Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH KEPERAWATAN ANAK

SISTEM REPRODUKSI

ENURESIS

OLEH :

KELOMPOK 7

1. WIWIK HANDAYANI

2. RIZKY AKTSARIYAH

3. RUMIATI

4. SITI AMINAH

5. TONY BAKHTIAR

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

UNIVERSITAS GRESIK

TAHUN AJARAN 2016-2017


KATA PENGANTAR

Bismallahirrahmanirrahim.
Assalamualaikum warahmatullah hiwabarakatuh.
Puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT.atas segala limpahan
rahmat, nikmat dan hidayah-Nyalah sehingga kami dapat menyelesaikan makalah
Asuhan Kebidanan Komunitas ini. Makalah ini kami buat untuk mendapatkan
nilai mata kuliah Asuhan Kebidanan Komunitas.
Dalam hal ini tak luput kami ucapkan terima kasih kepada Dosen bidang studi
Asuhan Kebidanan Komunitas yang telah membimbing kami, sehingga dapat
menyelesaikan makalah ini dengan sebaik mungkin, dan kami juga mohon maaf
jika terdapat kesalahan dalam makalah ini. Demikianlah, makalah ini semoga
bermanfaat bagi yang membacanya. Terima kasih.
Wassalam mualaikum warahmatullah hiwabarakatuh.

Gresik, 1 April 2017

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...............................................................................................
i
DAFTAR ISI ............................................................................................................
ii
BAB I PENDAHULUAN.........................................................................................
1
A. Latar belakang.......................................................................................................
1
B. Rumusan masalah..................................................................................................
1
C. Tujuan....................................................................................................................
2
BAB II TINJAUAN TEORI........
3
A. ENURESIS..........................................................................................................
3
1. Definisi Enuresis....................................................................................................
3
2.Etiologi Enuresis ....................................................................................................
3
3. Jenis-jenis Enuresis................................................................................................
4
4. Penatalaksanaan Enuresis.......................................................................................
6
B. TUGAS PERKEMBANGAN ANAK
SEKOLAH................................................................................................................
9
1. Perkembangan psikoseksual ( Freud ) ...................................................................
9
2. Perkembangan psikososial ( Erikson ) ..................................................................
9
3. Perkembangan kognitif ( pioget )...........................................................................
10

ii
4. Perkembangan moral( kohlberg)............................................................................
10
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN.....................................................................
12
A. ASUHAN KEPERAWATAN...............................................................................
12
1. Pengkajian..............................................................................................................
12
2. Diagnosa dan intervensi.........................................................................................
13
BAB IV PENUTUP...................................................................................................
17
A. KESIMPULAN....................................................................................................
17
B.SARAN..................................................................................................................
17
DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Anak merupakan individu yang rentan akan gangguan kesehatan,
termasuk gangguan pada sistem perkemihan. Salah satu gangguan sistem
perkemihan yang sering terjadi pada anak adalah enuresis atau mengompol.
Enuresis dapat disebabkan oleh faktor genetik, ada gangguan dalam sistem
perkemihan anak, maupun akibat masalah psikososial pada anak. Awitan
terjadinya enuresis cukup besar. Hasil penelitian menunjukkan 77% anak
mengalami enuresis, bila kedua orang tuanya memiliki riwayat enuresis. 44%
anak mengalami enuresis, bila salah satu orang tuanya memiliko riwayat
enuresis dan 15 %. anak enuresis, bila kedua orang tua sama sekali tidak
enuresis.
Enuresis merupakan hal biasa yang terjadi pada anak. Namun, enuresis
dapat menjadi pemicu timbulnya masalah tumbuh kembang anak, jika enuresis
terjadi pada anak, yang memiliki usia di mana seharusnya anak sudah tidak
mengompol. Misalnya saja seperti pada kasus yang dialami oleh Nino. Nino
masih mengompol walaupun usianya sudah sembilan tahun. Padahal,
seharusnya pada anak usia sekolah tersebut, enuresis sudah tidak terjadi.
Masalahah tersebut dapat mempengaruhi tumbuh kembang Nino, yang
selanjutnya akan dibahas pada makalah ini.

