Borang Portofolio
Nama Peserta: dr. Heigy Mutiha Putri
Nama Wahana: RS Aisyiyah Muntilan
Topik: Demam Tifoid
Tanggal (kasus): 22 Oktober 2016
Nama Pasien: An. ANB / 5 tahun
Keterampilan
Penyegaran
Tinjauan Pustaka
Diagnostik
Manajemen
Masalah
Istimewa
Neonatus
Bayi
Anak
Remaja
Dewasa
Lansia
Bumil
Deskripsi:
Seorang anak laki-laki, usia 5 tahun dengan keluhan demam 6 hari SMRS terutama malam hari
Tujuan:
Menegakkan diagnosis kerja, melakukan penanganan awal serta konsultasi dengan spesialis anak untuk penanganan lebih lanjut terkait
kasus demam tifoid pada anak serta memberikan edukasi tentang penyakit pada pasien dan keluarga.
Bahan bahasan:
Tinjauan Pustaka
Riset
Kasus
Audit
Cara membahas:
Diskusi
Pos
Data pasien:
Telp:-
Terdaftar sejak: -
0 6 bulan
: ASI
6 12 bulan
1tahun 2tahun
2tahun 5tahun
: Susu formula + nasi
8. Riwayat Tumbuh Kembang
0-3 Bulan
4-6 Bulan
7-9 Bulan
10-12 Bulan
9. Riwayat Imunisasi
: Mengangkat kepala
: Tengkurap
: Duduk
: Berdiri dan berjalan
Nadi
: 94 x/menit
Pernafasan
: 22 x/menit
Suhu
: 39,2oC
Keadaan Gizi : Cukup
BB : 15 kg
TB : 130 cm
PEMERIKSAAN FISIK
a.
b.
c.
d.
e.
Kepala
Mata
Mulut
Leher
Thoraks
: Simetris, mesosefal
: Konjungtiva pucat (-/-), sklera ikterik (-/-), mata cowong (-/-)
: Mukosa kering, bibir kering, coated tongue (+), tonsil T1-T1, hiperemis (-), faring hiperemis (-)
: KGB servikal tidak membesar
:
Paru
Inspeksi : Simetris, normochest, retraksi (-)
Palpasi
Perkusi
: Batas-batas jantung
Atas
: Sela iga II
Kiri
: Bunyi jantung I-II, intensitas normal, reguler, bising (-), gallop (-)
: DP > DD, Jejas (-), Distended (-)
: Timpani (+)
Palpasi
: Supel, nyeri tekan (-), defans muscular (-), hepar dan lien tidak teraba, turgor dalam batas normal.
g. Genitourinaria : BAK normal, BAK darah (-), BAK nanah (-), nyeri BAK (-)
h. Ekstremitas :
Akral Dingin
CRT < 2
Edema
+
+
+
+
-
Hasil
Satuan
Standart Normal
Leukosit
3.6
/mm3
4.0-10.0 x 103
Eritrosit
3.57
/mm3
4.0-6.0 x 103
Hemoglobin
12.2
g/dl
12.0-17.0
Hematokrit
35.4
34.0-48.0
MCV
81.6
/mm3
80-97
MCH
28.0
Pg
26.5-33.5
MCHC
34.2
g/dl
31.5-35.0
Trombosit
232
/mm3
150-450 x 103
Lymphosit
49.1
17-48
Monosit
5.4
4.0-10.0
Granulosit
58.7
43.0-76.0
Hasil
Satuan
Standart Normal
IGG
Negative
Negative
IGM
Positive
Negative
16. Resume
Seorang anak laki-laki, usia 5 tahun, berat badan 15 kg, datang dengan keluhan demam sejak 6 hari SMRS. Demam naik turun,
meningkat saat malam hari hingga menggigil, menurun saat siang hari dan setelah minum obat penurun panas. Pasien juga mengeluhkan
diare sejak 4 hari SMRS, sebanyak > 4 kali sehari, diare cair disertai ampas, berwarna kuning kecoklatan, lendir (-), darah (-). Mual (+),
muntah (-), nyeri perut (-), batuk (-), pilek (-), nyeri tenggorokan (-). Pasien merasa lemas serta nafsu makan dan minum menurun sejak
sakit. Riwayat perdarahan spontan (-). BAK dalam batas normal. Pasien sudah berobat ke dokter umum, teteapi belum ada perbaikan.
kebiasaan jajan di sekolah dan di rumah (+), kebiasaan cuci tangan (+) jarang.
