Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Syok merupakan suatu keadaan patofisiologik dinamik yang


terjadi bila oxygen delivery ke mitokondria sel diseluruh tubuh
manusia tidak mampu memenuhi kebutuhan oxygen consumption.
Sebagai respon terhadap pasokan oksigen yangtidak cukup ini,
metabolisme energi sel terbatas, selanjutnya dapat timbul kerusakan
irreversible pada organ vital.

Pada tingkat multiseluler, tidak semua jaringan dan organ secara


klinis terganggu akibat kurangnya oksigen pada saat syok. Alfred
Blalock membagi jenis syok menjadi 4 antara lain syok hipovolemik,
syok kardiogenik, syok septik, syok neurogenik.

Diseluruh dunia terdapat 6-20 juta kematian akibat syok


tiap tahun, meskipun penyebabnya berbeda tiap-tiap negara.
Diagnosa adanya syok harus didasarkan pada data-data baik klinis
maupun laboratorium yang jelas, yang merupakan akibat dari
kurangnya perfusi jaringan. Syok bersifat progresif dan teru memburuk
jika tidak segera ditangani. Syok mempengaruhi kerja organ-organ
vital dan penangannya memerlukan pemahaman tentang patofisiologi
syok.
Penatalaksanaan syok dilakukan seperti pada penderita trauma
umumnya yaitu primary survey ABCDE. Tatalaksanan bertujuan untuk
memperbaiki gangguan fisiologis dan menghilangkan faktor penyebab.
BAB II
LAPORAN KASUS
2.1 Identitas Pasien

- Nama : Maharudin
- Tanggal lahir : 31 – 12 - 1978
- Usia : 41 tahun
- Jenis Kelamin : laki laki
- Status Perkawinan : Menikah
- Agama : Islam
- Tanggal MRS : 27-11-2020
- Alamat : Bakan , Janapria

2.2 Anamnesa (Autoanamnesis)


a. Keluhan utama : Sesak
Keluhan penyakit sekarang : pasien datang ke IGD dengan
keluhan sesak sejak 1 hari yang lalu dan tidak sadarkan diri, saat
dilakukan anamnesis ke keluarga pasien pernah mengeluh sesak
dirasakan ketika pasien melakukan aktifitas berat, sesak membaik
ketika pasien beristirahat, pasien mengeluh sesak saat tidur, sesak
membaik saat kepala dan dada ditinggikan, pasien merasa lebih baik
ketika menggunakan 2 bantal, pasien juga mengeluh sesak saat
beraktifitas. Batuk tidak ada, mual dan muntah juga tidak ada, nyeri
dada tidak ada.

Riwayat penyakit dahulu : HT tidak ada, DM tidak ada


Riwayat keluhan yang sama : disangkal
Riwayat asma : disangkal
Riwayat hipertensi : tidak tahu
Riwayat DM : disangkal

b. Riwayat peyakit keluarga : Riwayat keluarga dengan keluhan


yang sama disangkal
c. Riwayat sosial : Pernah merokok, tidak mengkonsumsi alkohol
dan tidak mengkonsumsi obat-obat terlarang.

2.3 Pemeriksaan Fisik


- Keadaan Umum : Tampak Sakit Berat
- Kesadaraan : Stupor
- GCS :E1V1M1
- Tanda vital : TD -/- mmHg, Nadi tidak teraba, RR 32x/menit, Suhu
360C (axilla), BB 80 kg, TB 165 cm, IMT 22,03

A. Status Generalis
 Kulit : Warna sawo matang, tidak ikterik, tidak sianosis,
turgor cukup, tidak tampak jejas trauma, tidak tampak bekas
operasi.
 Kepala : Simetris, rambut beruban sebagian, distribusi rambut
merata, tidak mudah dicabut, tidak tampak jejas trauma dan
kelainan kongenital, tidak tampak bekas operasi
 Muka : Tampak edema, tidak tampak ada jejas trauma, tidak
tampak ada kelainan kongenital
 Mata : Kelopak mata tampak edema, Pupil bulat isokor
dengan diameter 4mm/4mm Konjungtiva anemis tidak ada, sklera
ikterik tidak ada, terdapat reflek cahaya pada kedua mata.
 Hidung : Discharge tidak ada, nafas cuping hidung ada, deviasi
septum tidak ada, deformitas tidak ada
 Mulut/Gigi : Bibir sianosis ada, lidah kotor tidak ada, carries ada,
faring tidak hiperemis, tonsil T0-T0
 Telinga : Simetris, discharge tidak ada, tidak ada kelainan
kongenital