B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah pada makalah ini antara lain sebagai berikut:
1. Apa definisi, etiologi, dan jenis enuresis?
2. Bagaimana penatalaksanaan enuresis secara farmakologik dan non
farmakologik?
3. Bagaimana tugas perkembangan dan teori tumbuh kembang anak usia
sekolah?
4. Bagaimana hubungan enuresis yang terjadi pada kasus dengan teori
tumbuh kembang pada anak usia sekolah?
5. Bagaimana asuhan keperawatan pada anak dengan enuresis?

C. Tujuan

1
Tujuan penyusunan makalah ini adalah untuk:
1. Menjelaskan definisi, etiologi, dan jenis enuresis
2. Menjelaskan penatalaksanaan enuresis secara farmakologik dan non
farmakologik
3. Menjelaskan tugas perekembangan dan teori tumbuh kembang anak usia
sekolah
4. Mengidentifikasi kasus dan menghubungkannya dengan teori tumbuh
kembang pada anak usia sekolah
5. Menyusun asuhan keperawatan pada anak dengan enuresis

BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Enuresis
1. Definisi Enuresis
Enuresis adalah keluarnya urin yang disengaja atau involunter di
tempat tidur (biasanya di malam hari) atau pada pakaian di siang hari dan
terjadi pada anak-anak, yang usianya secara normal, telah memiliki
kendali terhadap kandung kemih secara volunter (Wong, 2003). Gangguan
yang didiagnosis sebagai enuresis, kronologis atau usia perkembangan
anak minimal lima tahun, dan pengeluaran urin harus terjadi minimal dua

2
kali seminggu, dan sekurang-kurangnya terjadi selama tiga bulan. Gejala
utama adalah desakan yang timbul cepat, dan disertai dengan
ketidakmampuan akut, kegelisahaan, dan kadang-kadang sering berkemih.
Enuresis lebih umum terjadi pada anak laki-laki daripada anak
perempuan. Hal ini terjadi karena perubahan fungsi neuromuskular
kandung kemih, dan sering kali tidak berbahaya dan menghilang dengan
sendirinya. Enuresis (mengompol) nokturial, biasanya berhenti pada usia
enam dan delapan tahun, walaupun kadang-kadang mengompol ini
berlanjut sampai masa remaja.

2. Etiologi Enuresis
Penyebab organik yang mungkin berhubungan dengan enuresis,
harus disingkirkan sebelum mempertimbangkan faktor-faktor psikogenik.
Penyebab organik tersebut, termasuk gangguan struktural saluran kemih,
infeksi saluran kemih, defisit neurologis, gangguan yang meningkatkan
haluaran normal urin (seperti diabetes dan gangguan yang mengganggu
kemampuan ginjal kronis atau penyakit sel sabit).
Volume kandung kemih 300 sampai 500 ml adalah cukup untuk
menahan urin pada malam hari. Kapasitas kandung kemih normal (dalam
ons) adalah usia anak ditambah 2 (misal, kapasitas normal kandung kemih
anak berusia enam tahun adalah 8 ons). Pada kasus lain enuresis
dipengaruhi oleh faktor-faktor emosional, walaupun meragukan bahwa
faktor-faktor tersebut adalah faktor penyebabnya. Orang tua melaporkan
bahwa anak-anak ini, tidur lebih pulas daripada anak-anak lainnya.
Namun, kedalaman tidur tidak teridentifikasi sebagai penyebab enuresis
noktural.

