Anda di halaman 1dari 46

PRESENTASI KASUS GAWAT DARURAT

SEORANG LAKI-LAKI 48 TAHUN DENGAN


ST- ELEVATION MYOCARDIAL INFARCTION (STEMI)
ANTEROLATERAL DAN INFERIOR

Pendamping

dr. Kemalasari

Disusun Oleh

dr. Nadya Noor Firdhausa

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

DEPARTEMEN KESEHATAN KABUPATEN SEMARANG

RSUD AMBARAWA

2018

1
LAPORAN KASUS
ST- ELEVATION MYOCARDIAL INFARCTION (STEMI)
ANTEROLATERAL DAN INFERIOR

Topik : Kegawatdaruratan

Kasus : ST-Elevation Myocardial Infarction anterolateral dan inferior

Oleh : dr. Nadya Noor Firdhausa

Pendamping : dr. Kemalasari

Objektif : Kegawatdaruratan

Deskripsi : Seorang laki-laki 48 tahun dengan nyeri dada hebat.

Tujuan : Mampu mengidentifikasi dan melakukan pengelolaan pada kasus STEMI

Bahan Bahasan : Tinjauan Pustaka dan Kasus

Cara Membahas : Diskusi

Ambarawa,
Pendamping dokter internship,

dr. Kemalasari

2
BAB I
PENDAHULUAN

Penyakit kardivaskuler merupakan penyakit epidemi di Amerika


Serikat.sekitar 6 juta orang Amerika terkena beberapa penyakit jantung atau
pembuluh darah. Penyakit kardivaskuler merupakan penyebab kematian nomer
satu di Amerika Serikat. Setiap tahunnya hampir hampir 1 juta orang meninggal
akibat gangguan kardiovaskuler.Menurut American Heart Association, semakin
banyak kematian yang yang disebabkan oleh penyakit kardiovaskuler
dibandingkan dengan gabungan ketujuh penyebab kematian utama berikutnya.
Hal ini menunjukan terjadinya satu kematian akibat penyakit kardiovaskuler
setiap 33 detik.

Penyakit kardiovaskuler juga merupakan penyebab kematian yang


terutama di indonesia. Sindrom Koroner Akut (Acute Coronary Syndrome-ACS)
menyebabkan angka perawatan Rumah Sakit yang sangat besar dalam tahun 2003
di pusat Jantung Nasional, Dan merupakan masalah utama saat ini.

IMA dengan elevasi ST (ST elevation myokardial infarction-STEMI)


merupakan bagian dari spektrum sindrom koroner akut (SKA) yang terdiri dari
angina pectoris tak stabil.IMA tanpa elevasi ST dan IMA dengan elevasi ST.

            Gejala yang sering muncul pada penderita infark miokardium biasanya
nyeri dada yang tiba – tiba dan berlangsung terus menerus, nyeri akan terasa
semakin berat sampai tidak tertahankan, rasa nyeri yang tajam dan berat, biasa
menyebar kebahu dan lengan dan biasanya lengan kiri. Dan menetap selama
berjam -  jam sampai beberapa hari dan tidak akan hilang dengan istirahat maupun
nitrogliserin, nyeri biasanya sering diserai napas pendek, pucat, berkeringat
dingin, pusing kepala,mual dan muntah – muntah.

3
BAB II
LAPORAN KASUS

A. Identitas
Nama : Tn. H
Tanggal lahir : 6 Oktober 1969
Usia : 48 tahun
Alamat : Bedono Kab. Semarang
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Pekerjaan : Swasta
Status pernikahan : Menikah
No. Rekam Medis : 109xxx
Tanggal masuk RS : 22 Maret 2018

B. Anamnesis
1. Keluhan Utama : Nyeri dada hebat
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Pada pagi hari pukul 10.30 WIB, pasien datang ke IGD RSUD
Ambarawa diantar keluarga dengan keluhan nyeri dada yang dirasakan ±
sejak 3 jam SMRS dan memberat pada 30 menit SMRS. Nyeri seperti
tertindih beban berat dan menjalar hingga punggung serta bahu sebelah
kiri, dan nyeri dirasakan >30 menit serta sangat mengganggu aktivitas.
Pasien juga mengeluh keringat dingin, badan terasa lemas, mual, muntah
(2x), dan sesak napas. BAK dan BAB tidak ada keluhan lancar seperti
biasa.
3. Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien mengaku tidak pernah seperti ini sebelumnya.
Riwayat kencing manis : disangkal
Riwayat darah tinggi : diakui
Riwayat penyakit jantung : disangkal

4
Riwayat penyakit ginjal : disangkal
Riwayat asam urat : disangkal
Riwayat kolesterol : disangkal
Riwayat asma : disangkal
Riwayat maag : disangkal
Riwayat penyakit kuning : disangkal
Riwayat operasi : disangkal
Riwayat alergi makanan dan obat-obatan : disangkal
4. Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat darah tinggi : diakui (ibu kandung)
Riwayat penyakit jantung : disangkal
Riwayat strok : disangkal
Riwayat kencing manis : disangkal
Riwayat penyakit ginjal : disangkal
Riwayat asma : disangkal
Riwayat penyakit kuning : disangkal
5. Riwayat Pengobatan
Pasien mengatakan belum mengobati keluhannya.
6. Riwayat Pribadi
Riwayat olahraga : pasien mengaku jarang berolahraga.
Riwayat merokok :diakui (±10 batang/hari) sejak umur 20
tahun
Riwayat minuman beralkohol : diakui
Riwayat sosial dan ekonomi: pasien seorang wirausaha dengan
pembayaran medis menggunakan BPJS NON PBI kelas III.
Riwayat gizi : Dalam sehari pasien makan sebanyak 3 kali
sehari dengan menu cukup.
C. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan umum : Tampak sakit berat
2. Kesadaran : compos mentis (GCS E4M6V5)
3. Status gizi : Kesan gizi (cukup)

5
4. Vital sign :
a. TD : 187/99 mmHg
b. Nadi : 87 x/menit, reguler, isi dan tegangan cukup
c. RR : 30 x/menit
d. Suhu : 36,00C
e. SPO2 : 99 % NRM 15 lpm
5. Warna kulit : sawo matang, ikerik (-),
6. Kepala : Mesosefal
a. Mata : Conjungtiva anemis -/- sklera ikterik -/-
Pupil isokor 3mm/3mm, bulat central reguler
Reflek pupil direk +/+ indirek +/+
b. Hidung : Nafas cuping (-), deformitas (-), sekret (-),
darah (-)
c. Telinga : Serumen +/+ sedikit, sekret -/-
d. Mulut : Bibir sianosis (-), pucat (-), stomatitis (-)
Lidah kotor (-), tremor (-), uvula ditengah, tonsil
T1-T1 hiperemis (-), faring hipermis (-)
e. Leher : Kelenjar getah bening (N), JVP: + normal,
kelenjar tiroid (N)
7. Thoraks :
a. Cor
1) Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
2) Palpasi :Pulsus epigastrium (-), pulsus parasternal (-),
sternal lift (-), thrill (-)

3) Perkusi :
a) Atas : ICS 2 linea sternalis sinistra
b) Pinggang jantung : ICS 3 linea parasternal sinistra
c) Kanan bawah : ICS 5 linea sternalis dextra
d) Kiri bawah : ICS 5, 2 cm medial linea mid
clavicula sinistra

6
4) Auskultasi
BJ I – II normal, regular, gallop (-), murmur (-)
b. Thorax – Pulmo
ANTERIOR POSTERIOR
Inspeksi
Statis Normochest, simetris Normochest, simetris
Dinamis Hemithorax dex = sin Hemithorax dex = sin
ICS tidak melebar / ICS tidak melebar /
menyempit menyempit
RR 30x/menit RR 30x/menit
Palpasi Gerakan dada simetris Gerakan dada simetris
Nyeri tekan (-) Nyeri tekan (-)
Taktil Fremitus simetris Taktil Fremitus simetris
Perkusi Sonor Sonor
Auskultasi Vesikuler Vesikuler
c. Abdomen
1) Inspeksi
Tampak datar, massa (-), sikatrik (-), warna sama seperti kulit
sekitarnya
2) Auskultasi
Peristaltik (+) normal
3) Perkusi
Timpani di seluruh lapang abdomen

4) Palpasi
Nyeri tekan ulu hati (+), massa (-), hepar, lien, dan ginjal tidak
mengalami pembesaran
8. Ekstremitas
Ekstremitas Ekstremitas Inferior
Superior
Kekuatan 5/5 5/5
Gerakan Bebas / Bebas Bebas / Bebas
Oedem -/- -/-

