Anda di halaman 1dari 15

Laporan Kasus

HIFEMA OCULUS DEXTRA GRADE III E.C TRAUMA TUMPUL

DAN

SUB CONJUNCTIVAL BLEEDING

Oleh:

Firman Wahyuni
16014101024
Masa KKM 09 Oktober 04 November 2017

Residen Pembimbing:
dr. Ade John

Supervisor Pembimbing:
Prof. Dr. dr. J. S. M. Saerang, SpM(K).

BAGIAN ILMU PENYAKIT MATA


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SAM RATULANGI
MANADO
2015
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Kasus dengan judul HIFEMA OCULUS DEXTRA GRADE III E.C TRAUMA

DAN SUB CONJUNCTIVAL BLEEDING TUMPUL telah dikoreksi, disetujui dan

dibacakan pada tanggal, Oktober 2017 di Bagian Ilmu Penyakit Mata RSUP. Prof. R.D.

Kandou Manado

Residen Pembimbing.

dr. Ade John

Supervisor Pembimbing,

Prof. Dr. dr. J. S. M. Saerang, SpM(K).


BAB I

PENDAHULUAN

Struktur wajah dan mata sangat sesuai untuk melindungi mata dari cedera. Bola mata
terdapat di dalam sebuah rongga yang dikelilingi oleh tulang yang kuat. Kelopak mata bisa
segera menutup untuk membentuk penghalang bagi benda asing dan mata bisa mengatasi
benturan yang ringan tanpa mengalami kerusakan.Meskipun demikian, mata dan struktur di
sekitarnya bisa mengalami kerusakan akibat cedera, kadang sangat berat sampai terjadi kebutaan
atau mata harus diangkat. Trauma pada mata harus diperiksa untuk menentukan pengobatan dan
menilai fungsi penglihatan.1
Trauma mata sering merupakan penyebab kebutaan unilateral pada dewasa muda.
Kelompok usia ini mengalami sebagian besar cedera mata yang parah. Dewasa muda, terutama
pada pria yang merupakan kelompok yang kemungkinan besar mengalami cedera tembus mata.
Kecelakaan di rumah, kekerasan, ledakan aki, cedera akibat olahraga, dan kecelakaan lalu lintas
merupakan keadaan-keadaan yang paling sering menyebabkan trauma mata.