3. Jenis-Jenis Enuresis
Ada dua jenis enuresis yang terjadi pada anak, yaitu enuresis preimer dan
sekunder, yang diuraikan sebagai berikut:
a. Enuresis Primer

3
Enuresis primer terjadi pada anak yang sejak lahir hingga berusia lima
atau enam tahun yang masih mengompol. Faktor-faktor penyebabnya
yaitu:
1) Faktor genetik
Dari hasil penelitian, 77% anak mengalami enuresis, bila kedua orang
tuanya enuresis. 44% anak mengalami enuresis, bila salah satu orang
tuanya enuresis dan 15 %. anak enuresis, bila kedua orang tua sama
sekali tidak enuresis.
2) Keterlambatan pematangan fungsi susunan saraf pusat (SSP).
Pada anak normal, ketika kandung kemih sudah penuh oleh urin, sistem
saraf di kandung kemihnya akan melapor kepada otak. Kemudian otak
akan mengirim pesan balik ke kandung kemih. Otak akan meminta
kandung kemih untuk menahan pengeluaran urin, sampai si anak sudah
siap di toilet. Pada anak dengan keterlambatan kematangan SSP, proses
ini tidak terjadi, sehingga saat kandung kemihnya penuh, anak tidak
dapat menahan keluarnya urine.
3) Kurangnya kadar antidiuretic hormone (ADH) dalam tubuh
Hormon ini akan menyebabkan tubuh seseorang memproduksi sedikit urin
pada malam hari. Pada anak enuresis, tubuhnya tidak bisa membuat
ADH dalam jumlah yang mencukupi, sehingga ketika sedang tidur,
tubuhnya menghasilkan banyak urin. Oleh karena itulah anak menjadi
mengompol.
4) Gangguan tidur dalam
Tidur yang sangat dalam (deep sleep) akan menyebabkan anak tidak
terbangun pada saat kandung kemih sudah penuh.
5) Keterlambatan perkembangan
Keterlambatan dalam perkembangan, yang menyebabkan anak menjadi
enuresis, bukan disebabkan gangguan pematangan sistem
neurofisiologi, tetapi disebabkan kurangnya latihan pola buang air
kemih yang baik (tolet training). Hal ini sering terjadi pada golongan
masyarakat dengan sosio ekonomi yang buruk, jumlah keluarga yang
besar, broken home, dan stres lingkungan.

4
6) Kelainan anatomi, misalnya kandung kemih yang kecil

b. Enuresis Sekunder
Enuresis sekunder terjadi pada anak yang sebelumnya sudah tidak
mengompol selama tiga sampai enam bulan, lalu kembali mengompol.
Penyebab enuresis sekunder yaitu:
1) Faktor psikologis
Biasanya berupa pemisahan dari keluarga, kematian orang tua, kelahiran
saudara kandung (adik), pindah rumah, dan pertengkaran. Enuresis
karena stress, bersifat kambuhan dan sementara.
2) Kondisi fisik terganggu
Contohnya adalah neurogenic bladder dan kelainan medula spinalis lain
yang terkait,infeksi saluran kemih, diabetes, sembelit bahkan alergi.

Sebagian besar anak mengalami enuresis jenis nokturnal (malam


hari). Anak mengompol selama tidur. Kadang-kadang, beberapa anak
mengompol pada siang hari saat terjaga (enuresis diurnal). Anak mungkin
memiliki kandung kemih yang tidak stabil, yang berhubungan dengan
infeksi saluran kemih dan buang air kecil yang terlalu sering. Anak-anak
ini, dapat dirujuk ke dokter anak dan akan diberi obat selama beberapa
waktu yang dapat melemaskan otot kandung kemih.
Sembelit (konstipasi) juga dapat berhubungan dengan enuresis.
Umumnya, hanya dengan merubah menu makan sehari-hari, sudah dapat
menyambuhkan konstipasi ringan. Namun, pada beberapa kasus berat,
konstipasi memerlukan perawatan khusus sebelum masalah enuresisnya
dapat diatasi.