Pemeriksaan Leher

- Inspeksi : Deviasi trakea tidak ada, JVP meningkat (nilai normal 5


– 2 cm H2O)
- Palpasi : Kelenjar tiroid dan kelenjar limfe tidak ada pembesaran

Pemeriksaan Thorax
Cor :
- Inspeksi : simetris, iktus cordis tidak terlihat
- Palpasi : iktus cordis terlihat, lokasi di apex, kuat angkat (+)
- Perkusi :
Batas atas : ICS II PSL sinistra
Pinggang jantung : ICS III PCL sinistra
Batas kanan : ICS V PSL dextra
Batas kiri : ICS VI AAL sinistra
- Auskultasi : HR tidak terdengar
Pulmo :
- Inspeksi : dada simetris kanan dan kiri, Stridor ada, tidak ada
gerakan napas yang tertinggal, tidak nampak adanya massa, tidak ada
tampak adanya tanda – tanda peradangan.
- Palpasi : tidak ada nyeri tekan, vocal fremitus dada kanan dan kiri
sama.
- Perkusi : redup di kedua lapang paru
- Auskultasi : suara nafas vesikuler di seluruh lapang paru, ronki
basah kasar di seluruh lapang paru (+) , wheezing (-)

Abdomen :
- Inspeksi : distensi tidak ada, asites tidak ada, tidak tampak adanya
massa, tidak tampak adanya tanda – tanda peradangan
- Auskultasi : BU (+) normal
- Perkusi : timpani di seluruh kuadran abdomen, nyeri ketok sudut
costovertebra tidak ada.
- Palpasi : nyeri tekan (-)
o Hepar : tidak terdapat pembesaran hepar dan tidak terdapat nyeri
tekan.
o Lien : tidak terdapat pembesaran lien dan tidak terdapat nyeri
tekan.
o Ginjal : tidak terdapat pembesaran ginjal kanan dan kiri dan tidak
terdapat nyeri tekan, dan tidak nyeri ketok costovertebra.

Ekstermitas : Ekstermitas atas dan bawah hangat, nyeri [-], sianosis [-], jari
tabuh [-] dan bengkak [-].

2.4 Pemeriksaan Penunjang

Ro Thorax (dijadwalkan), DL, GDS, SGOT, SGPT, EKG.

A. Pemeriksaan EKG (27-11-2020)

Interpretasi : sinus tachycardi 131 kali/menit, dengan PAC (Premature


Atrial Contraction) dan disertai Flat T Abnormal.
B. Pemeriksaan Laboratorium (27 – 11 – 2020)

2.5 Diagnosis Kerja

Syok cardiogenik + Edema Pulmo

2.6 Penatalaksanaan

Tatalaksanaan awal IGD Tatalaksanaan Lanjutan


- O2 10 LPM - Lanjut Resusitasi
- IVFD RL Loading 500 cc - Epinefrin ganti Dopamin 1
 maintenance 28 tpm amp dlm 50 cc Nacl kec 1,2
- Inj ceftriaxone 1gr/12 jam cc/jam (20.26)
- Inj epinefrin 1 amp
HR turun ke 44x/menit  inj
Sulfat Atropin 2 amp (19.40) 28/11/2020