Salah satu di antara sekian banyak penyebab kebutaan, yang sering dijumpai adalah
trauma tumpul pada mata. Walaupun trauma yang mengenai mata tidak selalu merupakan
penyebab utama dari kebutaan, namun merupakan faktor yang cukup sering mengakibatkan
hilangnya penglihatan unilateral. Suatu benturan tumpul bisa mendorong mata ke belakang
sehingga kemungkinan merusak struktur pada permukaan (kelopak mata, konjungtiva, sclera,
kornea dan lensa) dan struktur mata bagian belakang (retina dan persarafan). Perdarahan di
dalam Camera Oculi Anterior (COA) yang disebut dengan hifema merupakan masalah yang
serius dan harus segera ditangani.2
Penelitian menemukan 33% dari seluruh trauma mata yang serius menimbulkan hifema,
80% hifema terjadi pada pria, perkiraan rata-rata kejadian di Amerika utara adalah 17-
20/100.000 populasi pertahun. Sering pada pasien yang berumur kurang dari 20 tahun dan
pertengahan 30 tahun. Perbandingan antara pria dan wanita adalah 3:1. Penelitian yang dilakukan
di RSUD Arifin Achmad Pekanbaru, menunjukan pada tahun 2002-2006 terdapat 50 kasus
hifema. Kasus terbanyak pada usia 1-12 tahun. Penyebab terbanyak akibat trauma benda
tumpul.3
Trauma tumpul menyebabkan kompresi bola mata, disertai peregangan limbus, dan
perubahan posisi dari iris atau lensa. Hal ini dapat meningkatkan tekanan intraokuler secara akut
dan berhubungan dengan kerusakan jaringan pada sudut mata. Perdarahan biasanya terjadi
karena adanya robekan pembuluh darah, antara lain arteri-arteri utama dan cabang-cabang dari
badan siliar, arteri koroidalis, dan vena-vena badan siliar.4
Pada gejala klinik pasien akan mengeluh nyeri pada mata, disertai dengan epifora dan
blefarospasme. Pengelihatan pasien kabur dan akan sangat menurun. Terdapat penumpukan
darah yang terlihat dengan mata telanjang bila jumlahnya cukup banyak. Bila pasien duduk
hifema akan terlihat terkumpul di bagian bawah bilik mata depan, dan hifema dapat memenuhi
seluruh ruang bilik mata depan. 4,5
Berdasarkan waktu terjadinya, hifema dibagi atas dua yaitu hifema primer: terjadi
langsung setelah trauma, dapat sedikit dapat pula banyak. Hifema sekunder: biasanya timbul
pada hari ke 5 setelah trauma. Perdarahannya biasanya lebih hebat dari pada yang primer.
Penderita sebaiknya di rawat di rumah sakit, karena ditakutkan terjadi perdarahan sekunder yang
lebih hebat dari pada perdarahan primer. Perdarahan ulang dapat terjadi pada 16-20% kasus
dalam 2-3 hari.6
Komplikasi yang paling sering ditemukan pada traumatik hifema adalah perdarahan
sekunder, glaukoma dan hemosiderosis disamping komplikasi traumanya sendiri berupa
dislokasi dari lensa, ablatio retina, katarak, dan iridodialysis. Besarnya komplikasi tergantung
pada tingginya hifema.7,8
Prognosis tergantung pada banyaknya darah yang tertimbun pada kamera okuli anterior.
Biasanya hifema dengan darah yang sedikit dan tanpa disertai glaukoma, prognosisnya baik
karena darah akan diserap kembali dan hilang sempurna dalam beberapa hari. Sedangkan hifema
yang telah mengalami glaukoma, prognosisnya bergantung pada seberapa besar glaukoma
tersebut menimbulkan defek pada ketajaman penglihatan. Bila tajam penglihatan telah mencapai
1/60 atau lebih rendah maka prognosisnya penderita adalah buruk kerena dapat menyebabkan
kebutaan.7,8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

I. Definisi
Hifema merupakan keadaan dimana terdapat darah di dalam bilik mata depan, yaitu
daerah di antara kornea dan iris, yang dapat terjadi akibat trauma tumpul yang merobek
pembuluh darah iris atau badan siliar dan bercampur dengan humor aqueus (cairan mata) yang
jernih. Darah yang terkumpul di bilik mata depan biasanya terlihat dengan mata telanjang.
Walaupun darah yang terdapat di bilik mata depan sedikit, tetap dapat menurunkan penglihatan.
Hifema atau darah didalam bilik mata depan dapat terjadi akibat trauma tumpul yang merobek
pembuluh darah iris atau badan siliar.2,3
Pasien akan mengeluh sakit, disertai dengan epifora dan blefarospasme. Pengihatan pasien akan
sangat menurun. Bila pasien duduk hifema akan terlihat terkumpul dibagian bawah bilik mata
depan, dan hifema dapat memenuhi seluruh ruang bilik mata depan. Kadang-kadang terlihat
iridoplegia dan iridodialisis.2,3

