. d. Lebih suka melakukan permainan yang merupakan stereotip lawan jenis
5. e. Lebih suka bermain dengan teman-teman lawan jenis

Pada remaja dan orang dewasa, simtom-simton seperti keinginan untuk menjadi
lawan jenis, berpindah ke kelompok lawan jenis, ingin diperlakukan sebagai lawan
jenis, keyakinan bahwa emosinya adalah tipikal lawan jenis.
Rasa tidak nyaman yang terus-menerus dengan jenis kelamin biologisnya atau rasa
terasing dari peran gender jenis kelamin tersebut.

1. a. Pada anak-anak, terwujud dalam salah satu hal di antaranya; pada laki-laki merasa
jijik dengan penisnya dan yakin bahwa penisnya akan hilang seiring berjalannya
waktu; tidak menyukai permainan stereotip anak laki-laki. Pada anak perempuan,
menolak untuk buang air kecil dengan cara duduk; yakin bahwa penis akan tumbuh;
merasa tidak suka dengan payudara yang membesar dan menstruasi; merasa
benci/tidak suka terhadap pakaian perempuan yang konvensional
2. b. Pada remaja dan orang dewasa, terwujud dalam salah satu hal di antaranya;
keinginan kuat untuk menghilangkan karakteristik jenis kelamin sekunder melalui
pemberian hormone dan/atau operasi; yakni bahwa ia dilahirkan dengan jenis kelamin
yang salah

Tidak sama dengan kondisi fisik antar jenis kelamin


Menyebabkan distress atau hendaknya dalam fungsi sosial dan perkerjaan.

1. D. Perspektif
1. a. Biologis

Jenis kelamin bayi manusia ditentukan oleh kromosom. Laki-laki memiliki kromosom Y,
selain kromosom X, sementara perempuan memiliki dua kromosom X. Kromosom Y
mengandung gen yang dikenal sebagai faktor penentu testis. Gen ini menyebabkan sel-sel
dalam embrio untuk membedakan dan mengembangkan alat kelamin laki-laki. Embrio tanpa
faktor penentu testis terus mengembangkan dibedakan sebagai perempuan.
Testis laki-laki yang baru terbentuk melepaskan sejumlah besar hormon laki-laki selama
bulan ketiga kehamilan, lebih meningkatkan diferensiasi laki-laki. Ini lonjakan tiba-tiba
terjadi lagi hormon pada pria kadang-kadang antara minggu kedua dan kedua belas setelah
kelahiran. Penting untuk dicatat bahwa tidak ada lonjakan feminisasi sesuai urutan diamati
hormon pada wanita pada usia ini.
Teori biologistelah difokuskan padajumlahdan jenishormonantenatalyang datang
dalamkontak denganjanin. Secara khusus, jika janinterkenatingkat yang
sangattinggitestosteron, terdapat buktibahwa sepertijaninakan mengembangkanidentitaspria,
bahkan jikabayi lahirdan dibesarkansebagai seorang gadis. Juga, jika
janinterkenakelebihanandrogenatau kekuranganhormonandrogen, maka
genderatipikalperilaku telahdiamati dalamstudi penelitian(Cohen-Kettenis &Gooren, 1999).
KasusReimerdapat digunakansebagai sumberutamadukungan untukpenelitian denganteori-
teoribiologis seperti, karena itu adalahcontoh yang jelasalamversus pengasuhan, di mana
alamakhirnyamenang.
Menurut teori Toone, ketidakseimbangan hormon kehamilan dapat mempengaruhi individu
untuk thedisorder. Masalah dalam interaksi keluarga individu atau keluarga dynamicsmay
memainkan peran.
1. b. Psikologis

