BAB 1
PENDAHULUAN
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 DEFINISI
Karsinoma adalah pertumbuhan baru yang ganas terdiri dari sel-sel
epithelial yang cenderung menginfiltrasi jaringan sekitarnya dan
menimbulkan metastasis.2
Nasofaring merupakan suatu rongga dengan dinding kaku di atas,
belakang dan lateral yang secara anatomi termasuk bagian faring.2
Karsinoma Nasofaring merupakan tumor ganas yang timbul pada
epithelial pelapis ruangan dibelakang hidung (nasofaring).2
2.2. EPIDEMIOLOGI
Angka kejadian Kanker Nasofaring (KNF) di Indonesia cukup
tinggi, yakni 4,7 kasus/tahun/100.000 penduduk atau diperkirakan 7000 –
8000 kasus per tahun di seluruh Indonesia (Survei yang dilakukan oleh
Departemen Kesehatan pada tahun 1980 secara “pathology based”).
Santosa (1988) mendapatkan jumlah 716 (8,46%) penderita KNF
berdasarkan data patologi yang diperoleh di Laboratorium Patologi
anatomi FK Unair Surabaya (1973 – 1976) diantara 8463 kasus keganasan
di Seluruh tubuh. Di Bagian THT Semarang mendapatkan 127 kasus KNF
dari tahun 2000 – 2002. Di RSCM Jakarta ditemukan lebih dari 100 kasus
setahun, RS. Hasan Sadikin Bandung rata-rata 60 kasus, Ujung Pandang
25 kasus, Denpasar 15 kasus, dan di Padang dan Bukit tinggi (1977-1979).
Dalam pengamatan dari pengunjung poliklinik tumor THT RSCM, pasien
karsinoma nasofaring dari ras Cina relative sedikit lebih banyak dari suku
bangsa lainya. Studi epidemiologi KNF dengan berfokus kepada etiologi
dan kebiasaan biologi dari penyakit ini telah dikemukakan hasilnya oleh
UICC (International Union against Cancer) dalam symposium kanker
nasofaring yg diadakan di Singapura tahun 1964 (MUIR,dkk.1967), dan
dari investigasi dalam empat dekade terakhir telah ditemukan banyak
temuan penting di semua aspek. KNF mempunyai gambaran epidemiologi
yg unik, dalam daerah yg jelas, ras, serta agregasi family.
3
Pada dinding lateral nasofaring lebih kurang 1,5 inci dari bagian
belakang konka nasal inferior terdapat muara tuba eustachius. Pada bagian
belakang atas muara tuba eustachius terdapat penonjolan tulang yang
disebut torus tubarius dan dibelakangnya terdapat suatu lekukan dari fossa
Rosenmuller dan tepat diujung atas posteriornya terletak foramen laserum.
Pada daerah fossa ini sering terjadi pertumbuhan jaringan limfe yang
menyempitkan muara tuba eustachius sehingga mengganggu ventilasi
udara telinga tengah.4
Gambar 3. Nasofaring
Fungsi nasofaring :
Sebagai jalan udara pada respirasi
Jalan udara ke tuba eustachii
Resonator
Sebagai drainage sinus paranasal kavum timpani dan hidung
2.4. ETIOLOGI
8
Gejala klinik pada stadium dini meliputi gejala hidung dan gejala
telinga. Ini terjadi karena tumor masih terbatas pada mukosa nasofaring.
Tumor tumbuh mula-mula di fossa Rosenmuller di dinding lateral
nasofaring dan dapat meluas ke dinding belakang dan atap nasofaring,
menyebabkan permukaan mukosa meninggi. Permukaan tumor biasanya
rapuh sehingga pada iritasi ringan dapat tejadi perdarahan. Timbul keluhan
pilek berulang dengan mukus yang bercampur darah. Kadang-kadang
dapat dijumpai epistaksis. Tumor juga dapat menyumbat muara tuba
eustachius, sehingga pasien mengeluhkan rasa penuh di telinga, rasa
berdenging kadang-kadang disertai dengan gangguan pendengaran. Gejala
ini umumnya unilateral, dan merupakan gejala yang paling dini dari
karsinoma nasofaring. Sehingga bila timbul berulang-ulang dengan
penyebab yang tidak diketahui perlu diwaspadai sebagai karsinoma
nasofaring6,17.
5. Cranial sign :
Gejala cranial terjadi bila tumor sudah meluas ke otak dan mencapai saraf-
saraf kranialis.
Gejalanya antara lain :
Sakit kepala yang terus menerus, rasa sakit ini merupakan
metastase secara hematogen.
Sensitibilitas derah pipi dan hidung berkurang.