II. Klasifikasi
a). Berdasarkan penyebabnya hifema dibagi menjadi2,3:
1. Hifema traumatika adalah perdarahan pada bilik mata depan yang disebabkan pecahnya
pembuluh darah iris dan badan silier akibat trauma pada segmen anterior bola mata.
2. Hifema akibat tindakan medis (misalnya kesalahan prosedur operasi mata)
3. hifema akibat inflamasi yang arah pada iris dan badan silier, sehingga pembuluh darah
pecah
4. Hifema akibat kelainan sel darah atau pembuluh darah
5. hifema akibat neoplasma (contohnya retinoblastoma)
b). Berdasarkan onset perdarahannya, hifema dibagi menjadi:
1. hifema primer terjadi langsung sampai 2 hari setelah trauma pada mata
2. hifema sekunder terjadi 2-5hari setelah trauma pada mata
c). Berdasarkan darah yang terlihat, hifema diklasifikasikan menjadi:
1. makrohifema, perdarahan terlihat dengan mata telanjang
2. mikrohifema, perdarahan terlihat apabila menggunakan mikroskop
d). Berdasarkan pemenuhan darah dibilik mata depan, hifema dapat dibagi menjadi:
Grade 1, darah mengisi kurang dari 1/3 bilik mata depan
Grade 2, darah mengisi 1/3-1/2 bilik mata depan
Grade 3, darah mengisis 1/2 kurang dari seluruh bilik mata depan
Grade 4, darah mengisi seluruh bilik mata depan, dikenal dengan total hyphema,
blackball atau 8-ball hyphema

III. Penegakan Diagnosis


Adanya riwayat trauma, terutama mengenai matanya dapat memastikan adanya hifema.
Pada gambaran klinik ditemukan adanya perdarahan pada COA (dapat diperiksa dengan
flashlight), kadang-kadang ditemukan gangguan visus. Ditemukan adanya tanda-tanda iritasi dari
conjunctiva dan pericorneal, fotofobia (tidak tahan terhadap sinar), penglihatan ganda,
blefarospasme, edema palpebra, midriasis, dan sukar melihat dekat, kemungkinan disertai
gangguan umum yaitu letargic, disorientasi atau somnolen.5,6,7,8
Pasien akan mengeluh nyeri pada mata disertai dengan mata yang berair. Penglihatan
pasien akan sangat menurun. Terdapat penumpukan darah yang terlihat dengan mata telanjang
bila jumlahnya cukup banyak. Bila pasien duduk, hifema akan terlihat terkumpul di bagian
bawah COA, dan hifema dapat memenuhi seluruh ruang COA. Otot sfingter pupil mengalami
kelumpuhan, pupil tetap dilatasi (midriasis), dapat terjadi pewarnaan darah (blood staining) pada
kornea, anisokor pupil.5,6,7,8
Akibat langsung terjadinya hifema adalah penurunan visus karena darah mengganggu
media refraksi. Darah yang mengisi kamera okuli ini secara langsung dapat mengakibatkan
tekanan intra okuler meningkat akibat bertambahnya isi kamera anterior oleh darah. Kenaikan
tekanan intra okuler ini disebut glaucoma sekunder. Glaukoma sekunder juga dapat terjadi
akibat massa darah yang menyumbat jaringan trabekulum yang berfungsi membuang humor
aqueous yang berada di kamera anterior. Selain itu akibat darah yang lama berada di kamera
anterior akan mengakibatkan pewarnaan darah pada dinding kornea dan kerusakan jaringan
kornea.5,6,7,8

IV. Penatalaksanaan
Biasanya hifema akan hilang sempurna. Bila perjalanan penyakit tidak berjalan demikian maka
sebaiknya penderita dirujuk. Walaupun perawatan penderita hifema traumatik ini masih banyak
diperdebatkan, namun pada dasarnya adalah 5,6:
1) Menghentikan perdarahan.
2) Menghindarkan timbulnya perdarahan sekunder.
3) Mengeliminasi darah dari bilik depan bola mata dengan mempercepat absorbsi.
4) Mengontrol glaukoma sekunder dan menghindari komplikasi yang lain.
5)
Berusaha mengobati kelainan yang menyertainya.