Keadaan umum pasien tampak sakit dan lemas, kesadaran compos mentis, nadi 94 x/menit, nafas 22 x/menit, suhu 39,2oC. Pada
pemeriksaan fisik didapatkan mukosa kering, bibir kering, coated tongue (+), bising usus (+) meningkat. Pada pemeriksaan laboratorium
didapatkan leukopenia dan IGM typhoid positif.
17. Diagnosis
Demam Tifoid
18. Penatalaksanaan
Bedrest
19. Prognosis
Ad vitam
Ad sanationam
Ad fungsionam
:
dubia et malam
: dubia et malam
: dubia et malam
Hasil Pembelajaran
1. Penegakkan diagnosis demam tifoid pada anak berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan laboratorium.
2. Tatalaksana kegawatan demam tifoid pada anak diantaranya hipertermi dan dehidrasi akibat diare yang menyertai.
3. Monitoring keadaan hipertermi dan dehidrasi untuk mencegah terjadinya kejang dan syok hipovolemik.
4. Edukasi perubahan gaya hidup bagi pasien dan orangtua untuk membiasakan cuci tangan sebelum makan dan memilih makanan
yang relatif bersih untuk mencegah penularan.
5. Motivasi untuk bedrest, patuh minum obat, dan diet sesuai advise.
6. Penatalaksanaan baik nonfarmakologis maupun farmakologis pada pasien anak dengan demam tifoid.
penceahan. Untuk itu ada tahap awal pasien dan orangtua diberikan edukasi yang lengkap. Anjuran pasien dan keluarganya
segera menghubungi dokter terkait hal-hal yang harus ditanyakan.
Konsultasi: Rujukan: dilakukan apabila terjadi penurunan kesadaran seperti delirium atau koma, serta terdapat komplikasi yang berat seperti
dehidrasi berat dan asidosis, peritonitis, bronkopneumonia dan lain-lain.
Kontrol: -
10
TINJAUAN PUSTAKA
1. Definisi
Demam tifoid disebut juga dengan Typhus abdominalis atau typhoid fever. Demam tipoid ialah penyakit infeksi akut yang biasanya
terdapat pada saluran pencernaan (usus halus) dengan gejala demam satu minggu atau lebih disertai gangguan pada saluran pencernaan
dan dengan atau tanpa gangguan kesadaran.1
2. Epidemiologi
Berdasarkan laporan WHO tahun 2003 terdapat 17 juta kasus demam tifoid di seluruh dunia, dimana 600.000 diantaranya
meninggal (CFR 3,5 %).2
Insiden rate demam tifoid di Eropa yaitu 3 per 100.000 penduduk, di Afrika yaitu 50 per 100.000 penduduk dan di Asia yaitu 274
per 100.000 penduduk. Pada tahun 2005 insiden rate demam tifoid di Dhaka yaitu 390 per 100.000 penduduk.3
Angka insiden demam tifoid di Indonesia selama kurun waktu lima tahun dari tahun 2002 sampai dengan tahun 2006 mempunyai
kecendrungan penurunan dari 64 per 100.000 penduduk pada tahun 2002 menjadi 2.6 per 100.000 penduduk pada tahun 2006.4
Profil Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan tahun 2005 mencatat angka kesakitan demam tifoid adalah 500 per
100.000 penduduk dengan kematian (CFR 0,6 % - 5 %).5
Berdasarkan Data Surveilans tahun 2007, insiden demam tifoid tahun 2007 sangat tinggi sebesar 110,7 per 100.000 penduduk.
