Anda di halaman 1dari 13

Demam Berdarah Dengue pada Dewasa

Rizka Chairani (102013053) / E1

Mahasiswi, Fakultas Kedokteran, Ukrida

Jl. Arjuna Utara no 6, Jakarta Barat

rizka.2013fk053@civitas.ukrida.ac.id

Abstrak : Demam berdarah dengue (DBD) merupakan penyakit yang disebabkan oleh virus
dengue yang dibawa oleh nyamuk Aedes aegepti atau Aedes albopictus melalui sebagai
vektornya. Adapun virus ini merupakan bagian dari genus Flavivirus dari famili
Flaviviridae. Virus ini masuk kedalam tubuh manusia melalui gigitan nyamuk tersebut.
DBD ini ditandai dengan gejala utama berupa demam serta nyeri otot dan sendi, biasanya
gejala ini bertambah parah setelah 2 hari pertama setelah terinfeksi.
Kata kunci : demam, berdarah, nyamuk, aedes

Abstract: Dengue hemorrhagic fever (DHF) is a disease caused by the dengue virus carried by the
Aedes mosquito or Aedes albopictus aegepti through a vector. The virus is part of the flavivirus
genus of the family Flaviviridae. The virus enters the body through the bite of the mosquito. DHF is
characterized by major symptoms include fever and muscle and joint pain, these symptoms usually
worsen after the first 2 days after infection.
Keywords: fever, dengue, mosquito, Aedes

1
Pendahuluan

Demam merupakan kenaikan suhu tubuh di atas suhu tubuh yang normal sebagai
akibat dari perubahan pada pusat termoregulasi yang terletak dalam hipotalamus anterior.
Suhu tubuh normal setiap individu berbeda-beda, tetapi pada umumnya suhu normal berada
diantara 36,4 – 37,2 °C. Suhu tubuh normal dapat dipertahankan oleh pusat termoregulasi,
yang mengatur antara heat loss dan heat production. Dalam keadaan demam,
keseimbangan tersebut bergeser hingga terjadi peningkatan suhu dalam tubuh.1

Demam berdarah dengue (DBD) merupakan penyakit yang disebabkan oleh virus
dengue yang dibawa oleh nyamuk Aedes aegepti atau Aedes albopictus melalui sebagai
vektornya. Adapun virus ini merupakan bagian dari genus Flavivirus dari famili
Flaviviridae. Virus ini masuk kedalam tubuh manusia melalui gigitan nyamuk tersebut.
DBD ini ditandai dengan gejala utama berupa demam serta nyeri otot dan sendi, biasanya
gejala ini bertambah parah setelah 2 hari pertama setelah terinfeksi.

Pembahasaan

Anamnesis

Untuk mengetahui apa yang dirasakan pasien dan untuk membantu menegakkan
diagnosis terhadap penyakit pasien tersebut maka dokter melakukan anamnesis. Anamnesis
sendiri terdiri dari beberapa pertanyaan yang dapat mengarahkan kita untuk dapat
mendiagnosa penyakit apa yang diderita oleh pasien. Pertanyaan tersebut meliputi identitas
pasien, keluhan utama, riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit dahulu, riwayat
kesehatan keluarga dan riwayat sosial. Anamnesis lebih baik dilakukan dalam suasana
nyaman dan santai.

Ada dua jenis atau tipe anamnesis, yang pertama adalah autoanamnesis dimana
keterangan mengenai penyakit yang dialami oleh pasien disampaikan sendiri oleh pasien
tersebut. Dan yang kedua adalah alo-anamnesis dimana keterangan tentang kondisi
penyakit pasien didapatkan melalui anamnesis yang dilakukan pemeriksa kepada orang
yang mendampingi pasien dan mengetahui kondisi pasien tersebut, misal pasien anak-anak

2
dengan pendampingnya adalah orang tuanya, maka anamnesis dilakukan pada orang
tuanya.