Kesukaran pada waktu menelan
Afoni
Sindrom Jugular Jackson atau sindroma reptroparotidean mengenai
N. IX, N. X, N. XI, N. XII. Dengan tanda-tanda kelumpuhan pada:
o
Lidah
o
Palatum
o
Faring atau laring
o
M. sternocleidomastoideus
o
M. trapezeus 14,15
Pada penderita KNF, sering ditemukan adanya tuli konduktif bersamaan
dengan elevasi dan imobilitas dari palatum lunak serta adanya rasa nyeri
pada wajah dan bagian lateral dari leher (akibat gangguan pada nervus
trigeminal). Ketiga gejala ini jika ditemukan bersamaan, maka disebut
Trotter’s Triad.
2.7 DIAGNOSIS
Jika ditemukan adanya kecurigaan yang mengarah pada suatu
karsinoma nasofaring, protokol dibawah ini dapat membantu untuk
menegakkan diagnosis pasti serta stadium tumor:
2.7.1. Anamnesis / pemeriksaan fisik
Anamnesis berdasarkan keluhan yang dirasakan pasien (tanda dan gejala
KNF)
2.7.1.1 Pemeriksaan Nasofaring
Pemeriksaan tumor primer di nasofaring dapat dilakukan dengan
cara rinoskopi posterior (tidak langsung) dan nasofaringoskop (langsung)
serta fibernasofaringoskopi15.Jika ditemukan tumor berupa massa yang
menonjol pada mukosa dan memiliki permukaan halus, berrnodul dengan
atau tanpa ulserasi pada permukaan atau massa yang menggantung dan
infiltratif. Namun terkadang tidak dijumpai lesi pada nasofaring sehingga
harus dilakukan biopsi dan pemeriksaan sitologi.
15
Gejala Nilai
Eksoftalmus 5
Limfadenopati leher 25
dengan 2 cara, yaitu dari hidung atau dari mulut. Biopsi tumor nasofaring
umunya dilakukan dengan anestesi topical dengan xylocain 10%.
Biopsi melalui hidung dilakukan tanpa melihat jelas tumornya
(blind biopsy). Cunam biopsy dimasukan melalui rongga hidung
menyelusuri konka media ke nasofaring kemudian cunam
diarahkan ke lateral dan dilakukan biopsy.
Biopsy melalui mulut dengan memakai bantuan kateter nelaton
yang dimasukan melalui hidung dan ujung kateter yang berada
dalam mulut ditarik keluar dan diklem bersama-sama ujung kateter
yang dihdung. Demikian juga kateter yang dari hidung
disebelahnya, sehingga palatum mole tertarik ke atas. Kemudian
dengan kacalaring dilihat daerah nasofaring. biopsy dilakukan
dengan melihat tumor melalui kaca tersebut atau memakai
nasofaringoskop yang dimasukan melalui mulut, masaa tumor akan
terlihat lebih jelas.
Bila dengan cara ini masih belum didapatkan hasil yang memuaskan mala
dilakukan pengerokan dengan kuret daerah lateral nasofaring dalam
narkosis.
2.7.3 Sitologi dan Histopatologi
Klasifikasi WHO tahun 1978 untuk karsinoma nasofaring (1)
Keratinizing squamous cell carcinoma ditandai dengan adanya keratin atau
intercellular bridge atau keduanya. (2) Non keratinizing squamous cell
carcinoma yang ditandai dengan batas sel yang jelas (pavement cell
pattern). (3) Undifferentiated carcinoma ditandai oleh pola pertumbuhan
syncitial, sel-sel poligonal berukuran besar atau sel dengan bentuk
spindel,anak inti yang menonjol dan stroma dengan infiltrasi sel-sel radang
limfosit.1,2,3,4
Sedangkan klasifikasi WHO tahun 1991 membagi karsinoma
nasofaring menjadi Keratinizing squamous cell carcinoma, Non
keratinizing squamous cell carcinoma terdiri atas differentiated dan
undifferentiated dan Basaloid Carcinoma. 1, 18
Tipe tanpa diferensiasi dan tanpa keratinisasi mempunyai sifat yang
sama, yaitu bersifat radiosensitif. Sedangkan jenis dengan keratinisasi
tidak begitu radiosensitif.18
2.7.3.1 Sitologi
17
inti yang besar, sitoplasma sedang, dijumpai latar belakang sel-sel radang
limfosit diantara sel-sel epitel. 19,20,21 Dijumpai gambaran mikroskopis
yang sama dari aspirat yang berasal dari lesi primer dan metastase pada
kelenjar getah bening regional 19,20
2.7.3.2 Histopatologi
Keratinizing Squamous Cell Carcinoma
Pada pemeriksaan histopatologi keratinizing squamous cell
carcinoma memiliki kesamaan bentuk dengan yang terdapat pada lokasi
lainnya.5,13 Dijumpai adanya diferensiasi dari sel squamous dengan
intercellular bridge atau keratinisasi.2,6 Tumor tumbuh dalam bentuk
pulau-pulau yang dihubungkan dengan stroma yang desmoplastik dengan
infiltrasi sel-sel radang limfosit, sel plasma, neutrofil dan eosinofil yang
bervariasi. Sel-sel tumor berbentuk poligonal dan stratified. Batas antar sel
jelas dan dipisahkan oleh intercellular bridge. Sel-sel pada bagian tengah
pulau menunjukkan sitoplasma eosinofilik yang banyak mengindikasikan
keratinisasi. Dijumpai adanya keratin pearls.19,20
19
Gambar 6. Keratinizing Squamous Cell Carcinoma (Dikutip dari: Rosai J. Rosai and
Ackermans Surgical Pathology,Volume one, Ninth Edition, Philadelphia: Mosby, 2004).