7
Sianosis -/- -/-
Akral dingin +/ + +/ +
Capillary reffil < 2 detik < 2 detik
time

D. Pemeriksaan penunjang
1. EKG :
Hasil pemeriksaan tanggal 22 Maret 2018

2. Laboratorium
a. Hasil pemeriksaan darah pada tanggal 22 Maret 2018
Pemeriksaan Hasil Satuan Rujukan
HEMATOLOGI

8
Leukosit 9,7 Ribu 3,8-10,6
Eritrosit 4,63 Juta 4,4-5,9
Hb 14,8 g/dl 13,2-17,3
Hematokrit 44,9 % 40-52
MCV 97,0 Fl 82 – 98
MCH 32,0 Pg 27 – 32
MCHC 33,0 g/dl 32 – 37
Trombosit 297 Ribu 150-400
RDW 13,4 % 10-16
Eosinofil 0,1 % 0,04-0,8
Basofil 0,0 % 0 – 0,2
Neutrofil 12,7 H % 1,8-7,5
Limfosit 1,7 % 1,0-4,5
Monosit 0,1 L % 2 –8
KIMIA KLINIK
SGOT 89 H IU/L 0-50
SGPT 31 IU/L 0-50
Ureum 41,6 mg/dL 10-50
Kreatinin 1,23 H mg/dL 0,62-1,1
N + K + Cl
Natrium 137 mmol/L 136-146
Kalium 4,0 mmol/L 3,5-5,1
Cloride 104 mmol/L 98-106
Aam urat 7,10 mg/dL 2-7
Cholestrol 194 mg/dL <200
Dianjurkan
200-239
Risiko Sedang
>=240 Risiko
tinggi
Trigliserida 105 mg/dL 70-140
Glukosa Sewaktu 109 mg/dl < 200

b. Hasil pemeriksaan urin pada tanggal 22 Maret 2018

Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Rujukan


Warna Kuning -
Kekeruhan Jernih -
Protein urin 2+100 g/L Negatif
Glukose urine Negatif Mmol/L Nrgatif

9
pH 7,5 - 5-9
Blirubin urine Negatif Umol/L Negatif
Urobilinogen Negatif Umol/L Nrgatif
Berat Jenis Urin 1.010 - 1.000-1030
Keton urin Negatif Mmol/L Negatif
Lekosit Negatif Sel/mL Negatif
Eritrosit Negatif Sel/mL Negatif
Nitrit Negatif - Negatif
Sedimen -
Eritrosit 23,4 uL <6,4
Leukosit 30,0 uL <5,8
Epitel 78,6 uL <3,5
Silinder 14,71 uL <0,47
Bakteri 186 uL <23
Kristal 0,0 - Negatif
Yeast 0,0 - Negatif
Epitel Tubulus 3,9 - Negatif
Silinder 0,24 - Negatif
Patologis
Mucus 9,28 - Negatif
Sperma 0,0 - Negatif

3. Pemeriksaan Radiologi X-foto Thorax


Hasil pemeriksaan pada 22 Maret 2018 :

10
a. Kesan
1) Kardiomegali
2) Cenderung gambaran edem pulmo

E. Initial Plan
1. Diagnosis Kerja Sementara
STEMI anterolateral dan inferior
2. Diagnosis Banding
a. NSTEMI
b. Angina pectoris unstable
3. Initial Diagnosis
Anamnesis
Pemeriksaan fisik
EKG

11
Troponin
4. Initial terapi
a. O₂ 15 lpm
b. Infus RL 10 tpm
c. Injeksi ranitidin 1 ampul/12 jam
d. Injeksi ketorolac 1 ampul/12 jam
e. ISDN 5 mg 1 tablet sublingual
f. CPG 75 mg 4 tablet
g. Aspilet 2 tablet dikunyah
h. Atorvastatin 20 mg 1 tablet
5. Initial Monitoring
a. Evaluasi keadaan umum
b. Evaluasi Kesadaran
c. Evaluasi TTV
d. Evaluasi EKG
6. Edukasi
Menjelaskan kepada pasien dan keluarga tentang sakit yang dialami pasien
dan pengobatan yang harus dijalani

12
Follow up
Tanggal Perjalanan Penyakit Planning
23/3/2018 S : nyeri dada, P:
O : KU/Kes : tampak lemas, CM - Infus D5% 100cc +
TTV : nikardipin 1 ampul 40
- TD : 199/100 mmHg tpm
- N : 89 x/menit - Injeksi furosemid 1
- RR: 27 x/menit ampul/12 jam
- S: 36,5 0C - Injeksi ranitidin 1 ampul/
- SpO2 : 100 % 12 jam
A: - Injeksi ondansentron 1
SKA ampul/12 jam
STEMI anterolateral dan inferior - Injeksi Arixtra 1x2,5 SC
- CPG 1x75
- ISDN 3x1
- Atorvastatin 1x20
- Laxadin 1x1 C
- Candesartan 1x8 mg
- Diltiazem 3x30 mg
24/3/2017 S : Nyeri dada P:
O : KU/Kes : tampak lemas, CM - Infus RL 500 cc 10 tpm
TTV : - Injeksi furosemid 1
- TD : 178/60 mmHg ampul/12 jam
- N : 66 x/menit - Injeksi ranitidin 1 ampul/
- RR: 21 x/menit 12 jam
- S: 36 0C - Injeksi ondansentron 1
- SpO2 : 100 % ampul/12 jam
A: - Injeksi Arixtra 1x2,5 SC
SKA - CPG 1x75
STEMI anterolateral dan Inferior - ISDN 3x1
- Atorvastatin 1x20

13
- Laxadin 1x1 C
- Candesartan 1x8 mg
25/3/2018 S : Nyeri dada P:
O : KU/Kes : tampak lemas, CM - Infus RL 500 cc 10 tpm
TTV : - Injeksi furosemid 1
- TD : 186/79 mmHg ampul/12 jam
- N : 85 x/menit - Injeksi ranitidin 1 ampul/
- RR: 12 x/menit 12 jam
- S: 36,3 0C - Injeksi ondansentron 1
- SpO2 : 100 % ampul/12 jam
A: - Injeksi Arixtra 1x2,5 SC
SKA - CPG 1x75
STEMI anterolateral dan Inferior - ISDN 3x1
- Atorvastatin 1x20
- Laxadin 1x1 C
- Candesartan 1x8 mg
26/3/2018 S : Nyeri dada P:
O: KU/Kes: tampak lemas, CM - Infus RL 500 cc 10 tpm
TTV : - Injeksi ranitidin 1 ampul/
- TD : 166/70 mmHg 12 jam
- N : 75 x/menit - Injeksi ondansentron 1
- RR: 20 x/menit ampul/12 jam
- S: 36,2 0C - Injeksi Arixtra 1x2,5 SC
- SpO2 : 100 % - CPG 1x75
A: - ISDN 3x1
SKA - Atorvastatin 1x20
STEMI anterolateral dan Inferior - Laxadin 1x1 C
- Candesartan 1x8 mg

27/3/2018 S: Nyeri dada P:


O: KU/Kes: tampak lemas, CM - Infus RL 500 cc 10 tpm
TTV : - Injeksi ranitidin 1 ampul/

14
- TD : 139/65 mmHg 12 jam
- N : 97 x/menit - Injeksi ondansentron 1
- RR: 34 x/menit ampul/12 jam
- S: 36,2 0C - CPG 1x75
- SpO2 : 100 % - ISDN 3x1
A: - Atorvastatin 1x20
SKA - Laxadin 1x1 C
STEMI anterolateral dan Inferior - Candesartan 1x8 mg
28/3/2017 S: Nyeri dada P:
O: KU/Kes: tampak lemas, CM - Infus RL 500 cc 10 tpm
TTV : - Injeksi ranitidin 1 ampul/
- TD : 133/67 mmHg 12 jam
- N : 77 x/menit - CPG 1x75
- RR: 12 x/menit - ISDN 3x1
- S: 36,2 0C - Atorvastatin 1x20
- SpO2 : 95 % - Laxadin 1x1 C
A: - Candesartan 1x8 mg
SKA
STEMI anterolateral dan Inferior
29/3/2018 S: Nyeri dada P:
O: KU/Kes: tampak lemas, CM - Infus RL 500 cc 10 tpm
TTV : - CPG 1x75
- TD : 89/67 mmHg - ISDN 3x1
- N : 77 x/menit - Atorvastatin 1x20
- RR: 12 x/menit - Laxadin 1x1 C
- S: 36,2 0C - Candesartan 1x8 mg
- SpO2 : 95 % - Acc pindah ruang
A:
SKA
STEMI anterolateral dan Inferior

15
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

A. Sindrom koroner akut


1. Definisi
 Sindrom koroner akut, atau serangan jantung, terjadi ketika salah
satu arteri koroner tersumbat sepenuhnya. Daerah mikardium yang
dipasok oleh arteri koroner kehilangan pasokan darahnya dan mati
karena kehilangan oksigen dan nutrien lain.
 SKA adalah kerusakan jaringan miokard akibat iskemia hebat yang
terjadi secara tiba-tiba. Kejadian ini berhubungan erat dengan
adanya trombus yang terbentuk akibat rupturnya plak ateroma.
Selama berlangsungnya proses agregasi, platelet melepaskan
banyak ADP, tromboksan A2 dan serotonin. Ketiga substansi ini
akan menyebabkan vasokonstriksi pembuluh darah koroner yang
aterosklorotik. Apabila keadaan ini mengakibatkan oklusi serius
pada arteri koroner, maka terjadi infark miokard.
Daerah di miokardium yang mengalami infark bergantung ada arteri
koroner yang tersumbat dan luasnya aliran darah kolateral. Ada 2 sistem pasokan
darah utama menuju mioardium, yang satu memasok sisi kanan jantung dan yang
satu lagi memasok sisi kiri jantung.
Arteri koronaria dekstra berjalan diantara atrium kanan dan ventrikel
kanan kemudian melingkari permukaan posterior jantung. Pada sebagian besar
individu ia memberikan cabang desenden yang memasok nodus AV.
Arteri koronaria sinistra bercabang menjadi ramus intraventrikular anterior
dan ramus sirkumfleksus. Ramus intraventrikular anterior memasok dinding
anterior jantung dan sebagian besar sekat intraventrikular. Ramus sirkumfleksus
berjalan diantara atrium kiri dan ventrikel kiri dan memasok dinding lateral
ventrikel kiri.