Propinsi Lampung merupakan propinsi di seluruh Indonesia yang merupakan insiden demam tifoid yang tertinggi sebesar 344,7 per
100.000 penduduk.6
Berdasarkan Profil Kesehatan Propinsi Sumatera Utara tahun 2008, demam tifoid yang rawat jalan di Rumah Sakit menempati
urutan ke-5 dari 10 penyakit terbesar yaitu 661 penderita dari 12876 pasien rawat jalan (5.1%), sedangkan rawat inap di Rumah Sakit
menempati urutan ke-2 dari 10 penyakit terbesar yaitu sebanyak 1.276 penderita dari 11.182 pasien rawat inap (11.4 %).7
11
3. Etiologi 1,2,3
Demam tifoid disebabkan oleh bakteri Salmonella typhi atau Salmonella paratyphi dari genus Salmonella. Bakteri ini berbentuk
batang, gram negatip, tidak membentuk spora, motil, berkapsul dan mempunyai flagella (bergerak dengan rambut getar). Bakteri ini dapat
hidup sampai beberapa minggu di alam bebas seperti di dalam air, es, sampah dan debu. Bakteri ini dapat mati dengan pemanasan (suhu
600C) selama 15 20 menit, pasteurisasi, pendidihan dan khlorinisasi.
Salmonella typhi mempunyai 3 macam antigen, yaitu :
1. Antigen O (Antigen somatik), yaitu terletak pada lapisan luar dari tubuh kuman. Bagian ini mempunyai struktur kimia
lipopolisakarida atau disebut juga endotoksin. Antigen ini tahan terhadap panas dan alkohol tetapi tidak tahan terhadap formaldehid.
2. Antigen H (Antigen Flagella), yang terletak pada flagella, fimbriae atau pili dari kuman. Antigen ini mempunyai struktur kimia
suatu protein dan tahan terhadap formaldehid tetapi tidak tahan terhadap panas dan alkohol.
3. Antigen Vi yang terletak pada kapsul (envelope) dari kuman yang dapat melindungi kuman terhadap fagositosis.
Ketiga macam antigen tersebut di atas di dalam tubuh penderita akan menimbulkan pula pembentukan 3 macam antibodi yang lazim
disebut aglutinin.
4. Patofisiologi 2,8
a. Jalur masuknya bakteri ke dalam tubuh
Bakteri salmonella typhi bersama makanan atau minuman masuk ke dalam tubuh melalui mulut. Pada saat melewati lambung
dengan suasana asam (pH < 2) banyak bakteri yang mati. Bakteri yang masih hidup akan mencapai usus halus, dan di usus halus
tepatnya di ileum dan jejunum akan menembus diding usus. Bakteri mencapai folikel limfe usus halus, ikut aliran ke kelenjar limfe
mesenterika bahkan ada yang melewati sirkulasi sistemik sampai ke jaringan RES di organ hati dan limpa. Salmonella typhi
mengalami multiplikasi di dalam sel fagosit mononuclear di dalam folike limfe, kelenjar limfe mesenterikal, hati dan limfe.
12
Setelah melalui periode waktu tertentu (periode inkubasi), yang lamanya ditentukan oleh jumlah dan virulensi kuman serta
respon imun pejamu maka Salmonella typhi akan keluar dari habitatnya dan melalui duktus torasikus akan masuk ke dalam sirkulasi
sistemik. Dengan cari ini organisme dapay mencapai organ manapun, akan tetapi tempat yang disukai oleh Salmonella typhi adalah
hati, limpa, sumsum tulang, kandung empedu dan Peyers patch dri ileum terminal.
b. Peran endotoksin
Peran endotoksin dalam patogenesis demam tifoid tidak jelas, hal tersebut terbukti dengan tidak terdeteksinya endotoksin dalam
sirkulasi penderita melalui pemeriksaan. Diduga endotoksin dari Salmonella typhi menstimulasi makrofag di dalam hati, limpa, folikel
limfoma usus halus dan kelenjar limfe mesenterika untuk memproduksi sitokin dan zat-zat lain.