Gambar 7. Non Keratinizing Squamous Cell Carcinoma. (Dikutip dari: Rosai J. Rosai
and Ackermans Surgical Pathology,Volume one, Ninth Edition, Philadelphia: Mosby, 2004).
Undifferentiated Carcinoma
Pada pemeriksaan undifferentiated carcinoma memperlihatkan
gambaran sinsitial dengan batas sel yang tidak jelas,inti bulat sampai oval
dan vesikular, dijumpai anak inti. Sel-sel tumor sering tampak terlihat
tumpang tindih6. Beberapa sel tumor dapat berbentuk spindel. Dijumpai
infiltrat sel radang dalam jumlah banyak, khususnya limfosit, sehingga
dikenal juga sebagai lymphoepithelioma. Dapat juga dijumpai sel-sel
radang lain, seperti sel plasma, eosinofil, epitheloid dan multinucleated
giant cell (walaupun jarang)2,12.
Terdapat dua bentuk pola pertumbuhan tipe undifferentiated yaitu
tipe Regauds, yang terdiri dari kumpulan sel-sel epiteloid dengan batas
yang jelas yang dikelilingi oleh jaringan ikat fibrous dan sel-sel limfosit.
Yang kedua tipe Schmincke, sel-sel epitelial neoplastik tumbuh difus dan
bercampur dengan sel-sel radang. Tipe ini sering dikacaukan dengan large
cell malignant lymphoma. 19,20
21
Gambar 15. Gambaran erosi dari fosa serebri media sebelah kiri (arah
tanda panah)
2.10. PROGNOSIS
Ditemukan bahwa karsinoma nasofaring tipe 1 (karsinoma sel
skuamosa) memiliki prognosis yang lebih buruk dibandingkan dengan
karsinoma nasofaring tipe 2 dan 3. Hal ini terjadi karena pada karsinoma
nasofaring tipe 1, mestastasis lebih mudah terjadi. Secara keseluruhan,
angka bertahan hidup 5 tahun adalah 45 %. Prognosis diperburuk oleh
beberapa faktor, seperti :
Stadium yang lebih lanjut.
Usia lebih dari 40 tahun
30
Laki-laki dari pada perempuan
Ras Cina dari pada ras kulit putih
Adanya pembesaran kelenjar leher
Adanya kelumpuhan saraf otak adanya kerusakan tulang tengkorak
Adanya metastasis jauh12,16
2.11. KOMPLIKASI
Metastasis ke kelenjar limfa dan jaringan sekitar merupakan suatu
komplikasi yang selalu terjadi. Pada KNF, sering kali terjadi komplikasi ke
arah nervus kranialis yang bermanifestasi dalam bentuk :
1. Petrosphenoid sindrom
Tumor tumbuh ke atas ke dasar tengkorak lewat foramen
laserum sampai sinus kavernosus menekan saraf N. III, N. IV, N.VI
juga menekan N.II. yang memberikan kelainan :
Neuralgia trigeminus ( N. V ) : Trigeminal neuralgia merupakan
suatu nyeri pada wajah sesisi yang ditandai dengan rasa seperti
terkena aliran listrik yang terbatas pada daerah distribusi dari
nervus trigeminus.
