Anda di halaman 1dari 28

TUGAS ILMIAH KEPANITERAAN KLINIK FK UMS

CASE REPORT

SEORANG PEREMPUAN 57 TAHUN DENGAN CLOSE FRAKTUR 1/3


PROKSIMAL FEMUR

PENYUSUN:
Shofiana Fajrin Hanifa, S. Ked. J510215016
Dwi Hanif Mustofa., S. Ked. J510215041

PEMBIMBING:
dr. Farhat, Sp.OT, M.Kes

PRODI PROFESI DOKTER


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2021
HALAMAN PENGESAHAN
Tugas Ilmiah Kepaniteraan Klinik FK UMS
CASE REPORT
Prodi Profesi Dokter Fakultas Kedokteran
Universitas Muhammadiyah Surakarta

Judul : Seorang Perempuan 57 Tahun dengan Close Fraktur 1/3 Proksimal


Femur
Penyusun : i. Shofiana Fajrin Hanifa, S. Ked, J510215016
ii. Dwi Hanif Mustofa , S. Ked J510215041
Pembimbing : dr. Farhat, Sp.OT, M.Kes

Ponorogo, 21 Mei 2021


Penyusun I Penyusun II

Shofiana Fajrin Hanifa, S.ked Dwi Hanif Mustofa, S.ked

Menyetujui,
Pembimbing

dr. Farhat, Sp.OT, M.Kes


Mengetahui,
Kepala Program Studi Profesi Dokter

Fakultas Kedokteran UMS

dr. Iin Novita N.M., M.Sc., Sp.PD

ii
BAB I

STATUS PASIEN

I. IDENTITAS PASIEN
 Nama : Ny. P
 Jenis Kelamin : Perempuan
 Umur : 57 Tahun
 Alamat : Dukuh Tatakan, Mlarak
 Agama : Islam
 Suku : Jawa
 Tanggal masuk RS : 25 Maret 2021
 Tanggal pemeriksaan : 30 Maret 2021

II. ANAMNESA
A. Keluhan utama : Nyeri paha kiri
B. Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang ke IGD RSUD dr. Harjono Ponorogo pada jam 22.43. Pasien
datang dengan keluhan nyeri pada paha kiri. Pasien tidak dapat berdiri dan
diangkat keluarga. Keluarga pasien mengaku mendengar suara kretek
kretek saat mengangkat pasien.

Pasien terjatuh pada pukul 20.00 WIB, dengan kaki kiri masuk ke
selokan kemudian ditolong oleh keluarga. Saat pasien diangkat keluarga
mendengar kretek-kretek dan melihat adanya bengkak pada paha kiri.
Kemudian keluarga mengantar pasien ke RSUD dr. Harjono Ponorogo jam
22.40

 Nyeri saat digerakkan (+)

 Nyeri berdenyut (-), demam (-),

 Nyeri saat istirahat (-)

 Nyeri hanya disatu tempat (+)

1
 Nyeri awal gerakan (-)

 Kelemahan (-), kesemutan (-), nyeri tidak menjalar(-)

 Tidak ada penurunan kesadaran

 Menopause usia 50 tahun

Pasien tidak mengeluh adanya nyeri dibagian tubuh lain, pusing (-),
demam (-), mual (-), muntah (-), sesak napas (-), nyeri dada (-), nyeri
perut (-), BAB lancar, BAK lancar.

C. Riwayat Penyakit Dahulu


 Riwayat sakit serupa : disangkal
 Riwayat Operasi sebelumnya : disangkal
 Riwayat Trauma : disangkal
 Riwayat Diabetes Mellitus : disangkal
 Riwayat Hipertensi : didapati
 Riwayat Penyakit Jantung : disangkal
 Riwayat Penyakit Ginjal : disangkal
D. Riwayat Penyakit Keluarga
 Riwayat Alergi dalam keluarga : disangkal
 Riwayat Asma dalam keluarga : disangkal
 Riwayat Hipertensi dalam keluarga : disangkal
 Riwayat DM dalam keluarga : disangkal
E. Anamnesis Sistem
 Sistem Serebrospinal : Pusing (-), demam (-)
 Sistem Respirasi : Batuk (-), pilek (-), sesak napas (-)
 Sistem Kardiovaskuler : Nyeri dada (-)
 Sistem Digestivus : Mual (-), muntah (-), BAB lancar
 Sistem Urogenital : BAK lancar, warna jernih kekuningan,
nyeri berkemih (-)
 Sistem Muskuloskeletal : Ada hambatan gerak di regio cruris
dextra
 Sistem Integumentum : Akral hangat