4. Penatalaksanaan Enuresis
Pengobatan enuresis pada anak harus dilihat secara individual,
dengan melihat beberapa hal, yaitu: sikap anak dan orang tua, keadaan
sosial ekonomi dan lingkungan rumah. Anggota keluarga juga harus dapat

5
memberikan motivasi yang sesuai dan pihak orang tua tidak
mempertimbangakan pengobatan dengan obat-obatan sebagai pilihan
pertama dalam program pengobatan enuresis anak.
Mengatasi anak ngompol bukanlah suatu hal yang mudah. Hal ini
diperlukan kerja sama antara orang tua, anak, bahkan dokter. Orang tua
harus menyingkapi masalah ini dengan penuh kesabaran dan pengertian
kepada anak, dengan tidak memojokkan atau mengolok-olok anak. Anak
juga harus diberi motivasi dan kasih sayang, agar terbentuk kepercayaan
diri, sehingga anak dapat mengatasi masalah mengompol pada dirinya.
Mengompol yang berlarut-larut akan mengganggu kehidupan sosial dan
psikologis anak, yang akan menghambat pertumbuhan dan perkembangan
anak itu sendiri.
Saat pengobatan dimulai, merupakan hal yang penting dan berbeda
dari penderita lain. Pengobatan biasanya diperlukan apabila enuresis
menjadi masalah bagi penderita maupun keluarga, dan jarang diperlukan
bila anak belum mencapai usia lima atau enam tahun. Pada anak yang
lebih muda, pengobatan biasanya hanya berupa mendidik kelurga
mengenai hal-hal yang menyebabkan enuresis dan menunjukkan latihan
yang benar. Pengobatan enuresis yang tidak mengalami komplikasi
biasanya berupa konsultasi mengenai pemberian motivasi, conditioning
therapy (pemasangan alarm), melatih kebiasaan berkemih yang baik,
prikoterapi, diet, hipoterapi, dan medikamentosa.
a. Non Farmakologik
1) Latihan menahan miksi
Tujuan latihan ini adalah untuk memperbesar kapasitas
kandung kemih, agar waktu antara miksi menjadi lebih lama
sehingga dapat mengurangi enuresis. Berdasarkan penelitian, anak
yang jarang miksi mempunyai kandung kemih lebih besar dari
pada anak yang sering miksi. Dengan menahan miksi secara sadar,
akan menghambat kontraksi kandung kemih dan memperbesar
kapasitas kandung kemih. Latihan ini memerlukan waktu yang
lama. Dengan meningkatkan kapasitas kandung kemih ini, angka

6
kesembuhan lebih tinggi dan kejadian kambuhnya sangat kecil,
dibandingkan dengan pengobatan yang menggunakan alat atau
obat-obatan.
2) Memberikan motivasi
Penjelasan mengenai penyebab dan prognosis enuresis, serta
menerangkan bahwa keadaan ini bukanlah kesalahan dan dorongan
emosional dari orang tua, akan menentramkan hati anak, sehingga
hubungan dengan orang tua lebih erat. Dengan hubungan yang baik
antara orang tua dan anak, diharapkan timbul tanggung jawab anak
terhadap usaha yang diberikan oleh dokter dan orang tuanya.
Setelah itu, orang tua dan anak akan mengerti tentang penanganan
enuresis, seperti mengurangi minum pada malam hari,
membangunkan anak pada malam hari untuk miksi di kamar
mandi, dan memberikan pujian atau penghargaan kalau anaknya
tidak mengompol.

3) Mengubah kebiasaan
Beberapa kebiasaan telah diciptakan, baik berbentuk bel
maupun berupa syok elektrik ringan untuk mengobati enuresis
nokturnal. Alat yang paling populer dan tidak begitu mahal adalah
bell dan pad, dengan cara kerja beberapa tetes pertama air kemih
akan menyebabkan alarm berbunyi dan anak terbangun dari
tidurnya dan menyelesaikan miksinya di kamar mandi. Percobaan
klinik menunjukkan bahwa pengobatan ini mungkin lebih efektif
bila anak mengubah pola tidurnya dan dapat memasang kembali
alarmnya sendiri. Dengan bangun tidur berulang-ulang selama
beberapa hari atau beberapa minggu, anak dilatih untuk bangun
tidur sebelum ngompol. Selanjutnya alarm di atur untuk waktu
yang lebih lama dan akhirnya rangsangan alarm dihentikan.
4) Terapi diet