16
2. Patofisiologi
Sebagian besar SKA adalah manifestasi akut dari plak ateroma
pembuluh darah koroner yang koyak atau pecah. Hal ini berkaitan dengan
perubahan komposisi plak dan penipisan tudung fibrus yang menutupi
plak tersebut. Kejadian ini akan diikuti oleh proses agregasi trombosit dan
aktivasi jalur koagulasi. Terbentuklah trombus yang kaya trombosit (white
thrombus). Trombus ini akan menyumbat liang pembuluh darah koroner,
baik secara total maupun parsial; atau menjadi mikroemboli yang
menyumbat pembuluh koroner yang lebih distal. Selain itu terjadi
pelepasan zat vasoaktif yang menyebabkan vasokonstriksi sehingga
memperberat gangguan aliran darah koroner. Berkurangnya aliran darah
koroner menyebabkan iskemia miokardium. Pasokan oksigen yang
berhenti selama kurang-lebih 20 menit menyebabkan miokardium
mengalami nekrosis (infark miokard).
Infark miokard tidak selalu disebabkan oleh oklusi total pembuluh
darah koroner. Obstruksi subtotal yang disertai vasokonstriksi yang
dinamis dapat menyebabkan terjadinya iskemia dan nekrosis jaringan otot
jantung (miokard). Akibat dari iskemia, selain nekrosis, adalah gangguan
kontraktilitas miokardium karena proses hibernating dan stunning (setelah
iskemia hilang), distritmia dan remodeling ventrikel (perubahan bentuk,
ukuran dan fungsi ventrikel). Sebagian pasien SKA tidak mengalami
koyak plak seperti diterangkan di atas. Mereka mengalami SKA karena
obstruksi dinamis akibat spasme lokal dari arteri koronaria epikardial
(Angina Prinzmetal). Penyempitan arteri koronaria, tanpa spasme maupun
trombus, dapat diakibatkan oleh progresi plak atau restenosis setelah
Intervensi Koroner Perkutan (IKP). Beberapa faktor ekstrinsik, seperti
demam, anemia, tirotoksikosis, hipotensi, takikardia, dapat menjadi
pencetus terjadinya SKA pada pasien yang telah mempunyai plak
aterosklerosis.
3. Klasifikasi SKA

17
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan
elektrokardiogram (EKG), dan pemeriksaan marka jantung, Sindrom
Koroner Akut dibagi menjadi:
a. Infark miokard dengan elevasi segmen ST (STEMI: ST segment
elevation myocardial infarction)
b. Infark miokard dengan non elevasi segmen ST (NSTEMI: non ST
segment elevation myocardial infarction)
c. Angina Pektoris tidak stabil (UAP: unstable angina pectoris)
Infark miokard dengan elevasi segmen ST akut (STEMI)
merupakan indikator kejadian oklusi total pembuluh darah arteri koroner.
Keadaan ini memerlukan tindakan revaskularisasi untuk mengembalikan
aliran darah dan reperfusi miokard secepatnya; secara medikamentosa
menggunakan agen fibrinolitik atau secara mekanis, intervensi koroner
perkutan primer. Diagnosis STEMI ditegakkan jika terdapat keluhan
angina pektoris akut disertai elevasi segmen ST yang persisten di dua
sadapan yang bersebelahan. Inisiasi tatalaksana revaskularisasi tidak
memerlukan menunggu hasil peningkatan marka jantung.
Diagnosis NSTEMI dan angina pektoris tidak stabil ditegakkan
jika terdapat keluhan angina pektoris akut tanpa elevasi segmen ST yang
persisten di dua sadapan yang bersebelahan. Rekaman EKG saat presentasi
dapat berupa depresi segmen ST, inversi gelombang T, gelombang T yang
datar, gelombang T pseudo-normalization, atau bahkan tanpa perubahan.
Sedangkan Angina Pektoris tidak stabil dan NSTEMI dibedakan
berdasarkan kejadian infark miokard yang ditandai dengan peningkatan
marka jantung. Marka jantung yang lazim digunakan adalah Troponin I/T
atau CK-MB. Bila hasil pemeriksaan biokimia marka jantung terjadi
peningkatan bermakna, maka diagnosis menjadi Infark Miokard Akut
Segmen ST Non Elevasi (Non ST-Elevation Myocardial Infarction,
NSTEMI). Pada Angina Pektoris tidak stabil marka jantung tidak
meningkat secara bermakna. Pada sindroma koroner akut, nilai ambang

18
untuk peningkatan CK-MB yang abnormal adalah beberapa unit melebihi
nilai normal atas (upper limits of normal, ULN).
Jika pemeriksaan EKG awal tidak menunjukkan kelainan (normal)
atau menunjukkan kelainan yang nondiagnostik sementara angina masih
berlangsung, maka pemeriksaan diulang 10-20 menit kemudian. Jika
ulangan EKG tetap menunjukkan gambaran nondiagnostik sementara
keluhan angina sangat sugestif SKA, maka pasien dipantau selama 12-24
jam. EKG diulang tiap 6 jam dan setiap terjadi angina berulang.
4. Penegakan Diagnosis
Dengan mengintegrasikan informasi yang diperoleh dari anamnesis,
pemeriksaan fisik, elektrokardiogram, tes marka jantung, dan foto polos
dada, diagnosis awal pasien dengan keluhan nyeri dada dapat
dikelompokkan sebagai berikut: non kardiak, Angina Stabil, Kemungkinan
SKA, dan Definitif SKA.
a. Anamnesis
Keluhan pasien dengan iskemia miokard dapat berupa nyeri dada yang
tipikal (angina tipikal) atau atipikal (angina ekuivalen). Keluhan
angina tipikal berupa rasa tertekan/berat daerah retrosternal, menjalar
ke lengan kiri, leher, rahang, area interskapular, bahu, atau
epigastrium. Keluhan ini dapat berlangsung intermiten/beberapa menit
atau persisten (>20 menit). Keluhan angina tipikal sering disertai
keluhan penyerta seperti diaphoresis, mual/muntah, nyeri abdominal,
sesak napas, dan sinkop. Presentasi angina atipikal yang sering
dijumpai antara lain nyeri di daerah penjalaran angina tipikal, rasa
gangguan pencernaan (indigestion), sesak napas yang tidak dapat
diterangkan, atau rasa lemah mendadak yang sulit diuraikan. Keluhan
atipikal ini lebih sering dijumpai pada pasien usia muda (25-40 tahun)
atau usia lanjut (>75 tahun), wanita, penderita diabetes, gagal ginjal
menahun, atau demensia. Walaupun keluhan angina atipikal dapat
muncul saat istirahat, keluhan ini patut dicurigai sebagai angina
ekuivalen jika berhubungan dengan aktivitas, terutama pada pasien

19
dengan riwayat penyakit jantung koroner (PJK). Hilangnya keluhan
angina setelah terapi nitrat sublingual tidak prediktif terhadap
diagnosis SKA.
Diagnosis SKA menjadi lebih kuat jika keluhan tersebut ditemukan
pada pasien dengan karakteristik sebagai berikut :
1) Pria
2) Diketahui mempunyai penyakit aterosklerosis non koroner
(penyakit arteri perifer / karotis)
3) Diketahui mempunyai PJK atas dasar pernah mengalami infark
miokard, bedah pintas koroner, atau IKP
4) Mempunyai faktor risiko: umur, hipertensi, merokok,
dislipidemia, diabetes mellitus, riwayat PJK dini dalam keluarga,
yang diklasifikasi atas risiko tinggi, risiko sedang, risiko rendah
menurut NCEP (National Cholesterol Education Program)
Angina tipikal berupa rasa tertekan/berat daerah retrosternal
menjalar ke lengan kiri, leher, area interskapuler, bahu, atau
epigastrium; berlangsung intermiten atau persisten (>20 menit); sering
disertai diaphoresis, mual/muntah, nyeri abdominal, sesak napas, dan
sinkop.
Nyeri dengan gambaran di bawah ini bukan karakteristik iskemia
miokard (nyeri dada nonkardiak) :
1) Nyeri pleuritik (nyeri tajam yang berhubungan dengan respirasi
atau batuk)
2) Nyeri abdomen tengah atau bawah
3) Nyeri dada yang dapat ditunjuk dengan satu jari, terutama di
daerah apeks ventrikel kiri atau pertemuan kostokondral.
4) Nyeri dada yang diakibatkan oleh gerakan tubuh atau palpasi
5) Nyeri dada dengan durasi beberapa detik
6) Nyeri dada yang menjalar ke ekstremitas bawah
b. Pemeriksaan fisik