2
III. PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan dilakukan di Bangsal Delima RSUD Dr. Harjono pada tanggal
25 Maret 2021.
A. Status Generalis
 Keadaan Umum : Baik
 Kesadaran : Compos mentis, GCS E4V5M6
B. Tanda Vital
Tekanan darah : 130/90 mmHg
Nadi : 112x/menit, regular
RR : 20x/menit regular
Suhu : 36,60C
SPO2 : 98%
C. Status Generalis
1. Kepala
Normocepal, jejas (-) hematom (-) luka (-) nyeri tekan (-) di regio
temporal dextra sinistra, udem (-)
2. Mata
Sklera ikterik (-/-), konjungtiva anemis (-/-) reflek cahaya (+/+), isokor
(3mm/3mm)
3. Leher
pembesaran kelenjar limfe (-)
4. Thoraks
a. Pulmo:
 Inspeksi : simetris, ketertinggalan gerak (-), jejas (-)
 Palpasi : ketertinggalan gerak (-), fremitus normal
 Perkusi : sonor di seluruh lapang paru
 Auskultasi: vesikuler (+/+), wheezing (-/-), ronkhi (-/-)
b. Jantung
 Inspeksi : iktus cordis tidak tampak
 Palpasi : iktus cordis teraba di SIC V midclavicularis
sinistra
 Perkusi : batas jantung

3
Batas jantung kiri
Kiri atas : SIC II linea parasternalis sinistra
Kiri bawah: SIC V linea midclavicularis sinistra
Batas jantung kanan
Kanan atas: SIC II linea parasternalis dextra
Kanan bawah: SIC IV linea parasternalis dextra
 Auskultasi : bunyi jantung I-II murni, regular, bising (-), gallop
(-)
5. Abdomen
Inspeksi : jejas (-), distended (-), massa (-)
Auskultasi : peristaltik (+) normal
Perkusi : timpani (+), pekak hepar (+), pekak beralih (-),
undulasi (-)
Palpasi : supel (+), hepar dan lien tidak teraba, defans muscular
(-), nyeri tekan (-)
6. Ekstremitas
Superior : udem (-/-) luka (-/-), akral hangat (+/+), CRT <2 detik
(status lokalis)
Inferior : udem (+/-), luka (-/-), akral hangat (+/+), CRT <2
detik

D. STATUS LOKALIS

1. Lokasi trauma : Regio femoralis sinistra

2. Look

Edema :+

Luka :-

bone exposure :-

Deformitas :+

Translasi : True Length : 71/72 cm

4
Appearance Length : 79/80 cm

3. Feel

• Nyeri tekan :+

• Akral hangat :+

• Capillary refill time : <2 detik

• Pulsasi

o arteri dorsalis pedis (+) reguler, sama kuat antara kanan dan kiri.

4. Move

• False movement : (+)

• Krepitasi : (+)

• Nyeri gerak : (+)

• ROM : terbatas karena nyeri

Aktif :

Hip : fleksi (terbatas), ekstensi ( terbatas )

Knee : fleksi (terbatas), ekstensi (terbatas)

Pasif :

Hip : fleksi ( terbatas), ekstensi ( terbatas)

Knee : fleksi (terbatas), ekstensi (terbatas)