7
Terapi diet yaitu membatasi makanan yang memiliki efek terhadap
episode enuresis seperti yang mengandung coklat, soda, dan
kafein.
5) Terapi hipnotis (hypnotherapy)
Jenis terapi ini belum banyak dilakukan pada penanganan enuresis
primer.
b. Farmakologik
1) Obat-obat yang dipakai yaitu, dessmopressin, merupakan sintetik
analog arginin vasopresin, bekerja mengurangi produksi air
kencing di malam hari dan mengurangi tekanan dalam kandung
kemih (intravesikular). Efek samping yang sering ditimbulkan
adalah iritasi hidung bila obat diberikan melalui semprotan hidung
dan sakit kepala bahkan menjadi agresif dan mimpi buruk, tapi
hilang dengan pemberhentian obat. Dessmopresin diberikan
sebelum tidur.
2) Obat lain yang dapat yaitu imipramin yang bersifat
antikolinergik, tapi mekanismenya belum dimengerti. Ada teori
yang mengatakan obat ini menurunkan kontraktilitas kandung
kencing sehingga kemampuan pengisian kandung kencing dan
kapasitanya diperbesar. Imipramin mempunyai efek yang buruk
terhadap jantung.

B. Tugas Perkembangan Anak Sekolah


Anak enam tahun sampai mendekati 12 tahun, biasa dikategorikan
sebagai periode usia pertengahan atau juga usia sekolah atau masa sekolah.
Periode ini dimulai sejak masuknya anak ke lingkungan sekolah, yang
memiliki dampak signifkan dalam perkembangan dan hubungan anak dengan
orang lain. Anak mulai bergabung dengan teman seusanya, mempelajar
budaya masa kanak-kanak dan menggabungkan diri ke dalam kelompok
sebaya, yang merupakan hubungan terdekat pertama setelah keluarga. Berikut
beberapa teori perkembangan yang mendeskripsikan tugas perkembangan
pada periode ini
1. Perkembangan Psikoseksual (Freud)

8
Pada masa usia sekolah, perkembangan psikososial dideskripsikan
sebagai periode laten oleh Freud, yaitu masa tenang antara fase odipus
masa anak-anak pra sekolah dan erotisisme masa remaja. Selama periode
ini, anak-anak membina hubungan dengan teman sebaya sesama jenis
setelah pengabaian pada tahun-tahun sebelumnya, dan didahului
ketertarikan pada lawan jenis yang menyertai pubertas. Selama periode ini
anak-anak melakukan sifat dan keterampilan yang telah diperoleh. Energi
fisik dan psikis diarahkan pada mendapatkan pengetahuan dan bermain.

2. Perkembangan Psikososial (Erikson)


Pada masa usia sekolah, anak-anak siap untuk produktif. Anak mau terlibat
dalam tugas dan aktivitas yang harus anak lakukan sampai selesai. Anak
juga memerlukan dan menginginkan pencapaian yang nyata. Anak-anak
belajar berkompetisi dan bekerja sama dengan orang lain. Anak
mendapatkan rasa kompetisi personal dan interpersonal, menerima
instruksi sistemik yang digambarkan dengan budaya individual anak dan
mengembangkan keterampilan yang dibutuhkan untuk menjadi orang yang
berguna, yang dapat memberikan kontribusi dalam komunitas sosial.
Anak-anak memperoleh kepuasan yang sangat besar dari perilaku mandiri,
dalam menggali dan memanipulasi lingkungan, dan dari interaksi dengan
teman sebaya. Rasa pencapaian juga melibatkan kemampuan bekerja
sama, bersaing dengan orang lain dan untuk melakukan secara efektif
dengan masyarakat.
Bahaya yang terdapat dalam periode perkembangan kepribadian ini
adalah terjadinya keadaan yang dapat mengakibatkan rasa inferioritas. Hal
ini dapat terjadi jika tahap sebelumnya belum tercapai dengan sempurna,
atau jika anak tidak mampu, atau tidak dipersiapkan untuk memikul
tanggung jawab terkait dengan perkembangan rasa pencapaian. Perasaan
inferioritas atau kurang berharga ini dapat diperoleh dari anak itu sendiri
atau juga lingkungan sosialnya.