HR 131 x/m  SP epinefrin 1 amp Dopamine Sp naikkan ke 2,4cc/jam


dlm 50 cc Nacl kec 1,2 cc/jam Konsul  KIE keluarga, Rujuk

KIE keluarga pasang DC


2.7 Prognosis

Ad vitam : dubia ad malam


Ad fungsionam : dubia ad malam
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Syok kardiogenik adalah gangguan yang disebabkan oleh penurunan curah


jantung sistemik pada keadaan volume intravaskular yang cukup, dan dapat
mengakibatkan hipoksia jaringan. Syok dapat terjadi karena disfungsi ventrikel
kiri yang berat, tetapi dapat pula terjadi pada keadaan dimana fungsi ventrikel kiri
yang cukup baik.
Hipotensi sistemik umumnya menjadi dasar diagnosis. Nilai cut off untuk
tekanan darah sistolik yang sering dipakai adalah <90mmHg. Dengan
menurunnya tekanan darah sistolik akan meningkatkan kadar katekolamin yang
mengakibatkan konstriksi arteri dan vena sistemik. Manifestasi klinis dapat
ditemukan tanda-tanda hipoperfusi sistemik mencakup perubahan status mental,
kulit dingin dan oliguria.
Syok kardiogenik didefinisikan sebagai tekanan darah sistolik <90mmHg
selama >1 jam di mana :
 Tak responsif dengan pemberian cairan saja,
 Sekunder terhadap disfungsi jantung, atau,
 Berkaitan dengan tanda-tanda hipoperfusi atau indeks kardiak
<2,21/menit perm2 dan tekanan baji kapiler paru >18 mmHg.
Termasuk dipertimbangkan dalam definisi ini adalah :
 Pasien dengan tekanan darah sistolik meningkat >90 mmHg
dalam 1 jam setelah pemberian obat inotropik, dan
 Pasien yang meninggal dalam 1 jam hipotensi, tetapi memenuhi
kriteria lain syok kardiogenik.

2.2 Etiologi
Secara fungsional penyebab syok kardiogenik dapat dibagi menjadi 2 yakni
kegagalan Jantung kiri dan kegagalan Jantung kanan. Penyebab-penyebab
kegagalan jantung kiri antara lain : (1) disfungsi sistolik yakni, berkurangnya
kontraktilitas miokardium. Penyebab yang paling sering adalah infark
miokard akut khususnya infark anterior. Penyebab lainnya adalah hipoksemia
global, penyakit katup, obat-obat yang menekan miokard (penyekat beta,
penghambat gerbang kalsium, serta obat-obat anti aritmia), kontusio miokard,
asidosis respiratorius, kelainan metabolic (asidosis metabolic, hipofosfatemia,
hipokalsemia), miokarditis severe, kardiomiopati end-stage, bypass
kardiopulmonari yang terlalu lama pada operasi pintas jantung, obat-obatan yang
bersifat kardiotoksin (mis. Doxorubicin, adriamycin). (2) disfungsi diastolik.

Hal ini dapat terjadi akibat meningkatnya kekakuan ruang ventrikel


kiri. Selain itu dapat pula terjadi pada tahap lanjut syok hipovolemik dan
syok septik. Hal-hal yang dapat menyebabkannya antara lain : iskemik,
hipertrofi ventrikel, kardiomiopati restriktif, syok hipovolemik dan syok septik
yang berlama-lama, kompresi eksternal akibat tamponade jantung. (3)
Peningkatan afterload yang terlalu besar. Hal ini dapat terjadi pada keadaan
stenosis aorta, kardiomiopati hipertrofik, koarktasio aorta, hipertensi maligna.
(4) abnormalitas katup dan struktur jantung. Hal ini dapat terjadi pada keadaan
mitral stenosis, endokarditis, regurgitasi mitral dan aorta, obstruksi yang
disebabkan oleh atrial myxoma atau thrombus, ruptur ataupun disfungsi otot-
otot papilaris, ruptur septum dan tamponade. (5) Menurunnya kontraktilitas
jantung. Hal ini terjadi pada keadaan, infark ventrikel kanan, iskemia, hipoksia
dan asidosis.