IV. ASSASMENT AWAL


Close Fraktur femur 1/3 distal sinistra

V. PLANNING DIAGNOSTIK:
Foto Rhontgen regio femur sinistra

VI. PEMERIKSAAN PENUNJANG

5
a. Foto Rongent pelvis

b. Foto rontgen regio femur

6
VII. Planing
1. Assesment:
Close Fraktur femur 1/3 distal sinistra

2. Terapi
-inj Santagesik 3 x 1

3. Monitoring
Observasi tanda nyeri
Observasi vital sign
Observasi tanda klinis

7
4. Edukasi
Rehabilitasi
Menggerakkan jari jari kaki

VIII. Diagnosis Kerja


Close Fraktur femur 1/3 distal sinistra

IX. Tatalaksana
- Reposisi tertutup  Skin Traksi
- Reposisi terbuka ORIF

8
BAB II
TINJAUAN
PUSTAKA

A. Definisi fraktur
Fraktur adalah hilangnya kontinuinitas tulang yang disebabkan oleh trauma dan
non trauma. Mungkin berupa retakan atau pecahnya korteks; namun lebih sering
berupa patahan komplit. Fragmen patahan tulang dapat berpindah atau tetap pada
tempatnya. Fraktur disebabkan oleh cedera,tekanan yang berulang serta melemahnya
tulang secara abnormal (fraktur patologis).
Sebagian besar patah tulang disebabkan oleh kekuatan yang tiba-tiba dan
berlebihan (overloading), bisa disebabkan oleh cidera langsung (direct injury)
maupuncidera tidak langsung (indirect injury). Pada cidera langsung, tulang akan
patah pada tempat terjadinya benturan, jika gaya yang diterima tulang terlalu besar
maka tulang dapat menjadi beberapa fragmen (kominutif) dengan kerusakan jaringan
yang lebih luas. Sedangkan pada cidera tidak langsung, akan ada jarak antara patahan
tulang dengan lokasi benturan.
Tipe fraktur tulang dibagi menjadi 2 yaitu fraktur komplit dan fraktur inkomplit.
Fraktur komplit merupakan patah tulang menjadi dua fragmen atau lebih. Termasuk
kedalam fraktur komplit yakni transverse (a), segmental (b) dan spiral (c). Fraktur
inkomplit merupakan patah tulang namun masih terdapat kontinuitas periosteum,
termasuk kedalam fraktur inkomplit yakni buckle (torus) (e) dan greenstick (f).

9
Klasifikasi fraktur tulang panjang menurut Müller yakni dengan membagi tulang
menjadi 3 segmen (proksimal, diafisis dan distal). Fraktur pada bagian diafisis dibagi
menjadi simple(b), wedge(c) dan complex (d). Sedangkan fraktur pada proksimal dan
distal dibagi menjadi extra-articular(e), partial articular(f)dan complete articular(g).

B. Etiologi
Etiologi dari fraktur menurut [ CITATION Pri15 \l 1057 ] ada 3 yaitu:
1. Cidera atau benturan. Mekanisme cidera berupa low energy biasanya suatu trauma
tidak langsung dan menghasilkan luka “in out“ serta high energy dari trauma
langsung dan kerusakan jaringan sangat parah sesuai rumus fisika (Ek = ⅟₂ . m .
v2).
2. Fraktur patologik. Fraktur patologik terjadi pada daerah-daerah tulang yang telah
menjadi lemah oleh karenatumor, kanker dan osteoporosis.
3. Fraktur beban. Fraktur beban atau fraktur kelelahan terjadi pada orang- orang
yang baru saja menambahtingkat aktivitas mereka, seperti baru di terima dalam
angkatan bersenjata atau orang- orangyang baru mulai latihan lari.
C. Fase Penyembuhan Fraktur
1. Fase Inflamasi
Jika salah satu tulang patah, maka seluruh jaringan lunak sekitarnya juga
rusak, termasuk periosteum dan otot sekitarnya, robek, dan banyak pembuluh

10
darah melintasi garis fraktur yang pecah. Sehingga terdapat hematoma pada
medullary canal, antara ujung fraktur, dan di bawah periosteum. Darah ini
cepat menggumpal dan membentuk bekuan. Osteosit kekurangan nutrisi dan
mati. Sehingga pada daerah fraktur tidak mengandung sel-sel hidup. Kerusakan
yang parah pada periosteum dan sumsum serta jaringan lunak sekitarnya juga
dapat berkontribusi sebagai bahan nekrotik pada daerah fraktur tersebut.
Karena begitu banyaknya bahan nekrotik dapat memunculkan respon inflamasi
akut langsung dan intens. Ada vasodilatasi luas dan eksudasi plasma, yang
mengarah ke edema akut terlihat pada daerah fraktur. Fase ini dapat
berlangsung selama 2-4 minggu. Secara perlahan fase ini akan berhenti
kemudian fase kedua dimulai dan secara bertahap menjadi pola dominan.

2. Fase Reparatif
Bekuan darah terbentuk pada daerah tersebut. Bekuan darah akan
membentuk jaringan granulasi, dimana sel-sel pembentuk tulang primitive
(osteogenik) berdiferensiasi menjadi kondroblas dan osteoblas. Kondroblas
akan mensekresi fosfat yang merangsang deposisi kalsium. Terbentuk lapisan
tebal (kalus) disekitar lokasi fraktur. Lapisan ini terus menebal dan meluas,
bertemu dengan lapisan kalus dari fragmen satunya dan menyatu. Fusi dari
kedua fragmen (penyembuhan fraktur) terus berlanjut dengan terbentuknya
trabekula oleh osteoblas, yang melekat pada tulang dan meluas menyeberangi
lokasi fraktur. Persatuan (union) tulang provisional ini akan menjalani
transformasi metaplastik untuk menjadi lebih kuat dan lebih terorganisasi. Fase
ini berlangsung selama 1-2 bulan.

