CASE REPORT
PENYUSUN:
PEMBIMBING:
FAKULTAS KEDOKTERAN
JUNI 2019
HALAMAN PENGESAHAN
CASE REPORT
Penyusun
Menyetujui,
Pembimbing
Mengetahui,
ii
DAFTAR ISI
HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................................... ii
DAFTAR ISI ....................................................................................................................... iii
STATUS PASIEN ............................................................................................................. 1
A. IDENTITAS PASIEN ........................................................................................ 1
B. ANAMNESIS .................................................................................................... 1
C. PEMERIKSAAN FISIK .................................................................................... 2
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG ....................................................................... 4
E. RESUME ........................................................................................................... 7
F. ASSESMENT/DIAGNOSIS KERJA ................................................................ 8
G. PENEGAKKAN DIAGNOSIS .......................................................................... 8
H. FOLLOW UP ..................................................................................................... 8
TINJAUAN PUSTAKA .................................................................................................. 12
I. ANATOMI ....................................................................................................... 12
J. DEFINISI ......................................................................................................... 13
K. EPIDEMIOLOGI ............................................................................................. 13
L. ETIOLOGI DAN FAKTOR RESIKO ............................................................. 13
M. PATOGENESIS ............................................................................................... 14
N. GEJALA KLINIS ............................................................................................ 17
O. DIAGNOSIS .................................................................................................... 17
P. DIAGNOSIS BANDING ................................................................................. 18
Q. PENATALAKSANAAN ................................................................................. 18
R. KOMPLIKASI ................................................................................................. 20
S. PROGNOSIS ................................................................................................... 20
T. PENCEGAHAN .............................................................................................. 20
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................... 21
iii
1
STATUS PASIEN
I. IDENTITAS PASIEN
Nama Pasien : Tn . P
Umur : 30 tahun
Jenis kelamin : laki – laki
Alamat : bungkal 01/02 bungkal
Pekerjaan : petani
Status perkawinan : Menikah
Agama : Islam
Suku : Jawa
Tanggal masuk RS : 17 Mei 2019
Tanggal pemeriksaan : 17 Mei 2019
No. RM : 43 26 XX
II. ANAMNESIS
A. Keluhan Utama
Benjolan leher kanan
B. Riwayat Penyakit Sekarang
Seorang laki laki usia30 tahun datang ke IGD RSUD dr. Harjono
Ponorogo dengan keluhan benjolan pada leher kanan. Benjolan
sudah dirasakan sejak 3 tahun yang lalu. Bengkak awalnya kecil
semakin lama semakin membesar. tidak disertai dengan nyeri (-
),sesak (+), demam (-), mual muntah (-). Sebelumnya pasien belum
pernah berobat, pasien merasa benjolan semakin hari semakain
besar..
C. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat Penyakit serupa : disangkal
Riwayat Komorbid lain : HT (-), DM (-), Peny. Jantung (-),
Peny. Paru (-)
Riwayat Alergi : disangkal
D. Riwayat Keluarga
2
Perkusi :
S S
S S
S S
Auskultasi : Suara dasar vesikuler (+/+), rhonki (-/-
), wheezing (-/-)
Jantung :
Inspeksi : Iktus kordis tidak tampak
Palpasi : Iktus kordis teraba kuat angkat pada
SIC V sinistra sisi medial linea midclavicula
sinistra
Perkusi : Batas jantung tidak membesar
B. Kimia Klinik
C. Imunologi
HbSAg - -
HIV Non reaktif Non reaktif
D. Koagulasi
E. EKG
F. Foto Thorax AP
G. USG Mandibula
V. RESUME
Seorang perempuan usia 59 tahun datang ke IGD RSUD
dr.Harjono Ponorogo dengan keluhan bengkak pada pipi kiri. Bengkak
sudah dirasakan sejak 6 hari yang lalu. Bengkak awalnya kecil pada
bagian bawah dagu dan semakin membesar setiap harinya hingga ke pipi.
Keluhan disertai dengan nyeri (+), sulit membuka mulut (+), sesak (+),
8
VIII. FOLLOW UP
Tgl S O A P
29/5 Luka post OP nyeri KU: lemah, sakit Post Infus RL 20 tpm
/19 (+), sulit membuka sedang drainase
mulut (+), BAB dan Kesadaran : CM dan Inj. Ceftriaxon 2x1
9
TINJAUAN PUSTAKA
A. Anatomi
B. Definisi
Abses adalah kumpulan nanah (pus) yang terakumulasi di sebuah
kavum jaringan karena terjadinya proses infeksi dan dapat juga disebabkan
oleh benda asing (serpihan, jarum, dsb). Proses ini merupakan mekanisme
pertahanan jaringan dalam upaya mencegah penyebaran atau perluasan
daerah infeksi ke bagian lain dari tubuh.