Teori Psikologis menunjukkan faktor lingkungan sebagai pengaruh kunci dalam etiologi
GID. Penelitian sampai saat ini menunjukkan perbedaan yang jelas berbagai penyebab GID
antara anak perempuan dan laki-laki. Namun, kesamaan dalam menyebabkan titik ke GID
sebagai mekanisme coping untuk stressor lingkungan yang dihadapi individu. Karena tidak
ada temuan yang jelas tentang kausalitas telah ditentukan, penelitian lebih lanjut diperlukan
untuk mengembangkan teori psikologi yang komprehensif tentang etiologi GID. Di sisi lain,
teori-teori psikologi mengidentifikasi pengaruh orang tua, kebutuhan primer, dan kognisi
pribadi sebagai faktor utama yang menyebabkan GID, dengan atau tanpa membutuhkan
diatesis biologis. Dalam makalah ini, ikhtisar dari beberapa teori psikologi akan disajikan.
Pengaruh orang tua adalah yang paling banyak dipelajari dan tampaknya menjadi kekuatan
yang paling kuat dalam genesis GID, terutama peran ibu. Pada atau bahkan sebelum rahim,
kebanyakan orangtua mengekspresikan preferensi seks untuk mereka anak-to-be. Menurut
Zucker dan Bradley (1995), sifat psikologis umum bahwa ibu dari anak laki-laki dengan GID
miliki adalah kebutuhan untuk memelihara dan dipelihara oleh seorang anak perempuan.
Sangat kecewa karena tidak memiliki anak perempuan, seorang ibu yang memutuskan untuk
menjaga anaknya bisa memberinya varian dari nama perempuan, lintas-baju dia, atau
memperlakukan dia seperti seorang gadis. Namun demikian, dalam mempelajari anak-anak
ini, hubungan ibu-anak yang terlalu dekat dan pelindung sering ditemukan.

1. c. Sosiokultural

Perspektif penting yang muncul dalam psikologi dalam beberapa tahun terakhir disebut
perspektif sosiokultural. Seperti teori belajar sosial, pendekatan sosial budaya didasarkan
pada asumsi bahwa kepribadian kita, keyakinan, sikap. dan keterampilan yang dipelajari dari
orang lain. Pendekatan sosial budaya berjalan lebih lanjut, namun, dalam menyatakan bahwa
adalah mustahil untuk memahami seseorang tanpa memahami budaya-nya, identitas etnis,
identitas gender, dan faktor-faktor lain yang patut incportant 'sosiokultural (Miller, 1999;
Phinney, 1996a).
Suatu istilah yang penting untuk perspektif sosial budaya adalah identitas gender. Istilah ini
mengacu pada pandangan seseorang tentang dirinya sendiri sebagai laki-laki atau perempuan.
Sebagai anak laki-laki dan perempuan berinteraksi dengan orang tua mereka. saudara. guru.
dan teman-teman, mereka belajar apa artinya menjadi seorang laki-laki atau perempuan
dalam masyarakat mereka. Di Amerika Serikat, misalnya. laki-laki secara tradisional telah
diajarkan untuk menjadi kuat dan tegas. sedangkan perempuan telah diajarkan untuk
memelihara dan lembut. Dan, meskipun langkah telah dibuat dalam beberapa tahun terakhir
untuk mengurangi pembentukan dari dua jenis kelamin dalam peran seks yang sempit,
dampak sosialisasi semacam ini memiliki dampak pada masing-masing identitas gender kita.

1. E. Prevensi

Menyediakan gender yang sesuai pakaian dan mainan pada masa bayi dan anak usia dini
sangat membantu dalam mencegah atau mengurangi gangguan identitas gender. Menghindari
komentar menghina tentang mainan anak, pakaian, atau preferensi aktivitas mengurangi
potensi bahaya psikis sengaja.
Kebanyakan individu dengan gangguan identitas gender memerlukan dan menghargai
dukungan dari beberapa sumber. Keluarga, serta orang dengan gangguan tersebut, perlu dan
menghargai informasi dan dukungan. Lokal dan nasional kelompok dukungan dan layanan
informasi yang ada, dan penyedia perawatan kesehatan dan profesional kesehatan mental
dapat memberikan arahan.

1. F. Terapi Gangguan Identitas Gender


1. 1. Perubahan Tubuh

Orang yang mengalami GIG yang mengikuti program yang mencakup perubahan tubuh
umumnya diminta untuk menjalani psikoterapi selama 6 hingga 12 bulan dan hidup sesuai
gender yang diinginkan (harry Benjamin Internasional Gender Dysphoria Assosiation, 1998).
Terapi umumnya tidak hanya memfokuskan pada kecemasan dan depresi yang mungkin
dialami orang yang bersangkutan, namun juga pada berbagai pilihan yang ada untuk
mengubah tubuhnya. Banyak transeksual juga mengonsumsi hormone agar tubuh mereka
secara fisik lebih mendekati keyakinan mereka tentang gender mereka. Banyak yang
mengalami gangguan identitas gender tidak menggunakan metode yang lebih jauh dari itu,
namun beberapa orang mengambil langkah tambahan dengan menjalani operasi perubahan
kelamin.