Identitas merupakan data pribadi dari pasien tersebut yang meliputi nama, umur, jenis
kelamin pasien, pekerjaan, tempat tinggal pasien, agama, dan lain sebagainya. Identitas
diperlukan karena melalui identitas dokter terbantu untuk bisa menilai apa keluhan pasien
berasal dari akivitas (kegiatan, pekerjaan, tradisi, dan sebagainya) maupun lingkungannya
sehari-hari. Jika pasien tersebut tidak sadar, maka tanyakan identitas pasien kepada orang
yang dekat atau orang yang datang dengan pasien. Untuk riwayat kesehatan, keluarga,
maupun sosial ditanyakan untuk mengetahui apa pasien mengalami satu hal yang
menyebabkan terpicunya penyakit tersebut, apa penyakit tersebut didapatkan dari
penularan oleh orang lingkungan sekitarnya dan sebagainya.

Tanyakan pula riwayat penyakit pada keluarga. Apa sebelumnya atau sekarang sedang
ada salah satu anggota keluarga yang sakit dengan keluhan yang sama. hal ini ditanyakan
untuk mengetahui apakah penyakitnya berhubungan dengan herediter atau tidak. Setelah itu
tanyakan tentang riwayat social dan lingkungannya. Bagaimana dengan sekitar tempat
tinggalnya, adakah yang menderita keluhan yang sama. Tanyakan pula kebiasaan hidup
pasien. Dan dapat ditanyakan pertanyaan-pertanyaan lainnya yang dapat menunjang
diagnosis kerja pasien.

Untuk menganamnesis pasien yang dating dengan keluhan demam, pertama yang
harus ditanyakan adalah sejak kapan demamnya timbul? Sudah berapa lama? Demamnya
tinggi atau tidak? Apakah demamnya timbul mendadak atau tidak? Apakah demamnya
terus-menerus atau naik turun? Kondisi apa yang memperparah demamnya? Hal apa yang
dicurigai pasien sebagai pencetus demam yang dideritanya? Adakah keluhan penyerta
lainnya? Jika ada seperti apa keluhannya? Adakah pegal dan nyeri otot dan sendi? Adakah
riwayat perdarahan seperti mimisan dalam beberapa hari ini semenjak demam? Lalu
tanyakan juga apakah pasien sudah melakukan pengobatan atas keluhannya? Jika sudah,
apakah setelah pengobatan ada perubahan (membaik, tidak ada perubahan, atau semakin
berat)? Apakah pasien ada riwayat digigit nyamuk? Kemudian untuk menyingkirkan
diagnosis pembandingnya dapat ditanyakan apakah pasien ada riwayat berpergian

3
(terutama kedaerah endemis malaria) akhir-akhir ini? Apakah pasien ada riwayat makan
sembarangan, seperti makan dipinggir jalan dengan sanitasi yang buruk (untuk
menyingkirkan diagnosis banding demam tifoid)?1

Kemudian tanyakan pada pasien apakah pasien dahulu pernah mengalami keluhan
yang sama? Apakah pasien punya riwayat sakit kronis atau sakit yang menyebabkan pasien
dirawat di rumah sakit? Lalu tanyakan bagaimana dengan keluarganya, orang-orang yang
tinggal serumah dengan dia, apakah mereka mengalami keluhan yang sama? Kemudian
tanyakan keadaan lingkungan tempat tinggalnya, apakah kumuh, bersih terawatt, padat
penduduk, dan sebagainya. Tanya apakah tetangga disekitarnya ada yang menderita
keluhan yang sama. Dan menanyakan pertanyaan-pertanyaan lain yang berhubungan
dengan keluhannya dan dapat mendukung diagnosis kerja atau menyingkirkan diagnosis
pembandingnya.1

Pemeriksaan fisik

Pada pemeriksaan fisik nilai keadaan umum dari pasien ketika datang berobat. Apakah
keadaan pasien sakit ringan, sedang, atau berat. Pemeriksaan fisik dilanjutkan dengan
pemeriksaan tanda-tanda vital, cek suhu, tekanan darah, pernafasan dan frekuensi nadi
untuk mengecek keadaan pasien apakah terdapat demam yang tinggi, atau gangguan
lainnya. Dan pemeriksaan fisik lainnya yang berhubungan dengan diagnosis kerja serta
banding yang dipikirkan.2