Abses submandibula adalah peradangan yang disertai pembentukan pus
pada daerah submandibula yang biasanya berasal dari proses infeksi dari
gigi, dasar mulut, faring, kelenjar limfe submandibula.
C. Epidemiologi
Angka kejadian Abses submandibula berada di bawah abses peritonsil
dan retrofaring. Namun dewasa ini, angka kejadiannya menduduki urutan
tertinggi dari seluruh abses leher dalam. 70 – 85% dari kasus disebabkan
oleh infeksi dari gigi, selebihnya karena sialadenitis, limfadenitis, laserasi
dinding mulut atau fraktur mandibula. Selain itu, angka kejadian juga
ditemukan lebih tinggi pada daerah dengan fasilitas kesehatan yang kurang
lengkap.
Paling sering terjadi pada usia 20 dan 60 tahun, dengan perbandingan
laki-laki dan perempuan 3:1. Abses submandibula (15,7%) merupakan
kasus terbanyak ke dua setelah abses parafaring (38,4), diikuti oleh
Ludwig’s angina (12,4%), parotis (7%) dan retrofaring (5,9%).
D. Etiologi dan Faktor Risiko
Abses yang terbentuk berasal dari gigi premolar atau molar rahang
bawah yang meluas ke arah lingual di bawah m. Mylohyoid. Menurut
penelitian yang dilakukan oleh Paolo Rizzo, penyebab tersering abses
submandibula adalah infeksi pada gigi (46,9%). Selain disebabkan oleh
infeksi gigi, infeksi di ruang submandibula bisa disebabkan oleh sialadenitis
kelenjar submandibula, limfadenitis, trauma atau pembedahan dan bisa juga
sebagai kelanjutan infeksi ruang leher dalam lain. Penyebab infeksi dapat
disebabkan oleh kuman aerob, anaerob atau campuran.
14
Sumber infeksi dari abses submandibula pada orang dewasa dan anak-
anak berbeda. Pada orang dewasa sumber infeksi berasal dari gigi dan
kelenjar ludah sedangkan pada anak-anak penyebaran infeksi berasal dari
daerah tonsil dan faring.
Higiene orodental yang buruk merupakan faktor predisposisi terjadinya
abses submandibula. Faktor predisposisi yang lainnya adalah adanya
penyakit sistemik seperti diabetes melitus dan penyakit imunodefisiensi
karena penyakit-penyakit tersebut yang dapat mempermudah perkembangan
bakteri serta penyebaran infeksi. Faktor predisposisi lainnya seperti,
neutropenia, alkoholisme, anemia aplastika, glomerulonefritis,
dermatomiositis, dan lupus eritematous sistem
E. Patogenesis
Bakteri yang berperan dalam proses pembentukan abses ini yaitu
Staphylococcus aureus dan Streptococcus mutans. Staphylococcus aureus
dalam proses ini memiliki enzim aktif yang disebut koagulase yang
fungsinya untuk mendeposisi fibrin. Sedangkan Streptococcus mutans
memiliki 3 enzim utama yang berperan dalam penyebaran infeksi gigi, yaitu
streptokinase, streptodornase, dan hyaluronidase. Hyaluronidase adalah
enzim yang bersifat merusak jembatan antar sel yang terbuat dari jaringan
ikat (hyalin/hyaluronat). Jembatan antar sel memiliki fungsi penting seperti,
transpor nutrisi antar sel, sebagai jalur komunikasi antar sel, juga sebagai
unsur penyusun dan penguat jaringan. Jika jembatan ini rusak dalam jumlah
besar, maka dapat diperkirakan, kelangsungan hidup jaringan yang tersusun
atas sel-sel dapat rusak/nekrosis.
Proses kematian pulpa, disebabkan oleh enzim dari S.mutansi, yang
mengakibatkan jaringan pulpa mati, dan menjadi media perkembangbiakan
bakteri yang baik, sebelum akhirnya ke jaringan yang lebih dalam, yaitu
jaringan periapikal. Adanya keterlibatan bakteri dalam jaringan periapikal,
dapat mengundang respon inflamasi untuk datang ke jaringan yang
terinfeksi tersebut, namun karena kondisi hostnya tidak terlalu baik, dan
virulensi bakteri cukup tinggi maka terbentuklah abses.
15
kita kenal dengan sebutan korteks tulang. Tulang yang normal, selalu
dilapisi oleh lapisan tipis yang tervaskularisasi dengan baik untuk menutrisi
tulang dari luar, yang disebut periosteum. Karena memiliki vaskularisasi
yang baik, maka respon inflamasi juga terjadi ketika pus mulai mencapai
korteks, dan melakukan eksudasinya dengan melepas komponen inflamasi
dan sel plasma ke rongga subperiosteal (antara korteks dan periosteum)
dengan tujuan menghambat laju pus yang kandungannya berpotensi
destruktif tersebut. Proses ini cenderung menimbulkan rasa sakit, terasa
hangat pada regio yang terlibat, bisa timbul pembengkakan, peristiwa ini
disebut periostitis/serous periostitis. Dikatakan serous karena konsistensi
eksudat yang dikeluarkan ke rongga subperiosteal mengandung kurang lebih
70% plasma, dan tidak kental seperti pus karena memang belum ada
keterlibatan pus di rongga tersebut. Periostitis dapat berlangsung selama 2-3
hari, tergantung keadaan host.