1. 2. Operasi perubahan kelamin

Operasi perubahan kelamin adalah operasi yang mengubah alat kelamin yang ada agar lebih
sama dengan kelamin lawan jenis. Dalam operasi perubahan kelamin laki-laki ke perempuan,
alat kelamin laki-laki hampir seluruhnya di buang dan beberapa jaringan dipertahankan untuk
membentuk vagina buatan. Minimal setahun sebelum operasi, berbagai hormone perempuan
dikonsumsi untuk memulai proses perubahan tubuh. Sebagian besar transeksual laki-laki ke
perempuan harus menjalani elektrolisis yang ekstensif dan mahal untuk menghilangkan bulu-
bulu di wajah dan tubuh dan mendapatkan pelatihan untuk menaikkan nada suara mereka,
hingga hormone-hormon perempuan yang dikonsumsi membuat bulu-bulu tidak lagi tumbuh
dan suaranya menjadi kurang maskulin. Operasi kelamin itu sendiri biasanya tidak dilakukan
sebelum berakirnya masa uji coba selama satu atau dua tahun. Hubungan seks heteroseksual
konvensional dimungkinkan bagi transeksual laki-laki ke perempuan, meskipun kehamilan
tidak akan mungkin terjadi karena alat kelamin bagian luar di ubah.
Proses perubahan kelamin perempuan ke laki-laki dalam beberapa hal lebih sulit, namun,
dalam beberapa hal lain lebih mudah. Di satu sisi, penis yang di buat melalui operasi
berukuran kecil dan tidak mengalami ereksi normal sehingga dibutuhkan alat bantu buatan
untuk melakukan hubungan seksual konvensional. Di sisi lain, lebih sedikit penanganan
kosmetik lanjutan yang diperlukan di banding pada transeksual laki-laki ke perempuan
karena hormon laki-laki yang yang di konsumsi perempuan yang ingin berubah gender secara
drastic mengubah distribusi lemak dan menstimulasi pertumbuhan bulu-bulu di wajah dan
tubuh. Operasi perubahan kelamin merupakan pilihan yang sering kali diambil oleh laki-laki
daripada perempuan.

1. 3. Perubahan gender identitas

Operasi da pemberian hormone sebelumnya dianggap sebagai satu-satunya penanganan yang


dimungkinkan untuk gangguan identitas gender karena berbagai upaya psikologis untuk
mengubah identitas gender secara konsisten mengalami kegagalan. Identitas gender
diasumsikan tertanam terlalu dalam utuk diubah. Sejumlah kecil prosedur mengubah identitas
gender melalui terapi perilaku yang tampaknya berhasil. Para peneliti mengatakan, para klien
mereka kemungkinan berbeda dari orang-orang lain yang mengalami GIG karena mereka
bersedia berpartisipasi dalam program terapi yang bertujuan mengubah identitas gender.
Sebagian besar transeksual menolak penanganan itu. Bagi mereka mengubah tubuh mereka
secara fisik merupakan satu-satunya tujuan yang diinginkan. Namun, jika tidak terdapat
pilihan operasi, akan lebih banyaklah tenaga professional yang dikeluarkan untuk
mengembangkan prosedur psikologis yang mengubah identitas gender.