20
Pemeriksaan fisik dilakukan untuk mengidentifikasi faktor
pencetus iskemia, komplikasi iskemia, penyakit penyerta dan
menyingkirkan diagnosis banding. Regurgitasi katup mitral akut, suara
jantung tiga (S3), ronkhi basah halus dan hipotensi hendaknya selalu
diperiksa untuk mengidentifikasi komplikasi iskemia. Ditemukannya
tanda-tanda regurgitasi katup mitral akut, hipotensi, diaphoresis,
ronkhi basah halus atau edema paru meningkatkan kecurigaan terhadap
SKA. Pericardial friction rub karena perikarditis, kekuatan nadi tidak
seimbang dan regurgitasi katup aorta akibat diseksi aorta,
pneumotoraks, nyeri pleuritik disertai suara napas yang tidak seimbang
perlu dipertimbangkan dalam memikirkan diagnosis banding SKA.
c. Pemeriksaan elektrokardiogram
Semua pasien dengan keluhan nyeri dada atau keluhan lain yang
mengarah kepada iskemia harus menjalani pemeriksaan EKG 12
sadapan sesegera mungkin sesampainya di ruang gawat darurat.
Sebagai tambahan, sadapan V3R dan V4R, serta V7-V9 sebaiknya
direkam pada semua pasien dengan perubahan EKG yang mengarah
kepada iskemia dinding inferior. Sementara itu, sadapan V7-V9 juga
harus direkam pada semua pasien angina yang mempunyai EKG awal
nondiagnostik. Sedapat mungkin, rekaman EKG dibuat dalam 10
menit sejak kedatangan pasien di ruang gawat darurat. Pemeriksaan
EKG sebaiknya diulang setiap keluhan angina timbul kembali.
Gambaran EKG yang dijumpai pada pasien dengan keluhan angina
cukup bervariasi, yaitu: normal, nondiagnostik, LBBB (Left Bundle
Branch Block) baru/ persangkaan baru, elevasi segmen ST yang
persisten (≥20 menit) maupun tidak persisten, atau depresi segmen ST
dengan atau tanpa inversi gelombang T.
Penilaian ST elevasi dilakukan pada J point dan ditemukan pada 2
sadapan yang bersebelahan. Nilai ambang elevasi segmen ST untuk
diagnosis STEMI untuk pria dan perempuan pada sebagian besar
sadapan adalah 0,1 mV. Pada sadapan V1-V3 nilai ambang untuk

21
diagnostik beragam, bergantung pada usia dan jenis kelamin. Nilai
ambang elevasi segmen ST di sadapan V1-3 pada pria usia ≥40 tahun
adalah ≥0,2 mV, pada pria usia <40 tahun adalah ≥0,25 mV.
Sedangkan pada perempuan nilai ambang elevasi segmen ST di lead
V1-3, tanpa memandang usia, adalah ≥0,15 mV. Bagi pria dan wanita,
nilai ambang elevasi segmen ST di sadapan V3R dan V4R adalah
≥0,05 mV, kecuali pria usia <30 tahun nilai ambang ≥0,1 mV dianggap
lebih tepat. Nilai ambang di sadapan V7-V9 adalah ≥0,5 mV. Depresi
segmen ST yang resiprokal, sadapan yang berhadapan dengan
permukaan tubuh segmen ST elevasi, dapat dijumpai pada pasien
STEMI kecuali jika STEMI terjadi di mid-anterior (elevasi di V3-V6).
Pasien SKA dengan elevasi segmen ST dikelompokkan bersama
dengan LBBB (komplet) baru/persangkaan baru mengingat pasien
tersebut adalah kandidat terapi reperfusi. Oleh karena itu pasien
dengan EKG yang diagnostik untuk STEMI dapat segera mendapat
terapi reperfusi sebelum hasil pemeriksaan marka jantung tersedia.

Persangkaan adanya infark miokard menjadi kuat jika gambaran EKG


pasien dengan LBBB baru/persangkaan baru juga disertai dengan
elevasi segmen ST ≥1 mm pada sadapan dengan kompleks QRS
positif dan depresi segmen ST ≥1 mm di V1-V3. Perubahan segmen
ST seperti ini disebut sebagai perubahan konkordan yang mempunyai
spesifisitas tinggi dan sensitivitas rendah untuk diagnosis iskemik akut.
Perubahan segmen ST yang diskordan pada sadapan dengan kompleks
QRS negatif mempunyai sensitivitas dan spesifisitas sangat rendah.

22
Adanya keluhan angina akut dan pemeriksaan EKG tidak
ditemukan elevasi segmen ST yang persisten, diagnosisnya adalah
infark miokard dengan non elevasi segmen ST (NSTEMI) atau Angina
Pektoris tidak stabil (APTS/ UAP). Depresi segmen ST yang
diagnostik untuk iskemia adalah sebesar ≥0,05 mV di sadapan V1-V3
dan ≥0,1 mV di sadapan lainnya. Bersamaan dengan depresi segmen
ST, dapat dijumpai juga elevasi segmen ST yang tidak persisten
(<20menit), dan dapat terdeteksi di >2 sadapan berdekatan. Inversi
gelombang T yang simetris ≥0,2 mV mempunyai spesifitas tinggi
untuk untuk iskemia akut. Semua perubahan EKG yang tidak sesuai
dengan kriteria EKG yang diagnostik dikategorikan sebagai perubahan
EKG yang nondiagnostik.
d. Pemeriksaan marka jantung
Kreatinin kinase-MB (CK-MB) atau troponin I/T merupakan marka
nekrosis miosit jantung dan menjadi marka untuk diagnosis infark
miokard. Troponin I/T sebagai marka nekrosis jantung mempunyai
sensitivitas dan spesifisitas lebih tinggi dari CK-MB. Peningkatan
marka jantung hanya menunjukkan adanya nekrosis miosit, namun
tidak dapat dipakai untuk menentukan penyebab nekrosis miosit
tersebut (penyebab koroner/nonkoroner). Troponin I/T juga dapat
meningkat oleh sebab kelainan kardiak nonkoroner seperti takiaritmia,
trauma kardiak, gagal jantung, hipertrofi ventrikel kiri,
miokarditis/perikarditis. Keadaan nonkardiak yang dapat
meningkatkan kadar troponin I/T adalah sepsis, luka bakar, gagal
napas, penyakit neurologik akut, emboli paru, hipertensi pulmoner,
kemoterapi, dan insufisiensi ginjal. Pada dasarnya troponin T dan
troponin I memberikan informasi yang seimbang terhadap terjadinya
nekrosis miosit, kecuali pada keadaan disfungsi ginjal. Pada keadaan
ini, troponin I mempunyai spesifisitas yang lebih tinggi dari troponin
T.

23
Dalam keadaan nekrosis miokard, pemeriksaan CK-MB atau
troponin I/T menunjukkan kadar yang normal dalam 4-6 jam setelah
awitan SKA, pemeriksaan hendaknya diulang 8-12 jam setelah awitan
angina. Jika awitan SKA tidak dapat ditentukan dengan jelas, maka
pemeriksaan hendaknya diulang 6-12 jam setelah pemeriksaan
pertama. Kadar CK-MB yang meningkat dapat dijumpai pada
seseorang dengan kerusakan otot skeletal (menyebabkan spesifisitas
lebih rendah) dengan waktu paruh yang singkat (48 jam). Mengingat
waktu paruh yang singkat, CK-MB lebih terpilih untuk mendiagnosis
ekstensi infark (infark berulang) maupun infark periprosedural.
(lihat gambar 2).
Pemeriksaan marka jantung sebaiknya dilakukan di laboratorium
sentral. Pemeriksaan di ruang darurat atau ruang rawat intensif jantung
(point of care testing) pada umumnya berupa tes kualitatif atau
semikuantitatif, lebih cepat (15-20 menit) tetapi kurang sensitif. Point
of care testing sebagai alat diagnostik rutin SKA hanya dianjurkan jika
waktu pemeriksaan di laboratorium sentral memerlukan waktu >1 jam.
Jika marka jantung secara point of care testing menunjukkan hasil
negatif maka pemeriksaan harus diulang di laboratorium sentral.
e. Pemeriksaan laboratorium
Data laboratorium, di samping marka jantung, yang harus
dikumpulkan di ruang gawat darurat adalah tes darah rutin, gula darah
sewaktu, status elektrolit, koagulasi darah, tes fungsi ginjal, dan panel
lipid. Pemeriksaan laboratorium tidak boleh menunda terapi SKA.