3. Fase Remodeling
Proses renovasi dilakukan oleh keseimbangan resorpsi kalus oleh
osteoklas, dan deposisi tulang pipih oleh osteoblas. Fase ini membutuhkan
waktu bertahun-tahun untuk meregenerasi tulang tersebut. Proses ini mungkin
terjadi lebih cepat pasien yang lebih muda. Agar remodeling tulang baik, maka
pasokan darah harus memadai dan meningkat secara bertahap. Hal ini jelas
ditunjukkan pada kasus di mana tidak memadai pasokan darahnya maka
berkembang menjadi atrophic fibrous non-union. Namun, dalam kasus di mana
ada vaskularisasi yang baik tetapi fiksasi tidak stabil, proses penyembuhan

11
berlangsung untuk membentuk kalus, tetapi hasilnya berupa hypertrophic non-
union atau pseudoarthrosis.

D. Anatomi Femur

Gambar 2. Anatomi tulang Femur


Femur merupakan tulang paling panjang dan keras pada tubuh. Femur
bersendi dengan acetabulum membentuk articulation coxae pada bagian atas dan

12
membentuk articulation genu dengan bersendi dengan os tibia dan os patella.
Panjang os femur sekitar seperempat tinggi badan seseorang. Ujung superior
femur terdiri dari caput, collum, trochanter major dan minor. Femur proximal
berbentuk “bengkok” sehingga axis panjang caput dan collum berproyeksi ke
anteromedial terhadap corpus yang berorientasi oblik. Sudut inklinasi saat lahir
paling besar (hampir lurus) dan berkurang secara bertahap hingga sudut dewasa
tercapai.

Corpus femoris melengkung sedikit ke anterior. Sebagian corpus femoris


menjadi origo bagi otot ekstensor lutut, kecuali di posterior, dan berbentuk bulat
halus. Pada distal femur hampir seluruhnya disusun oleh condylus lateralis dan
medialis. Condylus femoris berartikulasi dengan menisci dan condylus tibiae
membentuk articulation genu. [ CITATION Cha \l 1057 ]

Gambar 2. Potongan melintang tiga kompartemen otot paha.

Otot pada femur atau paha dibagi menjadi 3 kompartemen yaitu anterior atau
ekstensi, medial atau adduktor, dan posterior atau fleksor. Pada kompartemen

13
anterior paha terdapat M. pectineus, M. iliopsoas, M. Sartorius, dan M. quadriceps
femoris. Kompartemen ini diinervasi oleh nervus femoralis dan divaskularisasi oleh
A. femoralis dan cabangnya. Pada femoris medialis, kompartemen adduktor
diinervasi oleh nervus obturatorius dan divaskularisasi oleh A. profunda femoris, A.
obturatoria, A. femoralis simkumfleksa medialis dan rami perforantes. Kompartemen
medialis atau adduktor ini terdiri dari M. adductor longus, M. adductor brevis, M.
adductor magnus, M. gracilis, dan M. obturatorius eksternus. Tiga dari empat otot
pada kompartemen posterior femur adalah hamstring yang terdiri dari M.
semitendineus, M. semimembranosus dan M. biceps femoris. Kompartemen ini
dipersarafi oleh nervus ischiadikus dan otot-otot hamstring divaskularisasi oleh Aa.
perforantes dan V. perforantes.[ CITATION Moo17 \l 1057 ]
Gambar 3. Arteri femur
E. Anatomi Tulang Around Hip (Femur Proksimal)

Femur dapat dibagi menjadi 3 bagian: proksimal, median, dan distal. Bagian
proksimal terdiri dari kepala, leher, dan trochanter (Kadir, 2014). Kepala femur
terdapat dalam acetabulum pada pelvis. Kepala femur mempunyai ukuran yang
bervariasi tergantung proporsi IMT (Indeks Massa Tubuh) dan kira-kira berdiamater
kisaran 38-58 mm menutupi ligamen kartilago dengan rata-rata ketebalannya 3-4
mm2. [ CITATION Bab13 \l 1057 ].