Ptosis palpebra ( N. III )
Ophthalmoplegia ( N. III, N. IV, N. VI )20
2. Retroparidean sindrom
Tumor tumbuh ke depan kearah rongga hidung kemudian dapat
menginfiltrasi ke sekitarnya. Tumor ke samping dan belakang menuju
ke arah daerah parapharing dan retropharing dimana ada kelenjar getah
bening. Tumor ini menekan saraf N. IX, N. X, N. XI, N. XII dengan
manifestasi gejala :
N. IX : kesulitan menelan karena hemiparesis otot konstriktor
superior serta gangguan pengecapan pada sepertiga belakang lidah
31
N. X : hiper / hipoanestesi mukosa palatum mole, faring dan laring
disertai gangguan respirasi dan saliva
N XI : kelumpuhan / atrofi oto trapezius
N. XII : hemiparalisis dan atrofi sebelah lidah.
Sindrom horner : kelumpuhan N. simpaticus servicalis, berupa
penyempitan fisura palpebralis, onoftalmus dan miosis.20
3. Sel-sel kanker dapat ikut mengalir bersama getah bening atau darah,
mengenai organ tubuh yang letaknya jauh dari nasofaring. Yang sering
adalah tulang, hati dan paru. Hal ini merupakan hasil akhir dan
prognosis yang buruk. Dalam penelitian lain ditemukan bahwa
karsinoma nasofaring dapat mengadakan metastase jauh, ke paru-paru
dan tulang, masing-masing 20 %, sedangkan ke hati 10 %, otak 4 %,
ginjal 0.4 %, dan tiroid 0.4 %. 11,12,17
2.12. PENATALAKSANAAN
2.12.1. Radioterapi
Sampai saat ini radioterapi masih memegang peranan penting
dalam penatalaksanaan karsinoma nasofaring. Penatalaksanaan pertama
untuk karsinoma nasofaring adalah radioterapi dengan atau tanpa
kemoterapi.
Pengobatan pilihan terhadap tumor ganas nasofaring adalah radiasi,
karena kebanyakan tumor ini tipe anaplastik yang bersifat radiosensitif.
Radioterapi dilakukan dengan radiasi eksterna, dapat menggunakan
pesawat kobal (Co60 ) atau dengan akselerator linier ( linier Accelerator
atau linac). Radiasi pada jaringan dapat menimbulkan ionisasi air dan
elektrolit dari cairan tubuh baik intra maupun ekstra seluler, sehingga
timbul ion H+ dan OH- yang sangat reaktif. Ion itu dapat bereaksi dengan
molekul DNA dalam kromosom, sehingga dapat terjadi :
1. Rantai ganda DNA pecah
2. Perubahan cross-linkage dalam rantai DNA
3. Perubahan base yang menyebabkan degenerasi atau kematian sel.
2.12.2. Kemoterapi
32
2.12.3. Operasi
Tindakan operasi pada penderita karsinoma nasofaring berupa
diseksi leher radikal dan nasofaringektomi. Diseksi leher dilakukan jika
masih ada sisa kelenjar pasca radiasi atau adanya kelenjar dengan syarat
bahwa tumor primer sudah dinyatakan bersih yang dibuktikan dengan
pemeriksaan radiologik dan serologi. Nasofaringektomi merupakan suatu
operasi paliatif yang dilakukan pada kasus-kasus yang kambuh atau
adanya residu pada nasofaring yang tidak berhasil diterapi dengan cara
lain.
2.12.4. Imunoterapi
Dengan diketahuinya kemungkinan penyebab dari karsinoma
nasofaring adalah virus Epstein-Barr, maka pada penderita karsinoma
nasofaring dapat diberikan imunoterapi, yaitu dengan mengambil sampel
darah tepi dari penderita, yang kemudian melalui suatu proses
imunohistokimia, dibuat suatu vaksin yang kemudian diinjeksikan kembali
ke tubuh pasien di mana diharapkan melalui injeksi vaksin tersebut, tubuh
akan memberikan reaksi imunitas baru terhadap EBV. Namun teknik ini
masih dalam pen elitian sehingga belum dapat digunakan dalam terapi
kanker nasofaring.
33
2.13. PENCEGAHAN
Penerangan akan kebiasaan hidup yang salah, mengubah cara
memasak makanan untuk mencegah akibat yang timbul dari bahan-
bahan yang berbahaya.
Melakukan tes serologik IgA anti VCA dan IgA anti EA secara massal
di masa yang akan datang bermanfaat dalam menemukan karsinoma
nasofaring secara lebih dini.
34
BAB 3
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Karsinoma nasofaring merupakan tumor ganas nomor satu
yang mematikan dan menempati urutan ke 10 dari seluruh tumor ganas
di tubuh.
Banyak faktor yang diduga berhubungan dengan KNF, yaitu :
(1)Adanya infeksi EBV,
(2) Faktor lingkungan
(3) Genetik
Karsinoma nasofaring banyak ditemukan pada ras mongoloid,
termasuk di Indonesia.
Pada stadium dini yang diberikan adalah penyinaran dan hasilnya baik.
35
DAFTAR PUSTAKA