f. Pemeriksaan foto polos dada


Mengingat bahwa pasien tidak diperkenankan meninggalkan ruang
gawat darurat untuk tujuan pemeriksaan, maka foto polos dada harus
dilakukan di ruang gawat darurat dengan alat portabel. Tujuan

24
pemeriksaan adalah untuk membuat diagnosis banding, identifikasi
komplikasi dan penyakit penyerta.
5. Penatalaksanaan
Berdasarkan langkah diagnostik tersebut di atas, dokter perlu segera
menetapkan diagnosis kerja yang akan menjadi dasar strategi penanganan
selanjutnya. Yang dimaksud dengan terapi awal adalah terapi yang
diberikan pada pasien dengan diagnosis kerja Kemungkinan SKA atau
SKA atas dasar keluhan angina di ruang gawat darurat, sebelum ada hasil
pemeriksaan EKG dan/atau marka jantung. Terapi awal yang dimaksud
adalah Morfin, Oksigen, Nitrat, Aspirin (disingkat MONA), yang tidak
harus diberikan semua atau bersamaan.
a. Tirah baring
b. Suplemen oksigen harus diberikan segera bagi mereka dengan saturasi
O2 arteri <95% atau yang mengalami distres respirasi
c. Suplemen oksigen dapat diberikan pada semua pasien SKA dalam 6
jam pertama, tanpa mempertimbangkan saturasi O2 arteri
d. Aspirin 160-320 mg diberikan segera pada semua pasien yang tidak
diketahui intoleransinya terhadap aspirin (Kelas I-A). Aspirin tidak
bersalut lebih terpilih mengingat absorpsi sublingual (di bawah lidah)
yang lebih cepat
e. Penghambat reseptor ADP (adenosine diphosphate)
1) Dosis awal ticagrelor yang dianjurkan adalah 180 mg dilanjutkan
dengan dosis pemeliharaan 2 x 90 mg/hari kecuali pada pasien
STEMI yang direncanakan untuk reperfusi menggunakan agen
fibrinolitik. Atau
2) Dosis awal clopidogrel adalah 300 mg dilanjutkan dengan dosis
pemeliharaan 75 mg/hari (pada pasien yang direncanakan untuk
terapi reperfusi menggunakan agen fibrinolitik, penghambat
reseptor ADP yang dianjurkan adalah clopidogrel).
f. Nitrogliserin (NTG) spray/tablet sublingual bagi pasien dengan nyeri
dada yang masih berlangsung saat tiba di ruang gawat darurat. Jika

25
nyeri dada tidak hilang dengan satu kali pemberian, dapat diulang
setiap lima menit sampai maksimal tiga kali. Nitrogliserin intravena
diberikan pada pasien yang tidak responsif dengan terapi tiga dosis
NTG sublingual dalam keadaan tidak tersedia NTG, isosorbid dinitrat
(ISDN) dapat dipakai sebagai pengganti.
g. Morfin sulfat 1-5 mg intravena, dapat diulang setiap 10-30 menit, bagi
pasien yang tidak responsif dengan terapi tiga dosis NTG sublingual.

Gambar 1.
Algoritma evaluasi dan
tatalaksana SKA
(Dikutip dari Anderson JL,
et al. J Am Coll
Cardiol
2007;50)
B. Infark Miokard Akut Dengan
Segmen ST Elevasi
1. Definisi

26
Karakteristik utama Sindrom Koroner Akut Segmen ST Elevasi adalah
angina tipikal dan perubahan EKG dengan gambaran elevasi yang
diagnostik untuk STEMI. Sebagian besar pasien STEMI akan mengalami
peningkatan marka jantung, sehingga berlanjut menjadi infark miokard
dengan elevasi segmen ST (ST-Elevation Myocardial Infarction, STEMI).
Oleh karena itu pasien dengan EKG yang diagnostik untuk STEMI dapat
segera mendapat terapi reperfusi sebelum hasil pemeriksaan marka jantung
tersedia.
2. Perawatan gawat darurat
Diagnosis kerja infark miokard harus telah dibuat berdasarkan riwayat
nyeri dada yang berlangsung selama 20 menit atau lebih yang tidak
membaik dengan pemberian nitrogliserin. Adanya riwayat PJK dan
penjalaran nyeri ke leher, rahang bawah atau lengan kanan memperkuat
dugaan ini. Pengawasan EKG perlu dilakukan pada setiap pasien dengan
dugaan STEMI. Diagnosis STEMI perlu dibuat sesegera mungkin melalui
perekaman dan interpretasi EKG 12 sadapan, selambat-lambatnya 10
menit dari saat pasien tiba untuk mendukung penatalaksanaan yang
berhasil. Gambaran EKG yang atipikal pada pasien dengan tanda dan
gejala iskemia miokard yang sedang berlangsung menunjukkan perlunya
tindakan segera. Sebisa mungkin, penanganan pasien STEMI sebelum di
rumah sakit dibuat berdasarkan jaringan layanan regional yang dirancang
untuk memberikan terapi reperfusi secepatnya secara efektif, dan bila
fasilitas memadai sebanyak mungkin pasien dilakukan IKP. Pusat-pusat
kesehatan yang mampu memberikan pelayanan IKP primer harus dapat
memberikan pelayanan setiap saat (24 jam selama 7 hari) serta dapat
memulai IKP primer sesegera mungkin di bawah 90 menit sejak panggilan
inisial.
Semua rumah sakit dan Sistem Emergensi Medis yang terlibat dalam
penanganan pasien STEMI harus mencatat dan mengawasi segala
penundaan yang terjadi dan berusaha untuk mencapai dan
mempertahankan target kualitas berikut ini:

27
a. Waktu dari kontak medis pertama hingga perekaman EKG pertama
≤10 menit
b. Waktu dari kontak medis pertama hingga pemberian terapi reperfusi:
1) Untuk fibrinolisis ≤30 menit
2) Untuk IKP primer ≤90 menit (≤60 menit apabila pasien datang
dengan awitan kurang dari 120 menit atau langsung dibawa ke
rumah sakit yang mampu melakukan IKP)
3. Keterlambatan

Gambar 2. Komponen delay dalam STEMI dan interval ideal untuk


intervensi
4. Terapi Reperfusi
Terapi reperfusi segera, baik dengan IKP atau farmakologis,
diindikasikan untuk semua pasien dengan gejala yang timbul dalam 12 jam
dengan elevasi segmen ST yang menetap atau Left Bundle Branch Block
(LBBB) yang (terduga) baru.
Terapi reperfusi (sebisa mungkin berupa IKP primer) diindikasikan
apabila terdapat bukti klinis maupun EKG adanya iskemia yang sedang

28
berlangsung, bahkan bila gejala telah ada lebih dari 12 jam yang lalu atau
jika nyeri dan perubahan EKG tampak tersendat. Dalam menentukan
terapi reperfusi, tahap pertama adalah menentukan ada tidaknya rumah
sakit sekitar yang memiliki fasilitas IKP. Bila tidak ada, langsung pilih
terapi fibrinolitik. BIla ada, pastikan waktu tempuh dari tempat kejadian
(baik rumah sakit atau klinik) ke rumah sakit tersebut apakah kurang atau
lebih dari (2 jam). Jika membutuhkan waktu lebih dari 2 jam, reperfusi
pilihan adalah fibrinolitik. Setelah fibrinolitik selesai diberikan, jika
memungkinkan pasien dapat dikirim ke pusat dengan fasilitas IKP.
a. Intervensi koroner perkutan primer
IKP primer adalah terapi reperfusi yang lebih disarankan dibandingkan
dengan fibrinolisis apabila dilakukan oleh tim yang berpengalaman
dalam 120 menit dari waktu kontak medis pertama. IKP primer
diindikasikan untuk pasien dengan gagal jantung akut yang berat atau
syok kardiogenik, kecuali bila diperkirakan bahwa pemberian IKP
akan tertunda lama dan bila pasien datang dengan awitan gejala yang
telah lama. Stenting lebih disarankan dibandingkan angioplasti balon
untuk IKP primer. Tidak disarankan untuk melakukan IKP secara rutin
pada arteri yang telah tersumbat total lebih dari 24 jam setelah awitan
gejala pada pasien stabil tanpa gejala iskemia, baik yang telah maupun
belum diberikan fibrinolisis.
1) Farmako prosedural
Pasien yang akan menjalani IKP primer sebaiknya mendapatkan
terapi antiplatelet ganda (DAPT) berupa aspirin dan penghambat
reseptor ADP sesegera mungkin sebelum angiografi, disertai
dengan antikoagulan intravena. Aspirin dapat dikonsumsi secara
oral (160- 320 mg). Pilihan penghambat reseptor ADP yang dapat
digunakan antara lain:
a) Ticagrelor (dosis loading 180 mg, diikuti dosis pemeliharaan
90 mg dua kali sehari)