3. Perkembangan Kognitif (Piaget)


Perkembangan kognitif terdiri atas perubahan-perubahan terkat usia
yang tejadi dalam aktivitas mental. Pada usia sekolah, anak memasuki
tahap berpikir konkret. Anak-anak mampu membuat kesimpulan logis,

9
mengklasifikasi dan menghadapi banyaknya hubungan mengenai hal-hal
konkret. Anak mampu menghadapi sejumlah aspek berbeda dalam sebuah
situasi bersamaan. Anak tidak memiliki kemampuan untuk menghadapi
sesuatu yang abstrak. Selain itu, anak juga menyelesaikan masalah secara
konkret dan sistematis berdasarkan apa yang anak rasakan. Cara berpikir
bersifat induktif. Melalui perubahan progresif dalam proses berpikir dan
berhubungan dengan orang lain, cara berpikir tidak lagi terlalu berpusat
pada diri sendiri. Anak dapat mempertimbangkan sudut pandang orang
lain yang berbeda dan sudut pandang diri sendiri. Cara berpikir anak
makin tersosialisasi.

4. Perkembangan Moral (Kohlberg)


Anak usia sekolah sudah lebih mampu menilai suatu tindakan
berdasarkan niat dibandingkan akibat yang dihasilkannya. Peraturan dan
penilaian tidak lagi bersifat mutlak dan otoriter serta mulai berisi lebih
banyak kebutuhan dan keinginan orang lain. Untuk anak yang lebih besar,
pelanggaran peraturan cenderung dilihat dalam kaitannya dengan konteks
total penampakannya, reaksi dipengaruhi oleh kondisi dan moralitas
peraturan itu sendiri. Mereka mampu memahami dan menerima konsep
memperlakukan orang lain seperti bagaimana mereka diperlakukan.

10
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

A. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Data anak
b. Pola Berkemih Anak
1) Awitan
2) Pola berkemih (siang hari, malam hari)
3) Jumlah episode dalam sebulan
4) Pola minum
c. Riwayat keluarga
1) Adanya keluarga dengan kelainan saluran kemih
2) Adanya keluarga dengan riwayat enuresis
d. Manajemen keluarga
1) Besarnya masalah enuresis bagi keluarga
2) Apa yang dilakukan saat anak enuresis (siapa yang bangun untuk
mengganti celana anak)
3) Bagaimana peran orang tua pada anak jika enuresis dan cara apa
yang sudah dicoba untuk mengatasi enuresis
e. Toilet training
1) Apakah anak mengalami kesulitan saat toilet training
2) Metode toilet training yang digunakan
3) Waktu memulai toilet training
4) Apakah anak memiliki riwayat enuresis atau enkopresis
5) Berapa lama anak biasanya tidak miksi dan kapan waktunya
f. Stressor
1) Bagaimana kondisi anak di sekolah, apakah anak memiliki
masalah yang membuatnya tertekan
2) Stressor yang mungkin dimiliki anak di rumah
3) Seberapa besar pengaruh masalah terhadap aktivitas anak

11
g. Riwayat penyakit dan persyarafan
1) Cytitis current chronic recurrent
2) Terdapat infeksi saluran kemih atau tidak
3) Riwayat penyakit lainnya
h. Faktor risiko
i. Pemeriksaan fisik
j. Pemeriksaan penunjang
1) Urinalisa
Pemeriksaan urinalisa dapat menyingkirkan infeksi saluran kemih
sebagai penyebab enuresis. Selain itu, peningkatan osmolaritas
urin serta glukosuria dapat menjadi petunjuk adanya diabetes
sebagai penyebab terjadinya enuresis.
2) Kultur urin
Pemeriksaan kultur urin juga dapat digunakan untuk
menyingkirkan infeksi saluran kemih sebagai penyebab enuresis.
3) Ultrasonografi saluran kemih dan uroflowmetri
Indikasi dilakukannya pemeriksaan ini apabila terjadi enuresis dan
adanya gangguan pengosongan urin.