Kegagalan ventrikel kanan dapat disebabkan oleh berbagai peristiwa


antara lain: (1) peningkatan afterload yang terlalu besar misalnya, emboli
paru, penyakit pembuluh darah paru (hipertensi arteri pulmonalis dan penyakit
oklusif vena), vasokonstriksi pulmonal hipoksik, tekanan puncak akhir ekspirasi,
fibrosis pulmonaris, kelainan pernafasan saat tidur, PPOK. (2) Artimia.
Ventrikel takiaritmia sering berkaitan dengan syok kardiogenik. Sementara
bradiaritmia dapat menyebabkan atau memperburuk syok
yang disebabkan oleh etiologi lain. Sinus takikardia dan takiaritmia atrial dapat
menyebabkan hipoperfusi dan memperburuk syok.1,3
Penyebab syok kardiogenik dapat pula dibedakan berdasarkan infark miokard
akut atau non-infark miokard seperti berikut ini :
 Infark miokard akut
 Kegagalan Pompa Jantung
 Infark luas, ≥40% ventrikel kiri
 Infark kecil namun dengan riwayat disfungsi ventrikel kiri
atau riwayat infark sebelumnya
 Infark yang meluas
 Reinfark
 Komplikasi Mekanik
 Mitral regurgitasi akut/ disfungsi ruptur otot papilaris atau
korda tendinea
 Defek septum ventrikel yang disebabkan oleh
ruptur septum intraventrikular
 Ruptur dinding ventrikel kiri
 Tamponade perikard
 Infark ventrikel kanan

 Kondisi lain
 Kardiomiopati tahap akhir
 Miokarditis
 Syok septik dengan depresi miokard berat
 Obstruksi jalan keluar ventrikel kiri
 Stenosis aorta
 Kardiomiopati obstruktif hipertrofik
 Obstruksi jalan masuk (pengisian) ventrikel kiri
 Stenosis mitral
 Myxoma atrium kiri
 Regurgitasi mitral akut (ruptur korda)
 Insufisiensi katup aorta akut
 Kontusio miokardial
 Bypass kardiopulmonari yang berkepanjangan2

2.3 Patofisiologi

Syok kardiogenik merupakan akibat dari gangguan dari keseluruhan


system sirkulasi baik yang besifat temporer maupun permanen. Kegagalan
ventrikel kiri atau ventrikel kanan (akibat disfungsi miokardium) memompakan
darah dalam jumlah yang adekuat merupakan penyebab primer syok kardiogenik
pada infark miokard akut (gambar 1). Akibatnya adalah hipotensi, hipoperfusi
jaringan, serta kongesti paru atau kongesti vena sistemik. Kegagalan ventrikel kiri
merupakan bentuk yang paling sering dari syok kardiogenik, namun bagian lain
dari sistem sirkulasi juga ikut bertanggung jawab terhadap gagalnya mekanisme
kompensasi. Kebanyakan abnormalitas ini sifatnya reversibel sehingga bagi pasien
yang selamat, fungsi jantung mungkin masih dapat dipertahankan.

Hipotensi sistemik, merupakan tanda yang terjadi pada hampir semua syok
kardiogenik. Hipotensi terjadi akibat menurunnya volume sekuncup/stroke volume
serta menurunnya indeks kardiak. Turunnya tekanan darah dapat dikompensasi
oleh peningkatan resistensi perifer yang diperantarai oleh pelepasan vasopresor
endogen seperti norepinefrin dan angiotensin II. Namun demikian gabungan dari
rendahnya curah jantung dan meningkatnya tahanan perifer dapat menyebabkan
berkurangnya perfusi jaringan. Sehubungan dengan itu, berkurangnya perfusi
pada arteri koroner dapat menyebabkan suatu lingkaran setan iskemik, perburukan
disfungsi miokardium, dan disertai dengan progresivitas hipoperfusi organ serta
kematian. Hipotensi dan peningkatan tahanan perifer yang disertai dengan
peningkatan PCWP terjadi jika disfungsi ventrikel kiri merupakan kelainan
jantung primernya. Meningkatnya tekanan pengisian ventrikel kanan terjadi jika
syok akibat kegagalan pada ventrikel kanan, misalnya pada gagal infark luas
ventrikel kanan. Namun pada kenyataannya sebuah penelitian SHOCK trial
menunjukkan pada beberapa pasien post MI, syok malahan disertai oleh
vasodilatasi. Hal ini mungkin terjadi sebagai akibat adanya respon inflamasi
sistemik seperti yang terjadi pada sepsis. Respon inflamasi akut pada infark
miokard berkaitan dengan peningkatan konsentrasi sitokin. Aktivasi sitokin
menyebabkan induksi nitrit oksida (NO) sintase dan meningkatkan kadar NO
sehingga menyebabkan vasodilatasi yang tidak tepat dan berkurangnya perfusi
koroner dan sistemik. Sekuens ini mirip dengan yang terjadi pada syok septik
yang juga ditandai dengan adanya vasodilatasi sistemik.