Gambar 1 Sendi Hip

Tulang around hip terdiri dari tiga tulang yang menyatu, ilium, ischium, dan

14
pubis. Terdapat rongga artikular yang berbentuk cangkir yang dinamakan
acetabulum, yang merupakan rongga pada sambungan kepala femur. Ilium melebar
ke arah superior, dan ischium merupakan bagian tulang yang paling pendek dan
paling kuat[CITATION Bah13 \l 1057 ]
Sendi panggul terdiri dari multiaxial-ball yang besar dan kantung sendi
sinovial yang dibungkus oleh kapsul artikularis yang tebal. Sendi panggul berguna
untuk mempertahankan keseimbangan dan memungkinkan pergerakan yang luas.
Setelah sendi bahu, sendi panggul merupakan sendi yang paling luas pergerakannya
dibandingkan dengan sendi-sendi lainnya. Selama berdiri, seluruh berat bagian atas
tubuh dipindahkan dari kepala dan leher ke femur. Lingkaran kepala dari femur
(kaput femoris) berhubungan dengan mangkuknya yang disebut asetabulum. Bagian
dalam asetabulum diisi oleh fibrokartilago labrum yang sangat kuat, yang memegang
kaput femoris, dan menutupi lebih dari setengah bagiannya. Kartilago sendi
menutupi seluruh kaput femoris, kecuali pada pit (fovea) yang merupakan tempat
untuk melekatnya ligamen pada kaput femoris.
Kapsul fibrosa yang kuat dan longgar memungkinkan pergerakan yang bebas
pada sendi panggul, mengikatkan asetabulum proksimal dan ligamen asetabular
transversal. Kapsul fibrosa mengikatkan bagian distal dengan collum femoris hanya
pada bagian anterior garis intertrokanter dan akar dari trokanter mayor. Di bagian
posterior, kapsul fibrosa menyilang ke collum proximal ke bagian atas intertrokanter
tanpa mengikatnya. Kapsul fibrosa yang tebal membentuk tiga ligamen sendi
panggul yaitu ligamen iliofemoral yang berbentuk Y, ligamen pubofemoral dan
ligamen ischiofemoral.
Sendi panggul juga ditunjang oleh femur dan otot yang menyilangi sendi.
Tulang dan otot adalah bagian paling kuat dan besar dari tubuh manusia. Panjang,
sudut dan lingkaran yang sempit dari collum femoris memungkinkan pergerakan
yang banyak pada sendi panggul. Fraktur terjadi ketika tekanan yang datang lebih
besar daripada kekuatan tulang. Garis intertrokanter adalah garis obliq yang
menghubungkan trokanter mayor dan trokanter minor, memisahkan collum femoris
dari batang femur. Fraktur panggul meliputi seluruh fraktur pada femur proximal,
mulai dari kepala sampai 4-5 cm dari area subtrokanter.

15
Gambar 2. Anatomi Fraktur Femur Proksimal

Leher femur terletak antara kepala femur dan batas anterior intertrochanter
dan puncak posterior intertrochanter. Leher femur membentuk sebuah sudut dengan
batang femur yang membentang bidang anteroposterior dari 125 o – 140o dan sudut
anteversi 10o – 15o pada bidang lateral. Tulang yang melingkupi leher femur
mempunyai susunan trabekula yang khas yang mana terorganisir ke medial dan
lateral pada system trabekula. Pola trabekula yang lebih kecil akan memperluas
bagian inferior pada area foveal melalui bagian kepala dan superior leher femur
kedalam trochanter dan kortek lateral [ CITATION Bab13 \l 1057 ].
Asetabulum yang berbentuk cangkir, berada di 1/3 bawah medial pada
ligamentum inguinal. Permukaan asetabular terdapat cincin kartilago yang tidak
lengkap, tebal dan luas Cikal bakal, 2/5 asetabulum berasal dari ilium, 2/5 dari
ichium dan 1/5 dari pubis.
F. Patofisiologi Fraktur Femur 1/3 Proksimal
1. Fraktur Collum Femur

Pada orang usia lanjut khususnya pada wanita, terjadi perubahan struktur

pada bagian ujung atas femur yang menjadi predisposisi untuk terjadinya

fraktur collum femur. Karena hilangnya tonus otot dan perubahan pada

keseimbangan, pasien dituntut untuk mengubah pola berjalan mereka. Fraktur

collum femur dapat disebabkan karena lemahnya collum femur terhadap aksi

stress dari arah vertical dan rotasional yang terus-menerus, seperti ketika

16
ekstremitas bereksorotasi dan tubuh berotasi ke arah yang berlawanan. Pada

mekanisme ini, aspek posterior dari collum mengenai lingkaran dari

acetabulum karena berotasi ke arah posterior; pada keadaan ini acetabulum

berperan sebagai titik tumpu [ CITATION Blo17 \l 1057 ]