29
b) Atau clopidogrel (disarankan dengan dosis lebih tinggi yaitu
dosis loading 600 mg diikuti 150 mg per hari), bila ticagrelor
tidak tersedia atau diindikasikontrakan.
Antikoagulan intravena harus digunakan dalam IKP primer.
Pilihannya antara lain:
a) Heparin yang tidak terfraksi (dengan atau tanpa penghambat
reseptor GP Iib/IIIa rutin) harus digunakan pada pasien yang
tidak mendapatkan bivarlirudin atau enoksaparin.
b) Enoksaparin (dengan atau tanpa penghambat reseptor GP
Iib/IIIa) dapat lebih dipilih dibandingkan heparin yang tidak
terfraksi
c) Fondaparinuks tidak disarankan untuk IKP
d) Tidak disarankan menggunakan fibrinolisis pada pasien yang
direncanakan untuk IKP primer.
2) Terapi fibronolitik
Fibrinolisis merupakan strategi reperfusi yang penting,
terutama pada tempattempat yang tidak dapat melakukan IKP pada
pasien STEMI dalam waktu yang disarankan. Terapi fibrinolitik
direkomendasikan diberikan dalam 12 jam sejak awitan gejala pada
pasien-pasien tanpa indikasi kontra apabila IKP primer tidak bisa
dilakukan oleh tim yang berpengalaman dalam 120 menit sejak
kontak medis pertama. Pada pasien-pasien yang datang segera (<2
jam sejak awitan gejala) dengan infark yang besar dan risiko
perdarahan rendah, fibrinolisis perlu dipertimbangkan bila waktu
antara kontak medis pertama dengan inflasi balon lebih dari 90
menit. Fibrinolisis harus dimulai pada ruang gawat darurat.
Agen yang spesifik terhadap fibrin (tenekteplase, alteplase,
reteplase) lebih disarankan dibandingkan agen-agen yang tidak
spesifik terhadap fibrin (streptokinase). Aspirin oral atau intravena
harus diberikan Clopidogrel diindikasikan diberikan sebagai
tambahan untuk aspirin. Antikoagulan direkomendasikan pada

30
pasien-pasien STEMI yang diobati dengan fibrinolitik hingga
revaskularisasi (bila dilakukan) atau selama dirawat di rumah sakit
hingga 5 hari. Antikoagulan yang digunakan dapatberupa:
a) Enoksaparin secara subkutan (lebih disarankan dibandingkan
heparin tidak terfraksi)
b) Heparin tidak terfraksi diberikan secara bolus intravena sesuai
berat badan dan infus selama 3 hari
c) Pada pasien-pasien yang diberikan streptokinase,
Fondaparinuks intravena secara bolus dilanjutkan dengan dosis
subkutan 24 jam kemudian
Pemindahan pasien ke pusat pelayanan medis yang mampu
melakukan IKP setelah fibrinolisis diindikasikan pada semua
pasien . IKP “rescue”diindikasikan segera setelah fibrinolisis
gagal, yaitu resolusi segmen ST kurang dari 50% setelah 60 menit
disertai tidak hilangnya nyeri dada . IKP emergency diindikasikan
untuk kasus dengan iskemia rekuren atau bukti adanya reoklusi
setelah fibrinolisis yang berhasil. Hal ini ditunjukkan oleh
gambaran elevasi segmen ST kembali.
Angiografi emergensi dengan tujuan untuk melakukan
revaskularisasi diindikasikan untuk gagal jantung/pasien syok
setelah dilakukannya fibrinolisis inisial. Jika memungkinkan,
angiografi dengan tujuan untuk melakukan revaskularisasi (pada
arteri yang mengalami infark) diindikasikan setelah fibrinolisis
yang berhasil . Waktu optimal angiografi untuk pasien stabil
setelah lisis yang berhasil adalah 3-24 jam.
Langkah-langkah pemberian fibrinolisis pada pasien
STEMI :
a) Langkah 1 : Nilai waktu da resiko
 Waktu sejak awitan gejala (kurang dari 12 jam atau lebih
dari 12 jam dengan tanda dan gejala iskemik)
 Risiko fibrinolisis dan indikasi kontra fibrinolisis

31
 Waktu yang dibutuhkan untuk pemindahan ke pusat
kesehatan yang mampu melakukan IKP (<120 menit)
b) Langkah 2 : Tentukan pilihan yang lebih baik antara fibrinolisis
atau strategi invasif untuk kasus tersebut.
Bila pasien <3 jam sejak serangan dan IKP dapat dilakukan
tanpa penundaan, tidak ada preferensi untuk satu strategi
tertentu.
Tabel. Indikasi kontra terapi fibrinolitik

32
Tabel. Regimen fibrinolitik untuk infark miokard akut

3) Koterapi antikoagulan
a) Pasien yang mendapat terapi reperfusi fibrinolisis, sebaiknya
diberikan terapi antikoagulan selama minimum 48 jam) dan
lebih baik selama rawat inap, hingga maksimum 8 hari
(dianjurkan regimen non UFH bila lama terapi lebih dari 48
jam karena risiko heparin-induced thrombocytopenia dengan
terapi UFH berkepanjangan
b) Pasien STEMI yang tidak mendapat terapi reperfusi, dapat
diberikan terapi antikoagulan (regimen non-UFH) selama rawat
inap, hingga maksimum 8 hari pemberian
c) Strategi lain yang digunakan adalah meliputi LMWH atau
fondaparinuks dengan regimen dosis sama dengan pasien yang
mendapat terapi fibrinolisis.
d) Pasien yang menjalani IKP Primer setelah mendapatkan
antikoagulan berikut ini merupakan rekomendasi dosis:
 Bila telah diberikan UFH, berikan bolus UFH tambahan
sesuai kebutuhan untuk mendukung prosedur, dengan
pertimbangan GP IIb/IIIA telah diberikan

33
 Bila telah diberikan enoksaparin, dosis subkutan terakhir
diberikan dalam 8 jam, tak perlu dosis tambahan, bila dosis
subkutan terakhir antara 8-12 jam, maka ditambahkan
enoxapain intravena 0,3 mg/kg
 Bila telah diberikan fondaparinuks, diberikan antikoagulan
tambahan dengan aktivitas anti IIa dengan pertimbangan
telah diberikan GP IIb/ IIIa.
e) Karena adanya risiko trombosis kateter, fondaparinuks tidak
dianjurkan digunakan sebagai antikoagulan tunggal pendukung
IKP, sebaiknya ditambahkan antikoagulan lain dengan aktivitas
anti IIa.
4. Komplikasi
a. Disfungsi ventrikel
Setelah STEMI, ventrikel kiri mengalami perubahan serial dalam
bentuk, ukuran dan ketebalan pada segmen yang mengalami infark dan
non infark. Proses ini disebut remodeling ventrikular dan umumnya
mendahului berkembangnya gagal jantung secara klinis dalam
hitungan bulan atau tahun pasca infark. Segera setelah infark ventrikel
kiri mengalami dilatasi. Secara akut, hasil ini berasal dari ekspansi
infark al; slippage serat otot, disrupsi sel miokardial normal dan
hilangnya jaringan dalam zona nekrotik. Selanjutnya terjadi pula
pemanjangan segmen noninfark, mengakibatkan penipisan yang
disproporsional dan elongasi zona infark. Pembesaran ruang jantung
secara keseluruhan yang te rjadi dikaitkan ukuran dan lokasi infark,
dengan dilatasi terbesar pasca infark pada apeks ventrikel kiri yang
mengakibatkan penurunan hemodinamik yang lebih buruk.
Progresivitas dilatasi dan konsekuensi klinisnya dapat dihambat
dengan terapi inhibitor ACE dan vasodilator lain. Pada pasien dengan
fraksi ejeksi <40%, tanpa melihat ada tidaknya gagal jantung, inhibitor
ACE hams diberikan.