Perawatan Konservatif
1. Tirah baring (bed rest total)
Penderita ditidurkan dalam keadaan terlentang dengan posisi kepala diangkat (diberi alas
bantal) dengan elevasi kepala 30 - 45o (posisi semi fowler). Hal ini akan mengurangi tekanan
darah pada pembuluh darah iris serta memudahkan kita mengevaluasi jumlah perdarahannya.
Ada banyak pendapat dari banyak ahli mengenai tirah baring sempurna ini sebagai tindakan
pertama yang harus dikerjakan bila menemui kasus traumatik hifema. Bahkan beberapa
penelitian menunjukkan bahwa dengan tirah baring kesempurnaan absorbsi dari hifema
dipercepat dan sangat mengurangi timbulnya komplikasi perdarahan sekunder.5,6

2. Bebat mata
Mengenai pemakaian bebat mata, masih belum ada persesuaian pendapat di antara para
ahli. Penggunaan bebat mata pada mata yang terkena trauma yaitu untuk mengurangi pergerakan
bola mata yang sakit. 5,6

3. Pemakaian obat-obatan
Koagulansia
Golongan obat koagulansia ini dapat diberikan secara oral maupun parenteral,
berguna untuk menekan/menghentikan perdarahan. Pada hifema yang baru dan terisi darah
segar diberi obat anti fibrinolitik sehingga bekuan darah tidak terlalu cepat diserap dan
pembuluh darah diberi kesempatan untuk memperbaiki diri dahulu sampai sembuh. Dengan
demikian diharapkan terjadinya perdarahan sekunder dapat dihindarkan. 5,6
Midriatika Miotika
Masih banyak perdebatan mengenai penggunaan obat-obat golongan midriatika atau
miotika, karena masing-masing obat mempunyai keuntungan dan kerugian sendiri-sendiri.
Miotika memang akan mempercepat absorbsi, tapi meningkatkan kongesti dan midriatika
akan mengistirahatkan perdarahan. Pemberian midriatika dianjurkan bila didapatkan
komplikasi iridiocyclitis. Akhirnya beberapa penelitian membuktikan bahwa pemberian
midriatika dan miotika bersama-sama dengan interval 30 menit sebanyak dua kali sehari akan
mengurangi perdarahan sekunder dibanding pemakaian salah satu obat saja.5,6
Ocular Hypotensive Drug
Semua para ahli menganjurkan pemberian acetazolamide (Diamox) secara oral
sebanyak 3x sehari bilamana ditemukan adanya kenaikan tekanan intraokuler.
Kortikosteroid dan Antibiotika
Pemberian hidrokortison 0,5% secara topikal akan mengurangi komplikasi iritis dan
perdarahan sekunder dibanding dengan antibiotika.5,6
BAB III

LAPORAN KASUS

1. IDENTITAS PASIEN
Nama : T.M
Umur : 54 tahun
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Pekerjaan : Petani
Status Perkawinan : Menikah
Suku/Bangsa : Minahasa/Indonesia
Alamat : Tontalete. IV
Agama : Kristen Protestan
Tanggal MRS : 14 Oktober 2017

2. ANAMNESIS
Keluhan utama
Mata kanan merah dan nyeri
Riwayat penyakit sekarang
Mata kanan merah dan terasa nyeri akibat terpukul batang pohon mangga sekitar 4
jam sebelum masuk rumah sakit, pasien merupakan rujukan dari RS. Herman Lembean