Fraktur collum femur terjadi akibat jatuh pada daerah trokhanter baik

karena kecelakaan lalu lintas atau jatuh dari tempat yang tidak terlalu tinggi

seperti terpeleset di kamar mandi di mana panggul dalam keadaan fleksi dan

rotasi. Pada kondisi osteoporosis insiden fraktur pada posisi ini tinggi

[ CITATION Noo16 \l 1057 ].

2. Fraktur Intertrochanter femur

Fraktur intertrochanter sering terjadi pada lansia dengan kondisi

osteoporosis. Fraktur ini memiliki prognosis yang baik dibandingkan fraktur

intrakapsular, di mana risiko nekrosis avaskular lebih rendah. Pada riwayat

umumnya didapatkan adanya trauma akibat jatuh dan memberikan trauma

langsung pada trokhanter mayor. Pada beberapa kondisi, cedera secara

memuntir memberikan fraktur tidak langsung pada intertrokhanter.

G. Klasifikasi Fraktur Femur 1/3 proksimal

Berdasarkan letak anatomis dari garis frakturnya, fraktur collum femur

diklasifikasikan menjadi dua bagian besar, yaitu fraktur intrakapsular dan fraktur

ekstrakapsular.

1. Fraktur Intrakapsular

Fraktur intrakapsular disebut juga sebagai fraktur letak tinggi collum femur.

Pada kelompok ini, fragmen proksimal sering kehilangan bagian pembuluh

17
darahnya dan oleh karena itu, penyatuan kembali (union) fraktur sangatlah

sulit. Hal ini merupakan kejadian serius pada usia lanjut. Pada pasien yang

sangat tua dan lemah, hal ini akan mencetuskan terjadinya ketidakseimbangan

metabolisme. Dengan demikian, dapat terjadi terminal illness oleh karena

uremia, infeksi paru-paru, mendengkur saat tidur, ataupun akibat penyakit fatal

lainnya.

Fraktur intrakapsular diklasifikasikan lagi berdasarkan daerah collum femur

yang dilalui oleh garis fraktur, antara lain:

a. Fraktur Subcapital

Garis frakturnya melintasi collum femur tepat dibawah caput femur.

Gambar 3. Fraktur Subcapital

b. Fraktur Transservikal

Garis fraktur biasanya melewati setengah panjang collum femur.

18
Gambar 4. Fraktur Transservikal

c. Fraktur basilar atau basis servikal

Garis frakturnya melintasi bagian basis collum femur.

Gambar 5. Fraktur basilar atau basisservikal

2. Fraktur Ekstrakapsular

Fraktur ekstrakapsular yang termasuk dalam fraktur collum femur

merupakan fraktur-fraktur yang terjadi pada daerah intertrochanter dan

daerah subtrochanter.

19
a. Fraktur Intertrochanter

Pada fraktur ini, grais fraktur melintang dari trochanter mayor ke

trochanter minor. Tidak seperti fraktur intrakapsular, salah satu tipe

fraktur ekstrakapsular ini dapat menyatu dengan lebih baik. Resiko

untuk terjadinya komplikasi non-union dan nekrosis avaskular sangat

kecil jika dibandingkan dengan resiko pada fraktur intrakapsular.

Berdasarkan klasifikasi Kyle (1994), fraktur intertrochanter dapat

dibagi menjadi 4 tipe menurut kestabilan fragmen-fragmen tulangnya.

Fraktur dikatakan tidak stabil jika:

1. Hubungan antarfragmen tulang kurang baik

2. Terjadi force yang berlangsung terus-menerus yang menyebabkan

displaced tulang menjadi semakin parah.

3. Fraktur disertai atau disebabkan oleh adanya osteoporosis.

Gambar 6. Klasifikasi menurut Kyle

b. Fraktur Subtrochanter

Fraktur subtrochanter biasanya terjadi pada orang usia muda yang


disebabkan oleh trauma berkekuatan tinggi atau pada orang lanjut usia
dengan osteoporosis atau penyakit-penyakit lain yang mengakibatkan
kelemahan pada tulang. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan

20
pada fraktur ini, antara lain:

1. Perdarahan yang terjadi cenderung lebih massif dibandingkan


perdarahan pada fraktur collum femur lainnya. Hal ini terjadi
karena pada daerah subtrochanter terdapat anastomosis dari
cabang-cabang arteri femoral bagian medial dan lateral.