Pada pasien DBD dapat ditemukan peningkatan suhu >37,5oC, frekuensi nadi yang
meningkat, lemah, kecil sampai tidak teraba jika terjadi shock. Observasi kulit dan
konjungtiva untuk mengetahui tanda perdarahan. Pasien biasanya gelisah, kulit pucat, dan
akral dingin serta lembab. Observasi kulit meliputi wajah, lengan, tungkai, dada, perut, dan
paha, jika ada tanda perdarahan biasanya terdapat bintik-bintik merah yang dapat
ditemukan pada kulit pasien. Tanda perdarahan lainnya bisa ditemukan pada perdarahan
gusi ataupun melena. Kadang akan ditemukan nyeri tekan pada daerah epigastrium jika
terdapat perdarahan di lambung dan adanya hepatomegali dengan konsistensi hati lunak
pada pemeriksaan abdomen, biasanya hal ini ditemukan pada pasien dengan DBD menuju
ke fase kritis. Dan pada uji tourniquet atau rumple leed didapatkan positif, dengan

4
munculnya bintik-bintik merah (ptekiae) lebih dari 10 pada luas 2,5x2,5 cm pada lengan
bawah bagian palmar.3

Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan penunjang yang biasa dilakukan adalah pemeriksaan darah rutin, berupa
hb, ht, leukosit, dan trombosit. Pada DBD akan ditemukan trombositopenia (<100.000) dan
hemokonsentrasi (Ht >20%). Serta pada hasil pemeriksaan darah lainnya dapat ditemukan
hipoproteinemia, hiponatremia, hipokloremia. Dan SGOT, SGPT, ureum, dan pH darah
mungkin meningkat, serta reverse alkali menurun.4

Lalu untuk pemeriksaan penunjang lainnya bisa dilakukan uji serologi. Uji serologi
tersebut bisa menggunakan serum ganda, serum yang diambil pada masa akut dan
konvalesen Imun Hemaglutinasi (IH) yaitu pengikatan komplemen (PK). Kemudian uji
netralisasi (NT), dan uji dengue blot pada IH, PK, dan NT dengan mencari kenaikan
antibody sebanyak minimal 2 kali.4

Dan uji serologi yang memakai serum tunggal, yaitu dengan uji dengue blot untuk
mengukur antibody anti dengue tanpa memandang kelas antibodinya, kemudian dapat
dilakukan uji IgG dan IgM anti dengue yang mengukur antibody anti dengue dari kelas IgG
dan IgM (dimana IgM untuk menyatakan pasien dalam fase akut dan IgG pasien sudah
kena sakit ini beberapa minggu atau bulan). Uji serologi lainnya bisa dilakukan ELISA
terutama NS1 dengue untuk melihat antigen dengue, biasa dilakukan pada saat hari pertama
demam sampai hari ke-5 (periksa sebelum antibody bekerja). Dan pemeriksaan lainnya
yang dapat dilakukan adalah isolasi virus dari darah dan jaringan pasien.

Gejala klinis

Menurut WHO 1997, gejala klinis kriteria dari DBD adalah demam yang mendadak
tinggi, nyeri sendi dan otot (arthralgia dan myalgia), tanda-tanda perdarahan seperti
ptekiae, purpura, ekimosis, hematemesis, melena, dan epiktasis pada hari ke-3 atau ke-5.
Begitupula pada hasil uji bending atau tourniquet didapatkan positif. Ruam demam
berdarah mempunyai ciri-ciri merah terang dan biasanya mucul dulu pada bagian bawah
badan pada beberapa pasien, ia menyebar hingga menyelimuti hampir seluruh tubuh. Selain

5
itu, radang perut bisa juga muncul dengan kombinasi sakit di perut, rasa mual, muntah-
muntah atau diare. Hati umumnya membesar dan terdapat nyeri tekan yang tidak sesuai
dengan beratnya penyakit. Pasien dikatakan menderita DBD bila terdapat 2 gejala klinis
dan 2 kriteria laboratories memenuhi.2

Demam berdarah umumnya berlangsung selama enam atau tujuh hari dengan puncak
demam yang lebih kecil terjadi pada akhir masa demam. Gejala klinis demam berdarah
menunjukkan demam yang lebih tinggi, pendarahan, trombositopenia dan hemokonsentrasi.
Sejumlah kecil kasus bisa menyebabkan sindrom shock dengue dengan tingkat kematian
tinggi.

