KORIOAMNIONITS
Oleh:
Preseptor:
1
BAB I
PENDAHULUAN
BAB II
2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Korioamnionitis
Korioamnionitis merupakan infeksi jaringan membarana fetalis beserta cairan
amnion yang terjadi sebelum partus sampai 24 jam post partum. Insidensi dari
chorioamnionitis adalah 1 – 5% dari kehamilam aterm dan sekitar 25% dari partus
preterm.2,3
Korioamnionitis adalah perdarangan ketuban, biasanya berkaitan dengan
pecah ketuban lama dan persalinan lama. Korioamnionitis adalah keadaan pada
perempuan hamil dimana korion, amnion, dan cairan ketuban terkena infeksi bakteri.
Korioamnionitis merupakan komplikasi paling serius bagi ibu dan janin, bahkan
berlanjut menjadi sepsis. Korioamnionitis tersamar (“silent”), yang disebabkan oleh
beragam mikroorganisme, baru-baru ini muncul sebagai salah satu penjelasan kasus-
kasus pecah ketuban, persalinan premature, atau keduanya. Korioamnionitis
meningkatkan morbiditas janin dan neonatus secara bermakna. 3
Gambar 2.1
1.2.1 Etiologi
3
Penyebab korioamnionitis adalah infeksi bakteri yang terutama berasal dari
traktus urogenitalis ibu. Secara spesifik permulaan infeksi berasal dari vagina, anus,
atau rektum dan menjalar ke uterus. Angka kejadian korioamnionitis 1-2 % Faktor
resiko terjadinya korioamninitis adalah kelahiran prematur atau ketuban pecah lama.
Mycoplasma genital, seperti ureaplasma urealyticum dan mycoplasma hominis
(genital mycoplasma), organisme ini memicu efek reaksi inflamasi mempengaruhi
ibu dan fetus khususnya pada mur kehamilan preterm. Biasanya organisme ini
terisolasi dalam cairan amnion pada persalinan preterm atau pada ketuban pecah dini
tanpa tanda-tanda korioamnionitis. Genital mycoplasma ditemukan pada traktus
genital bawah (vagina atau servik) sedangkan keberadaannya di traktus genital atas
( uterus dan atau tuba falopi) dan korioamnion sangat jarang terjadi (<5%) pada saat
tidak saat bersalin atau ketuban pecah.4
1.2.2 Patogenesis
Patogenesis korioamnionitis disebabkan oleh organisme yang menginfeksi
korioamnion dan atau tali pusat lalu menjalar ke plasenta. Mulainya infeksi biasanya
disebabkan oleh infeksi secara retrograde atau ascending dari traktus genitalia
bawah (cervix dan vagina). Penyebaran secara hematogen atau tranplacental dan
infeksi iatrogenic karena komplikasi dari amniosintesis atau sampling korionik
villous jarang menimbulkan infeksi. Infeksi anterograde bermula dari peritoneum via
tuba falopi. Adanya infeksi dari mikroorganisme memicu respon inflamasi dari
maternal dan fetal sehingga melepaskan kombinasi proinflamasi dan inhibisi sitokin
dan chemokines dari ibu dan janinnya. Respon inflamasi mungkin menimbulkan
tanda-tanda korioamnionitis dan atau dapat memicu pelepasan prostaglandin,
4
pematangan servik, perlukaan membrane dan persalinan aterm atau preterm pada
umur kehamilan dini. Selain dapat menimbulkan infeksi dan sepsis pada fetus, respon
inflamasi fetus dapat menimbulkan kerusakan pada serebral pada white matter, yang
akhirnya dapat menyebabkan cerebral palsy dan kelainan neurological jangka pendek
dan jangka panjang lainnya.4
Gambar 2.2
5
Koriomnionitis tidak selalu menimbulkan gejala. Bila timbul gejala antara lain
demam, nadi cepat, berkeringat, uterus pada perabaan lembek, dan cairan berbau
keluar dari vagina. Diagnosis korioamninitis ditegakkan dengan pemeriksaan fisik,
gejala-gejala tersebut di atas, kultur darah, dan cairan amnion. Kesejahteraan janin
dapat diperiksa dengan ultrasound dan kardiotokografi.2,5
6
biasanya dilakukan pada persalinan preterm yang refrakter (supaya dapat diputuskan
apabila tokolisis tetap dilanjutkan atau tidak) dan pada pasien yang PROM (apakah
induksi perlu dilakukan). Indikasi lain dari amniosentesis adalah untuk mencari
differential diagnosis dari Infeksi intramnion, prenatal genetic studies, dan
memperediksi kematangan paru.4
Matrix metalloproteinase +
1.2.5 Penatalaksanaan
7
biasanya dilanjutkan setelah persalinan sampai wanita yang bersangkutan tidak
demam dan asimptomatik selama 24 – 48 jam post partum.4,6,7
1.2.6 Komplikasi
a. Komplikasi Maternal
b. Komplikasi Fetus
8
intraventrikular hemorrhagic (IVH), kerusakan serebral di white matter, dan
kelumpuhan jangka panjang termasuk cerebral palsy.3,4
2.7 Prognosis
Segera berikan antibiotika profilaksis pada neonatus yang lahir dari ibu
dengan korioamnionitis. Sehingga dapat memberikan prognosa yang baik bagi
neonatus. Ibu dengan korioamnionitis yang tidak segera melahirkan anaknya dapat
meningkatkan morbiditas terjadinya sepsis bagi ibu. Sehingga prognosa buruk dapat
didapatkan oleh ibu yang tidak dapat melahirkan segera bayinya.3
1.2.8 Pencegahan
9
kombinasi antibiotic harus dihindari untuk indikasi ini karena potensial meningkatkan
resiko necrotizing enterocolitis.3,4
DAFTAR PUSTAKA
10
1. Duff P. Maternal and perinatal infection. In: Gabbe SG, Niebyl JR, Simpson JL,
eds. Obstetrics: normal and problem pregnancies, 4th ed. Philadelphia, PA:
Churchill Livingston; 2002:1301-3
2. Prawirohardjo, Sarwono. Ilmu Kebidanan, 2010. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo.
3. Sadler, T.W. Langman’s Medical Embryology, 12 nd. 2012: chapter 8.
Baltimore, Maryland: Lippincott Williams & Wilkins.
4. Cunningham, F.Gary. Obstetri Williams, 21 nd. Vol 2. 2005. Jakarta : EGC.
5. Tita, Alan T.N. Diagnosis and Management of Chorioamnionitis. (homepage on
the internet) Diunduh tanggal 8 Agustus 2016. Pada
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3008318/.
6. Intauterine infection and preterm delivery, NEJM vol 342 no 20
7. JM, Alexander. Chorioamnionitis and the prognosis for term infants Diunduh
tanggal 8 Agustus 2016. Pada http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/10432142.
8. William Obstetricss, 22 nd. “ Abnormal of the Plasenta, Umbilical Cord and
Membranes”. 2007; chapter 36. New York : The McGraw-Hill Companies. Inc.
11