Gambar 1. Patofisiologi Syok Kardiogenik. Gambaran Spiral syok,


dimulai dari disfungsi ventrikel kiri dan berakhir dengan kematian melalui
kondisi iskemik dan disfungsi ventrikel kiri yang semakin progresif jika tidak
diberikan intervensi pengobatan. Alur spiral syok mendapat pengaruh
negatif oleh (1) disfungsi sistolik dengan berkurangnya curah jantung dan
volume sekuncup sehingga menyebabkan terganggunya perfusi perifer dan
hipotensi. (2) disfungi diastolic sehingga menyebabkan hipoksemia dan
kongesti paru, (3) munculnya sindrom respon inflamasi sistemik (SIRS)
yang didorong oleh nitrit oksida sintase endotel dan nitrit oksida sintase yang
terinduksi (eNOS dan iNOS), interleukin-6 (IL-6), TNF-α, sehingga
menyebabkan berkurangnya tahanan perifer. Piihan terapi seperti PCI.
CABG, LVADs, inotropik/vasopresor bertujuan untuk membalikkan alur
spiral syok diperlihatkan dengan garis warna hijau. Penghentian pengobatan
akibat komplikasi perdarahan serta peran SIRS diperlihatkan pada garis
merah.2

2.4 Manifestasi Klinis

Gejala klinis dari pasien syok kardiogenik bervariasi tergantung dengan


etiologi yang mendasarinya. Pasien infark miokard akut akan datang dengan
keluhan nyeri dada khas infark dan kemungkinan sudah mempunyai riwayat
penyakit jantung koroner. Pasien dengan aritmia akan mengeluhkan adanya
palpitasi, presinkop, sinkop atau merasakan irama jantung yang berhenti sejenak

kemudian pasien akan merasakan letargi akibat hipoperfusi.10

Syok kardiogenik merupakan keadaan yang gawat darurat sehingga


diperlukan mengenalinya secara cepat. Penilain klinis dari pasien syok
kardiogenik, didapatkan pasien mengalami hipoperfusi yang ditandai dengan kulit
yang dingin terutama di perifer yaitu di daerah tangan dan kaki, adanya periferal
sianosis, dan volume urin yang sedikit. Pasien juga mengalami hipotensi dengan
sistolik kurang dari 90 mmHg yang lebih dari 30 menit, dan pasien mengalami

penurunan kesadaran.11

Pemeriksaan fisik akan ditemukan :


 Tanda-tanda hipoperfusi seperti perabaaan kulit ekstremitas dingin,
takikardi, nadi lemah, dan oliguria
 Hipotensi dengan tekanan darah sistolik menurun <90 mmHg bahkan
bisa turun hingga <80 mmHg
 JVP yang meningkat menunjukan tanda peningkatan preload
 Pada pemeriksaan dada akan menunjukkan adanya ronki
 Pada auskultasi jantung akan terdengar murmur, yang akan membantu
menemukan kelainan yang mendasari, seperti murmur sistolik bisa
dapat pada kasus regurgitasi mitral berat atau ruptur septum ventrikel.
2.5 Pemeriksaan Penunjang

1. Ekokardiografi
Pemeriksaan ini non-invasif sangat banyak membantu dalam
mencari etiologi syok kardiogenik, ekokardiografi mampu
memberikan informasi tentang fungsi sistolik dan fungsi
diastolik.
Pemeriksaan ini dapat menunjukkan penyebab mekanik syok
seperti defek septum ventrikel akut, ruptur dinding miokardium,
tamponade perikard, serta ruptur muskulus papilaris. Keterangan
yang diharapkan dari ekokardigrafi untuk menentukan
penyebab syok kardiogenik adalah : penilaian fungsi ventrikel
kanan dan kiri (global atau segmental), fungsi katup- katup jantung
(stenosis atau regurgitasi), ada atau tidaknya shunt ( seperti pada
defek septal ventrikel dengan shunt dari kiri ke kanan), adanya
efusi perikardial atau tamponade, juga fraksi ejeksi dapat dinilai.
Keuntungan pada ekokardiografi ini adalah pemeriksaaan ini relatif
cepat, aman dan dapat dilakukan secara langsung di tenpat tidur
pasien (bedside).