Riwayat penyakit dahulu


Pasien tidak pernah mengalami penyakit seperti ini sebelumnya. Riwayat penyakit
dibetes mellitus, hipertensi disangkal pasien.
Riwayat penyakit keluarga
Tidak ada keluarga yang mengeluh seperti ini
Riwayat kebiasaan
Riwayat merokok (+), riwayat alkohol (-)
3. PEMERIKSAAN FISIK
Status Generalis
Keadaanumum : Sakit Sedang
Kesadaran : Compos Mentis
Gizi : Cukup
Tekanandarah : 120/80 mmHg
Respirasi : 20x/menit
Nadi : 59x/menit
Temperature : 36.7OC
Okulus Dextra Okulus Sinistra
Visus 1/ 6/15
Tekanan Intraokuler n-1/ palpasi n/ palpasi
Segmen Anterior
Palpebra Edema (-) Hematom(-)
Injeksi konjungtiva (+)
Injeksi siliar (-) Injeksi konjungtiva (-)
Konjungtiva
Perdarahan Injeksi siliar (-)
Sub.conjunctiva (+)
Kornea Edema (+) Jernih
COA Darah (+) 1/2 COA Dalam
Pupil: RAPD (-), bulat,
Iris/Pupil Sulit di evaluasi refleks cahaya (+)
Iris: sinekia (-)
Segmen Posterior
Refleks fundus Normal Sulit dievaluasi
Retina Normal Sulit dievaluasi
Papil N. II Normal Sulit dievaluasi
Makula Normal Sulit dievaluasi
4. Resume
Pasien datang dengan keluhan mata kanan nyeri akibat trauma tumpul terkena batang
pohon 4 jam sebelum masuk rumah sakit. Keluhan tersebut diikuti dengan mata merah
dan pandangan kabur.
Pada keadaan umum didapatkan pasien tampak sakit sedang. Dari status
oftalmologi , pada mata kanan didapatkan visus 1/. Pada subkonjungtiva tampak
perdarahan, konjungtiva bulbi terdapat injeksi konjungtiva dan injeksi siliar. Tampak
adanya darah pada 1/2 COA, kornea tampak edema, iris tidak terdapat sinekia, pupil tidak
terdapat RAPD, Refleks cahaya (+).

5. Diagnosis
Hifema oculus sinistra grade III ec trauma tumpul + subconjunctival bleeding

6. Terapi
- Bed rest dengan elevasi kepala 300-450 (posisi semifowler)
- As. Tranexamat tab 500 mg 3 dd 1
- Paracetamol 500 mg 3 dd 1
- methylprednison tab 3 dd 1
- Timolol maleate 0,5% 2 dd gtt 1 OD
- Atropin 2 dd gtt 1 OD
- Cefixime 2 dd1
- C. Lyteers 6 dd gtt1 OD
- LFX 6 dd gtt 1 OD
- Gentamycin zalf 2 dd 1
BAB IV
PEMBAHASAN

Hifema merupakan suatu keadaan dimana di dalam bilik mata depan ditemukan darah
yang biasanya berasal dari pembuluh darah iris dan badan siliar yang pecah, dapat terjadi akibat
trauma tumpul, dapat juga pendarahan ini terjadi spontan. Darah dalam bilik mata depan ini
dapat mengisi seluruh bilik mata depan atau hanya mengisi bagian bawah bilik mata depan.8
Diagnosis ditegakkan melalui anamnesis dan pemeriksaan fisik. Pada anamnesis
didapatkan Mata kanan terasa nyeri dan kabur dirasakan pasien sejak 2 hari sebelum masuk
rumah sakit. Awalnya pasien ingin membuka botol minuman, namun karena tidak hati-hati saat
sedang membuka tutup minuman tersebut maka tutup botol tersebut mengenai mata kanan
pasien. Lalu pasien merasa matanya nyeri dan mata terasa kabur secara tiba-tiba dan pasien tidak
dapat melihat benda-benda yang jauh. Pada pemeriksaan fisik didapatkan visus mata kanan 6/20,
adanya edema palpebral, konjungtiva hiperemis, terdapat injeksi konjungtiva serta terdapat
hifema di bilik matadepan.8
Beratnya hifema dinilai dari banyak nya darah dalam bilik mata depan. Berdasarkan tampilan
klinisnya dibagi menjadi beberapa grade (Sheppard) :
1. Grade I : darah mengisi kurang dari sepertiga COA
2. Grade II : darah mengisi sepertiga hingga setengah COA
3. Grade III : darah mengisi hampir total COA
4. Grade IV : darah memenuhi seluruh COA
Hifema mempunyai 2 jenis, yaitu :
- Hifema primer, yaitu hifema yang langsung terjadi setelah trauma
- Hifema sekunder, yaitu hifema yang biasanya muncul pada hari kelima setelah terjadinya
trauma. Pendarahan yang terja dibiasanya lebih hebat dari pada hifema primer.
Pada pasien ini dikategorikan sebagai hifema grade 1 karena pendarahan hanya mengenai
bilik mata depan.
Penanganan pada pasien ini adalah dengan membatasi aktivitas pasien, melakukan
penutupan mata pasien dengan eye patch atau eye over, melakukan elevasi kepala 30-40 yang
bertujuan membuat darah mengumpul di bagian inferior dari COA dan tidak mengalami tajam
penglihatan juga mempermudah dalam evaluasi harian COA.9,10
Asam tranexamat diberikan sebagai anti perdarahan terutama untuk kasus hifema dimana
terjadi perdarahan pada pembuluh darah iris dan badan siliar. Glaucon diberikan untuk mencegah
terjadinya peningkatan intraokular pada mata. Aspar K diberikan untuk membantu meningkatkan
kadar ion kalium dalam darah yang kurang / hipokalemia. Seperti yang diketahui, kalium
merupakan mineral yang memiliki peran penting dalam tubuh. Ion ini bekerja pada beberapa
fungsi tubuh seperti transmisi saraf, keseimbangan cairan, pergerakan otot otot, dan berbagai
reaksi kimia dalam tubuh lainnya. Paracetamol diberikan sebagai antibiotik dan sebagai anti
nyeri pada pasien dengan hifema. Pada pasien hifema terjadi perdarahan pada pembuluh darah
iris dan badan siliar sehingga diperlukan tropin untuk dilatasi pupil sehingga iris dapat berhenti
berkontraksi dan beristirahat sehingga tidak memperparah perdarahan. Pada pasien juga diberika
timolol maleate untuk menurunkan tekanan intraokular pada mata.9,10