Diagnosis kerja

Demam berdarah dengue

DBD merupakan penyakit yang disebabkan oleh virus dengue dengan perantaraan
nyamuk. Penyakit ini bisa mengenai dewasa maupun anak. Gejala utama dari penyakit ini
ialah demam, nyeri otot dan sendi, yag biasanya keadaannya memburuk setelah 2 hari
pertama. Masa inkubasi dengue antara 3-15 hari dengan rata-rata 5-8 hari.

DBD terbagi ke dalam 4 golongan berdasarkan beratnya penyakit, yaitu derajat 1, 2,


3, dan 4. Dikatakan derajat 1 bila terdapat demam dan uji bending positif. Derajat 2 bila
terdapat demam, uji bending positif, dan disertai dengan perdarahan. Derajat 3 adalah
ketika nadi sudah dirasakan cepat, lemah, dan tekanannya kurang dari sama dengan
20mmHG, juga pasien hipotensi, dan akralnya dingin. Derajat 4 pasien sudah masuk dalam
keadaan syok berat, nadi sudah tidak teraba dan tekanan darah tidak terukur.5

Diagnosis banding

Demam dengue (DD)

Penyakit ini pada dasarnya sama dengan DBD yang membedakan hanyalah pada DBD
terdapat kebocoran plasma dimana perdarahan adalah tandanya. DD ini disebabkan oleh
virus dengue yang diperantai penularannya oleh vector nyamuk. Penyakit DD adalah
penyakit yang menyerang anak maupun dewasa dengan tanda klinis berupa demam, nyeri

6
otot dan sendi, leucopenia, dengan atau tanpa ruam, limfadenopati, demam bifasik, sakit
kepala yang hebat, nyeri pada pergerakan bola mata, gangguan rasa mengecap,
trombositpenia ringan, dan ptekiae spontan.5

Demam tifoid

Demam tifoid merupakan suatu penyakit infeksi sistemik yang disebabkan oleh
Salmonella typhi yang masih dijumpai secara luas di berbagai negara, terutama negara yang
terletak di daerah tropis dan subtropis, salah satunya Indonesia.2 Penyakit ini merupakan
masalah kesehatan masyarakat yang berkaitan erat dengan urbanisasi, kepadatan penduduk,
kesehatan lingkungan, sumber air dan sanitasi yang buruk serta standar higiene industri
pengolahan makanan yang masih rendah. Sehingga biasanya pada anamnesis akan
didapatkan pasien dengan riwayat makan sembarangan dipinggir jalan. Biasanya baru
dipikirkan suatu demam tifoid bila terdapat demam terus menerus lebih dari 1 minggu yang
tidak dapat turun dengan obat demam.

Demam tifoid timbul akibat infeksi oleh bakteri golongan Salmonella (Salmonella
tiphi) yang memasuki tubuh penderita melalui saluran pencernaan. Bakteri Salmonella
dapat menyebar dari kotoran penderita demam tifoid saat sakit maupun yang dalam masa
penyembuhan.

Setelah melewati masa inkubasi 10-14 hari, gejala penyakit itu pada awalnya sama
dengan penyakit infeksi akut yang lain, seperti demam tinggi yang berpanjangan yaitu
setinggi 39ºc hingga 40ºc, sakit kepala, pusing, pegal-pegal, anoreksia, mual, muntah,
batuk, dengan nadi antara 80-100 kali permenit, denyut lemah, pernapasan semakin cepat
dengan gambaran bronkitis kataral, perut kembung dan merasa tak enak,sedangkan diare
dan sembelit silih berganti. Pada akhir minggu pertama,diare lebih sering terjadi. Khas
lidah pada penderita adalah kotor di tengah, tepi dan ujung merah serta bergetar atau
tremor. Episteksis dapat dialami oleh penderita sedangkan tenggorokan terasa kering dan
beradang. Jika penderita ke dokter pada periode tersebut, akan menemukan demam dengan
gejala-gejala di atas yang bisa saja terjadi pada penyakit-penyakit lain juga.1,3-5

Ruam kulit (rash) umumnya terjadi pada hari ketujuh dan terbatas pada abdomen
disalah satu sisi dan tidak merata, bercak-bercak ros (roseola) berlangsung 3-5 hari,

7
kemudian hilang dengan sempurna. Roseola terjadi terutama pada penderita golongan kulit
putih yaitu berupa makula merah tua ukuran 2-4 mm, berkelompok, timbul paling sering
pada kulit perut, lengan atas atau dada bagian bawah, kelihatan memucat bila ditekan. Pada
infeksi yang berat, purpura kulit yang difus dapat dijumpai. Limpa menjadi teraba dan
abdomen mengalami distensi.