2. Elektrokardiografi (EKG)

Gambaran EKG dapat menentukan etiologi dari syok kardiogenik,


jadi hasil dari EKG tergantug etiologi yang mendasari syok
kardiogenik, misalnya pada infark miokard akut akan terlihat ST
elevasi tergantung dimana lokasi infarknya.

3. Foto Rontgen Dada

Pada foto polos akan terlihat kardiomegali dan tanda-tanda kongesti


paru atau edema paru pada gagal ventrikel kiri yang berat. Bila
terjadi komplikasi akibat defek septal ventrikel atau regurgitasi
mitral akibat infark miokard akut akan tampak gambaran kongesti
paru tanpa kardiomegali.

4. Pemantauan Hemodinamik Secara Invasif

Penggunaaan kateter Swan-Ganz untuk mengukur tekanan arteri


pulmonal dan tekanan pembuluh darah kapiler paru sangat berguna
untuk menentukan etiologi dan sebagai indikator evaluasi terapi yang
diberikan. Pemasangan Swan- Ganz ( kateter arteri pulmonalis)
untuk melihat tekanan pengisian dan curah jantung terutama pada
pasien yang mengalami hipotensi berat. Pemeriksaan hemodinamik pada
syok kardiogenik adalah PCWP (pulmonary capillary wedge
pressure) lebih dari 18 mmHg.

2.6 Diagnosis

Kriteria diagnosis syok kardiogenik menurut PERKI (2016) sebagai berikut:

1. Memenuhi kriteria di bawah ini yaitu :

 Adanya gangguan kesadaran mulai dari kondisi ringan hingga berat

 Adanya penurunan diuresis

 Adanya keringat dingin

 Dan nadi lemah

2. CO < 3,2 liter/menit atau CI <2,2 liter/menit/m2

3. SVR meningkat pada fase awal, normal atau menurun pada kondisi lanjut

4. Preload cukup atau meningkat

5. TAPSE <1,5 berdasarkan pemeriksaan echo-cardiografi

6. Diuresis <0,5 cc/KgBB/jam.

7. PCWP >18 mmhg


8. Persisten hipotensi setidaknya 30 menit

Namun secara sederhana, apabila syok masih diragukan sebagai syok


kardiogenik atau hipovolemia maka dapat dilakukan fluid challenge test yaitu
berikan cairan Ringer Laktat 1-4cc/kgBB dalam 10 menit lalu nilai perfusi
jaringan. Jika terjadi perbaikan makan syok terjadi karena hipovolemia dan
sebaliknya untuk syok kardiogenik.13

2.7 Penatalaksanaan

Syok kardiogenik merupakan suatu kegawatdaruratan yang memerlukan


tindakan resusitasi sesegera mungkin sebelum syok menjadi ireversibel dan
merusak organ-organ vital. Kunci keberhasilan penatalaksanaan syok
kardiogenik adalah pendekatan yang terorganisir untuk mendapatkan
diagnosis secara tepat dan cepat serta terapi farmakologik sesegera mungkin
untuk mempertahankan tekanan darah dan curah jantung. Seluruh pasien
syok kardiogenik harus dirawat di ruang perawatan intensif.3

Hipoperfusi sistemik berat yang terjadi dapat menyebabkan


hipoksemia dan asidosis laktat yang dapat lebih jauh lagi memperberat
miokardium baik secara langsung maupun sebagai akibat dari berkurangnya
respon sistemik terhadap vaspresor seperti dopamin dan norepinefrin. Oleh
karena itu, jika memungkinkan koreksi terhadap kondisi metabolik seperti yang
disebutkan diatas sangatlah penting.