Produk dari makrofag inilah yang dapat menimbulkan nekrosis sel, sistem vaskular yang tidak stabil, demam, depresi sumsum
tulang, kelainan pada darah dan juga menstimulasi sistem imunologik.
c. Respon imunologik
Pada demam tifoid terjadi respon imun humoral maupun selular baik di tingkat lokal (gastrointestinal) maupun sistemik. Akan
tetapi bagaimana mekanisme imunologik ini dalam menimbulkan kekebalan maupun eliminasi terhadap Salmonella typhi tidak
diketahui dengan pasti. Diperkirakan bahwa imunitas selular lebih berperan.
5. Manifestasi Klinis 9,10
Gejala klinis demam tifoid pada anak biasanya lebih ringan jika dibanding dengan penderita dewasa. Gejala klinis demam tifoid
sangat bervariasi, dari gejala klinis ringan dan tidak memerlukan perawatan khusus sampai dengan berat sehingga harus dirawat. Variasi
gejala ini disebabkan oleh faktor galur Salmonella, status nutrisi dan imunologik penjamu serta lama sakit. Pada anak, periode inkubasi
demam tifoid antara 5 40 hari dengan rata-rata antara 10 14 hari. Setelah masa inkubasi maka ditemukan gejala prodromal, yaitu
perasaan tidak enak badan, lesu, nyeri kepala, dan pusing.
Kemudian menyusul gejala klinis yang biasa ditemukan, yaitu :
13
a) Demam
Semua pasien demam tifoid selalu menderita demam pada awal penyakit. Demam dapat berlangsung sampai 3 minggu.
Penampilan demam pada kasus demam tifoid mempunyai istilah khusus yaitu step ladder temperature chart. Selama minggu pertama,
suhu tubuh berangsur-angsur meningkat setiap hari, biasanya menurun pada pagi hari dan meningkat lagi pada sore dan malam hari.
Dalam minggu kedua penderita terus berada dalam keadaan demam. Dalam minggu ketiga suhu badan berangsur-angsur turun dan
normal kembali pada akhir minggu ketiga.
b) Gangguan pada saluran pencernaan
Gejala gastrointestinal pada kasus demam tifoid sangat bervariasi. Bau nafas tidak sedap dapat dijumpai pada penderita beserta
bibir kering dan pecah-pecah (ragaden). Lidah ditutupi selaput putih kotor (coated tongue) dengan tepi dan ujungnya kemerahan.
Penderita juga dapat mengeluh obstipasi, obstipasi kemudian disusul episode diare. Banyak dijumpai gejala meteorismus, pada anak
Indonesia lebih banyak dijumpai hepatomegali dibandingkan splenomegali.
c) Gangguan kesadaran
Umumnya kesadaran penderita menurun walaupun tidak berapa dalam, yaitu apatis sampai somnolen. Jarang terjadi sopor,
koma atau gelisah.
Disamping gejala-gejala yang biasa ditemukan tersebut, mungkin dapat pula ditemukan gejala lain. Rose spot suatu ruam
makulopapular berwarna merah dengan ukuran 2 4 um sering kali dijumpai pada daerah abdomen, toraks, ekstremitas dan punggung.
Biasanya ditemukan dalam minggu pertama demam. Kadang-kadang bradikardi relatif dan mungkin pula epistaksis pada penderita.
14
Pada pemeriksaan darah tepi dapat ditemukan adanya penurunan kadar hemoglobin, trombositopenia, kenaikan LED,
aneosinofilia, limfopenia, leukopenia, leukosit normal, hingga leukositosis.Sedangkan pada pemeriksaan kimia klinik biasanya akan
terlihat peningkatan enzim transaminase.
b) Diagnosis mikrobiologik/pembiakan kuman
Diagnosis pasti demam tifoid yaitu apabila ditemukannya S.typhi dari darah, urin, tinja, sumsum tulang, atau cairan doedonum
penderita yang dibiakkan didalam cairan empedu selama kurang lebih 5-7 hari. Metode diagnosis mikrobiologik ini adalah metode
yang paling spesifik dan lebih dari 90% penderita yang tidak diobati, kultur darahnya positif dalam minggu pertama. Hasil ini
menurun drastis setelah pemakaian obat antibiotika, dimana hasil positip menjadi 40%. Meskipun demikian kultur sumsum tulang
tetap memperlihatkan hasil yang tinggi yaitu 90% positif. Pada minggu-minggu selanjutnya hasil kultur darah menurun, tetapi kultur
urin meningkat yaitu 85% dan 25% berturut-turut positif pada minggu ke-3 dan ke-4. Organisme dalam tinja (biakan pada minggu ke2 dan ke-3) masih dapat ditemukan selama 3 bulan dari 90% penderita dan kira-kira 3% penderita tetap mengeluarkan kuman
Salmonella typhi dalam tinjanya untuk jangka waktu yang lama.