Komplikasi yang mungkin terjadi adalah peningkatan tekanan intraocular yakni suatu
trauma traumatic, atrofi optic, pendarahan sekunder, sinekia anterior dan posterior. Prognosis
hifema ditentukan berdasarkan pulihnya tajam penglihatan pasien. Fungsi penglihatan harus
menjadi goal dalam penalatalaksanaan pasien dengan hifema. Dalam menentukan kasus hifema
perlu dipertimbangkan yaitu kerusakan struktur mata lain, perdarahan sekunder, dan komplikasi
lain : glaucoma, corneal blood staining, serta atrofi optic.9,10
BAB V
PENUTUP

Pada kasus ini didiagnosa Hifema grade III e.c. trauma tumpul dan sub conjunctival
bleeding yang ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan status
oftamlikus.
Demikianlah telah dilaporkan suatu kasus dengan judul Hifema grade III e.c. trauma
tumpul dan sub conjunctival bleeding pada penderita laki-laki, usia 54 tahun yang datang ke
Unit Gawat Darurat Mata RSUP. Prof. R. D. Kandou, Malalayang, Manado.
DAFTAR PUSTAKA

1. Rizky G. Hifema.Medicinesia.2013. available at URL: www. Medicinesia.com


2. Ilyas, S. Hifema, dalam: Ilmu Penyakit Mata.Edisi 3. FKUI, Jakarta, 2005
3. Ilyas, S.Hifema. Dalam : Kedaruratan dalam Ilmu penyakit Mata. Edisi 3. FKUI:
Jakarta. 2005
4. Balatay A, Ibrahim H. Traumatic Hyphema. Dohuk Medical Journal 2008. Available at
URL: www.uod.ac
5. Vaughan DG, Asbury T, Riordan-Eva P. General ophthalmology.16th ed.USA:McGraw-
Hill
6. Kuhn F, Pieramici D. Mechanical Globe Injuri: Anterior Chamber. Dalam: Ocular
trauma principles and practice. New York:Thieme.2002.
7. Kuhn F. Anterior Chamber. Dalam: Ocular TraumatologyUSA:Springer.2008.
8. Behbehani A, Abdelmoaty S, Aljazaf A. Traumatic Hyphema. Dalam Studi Journal og
Ophtalmology, Volume 3, No. 3 July-September.2006
9. Sheppard JD. Hyphema. Available at URLL: //medicine.medscape.com
10. Sumarsono, Contusio Oculi. Available at:
http://www.portalkalbe/kalbe_ContusioOculi.html.

Anda mungkin juga menyukai