34
b. Gangguan hemodinamik
Gagal pompa (pump failure) merupakan penyebab utama kematian di
rumah sakit pada STEMI. Perluasan nekrosis iskemia mempunyai
korelasi yang baik dengan dengan tingkat gagal pompa dan mortalitas,
baik pada awal (10 hari infark) dan sesudahnya. Tanda klinis yang
tersering dijumpai adalah ronki basah di paru dan bunyi jantung S3
dan S4 gallop. Pada pemeriksaan rontgen sering dijumpai kongesti
paru.
1) Tatalaksana edema paru akut
a) Terapi O2 untuk memepertahankan saturasi oksigen >90%
b) Morfin sulfat: diberikan 2,5 mg (2-4 mg) intravena, dapat
diulang tiap 5-1 0 menit sampai dosis total 20 mg.
c) InhibitorACE, mulai dengan titrasi inhibitorACE jangka
pendek dengan dosis awal rendah (6,25 mg captopril) diberikan
pada pasien edema paru kecuali tekanan darah sistolik <lo0
mmHg atau >30 mmHg di bawah baseline. Pasien dengan
edema paru dan tekanan darah rendah sering membutuhkan
support sirkulasi dengan inotropik dan vasopressor danlatau
intra-aortic balloon counterpulsation untuk menghilangkan
edema pant dan mempertahankan perfusi adekuat.
d) Nitrogliserin sublingual atau intravena. Nitrogliserin diberikan
per oral 0,4-0,6 mg tiap 5- 10 menit, kemudian intravena 10-
20ug/menit kecuali tekanan darah sistolik < 100 mmHg atau
>30 mmHg di bawah baseline. Pasien dengan edema paru dan
tekanan darah rendah sering membutuhkan support sirkulasi
dengan inotropik dan vasopressor danlatau intra-aortic
ballonon counterpulsation untuk menghilangkan edema paru
dan mempertahankan perfusi adekuat.
e) Diuretik: firosemid 40-80 mg bolus intravena, dapat diulang
atau dosis ditingkatkan setelah 4 jam, atau dilanjutkan dengan
drip kontinyu sampai mencapai produksi urin 1 ml/kgBB/jam.

35
f) Penyekat beta hams diberikan sebelum pulang pencegahan
sekunder. Pada pasien yang tetap mengalami gagal jantung
selama perawatan, dosis kecil dapat dimulai, dengan titrasi
bertahap pada saat rawat jalan.
g) Antagonis aldosteron jangka panjang harus diberikan pada
pasien STEMI tanpa disfungsi ginjal bermakna (kreatinin harus
<2,5 mg/dl pada pria dan < 2 mgldl pada perempuan) atau
hiperkalemia (K harus < 5 mEq1 liter) yang sudah mendapat
inhibitor ACE dosis terapi, mempunyai fraksi ejeksi ventrikel
kiri <40% dan mengalami gagal jantung simtomatik atau
diabetes. Ekokardiografi hams dilakukan dengan segera untuk
memperkirakan fungsi ventrikel kiri dan ventrikel kanan dan
menyingkirkan komplikasi mekanis
c. Syok kardiogenik
Hanya 10% pasien syok ditemukan pada saat masuk, sedangkan 90%
terjadi selama perawatan. Biasanya pasien yang berkembang menjadi
syok kardiogenik mempunyai penyakit arteri koroner multivesel.
1) Tatalaksana Syok Kardiogenik
a) Terapi 02.
b) Jika tekanan darah sistolik < 70mmHg dan terdapat tanda syok
diberikan norepinefrin.
c) Jika tekanan darah sistolik <90mmHg dan terdapat tanda syok
diberikan dopamin dosis 5- 15 uglkgBB1menit.
d) Jika tekanan darah <90 mmHG namun tidak terdapat tanda
syok diberikan dobutamin dosis 2-20 ug/kgBB/ menit.
e) Revaskularisasi arteri koroner segera, baik PC1 atau CABG
direkomendasikan pada pasien <75 tahun dengan elevasi ST
atau LBBB yang mengalami syok dalam 36 jam IMA dan ideal
untuk revaskularisasi yang dapat dikerjakan dalam 18 jam
syok, kecuali jika terdapat kontraindikasi atau tidak ideal
dengan tindakan invasif.

36
f) Terapi trombolitik diberikan pada pasien STEMI dengan syok
kardiogenik yang tak ideal untuk terapi invasif dan tidak
mempunyai kontraindikasi trombolisis.
g) Intra aortic ballon pump (IABP) direkomendasikan pasien
STEMI dengan syok kardiogenik yang tidak membaik dengan
segera dengan terapi farmakologis, bila sarana tersedia.
d. Infark ventrikel kanan
Sekitar sepertiga pasien dengan infark inferoposterior
menunjukkan sekurang-kurangnya nekrosis ventrikel kanan derajat
ringan. Jarang pasien dengan infark terbatas primer pada ventrikel
kanan. Infark ventrikel kanan secara klinis meyebabkan tanda gagal
ventrikel kanan yang berat (distensi vena jugularis, tanda Kussmaul's,
hepatomegali) dengan atau tanpa hipotensi. Elevasi segmen ST pada
sandapan EKG sisi kanan, terutama sandapan V4R, sering dijumpai
dalam 24 jam pertama pasien infark ventrikel kanan. Terapi terdiri dari
ekspansi volume untuk mempertahankan preload ventrikel kanan yang
adekuat dan upaya untuk meningkatkan tampilan dengan reduksi
Pulmonary Capillary Wedge (PCW) dan tekanan arteri pulmonalis.
1) Tatalaksana infark ventrikel kanan
a) Pertahankan preload ventrikel kanan:
b) Loading volume (inhs NaC10,9 %): 1-2 liter cairan jam I
selanjutnya 200 mlljam (target tekanan atrium kanan >lO
mmHg(13,6 cmH2O).
c) Hindari penggunaan nitrat dan diuretik
d) pertahankan sinkroni A-V dan bradikardia harus dikoreksi.
e) Pacu jantung sekuensial A-V pada blok jantung derajat tinggi
simtomatik yang tidak respons dengan atropin.
f) Diberikan inotropik jika curah jantung tidak meningkat setelah
loading volume
g) Kurangi afterload ventrikel kanan sesuai dengan disfungsi
ventrikel kiri.

37
h) Pompa balon intra-aortik
i) Vasodilator arteri (nitropruspid, hidralazin)
j) Penghambat ACE
k) Reperfusi
l) Obat trombolitik
m) Percutaneous coronary intervention (PCI) primer
n) Coronary artery bypass graft (CABG) (pada pasien tertentu
dengan penyakit multivesel)
e. Aritmia pasca STEMI
Insidensi aritmia pasca infark lebih tinggi pada pasien segera setelah
onset gejala. Mekanisme aritmia terkait infark mencakup
ketidakseimbangan sistem saraf autonom, gangguan elektrolit, iskemia
dan perlambatan konduksi di zona iskemia miokard.
f. Ekstrasistol ventrikel
Depolarisasi prematur ventrikel sporadis yang tidak sering, dapat
terjadi pada hampir semua pasien STEMI dan tidak memerlukan
terapi. Obat penyekat beta efektif dalam mencegah aktivitas ektopik
ventrikel pada pasien STEMl dan pencegahan fibrilasi ventrikel, dan
harus diberikan rutin kecuali terdapat kontraindikasi. Hipokalemia dan
hipomagnesimia merupakan faktor risiko fibrilasi ventrikel pada
pasien STEMI, konsentrasi kalium serum diupayakan mencapai 4,5
mmol/liter dan magnesium 2,O mmollliter.
g. Takikardia dan fibrilasi ventrikel
Dalam 24 jam pertama STEMI, takikardia dan fibrilasi ventrikular
dapat terjadi tanpa tanda bahaya aritmia sebelumnya.
1) Takikardia Ventrikel (ventricular tachycardia = VT)
a) Takikardia ventrikel (VT) polimorfik yang menetap (lebih dari
30 detik atau menyebabkan kolaps hemodinamik) harus
diterapi dengan DC shock unsynchoronized menggunakan
energi awal 200 J; jika gagal harus diberikan shock kedua 200-
300 J , dan jika perlu shock ketiga 360 J .

38
b) Takikardia ventrikel (VT) monomorfik, menetap yang diikuti
dengan angina, edema paru atau hipotensi (tekanan darah <90
mmHg) hams diterapi dengan DC shock s~vr~chorot~izeende
rgi awal 100 J. Energi dapat ditingkatkan jika dosis awal gagal.
c) Takikardia ventrikel (VT) monomorfik yang tidak disertai
angina, edema paru atau hipotensi (tekanan darah <90 mmHg)
diterapi dengan salah satu regimen berikut:
 Lidokain: bolus 1-1,5 mglkg. Bolus tambahan 0,5-0,75
mglkg tiap 5-10 menit sampai dosis loading total maksimal
3 mglkg. Kemudian loading dilanjutkan dengan infus 2-4
mglmenit (30-50 ugl kglmenit).
 Disopiramid: bolus 1-2 mgkg dalam 5- 10 menit
dilanjutkan dosis pemeliharaan 1 mgkgljam.
 Amiodaron: 150 mg infus selama 10-20 menit atau 5
mlkgBB 20-60 menit, dilanjutkan infus tetap 1 mg/menit
selama 6 jam dan kemudian inhs pemeliharaan 0,5
mglmenit.
 Kardioversi elektrik syzchoronized dimulai dosis 50 J
(anestesi sebelumnya).
2) Fibrilasi ventrikel
a) Fibrilasi ventrikel atau takikardia ventrikel pulseless diberikan
terapi DC shock unsynchoronized dengan energi awal200 J jika
tak berhasil hams diberikan shock kedua 200 sampai 300 J dan
jika perlu shock ketiga 360 J (Klas I).
b) Fibrilasi ventrikel atau takikardia ventrikel pulseless yang
refrakter terhadap syok elektrik diberikan terapi amiodaron 300
mg atau 5 mglkg, IV bolus dilanjutkan pengulangan shock
unsynchoronized. (Klas Ila)