Trikotilomania merupakan gangguan kesehatan psikologis atau kejiwaan.Istilah


trikotilomania berasal dari bahasa Yunani.Gabungan dari tiga suku kata, yaitu thrix yang
berarti rambut, tillein yang berarti menarik dan mania yang berarti kegilaan. Trikotilomania
adalah gangguan impuls di mana orang merasa ketegangan yang meningkat dan dapat lega
hanya dengan menarik atau terus menerus mencabuti rambut mereka sehingga timbul daerah-
daerah botak.1,2Gangguan ini ditandai oleh tindakan berulang yang tidak mempunyai
motivasi rasional yang jelas, umumnya merugikan penderita dan keluarga. Penderita biasanya
melaporkan bahwa perilakunya berkaitan dengan impuls untuk bertindak yang tidak dapat
dikendalikan. Terdapat priode prodromal berupa ketegangan dengan rasa lega pada saat
terjadinya tindakan tersebut.3

Gambar 1. Ketegangan untuk mencabut rambut terus-menerusdikutip dari kepustakaan4

II. INSIDEN DAN EPIDEMIOLOGI


Istilah trikotilomania tidak terlalu familiar karena kasusnya cukup jarang
terjadi.Hanya kurang lebih 4% dari populasi.Berdasarkan data internasional trikotilomania
terjadi 2 kali lebih sering pada wanita dibanding laki-laki dan lebih sering terjadi pada anak-
anak dibandingkan orang dewasa.Dari beberapa sumber diketahui bahwa hingga saat ini
tercatat 0,6% atau sebanyak 2,5 juta warga Amerika Serikat mengidap trikotilomania. Onset
terjadinya trikotilomania pada rentang usia 11-40 tahun, dengan puncaknya pada umur antara
11-17 tahun.1, 5

III. ETIOLOGI DAN PATOFISIOLOGI


Penyebab secara ilmiah belum diketahui secara pasti.Namun para ahli berpikir bahwa
penyebab sebenarnya dari tricholomania adalah ketidakseimbangan kimia di otak.Bahan
kimia ini, yang disebut neurotransmiter yang merupkan bagian dari pusat komunikasi otak.
Ketika sesuatu mengganggu kerja neurotransmittertersebut maka dapat menyebabkan
masalah seperti kompulsif perilaku.6
Faktor yang mempengaruhi perilaku ini mungkin disebabkan psikis pasien yang
kurang mendapat perhatian orangtuanya sehingga menyebabkanstress dandepresi pada
anak.Perilaku ini dilakukan setengah sadar oleh anak dan mungkin sebagai pengganti dari
perilaku mengisap jempol.Beberapa studi psikiatrik berpendapat bahwa kurangnya perhatian
orang tua sebagai penyebab penting terjadinya perilaku ini.Dari beberapa penelitian diketahui
bahwa perilaku mencabut rambut berhenti saat seseorang meninggalkan lingkungan dengan
tingkat stres yang tinggi.1,6