2. Fragmen fraktur dapat terekstensi ke region intertrochanter yang


mungkin menyulitkan pelaksanaan internal fixation.

3. Bagian proksimal mengalami abduksi, exorotasi, dan flexi akibat


psoas sehingga corpus femur harus diposisikan sedemikian rupa
untuk menyamai posisi tersebut. Jika tidak, maka resiko untuk
terjadinya non union atau malunion akan sangat tinggi.
H. Tatalaksana

Perdarahan dari patah tulang panjang dapat menjadi penyebab terjadinya syok
hipovolemik. Pasien dievaluasi dengan seksama dan lengkap. Ekstremitas sebisa
mungkin jangan digerakkan untuk mencegah kerusakan soft tissue pada area yang
cedera. Prinsip penanganan fraktur meliputi rekognisi, reduksi, imobilisasi, dan
pengembalian fungsi serta kekuatan normal dengan rehabilitasi.
1. Rekognisi
Melakukan diagnosa yang benar sehingga dapat membantu
penanganan fraktur.
2. Reduksi fraktur
Reduksi fraktur berarti mengembalikan fragmen tulang pada
kesejajaran dan rotasi anatomis. Reduksi bisa dilakukan secara tertutup,
terbuka dan traksi tergantung pada sifat fraktur namun prinsip yang
mendasarinya tetap sama.
a. Reduksi tertutup
Reduksi tertutup dilakukan dengan mengembalikan fragmen
tulang kembali keposisinya dengan manipulasi dan traksi
manual
b. Reduksi terbuka
Reduksi terbuka dilakukan pada fraktur yang memerlukan

21
pendekatan bedah dengan menggunakan alat fiksasi interna
dalam bentuk pin, kawat, plat sekrew digunakan untuk
mempertahankan fragmen tulang dalam posisinya sampai
penyembuhan solid terjadi.
c. Traksi
Traksi digunakan untuk reduksi dan imobilisasi. Traksi adalah
pemasangan gaya tarikan ke bagian tubuh untuk
meminimalisasi spasme otot, mereduksi, mensejajarkan, serta
mengurangi deformitas.
Jenis – jenis traksi meliputi:
a) Traksi kulit : Buck traction, Russel traction, Dunlop traction
dapat menahan tarikan maksimal 5kg.

b)Traksi skeletal: traksi skelet dipasang langsung pada tulang


dengan menggunakan pin metal atau kawat. Beban yang
digunakan pada traksi skeletal 7 kilogram sampai 12 kilogram
untuk mencapai efek traksi.
3. Imobilisasi
fraktur Setelah fraktur direduksi, fragmen tulang harus
diimobilisasi, atau dipertahankan dalam posisi dan kesejajaran
yang benar sampai terjadi penyatuan. Imobilisasi dapat dilakukan
dengan fiksasi interna atau eksterna. Fiksasi eksterna dapat
menggunakan pembalutan, gips, bidai, traksi kontinu pin dan
teknik gips. Fiksator interna dengan implant logam.
4. Mempertahankan dan mengembalikan fungsi
Latihan otot dilakukan untuk meminimalkan atrofi dan
meningkatkan peredaran darah. Partisipasi dalam aktifitas sehari-
hari diusahakan untuk memperbaiki kemandirian fungsi dan harga
diri.
I. Komplikasi
Komplikasi fraktur dibagi menjadi 2:

1. Komplikasi Awal

a. Syok Hipovolemik

22
Syok Hipovolemik merupakan penyebab tersering setelah terjadinya

fraktur pada tulang mayor, seperti pelvis dan femur. Frekuensi ini

semakin meningkat disebabkan oleh jumlah pasien dengan beberapa

cedera. Syok Hipovolemik terjadi karena perdarahan eksternal atau

perdarahan internal. Perdarahan eksternal dapat mengakibatkan

beberapa fraktur ataupun cedera pada pembuluh darah mayor.