Dengan mengasumsikan gagal jantung kiri sebagai penyebab syok


kardiogenik (sistol <90mmHg, cardiac index <2.2 L/minute/m2), maka
penatalaksanaan yang dianjurkan antara lain:

a) Tindakan resusitasi segera

Tujuannya adalah mencegah kerusakan organ selama diakukan terapi definitif.


Mempertahankan tekanan arteri rata-rata (MAP) yang adekuat untuk mencegah
kecacatan neurologis dan gangguan ginjal.
1. Airway Paten Pastikan

2. Oksigenasi

Saturasi oksigen perlu dipertahankan hingga diatas 90% jika


memungkinkan. Intubasi dapat dilakukan, namun harus tetap waspada
terhadap hipotensi akibat sedasi dan penurunan pengisian jantung
dengan ventilasi tekanan positif.

3. Cairan Intravena

Target tekanan dari paru atau pulmonary capillary wedge pressure


(PCWP) adalah 18 mmHg. Pasien dengan PCWP rendah lebih baik
diberikan hidrasi lambat. Pasien dengan edema pulmonal atau
peningkatan PCWP terbaik dilakukan diuresis dengan menggunakan
furosemid intravena dengan memonitor tanda-tanda hipotensi.

4. Inotropik dan vasopressor

Jika tekanan darah sistol <70mmHg, mulai pemberian


norephineprin 0,01- 3mcg/kgBB/menit hingga tercapai MAP 70mmHg.
Jika tekanan darah sistole 70-90 mmHg, mulai pemberian dopamin 2-20
mcg/kgBB/menit dengan dosis maksimal 50mcg/kgBB/menit. Dopamin
meningkatkan cardiac output dan aliran darah ginjal (renal blood flow)
melalui reseptor spesifik beta-dopamin. Pada dosis 5-
20mcg/kgBB/menit, dopamin memberikan efek efek vasokonstriksi
karena stimulasi alfa adrenergik. Dengan tekanan darah sistol 70-
90mmHg tanpa adanya tanda-tanda syok, dobutamin adalah agen yang
dipilih. Dobutamin dimulai dengan dosis 2-20mcg/kgBB/menit dengan
dosis maksimal 40mcg/kgBB/menit.14

b) Menentukan Anatomi Koroner Secara Dini dan Revaskularisasi

Hal ini merupakan langkah penting dalam tata laksana syok


kardiogenik yang berasal dari kegagalan jantung yang predominan. Pasien di
Rumah sakit perifer harus segera dikirim ke fasilitas pelayanan tersier yang
berpengalaman. Hipotensi diatasi dengan IABP. Syok berkaitan dengan
gangguan pembuluh darah seperti penurunan fungsi ventrikel kiri. Tingkat
disfungsi ventrikel dan instabilitas hemodinamik mempunyai korelasi dengan
anatomi koroner. Suatu lesi circumfleksa atau lesi koroner kanan jarang
mempunyai manifestasi syok pada kondisi tanpa infark ventrikel kanan,
underfilling ventrikel kiri, bradiaritmia, infark miokard sebelumnya atau
kardiomiopati.15

Setelah menentukan anatomi koroner, harus diikuti dengan pemilihan


modalitas terapi secepatnya. Beberapa penelitian telah menunjukkan manfaat
revaskularisasi (perkutan ataupun surgikal) atau terapi farmakologis pada pasien
dengan syok kardiogenik. Studi mengenai syok kardiogenik menunjukkan
pasien yang mengalami syok kardiogenik dalam 36 jam infark miokard
dibandingkan dengan revaskularisasi sebagai tatalaksana agresif. Walaupun
tidak terdapat penurunan mortalitas dalam 30 hari, namun penurunan
mortalitas secara signifikan terlihat dalam jangka waktu 6 bulan hingga 1
tahun. Pasien muda (<75 tahun) memberikan respon yang baik terhadap
revaskularisasi sedangkan pasien lebih tua lebih berespon baik terhadap terapi
farmakologis.14

Sesuai dengan guidelines terakhir ACC/AHA, direkomendasikan


pemasangan IABP (Intra Aortic Balloon Pump) secara dini pada pasien syok
kardiogenik sebagai terapi agresif. Intra aortic balloon pump (IABP)
menurunkan afterload dan meningkatkan tekanan diastol untuk memperbaiki
curah jantung dan perfusi koroner. Pada beberapa penelitian, IABP menurunkan
angka kematian bila digunakan dalam usaha revaskularisasi.14