2. Diagnosa dan Intervensi


a. Diagnosa 1
Gangguan Pola eliminasi enuresis b.d stress
Tujuan : Anak dapat mengontrol pola berkemihnya
Kriteria hasil:
1) Anak tidak mengompol lagi
2) Keluarga mengetahui hal-hal yang harus dilakukan untuk
mencegah enuresis pada anak
Intervensi:
1) Mengkaji riwayat gangguan eliminasi di keluarga
Rasional: Mendapatkan informasi apakah ada keluarga yang
mengalami masalah ginjal atau pun riwayat enuresis
2) Mengkaji bagaimana manajemen dan pengaruh mengompol anak
pada keluarga
Rasional: Melihat seserius apa masalah tersebut bagi keluarga, apa
yang dilakukan ketika anak mengompol, apa saja pengobatan yang
sudah dipakai.
3) Mengkaji faktor-faktor pencetus enuresis

12
Rasional: Mendapatkan informasi terkait stressor pencetus enuresis
yang dapat digunakan untuk perencanaan intervensi
4) Mengurangi intake cairan di malam hari dan sebelum tidur
Rasional: Untuk menghindari enuresis di malam hari
5) Mengajak anak untuk buang air kecil sebelum tidur
Rasional: Pengosongan kandung kemih sebelum tidur dapat
menghindari enuresis di malam hari
6) Melatih bladder exercise pada anak
Rasional: Anak diberikan minum dalam jumlah banyak kemudian
menahan berkemih selama yang dapat dan berlatih menghentikan
aliran urinnya, hal ini dilakukan untuk melatih menahan
berkemihnya
7) Menjadwalkan berkemih anak dengan diberikan alarm yang
menandakan waktu berkemih (toilet training)
Rasional: Ketika sudah saatnya berkemih anak akan menuju kamar
mandi dan berkemih sehingga enuresis dapat dihindari
8) Memberikan hadiah jika anak tidak mengompol di malam hari
Rasional: Pemberian reinforcement positif dapat meningkatkan
motivasi anak dalam mengatur pola berkemihnya
9) Mengatur pola diet anak
Rasional: Beberapa makanan dapat mengganggu bladder dan
meningkatkan masalah mengompol anak
10) Kolaborasi: pemberian obat ditropan (antikolinergik),
desmopressin, tofranil (antidepresan)
Rasional: Antikolinergik: menghambat pengosongan bladder.
Antidepresan: mengurangi kedalaman tidur di malam hari.
Desmopressin: meningkatkan retensi air
b. Diagnosa 2
Harga diri rendah situasional b.d enuresis
Tujuan :
Anak akan:
1) Menilai dirinya secara realistis tanpa penilaian negatif
2) Mengungkapkan secara verbal dan mendemonstrasikan perasaan
positif
3) Menunjukkan adaptasi yang sehat dan kemampuan koping
Intervensi
1) Hindari perkataan baik atau tidak baik untuk menggambarkan
perilaku

13
2) Sampaikan optimisme dengan penilaian diri positif
3) Bantu anak untuk membuat perencanaan bermain dengan pilihan.
Dorong melakukan permainan yang menghasilkan sesuatu,
misalnya kerajinan tangan
4) Dorong interaksi dengan teman sebaya atau orang dewasa yang
bisa mendukung anak