Perdarahan internal lebih sulit untuk mendiagnosa. Tanda kehilangan

darah dapat ditunjukan pada saat fraktur pelvis (1500-2000 ml), dan

fraktur femur (1000-1500 ml)[ CITATION Mah11 \l 1057 ]).

b. Sindrom emboli lemak

Merupakan komplikasi yang paling berat. Ciri khas nya terjadi

hambatan pada pembuluh darah karena penumpukan lemak. Hal ini

terjadi karena penumpukan lemak mula-mula sumsum tulang atau

jaringan adiposa. Emboli lemak biasanya terjadi setelah fraktur pelvis

dan fraktur femur[ CITATION Mah11 \l 1057 ].

c. Sindrom Kompartemen (Volkmann’s Ischemia)

Sindrom kompartemen adalah suatu kondisi dimana terjadi peningkatan

tekanan interstisial di dalam ruangan yang terbatas, yaitu di dalam

kompartemen osteofasial yang tertutup. Peningkatan tekanan intra

kompartemen akan mengakibatkan berkurangnya perfusi jaringan dan

tekanan oksigen jaringan, sehingga terjadi gangguan sirkulasi dan

fungsi jaringan di dalam ruangan tersebut. Ruangan tersebut terisi oleh

otot, saraf dan pembuluh darah yang dibungkus oleh tulang dan fascia

serta otot-otot individual yang dibungkus oleh epimisium. Sindrom

23
kompartemen ditandai dengan nyeri yang hebat, parestesi, paresis,

pucat, disertai denyut nadi yang hilang. Secara anatomi sebagian besar

kompartemen terletak di anggota gerak dan paling sering disebabkan

oleh trauma, terutama mengenai daerah tungkai bawah dan tungkai atas

[ CITATION Blo17 \l 1057 ].

2. Komplikasi lambat

a. Delayed union, malunion, nonunion penyatuan terlambat (delayed

union) terjadi bila penyembuhan tidak terjadi dengan kecepatan normal

berhubungan dengan infeksi dan distraksi (tarikan) dari fragmen tulang.

Tarikan fragmen tulang juga dapat menyebabkan kesalahan bentuk dari

penyatuan tulang (malunion). Tidak adanya penyatuan (nonunion)

terjadi karena kegagalan penyatuan ujung- ujung dari patahan tulang.

b. Nekrosis avaskular tulang

Cedera, baik fraktur maupun dislokasi, seringkali mengakibatkan

iskemia tulang yang berujung pada nekrosis avaskular. Nekrosis

avaskuler ini sering dijumpai pada kaput femoris, bagian proksimal dari

os. Scapphoid, os. Lunatum, dan os. Talus [ CITATION Sur08 \l

1057 ].

c. Reaksi terhadap alat fiksasi interna

Alat fiksasi interna diangkat setelah terjadi penyatuan tulang namun

pada kebanyakan pasien alat tersebut tidak diangkat sampai

menimbulkan gejala. Nyeri dan penurunan fungsi merupakan indikator

terjadinya masalah. Masalah tersebut meliputi kegagalan mekanis dari

pemasangan dan stabilisasi yang tidak memadai, kegagalan material,

24
berkaratnya alat, respon alergi terhadap logam yang digunakan dan

remodeling osteoporotik disekitar alat.

25
Daftar Pustaka

Babhulkar, S. & Tanna, D., 2013. Proximal Femoral Fractures. 1 ed.


Maharashtra: Jaypee Brother Medical Publisher.
Baharuddin, M. Y., Zulkifly, A. H. & Lee, M. H., 2013. Three Dimentional
morphometry of the femur to design the total hip arthroplasty for malay
population. Advance Science Letters, 19(10), pp. 2982-2987.
Blom, A. W. D. &. W. M., 2017. Appley and Solomon's System of Orthopaedics
and Trauma (10th ed). Danvers: Taylor and Francis Group.
Chaffe, E. & Greishner, E., n.d. Basic Physiology and Anatomy. 3 ed.
s.l.:Philadelphia.
Jong, D., 2017. Buku Ajar Ilmu bedah. 4 ed. Jakarta: EGC.
Maheswari, J., 2011. Essential orthopaedics. New Delhi: JAypee Brothers
Medical Publisher.
Moore, K. L., Dalley, A. F. & Agur, A. M., 2017. Clinically Oriented Anatomy. 8
ed. s.l.:Philadelphia.
Noor, Z., 2016. Buku Ajar Gangguan Musculoskeletal. Jakarta: Salemba Media.
Price & Wilson, 2015. Patofisiologi : Konsep klinis proses-proses penyakit.
Jakarta: EGC.
Suratun, Heryati & Manurung, S., 2008. Klien Gangguan Sistem Muskuloskeletal.
Jakarta: EGC.

26

Anda mungkin juga menyukai