c) Diagnosis serologik dengan uji Widal dan Tubex/Thypdot
Uji serologi standar yang rutin digunakan untuk mendeteksi antibodi terhadap S.typhi adalah uji widal. Uji Widal adalah suatu
reaksi aglutinasi antara antigen dan antibodi (aglutinin). Aglutinin yang spesifik terhadap Salmonella typhi terdapat dalam serum
penderita demam tifoid, pada orang yang pernah tertular Salmonella typhi dan pada orang yang pernah mendapatkan vaksin demam
tifoid.
Antigen yang digunakan pada uij Widal adalah suspensi Salmonella typhi yang sudah dimatikan dan diolah di laboratorium.
Tujuan dari uji Widal adalah untuk menentukan adanya aglutinin dalam serum penderita yang diduga menderita demam tifoid.
Dari ketiga aglutinin (aglutinin O, H, dan Vi), hanya aglutinin O dan H yang ditentukan titernya untuk diagnosis. Semakin tinggi
titer aglutininnya, semakin besar pula kemungkinan didiagnosis sebagai penderita demam tifoid. Pada umumnya antibodi ini O
meningkat di hari ke 6-8 dan antibodi H hari ke 10-12. Jika infeksi yang terjadi aktif maka titer aglutinin akan meningkat pada
15
pemeriksaan ulang yang dilakukan selang waktu paling sedikit 5 hari. Peningkatan titer aglutinin empat kali lipat selama 2 sampai 3
minggu memastikan diagnosis demam tifoid.
Interpretasi hasil uji Widal adalah sebagai berikut :
Titer H yang tinggi ( > 160) menunjukkan telah mendapat imunisasi atau pernah menderita infeksi
d) Thypdot atau tubex yang mendeteksi antibodi IgM dan IgG spesifik lipopolisakarida S. Thypi
Pemeriksaan ini mememiliki sensitivitas 70%-80%. Pemeriksaan serologi ini dapat dibaca dalam waktu 10 menit dengan
membandingkan warna akhir reaksi terhadap skala warna dengan nilai > 6 dianggap positif kuat. Namun interpretasinya harus
dilakukan dengan hati hati karena pada kasus tersangka demam tifoid di daerah endemis karena Igm dapat bertahan sampai 3 bulan
sedangkan IgG sampai 6 bulan.
7. Diagnosis Banding 8,9
Pada stadium dini demam tifoid, terdapat beberapa penyakit yang menyerupai secara klinis, antara lain:
a) Influenza
b) Gastroenteritis
c) Bronkitis
d) Bronkopneumonia
Pada demam tifoid yang berat dapat dipikirkan diagnosis banding berikut :
a) Sepsis
a) Thalasemia
b) Leukemia
c) Penyakit Hodgkin
8. Diagnosis 2,10
16
Diagnosis ditenggakan berdasarkan gejala klinis, pemeriksaan fisik dan untuk memperkuat diagnostik dilakukan kultur sebagai gold
standar dan pemeriksaan serologi. Kedua pemeriksaan ini sebaiknya dilakukan pada waktu masuk dan setiap minggu berikutnya.
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala klinis berupa demam, gangguan gastrointestinal dan mungkin disertai perubahan atau
gangguan kesadaran, maka seorang klinisi dapat membuat diagnosis tersangka demam tifoid terutama apabila gejala khas demam tifoid ini
jelas terlihat. Diagnosis pasti ditegakkan melalui isolasi S. typhi dari darah. Pada dua minggu pertama sakit, kemungkinan mengisolasi S.
typhi dari dalam darah pasien lebih besar daripada minggu berikutnya. Biakan yang dilakukan pada urin dan feses, kemungkinan
keberhasilan lebih kecil. Biakan spesimen yang berasal dari aspirasi sumsum tulang mempunyai sensitivitas tertinggi, hasil positif didapat
pada 90% kasus. Akan tetapi prosedur ini sangat invasif, sehingga tidak dipakai dalam praktek sehari-hari. Pada keadaan tertentu dapat
dilakukan biakan spesimen empedu yang diambil dari duodenum dan memberikan hasil yang cukup baik.