39
h. Fibrilasi atrium
Fibrilasi atrial sustained dan fluter atrial pada pasien dengan gangguan
hemodinamik atau ongoing iskemia harus diterapi dengan 1 atau lebih
cara berikut:
1) Kardioversi synchronized dengan shock 200 J untuk fibrilasi atrial
dan 50 J untuk fluter atrial, didahului dengan anestesi umum
singkat atau sedasi jika memungkinkan.
2) Fibrilasi atrial yang tak respons terhadap kardioversi elektrik atau
berulang setelah periode ritme sinus, dianjurkan penggunaan terapi
antiaritmia yang ditujukan untuk penurunkan respons ventrikel.
Satu atau lebih obat farmakologi berikut dapat dipakai :
a) Amiodaron IV
b) Digoksin IV untuk pengendalian laju respons ventrikel (rate
control) terutama untuk pasien dengan disfungsi ventrikel kiri
berat dan gagal jantung.
c) Fibrilasi atrial sustained dan fluter atrial pada pasien ongoing
iskemia tetapi tanpa gangguan hemodinamik diberikan terapi
dengan satu atau lebih obat berikut:
 Penyekat beta lebih disukai, kecuali ada kontraindikasi
 Diltiazem atauverapamil1V
 Kardioversi synchronized dengan shock 200 J untuk
fibrilasi atrial dan 50 J untuk fluter, didahului anestesi
umum singkat atau sedasi jika memungkinkan.
d) Fibrilasi atrial atau fluter sustained tanpa gangguan
hemodinamik atau iskemia, diindikasikan rate control. Pasien
dengan fibrilasi atrial atau fluter sustained harus diberikan
antikoagulan.
i. Aritmia Supraventrikular
Takikardia supraventrikular reentrant diberikan terapi menumt urutan
berikut:
1) Massage sinus karotis

40
2) Adenosin IV 6 mg dalam 1-2 detik; jika tak respons setelah 1-2
menit dapat diberikan 12 mg IV; diulang 12 mg jika diperlukan.
3) Penyekat beta IV dengan metoprolol2,5-5 mg tiap 2-5 menit
sampai dosis total 15 mg lebih dari 10- 15 menit atau atenolol 2,5-
5 mg lebih dari menit sampai dosis total 10 mg dalam 10- 1 5
menit.
4) Diltiazem IV 20 mg (0,25 mglkg) lebih dari menit dilanjutkan inhs
10 mg/jam
5) Digoksin IV, mungkin ada perlambatan sekurangkurangnya 1 jam
sebelum efek farmakologis muncul(8- 15 mcg/kg (0,6- 1 mg pada
pasien dengan berat badan 70 kg).
j. Asistol ventrikel
Resusitasi segera mencakup kompresi dada, atropin, vasopresin,
epinefrin dan pacu antung sementara hams diberikan pada asistol
ventrikel.
k. Bradiaritmia dan Blok
Bradikardia sinus simtomatik, sinus pauses >3 detik atau bradikardia
dengan frekuensi jantung <40 kalilmenit disertai hipotensi dan tanda
gangguan hemodinamik sistemik diberikan terapi atropin 0,5- 1 mg.
Jika bradikardia menetap dan dosis atropin sudah mencapai 2 mg,
hams diberikan pacu jantung transkutaneus atau transvenous.
l. Komplikasi mekanis
1) Ruptur muskulus papilaris, ruptur septum ventrikel, ruptur dinding
ventrikel.
2) Penatalaksanaan operasi
m. Perikarditis
1) Aspirin (160-325 mgihari): merupakan pengobatan terpilih.
2) Indometasin, ibuprofen
3) Kortikosteroid.

41
6. Prognosis
Terdapat beberapa sistem untuk menentukan prognosis pasca IMA:
a. Klasifikasi Killip berdasarkan pemeriksaan fisis bedside sederhana; S3
gallop, kongesti paru dan syok kardiogenik
b. Klasifikasi Forrester berdasarkan monitoring hemodinamik indeks
jantung dan pulmonary capillary wedge pressure (PC WP)
c. TZMZrisk score adalah sistem prognostik paling akhir yang
menggabungkan anamnesis sederhana dan pemeriksaan fisis yang
dinilai pada pasien STEM1 yang mendapat terapi trombolitik.

42
43
BAB IV
PEMBAHASAN

Pada kasus ini pasien didiagnosa dengan Sindrom Koroner Akut (SKA)
dengan ST- elevation myocardial infraction (STEMI) berdasarkan anamesis
pasien mengeluh nyeri dada hebat sejak 3 jam SMRS, nyeri seperti tertekan benda
berat dan menjalar sampai bahu kiri, dan nyeri lebih dari 30 menit serta terdapat
sesak napas, keringan dingin, dan badan terasa sangat lemah. Keluhan tersebut
sesuai dengan keluhan angina tipikal menurut Bahar, 2007 berupa rasa
tertekan/berat daerah retrosternal, menjalar ke lengan kiri, leher, rahang, area
interskapular, bahu, atau epigastrium. Keluhan ini dapat berlangsung
intermiten/beberapa menit atau persisten (>20 menit). Keluhan angina tipikal
sering disertai keluhan penyerta seperti diaphoresis, mual/muntah, nyeri
abdominal, sesak napas, dan sinkop.
Dari hasil EKG terdapat ST- elevation di lead V2, V3, V4, V5, AvF, II
dan III. Penilaian ST elevasi dilakukan pada J point dan ditemukan pada 2
sadapan yang bersebelahan. Nilai ambang elevasi segmen ST untuk diagnosis
STEMI untuk pria dan perempuan pada sebagian besar sadapan adalah 0,1 mV.
Pada sadapan V1-V3 nilai ambang untuk diagnostik beragam, bergantung pada
usia dan jenis kelamin. Nilai ambang elevasi segmen ST di sadapan V1-3 pada
pria usia ≥40 tahun adalah ≥0,2 mV, pada pria usia <40 tahun adalah ≥0,25 mV.
Sedangkan pada perempuan nilai ambang elevasi segmen ST di lead V1-3, tanpa
memandang usia, adalah ≥0,15 mV. Bagi pria dan wanita, nilai ambang elevasi
segmen ST di sadapan V3R dan V4R adalah ≥0,05 mV, kecuali pria usia <30
tahun nilai ambang ≥0,1 mV dianggap lebih tepat. Nilai ambang di sadapan V7-
V9 adalah ≥0,5 mV. Depresi segmen ST yang resiprokal, sadapan yang
berhadapan dengan permukaan tubuh segmen ST elevasi, dapat dijumpai pada
pasien STEMI kecuali jika STEMI terjadi di mid-anterior (elevasi di V3-V6).
Terapi yang digunakan pada penderita SKA atau SKA atas dasar keluhan angina
di ruang gawat darurat, sebelum ada hasil pemeriksaan EKG dan/atau marka
jantung. Terapi awal yang dimaksud adalah Morfin, Oksigen, Nitrat, Aspirin

44
(disingkat MONA), yang tidak harus diberikan semua atau bersamaan. Pada
pasien ini digunakan O₂ 15 lpm NRM, Infus RL 10 tpm, O₂ 15 lpm, Injeksi
ranitidin 1 ampul/12 jam, injeksi ketorolac 1 ampul/12 jam, ISDN 5 mg 1 tablet
sublingual, CPG 75 mg 4 tablet, Aspilet 2 tablet dikunyah, dan Atorvastatin 20
mg 1 tablet.

45
DAFTAR PUSTAKA

1. Bahar, A., 2007. Infak miokard akut dengan elevasi ST dalam Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam Jilid II, Edisi IV. Jakarta: Interna Publishing; 2009.
2. Perhimpunan Dokter Spesialis Kariovaskular Indonesia. Pedoman
Tatalaksana Sindrom Koroner Akut. Edisi III. Jakarta: Centra
Communications; 2015
3. Kabo, Peter. Penyakit jantung koroner. Dalam: Bagaimana Menggunakan
Obat-obat Kardiovaskular Secara Rasional. Jakarta: Balai Penerbit FKUI;
2012. hal:138-147.
4. Munaf, M. Prevalensi kejadian hipertensi pada penyakit infark miokard di
Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adama Malik.Medan. Universitas
Sumatera Utara; 2010.
5. Thaler MS. Iskemia dan infark miokardium. Dalam: Saru-satunya Buku
EKG yang Anda Perlukan. Edisi 5. Jakarta: EGC; 2009. hal: 210, 224,226.
6. Price,Sylvia A.dkk. 2006.Patofisiologi. Jakarta:EGC

DISI

46

Anda mungkin juga menyukai