c. Diagnosa 3
Gangguan tumbuh kembang b.d ketidakadekuatan dukungan orang tua
(pengabaian dan kekerasan)
Tujuan : Anak dapat memenuhi tugas tumbuh kembangnya
Kriteria Hasil :
1) Anak dapat memenuhi tugas tumbuh kembangnya
2) Perkembangan moral, psikolososial, psikoseksual dan kognitif
sesuai usia
Intervensi
1) Diskusikan dengan orang tua perawatan yang dibutuhkan anak
2) Memberikan proyek kerajinan yang anak dapat menyelesaikan
setiap hari atau setiap minggu
3) Memberikan pilihan aktivitas di luar sekolah yang bersifat
pengembangan skill, seperti olahraga, seni musik, seni lukis atau
seni tari
4) Menghindari memarahi anak jika anak tidak mampu melakukan
sesuatu atau berbuat salah
5) Menjelaskan tahap tumbuh kembang anak usia sekolah
6) Menjelaskan stressor dan dampaknya pada perkembangan anak
7) Menyarankan orang tua untuk menyediakan waktu interaksi
dengan anak

14
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Enuresis merupakan keluarnya urin yang involunter di tempat tidur
(biasanya di malam hari) atau pada pakaian di siang hari dan terjadi pada
anak-anak, yang usianya secara normal, telah memiliki kendali terhadap
kandung kemih secara volunter. Enuresis lebih umum terjadi pada anak laki-
laki daripada anak perempuan. Etiologi enuresis antara lain penyebab organik,
seperti gangguan struktural saluran kemih, infeksi saluran kemih, defisit
neurologis, gangguan yang meningkatkan haluaran normal urin (seperti
diabetes dan gangguan yang mengganggu kemampuan ginjal kronis atau
penyakit sel sabit). Enuresis juga dipengaruhi oleh faktor-faktor emosional.
Etiologi enuresis seperti yang terdapat pada kasus Nino adalah faktor
emosional atau psikologis. Nino merupakan anak pertama dan satu-satunya
anak laki-laki di keluarganya, sehingga harapan orang tuanya besar
terhadapnya. Oleh karena itu pola asuh ayah Nino menjadi keras dan
menyebabkan stress pada Nino. Stres akibat ayah Nino yang sering memarahi
Nino, memberikan pengaruh terhadap tugas perkembangan dan pola eliminasi
urin Nino. Gangguan tugas perkembangan ini, menyebabkan terjadinya
gangguan tumbuh kembang yang ditandai dengan masih mengompolnya Nino,
walaupun usia Nino sudah sembilan tahun.

B. Saran
Anak usia sekolah, normalnya sudah tidak mengalami enuresis. Namun,
stress pada anak sekolah dapat menimbulkan enuresis. Oleh karena itu, orang
tua sebaiknya tidak menerapkan didikan yang keras pada anak karena hal
tersebut akan menjadi stressor bagi anak. Sebaiknya, orang tua mendidik anak
dengan menunjukkan kasih sayang dan bersahabat dengan anak. Selain itu,

15
orang tua juga sebaiknya mendukung dan membantu anak dalam mencapai
tugas perkembangan anak. Jika enuresis masih terjadi pada anak usia sekolah,
perawat bersama dengan orang tua dapat mengatasinya dengan cara non
farmakologik, seperti toilet training dan pemberian motivasi pada anak,
maupun kolaborasi dengan pemberian terapi farmakologik.

DAFTAR PUSTAKA

Ackley, Betty J., Ladwig, Gail B. (2011). Nursing diagnosis handbook: an

evidence-based guide to planning care. (9th Ed). St Louis, Missouri: Mosby

Elsevier
Carpenito, Juall Lynda. (1997). Nursing Diagnosis: application to clinical
practice. (7th Ed). Philadelphia: Lippincott.

16
Carpenito, Juall Lynda. (2002). Diagnosis keperawatan:aplikasi pada praktik
klinis. (Ed 9). Jakarta: EGC.
Carpenito, Juall Lynda. (2008). Nursing Diagnosis: application to clinical
practice. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins.
Meadow, Roy & Newell, Simon. (2005). Lecure notes pediatrika. (Ed 7). Jakarta:
Penerbit Erlangga.
Wong, Donna L. (2003). Nursing care of infants and children. (7 th Ed). St. Louis:
Mosby
Wong, Donna. (2009). Buku ajar keperawatan pediatrik. (Vol 1). Jakarta: EGC

17

Anda mungkin juga menyukai