Gambar 2.Stresdan depresidikutip dari kepustakaan1

IV. ANATOMI DAN FISIOLOGI RAMBUT


A. Anatomi Rambut
Rambut merupakan tambahan pada kulit kepala yang memberikankehangatan,
perlindungan dan keindahan. Rambut juga terdapatdiseluruh tubuh, kecuali telapak tangan,
telapak kaki dan bibir.7
Gambar 3. Anatomi rambutdikutip dari kepustakaan7
1. Lapisan batang rambut
Batang rambut ialah bagian rambut yang kelihatan di atas permukaankulit. Seperti
yang dijelaskan oleh Yenes (1984:2) bahwa batang rambutini terbagi pula atas 3 bagian,
yakni:
a. Cuticula (selaput kulit ari) yang berbentuk seperti sisik-sisik ikan dansangat berfungsi untuk
melindungi lapisan rambut (berada paling luaryang merupakan pelindung). Di samping itu ia
juga berfungsi untukmenentukan besar kesilnya daya serap zat cair pada rambut sepertiair,
shampo, conditioner, obat keriting, zat/cat pewarna rambut,bleaching.
b. Cortex atau kulit ari rambut, ialah bagian rambut yang terbesar danmerupakan lapisan di
bawah cuticula. Cortex berfungsi sebagailapisan yang menentukan warna karena pigmen (zat
warna rambutdikandung oleh lapisan ini).Misalnya penyerapan zat cair, obatkeriting, cat
rambut, dan lain-lain.Jadi cortex ini berhubungan dengansifat elastisitas rambut.
c. Medulla atau sum-sum rambut. Medulla ini terdapat dibagian paling tengah.Rambut yang
halus sekali ada yang tidak terdapat medullanya.7,8
Gambar 4. Batang rambutdikutip dari kepustakaan7
2. Susunan rambut
Berdasarkan hal itu bagian-bagian rambut dikenal dengan rambutyang berada di
dalam kulit dan berada diluar kulit. Bagian-bagian rambutini dapat dibagi atas:
a. Akar rambut (Hair Folicle)
Akar rambut adalah bagian rambut yang tertanam di dalam kulit.akar rambut terbagi
menjadi 3 bagian:
1)Bulp yaitu bagian pangkal rambut yang membesar, seperti bentukbola, gunanya untuk
melindungi papil rambut.
2) Papil rambut adalah bagian yang terlindungi di dalam bulp atauterletak dibagian terbawah
dari folicle rambut. Papil rambut seperti piring kecil yang tengahnya melengkung
danmenonjol ke arah rambut, lengkungan inilah yang menyebabkan iadisebut papil, berasal
dari sel-sel kulit jangat (corium) serta kulit ari(epidermis). Diantara sel-sel papil juga terdapat
melanosit.Melanositmenghasilkan pigmen (zat warna), yang akan disebarkan terutama
kedalam contek, kemudian ke dalam medulla rambut.
3)Folicle rambut ialah kandungan atau kantong rambut tempattumbuhnya rambut. Kantong
rambut terdiri dari 2 lapis.Lapisandalamnya berasal dari sel-sel epidermis, sedangkan lapisan
luarnyaberasal dari sel-sel dermis.Rambut yang panjang dan tebalmempunyai folicle
berbentuk besar, folicle rambut ini bentuknyamenyerupai silinder pipa.Kalau folicle
bentuknya lurus, rambut jugalurus dan bila melengkung rambut jadi berombak.
4) Otot penegak rambut ialah yang menyebabkan rambut halus buluroma berdiri bila ada sesuatu
rangsangan dari luar dan dari dalamtubuh kita. Misalnya merasa seram, kedinginan,
kesakitan, kelaparandan sebagainya.
5) Matrix, disebut juga dengan umbi/tombol atau lembaga rambut.Seperti dijelaskan di depan,
bahwa di dalam folicle terdapat rambut.Bagian yang berdekatan dengan papil lebih subur
daripada bagianyang lebih jauh di atasnya. Bagian yang subur itulah yang disebutmatrix.7

B. Fisiologi rambut

Adapun fungsi utama rambut adalahsebagai berikut:


1. Melindungi kulit dari pengaruh buruk : alis mata melindungi mata dari keringat agar tidak
mengalir ke mata, bulu hidung.
2. Menyaring udara serta berfungsi sebagai pengatur suhu
3. Penambah Kecantikan
4. Pendorong penguapan keringat.8

V. DIAGNOSIS

A. Tanda dan Gejala Trikotilomania


Tanda dan gejala trikotilomania meliputi:
- Botak di kepala atau area lain dari tubuh
- Bulu mata atau alis jarang
- Bermain dengan mencabuti rambut
- Menggosok rambut menarik keluar di bibir atau wajah
B. Pedoman Diagnostik Trikotilomania

Pedoman diagnostik trikotilomania (F63.3) menurut PPDGJ-III dijelaskan sebagai


berikut.
1. Gambaran yang esensial dari gangguan ini adalah:
a. kerontokan rambut kepala yang tampak jelas (noticeable) disebabkan oleh berulang kali gagal
menahan diri terhadap impuls untuk mencabut rambut.
b.pencabutan rambut biasanya didahului oleh ketegangan yang meningkat dan setelahnya diikuti
dengan rasa lega atau puas.
2. Diagnosis ini tidak dapat ditegakkan bila sebelumnya sudah ada peradangan kulit dan apabila
pencabutan rambut adalah responterhadap waham atau halusinasi.3
C. pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan dengan lampu wood maupun pemeriksaan dengan mikroskop pada


sediaan langsung rambut yang rusak dengan menggunakan larutan KOH 20%.2
Pemeriksaan dermoskopi telah terbukti sangat berguna untuk membedakan kondisi
trikotilomania dari alopesia areata. Adanya garis patahan rambut yang khas pada dermoskopi
merupakan indikasi dari trikotilomania, sedangkan adanya sisa rambut seperti tanda seru
(exclamation mark hair) mengindikasikan suatu alopesia areata.5
Gambar 9.Dermoskopi pada pasien trikotilomania (kiri)
dan alopesia areata (kanan)5