Uji serologi widal merupakan suatu metode serologik yang memeriksa antibodi aglutinasi terhadap antigen somatik (O) dan flagella
(H) yang banyak dipakai untuk membuat diagnosis demam tifoid. Di Indonesia pengambilan angka titer O agglutinin 1/40 dengan
memakai uji Widal menunjukkan hasil positif sekitar 96%. Artinya apabila hasil tes positif, 96% kasus benar sakit demam tifoid, akan
tetapi apabila negatif tidak menyingkirkan. Banyak senter mengatur pendapat apabila titer O aglutinin sekali periksa 1/200 atau pada
titer sepasang terjadi kenaikan 4 kali maka diagnosis demam tifoid dapat ditegakkan. Aglutinin H banyak dikaitkan dengan pasca
imunisasi atau infeksi masa lampau, sedang Vi agglutinin dipakai pada deteksi pembawa kuman S. typhi (karier).
Banyak peneliti mengemukakan bahwa uji serologik Widal kurang dapat dipercaya sebab timbul positif palsu pada daerah endemis,
dan sebaliknya dapat timbul negatif palsu pada kasus demam tifoid yang terbukti biakan darah positif.
9. Tatalaksana 9,10
Adapun rencana tatalaksana pada demam tifoid adalah sebagai berikut:
a) Nonfarmakologis
- Isolasi
- Tirah baring
17
10. Prognosis 8
Umumnya prognosis demam tifoid pada anak baik asal penderita cepat ditangani. Mortalitas pada penderita yang dirawat adalah 6%.
Prognosis menjadi kurang baik atau buruk bila terdapat gejala klinis yang berat seperti :
a) Panas tinggi.
b) Penurunan kesadaran seperti sopor, delirium, atau koma.
c) Terdapat komplikasi yang berat seperti dehidrasi dan asidosis, peritonitis, bronkopneumonia dan lain-lain.
d) Keadaan gizi buruk.
18
DAFTAR PUSTAKA
1. Ditjen PP & PL. Depkes RI. 2008. Data Surveilans Epidemiologi Tahun 2007. Jakarta.
2. Ditjen P2M & PL. Depkes RI, 2005. Pedoman Pengendalian Demam Tifoid Bagi Tenaga Kesehatan. Jakarta.
3. Ditjen PP & PL. Depkes RI, 2007. Buku Data 2006. Subdit Surveilans Epidemiologi. Dit. Sepim Keswa. Ditjen PP & PL. Depkes
RI.2007.
4. Depkes RI, 2008. Millenium Development Goals 2015. Jakarta.
5. Dinas Kesehatan Propinsi Sumatera Utara 2008. Profil Kesehatan Propinsi Sumatera Utara Tahun 2008. Sumatera Utara.
6. Eddy Soewandojo Soewand. Seri Penyakit Tropik Infeksi; Perkembangan Terkini Dalam Pengelolaan. Beberapa Penyakit Tropik Infeksi.
Penerbit Airlangga University Press. Surabaya. 2002.
7. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Departemen Ilmu Kesehatan Anak, Update Management of Infectious Disease and
Gastrointestinal Disoder: Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI-RSCM; 2012.
8. Garna H dan Heda MD. Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak Edisi Ke-3. Penerbit Small & Smart Bandung. Bandung.
2005.
9. Rusepno Hasan. Buku Kuliah 2 Ilmu Kesehatan Anak. Penerbit Bagian Ilmu Kesehatan Anak. Penerbit Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI. Jakarta. 2005.
10. Soedarno SS, Garna H, Hadinegoro SR. Buku Ajar Infeksi & Penyakit Tropis. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jakarta. 2002.
19