Apabila dalam rentang 2-3 hari ternyata respon inflamasi diatas tidak
mampu menghambat aktivitas bakteri penyebab, maka dapat berlanjut ke
kondisi yang disebut abses subperiosteal. Abses subperiosteal terjadi di
rongga yang sama, yaitu di sela-sela antara korteks tulang dengan lapisan
periosteum, pada kondisi ini pus sudah dapat menembus korteks dan
memasuki rongga subperiosteal yang disebut abses subperiosteal. Karena
lapisan periosteum adalah lapisan yang tipis, maka dalam beberapa jam saja
akan mudah tertembus oleh cairan pus yang kental.
Jika periosteum sudah tertembus oleh pus yang berasal dari dalam
tulang tadi, maka proses infeksi ini akan menjalar menuju fascial space
terdekat, karena telah mencapai area jaringan lunak. Pus yang mengandung
bakteri pada periapikal abses akan berusaha keluar dari apeks gigi,
menembus tulang, dan akhirnya ke jaringan sekitarnya, salah satunya adalah
fascial spaces. Apabila infeksi telah meluas mengenai fascial spaces, maka
dapat terjadi fascial abscess.
17
F. Gejala Klinis
Secara umum gejala abses yaitu:
1. Nyeri
2. Bengkak
3. Eritem
4. Trismus
5. Demam
Gejala klinis abses submandibula meliputi demam tinggi, nyeri leher
disertai pembengkakan dibawah mandibula dan atau di bawah lidah. Dapat
juga terjadi sakit pada dasar mulut, trismus, indurasi submandibula dan kulit
di bawah dagu eritema dan oedem.
G. Diagnosis
Diagnosis di tegakkan berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang.
1) ANAMNESIS
Dari anamnesis didapatkan adanya riwayat sakit gigi, mengorek
atau mencabut gigi atau adanya riwayat higiene gigi yang buruk. Dari
anamnesis juga didapatkan gejala berupa sakit pada dasar mulut dan
sukar membuka mulut. Pasien biasanya akan mengeluhkan demam, air
liur yang banyak, trismus akibat keterlibatan musculus pterygoid,
disfagia dan sesak nafas.
2) PEMERIKSAAN FISIK
3) PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Darah lengkap, pada pemeriksaan didapatkan leukositosis.
Pemeriksaan leukosit secara serial merupakan cara yang baik untuk
menilai respon terapi
18
J. Komplikasi
Komplikasi jarang terjadi tetapi dapat mengakibatkan angka kesakitan
yang tinggi dan kematian terkait dengan keterlambatan dalam diagnosis dan
pengobatan. Komplikasi yang dapat terjadi yaitu obstruksi jalan nafas,
mediastinitis, angina ludwig, osteomielitis mandibula, dehidrasi, dan sepsis.
K. Prognosis
Pada umumnya prognosis abses submandibula baik apabila dapat
didiagnosis secara dini dengan penanganan yang tepat dan tanpa
komplikasi. Pada fase awal dimana abses masih kecil maka tindakan insisi
dan pemberian antibiotika yang tepat dan adekuat menghasilkan
penyembuhan yang sempurna.
L. Pencegahan
Pencegahan dapat dilakukan dengan pemeriksaan gigi ke dokter secara
rutin dan teratur serta menjaga higiene mulut.
21
DAFTAR PUSTAKA
Fachruddin, D. Abses Leher Dalam. In: Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin J
eds.Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorokan Kepala
& Leher. Edisi ke-6.Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 2007. Hal 229
Fragiskos, FG. 2007. Oral Surgery. Thieme, New York.
Gómez CM, Iglesia V, Palleiro O, Ló pez CB. Phlegmon in thesubmandibular
region secondary to odontogenic infection. Emergencias2007;19:52-53
Hesly I, Lumintang N, Limpeleh H. 2014. Profil Abses Submandibula di Bagian
Bedah RS Prof. Dr. R. D. Kando Manado Periode Juni 2009 Sampai
Juli 2012.Jurnal Ilmiah Kedokteran Klinik, Vol 2 (1): ISSN 2337-5949
Murray AD, Marcincuk MC. Deep Neck Infection. Available
in:http:/emedicine.medscape.com./article/837048-overview
Rahardjo P. Infeksi Leher Dalam. Makasar: Graha Ilmu.2013. p.2-16.
Rizzo P, Mosto MCD. Submandibular Space Infection: A Potentially Lethal
Infection. International Journal of Infectious Diseases. 2009;13:327-33.