VI. DIAGNOSA BANDING


Alopesia areata mungkin sulit dibedakan dengan trikotilomania pada pemeriksaan
awal, namun penyebab terjadinya penyakit ini dapat membantu menentukan diagnosis yang
benar. Pada alopesia areata dapat berhubungan dengan penyakit autoimun lainnya, misalnya
penyakit tiroid, maka evaluasi laboratorium mungkin diperlukan.5
VII. KOMPLIKASI
Perilaku menarik rambut yang tidak dapat dikendalikanakanmenyebabkan kerusakan
pada folikel rambut sehingga dapat terbentukjaringan parut dan menyebabkan kehilangan
rambut secara permanen.6

VIII. PENATALAKSAAN
Penatalaksanaan utama pada trikotilomania adalah dengan terapi pengendalian
perilaku, namun obat-obatan juga dapat membantu. Terapi medikamentosa tidak dapat
menyembuhkan penyakit ini, tujuan pemberian obat-obatan hanya untuk mengurangi gejala
pada pasien sehingga pasien dapat menahan keinginan untuk tidak mencabut rambutnya
lagi.10
A. Terapi Perilaku Kognitif (CBT)
CBT adalah bentuk terapi yang bertujuan untuk mengubah perilaku dengan
mengidentifikasi faktor-faktor yang memicu rambut tersebut ditarik.7 Terapi perilaku kognitif
dapat diperlihatkan ke pasien dan diajarkan strategi positif yang fleksibel, sering digabung
dengan latihan keterampilan sosial. metode CBT iniharus dilakukan olehpsikologterlatih
danberpengalaman dalamtrikotilomania.11,12
B. Terapi Farmakologi
Beberapa obat yang telah mengurangi keparahan gejala TTM pada beberapa
individu.Antidepresan, clomipramine,asam aminodan N-asetil sistein, telah menunjukkan
manfaat paling efektif.Sebuah golongan obat yang disebut sebagai selektif serotonin reuptake
inhibitor (SSRI), yang paling umum dikenalprozac, telah menunjukkan hasil yang beragam.
Sebagian orang yang menggunakan obat ini mereka berhenti sama sekali menarik rambut
mereka. Sementara yang lain merasa tidak berpengaruh sama sekali.Tetapi ada juga orang
yang masih merasakan dorongan untuk menarik rambut merekanamun berkurang sedikit
demi sedikit selama beberapa periode waktu.Selain pengobatan di bidang psikiatri, terdapat
obat-obatan di bidang dermatologi yang dapat diberikan terutama untuk mengurangi gejala
yang dapat menyebabkan pasien mencabuti rambutnya. Rasa gatal dapat dikurangi dengan
pemberian kortikosteroid topikal atau dengan pemberian obat anti histamin.12,13
C. Terapi Alternatif
Ada laporan hasil penelitian bahwa beberapa orang dengan TTMtelah dibantu oleh
berbagai terapi alternatif,termasuk hipnosis, biofeedback, perubahan pola makan,
danberolahraga.10
IX. PENCEGAHAN
Referensi pencegahan gangguan trikotilomania belum banyak,kemungkinan dengan
tata laksana pada kondisi ketegangan yang dialami penderita bisa membuat hal ini tidak
terjadi. Teknik terapi perilaku yang dikenal sebagai "substitusi perilaku" atau teknik
"pengganti perilaku". Ini merupakan cara yang baik. Selain itu hindari faktor pencetus seperti
stress dandepresi dengan berupaya untuk rileks, perhatian orang tua juga berperan penting
dalam pencegahan trikotilomania ini.6
X. PROGNOSIS
Prognosis pasien trikotilomania ini bonam karena bila ditemukan pada usiamuda
perilaku kompulsif ini dapat hilang dalam waktu dekat dengan adanya dukungan dari orang
tua pasien. Sehingga bila ditemukan di usia muda semakin baik prognosisnya.5

Anda mungkin juga menyukai