Target utama dalam pencegahan syok adalah usaha untuk mengurangi


proporsi pasien dengan presentasi STEMI yang tidak menerima terapi reperfusi.
Reperfusi awal yang dikatakan berhasil adalah perfusi yang adekuat sepanjang
vaskular yang menyempit selama proses nekrosis dan menurunkan risiko
terjadinya syok pada pasien yang rentan. Dalam usaha menangani
syok kardiogenik, perlu dilakukan pula upaya monitor kondisi dan perbaikan
pasien. Tanda klinis yang perlu diperhatikan antara lain status mental,
produksi urin, dan oksigenasi arteri atau vena. Selain itu juga perlu dimonitor
tekanan darah, detak jantung, nilai kateter PA, serum kreatinin, dan enzim hati

2.8 Prognosis

Syok kardiogenik merupakan penyebab kematian tersering pada infark


miokard akut. Tanpa penanganan yang agresif dan ahli yang berpengalaman,
mortalitas syok kardiogenik mencapai 70-90%. Kunci untuk mencapai
prognosis yang baik adalah, diagnose yang cepat, terapi suportif sesegera
mungkin, serta revaskularisasi arteri koroner secara tepat pada pasien yang
mengalami iskemik dan infark miokard. Mortalitas pasien-pasien yang dirawat
inap secara keseluruhan mencapai 57%. Pasien dengan usia >75 tahun,
mortalitas 64,1%. Mortalitas syok kardiogenik yang disebabkan STEMI dan
NSTEMI adalah sama. Infark yang melibatkan ventrikel kanan memiliki
prognosis yang lebih buruk. Prognosis pasien-pasien yang berhasil selamatt
dari syok kardiogenik belum diteliti dengan baik namun mungkin lebih baik
jika penyebab yang mendasarinya berhasil dikoreksi dengan tepat.3

Namun penelitian terbaru menunjukkan mortalitas syok kardiogenik di era


modern saat ini ≈ 50%. Faktor-faktor yang mempengaruhi prognosisnya
antara lain: usia, tanda-tanda klinis hipoperfusi perifer, kerusakan organ
anoksik, LVEF, serta kemampuan pompa jantung.
DAFTAR PUSTAKA

1. Hochman JS, Ohman EM. Cardiogenic Shock. The AHA Clinical Series.
Wiley-Blackwell. Januari 2009.

2. Hochman JS, Menon Venu. Clinical manifestations and diagnosis of


cardiogenic shock in acute myocardial infarction. UpToDate. Wolters
Kluwer Health. Juni 2013. Available from www.uptodate.com

3. Ren X, Lenneman A. Cardiogenic Shock. Medscape Reference. May


2013. Available from www.emedicine.medscape.com

4. Alwi I, Nasution SA. Syok Kardiogenik. Dalam Sudoyo AW dkk. Buku


Ajar Ilmu Penyakit Dalam, ed kelima jilid I. Interna Publishing. Jakarta ;
November 2009

5. Idrus Alwi, Sally Aman. Syok kardiogenik. Buku ajar ilmu


penyakit dalam. Edisi 6. Interna Publishing. 2014. Hal 4115

6. Reynolds HR, Hochman JS. Cardiogenic shock: current concepts and


improving outcomes Harmony R. Downloaded from
http://circ.ahajournals.org/2018. 20 nov 2018.

7. Alwi I, Nasution SA. Syok kardiogenik, In : Ilmu Penyakit Dalam Ed VI.


Jakarta : Interna Publishing, 2014; 4115-21

8. PERKI. Panduan praktik klinis (ppk) dan clinical pathway (cp) penyakit
jantung dan pembuluh darah. Jakarta, 2016

9. Liwang Frans, Mansjoer A. Syok kardiogenik, In : Kapita Selekta Ed IV.


Media Aesculapius, 2014; 865-7

10. Menon and Hotchman. Management of Cardiogenic Shock


Complicating acute Myocardial Infarction Heart. 2013. 88: 531-537

Anda mungkin juga menyukai