Malaria

Malaria mempunyai gambaran karateristik demam periodic, anemia dan splenomegali.


Masa inkubasi bervariasi pada masing-masing plasmodium. Keluhan prodromal dapat
terjadi sebelum terjadinya demam berupa kelesuan, malaise, sakit kepala, sakit belakang,
merasa dingin di punggung, nyeri sendi dan tulang, demam ringan anoreksia, perut tak
enak, diare ringan dan kadang-kadang dingin. Gejala yang klasik yaitu terjadinya “Trias
Malaria” secara berurutan: periode dingin (15-60 menit): mulai menggigil, diikuti dengan
periode panas: penderita muka merah, nadi cepat, dan panas badan tetap tinggi beberapa
jam, diikuti dengan keadaan berkeringat; kemudian periode berkeringat: penderita
berkeringat banyak dan temperature turun, dan penderita merasa sehat. Anemia dan
splenomegali juga merupakan gejala yang sering dijumpai pada malaria.

Chikungunya

Chikungunya adalah suatu infeksi arbovirus yang ditularkan oleh nyamuk Aedes
aegypti. Penyakit ini terdapat di daerah tropis, khususnya di perkotaan wilayah Asia, India,
dan Afrika Timur. Masa inkubasi diantara 2-4 hari dan bersifat self-limiting dengan gejala
akut (demam onset mendadak (>40°C,104°F), sakit kepala, nyeri sendi (sendi-sendi dari
ekstrimitas menjadi bengkak dan nyeri bila diraba, mual, muntah,, nyeri abdomen, sakit
tenggorokan, limfadenopati, malaise, kadang timbul ruam, perdarahan juga jarang terjadi)
berlangsung 3-10 hari. Gejala diare, perdarahan saluran cerna, refleks abnormal, syok dan
koma tidak ditemukan pada chikungunya. Sisa arthralgia suatu problem untuk beberapa
minggu hingga beberapa bulan setelah fase akut. Kejang demam bisa terjadi pada anak.
Belum ada terapi spesifik yang tersedia, pengobatan bersifat suportif untuk demam dan
nyeri (analgesik dan antikonvulsan).2

8
Etiologi

Demam dengue dan demam berdarah dengue disebabkan oleh virus dengue, yang
termasuk dalam genus Flavivirus, keluarga Flaviviridae. Flavivirus merupakan virus
dengan diameter 30 nm terdiri dari asam ribonukleat rantai tunggal dengan berat molekul
4x106. Terdapat empat serotipe virus, yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4 yang
semuanya dapat menyebabkan demam dengue atau demam berdarah dengue. Keempat
serotype ditemukan di Indonesia dengan DEN-3 merupakan serotype terbanyak. Terddapat
reaksi silang anatara serotipe dengue dengan Flavivirus lain seperti Yellow fever, Japanese
encehphalitis, dan West Nile virus.2

Epidemiologi

Demam darah dengue tersebar di wilayah Asia Tenggara, Pasifik barat dan Karibia.
Indonesia merupakan wilayah endemis dengan sebaran di seluruh wilayah tanah air.
Insiden DBD di Indonesia antara 6 hingga 15 per 100.000 penduduk dna pernah meningkat
tajam saat kejadian luar biasa hingga 35 per 100.000 penduduk pada tahun 1998,
sedangkan mortalitas DBD cenderung menurun hingga mencapai 2% pada tahun 1999.

Penularan infeksi virus dengue terjadi melalui vector nyamuk genus aedes (terutama
A. aegypti dan A. albopicus). Peningkatan kasus setiap tahunnya berkaitan dengan sanitasi
lingkungan dengan tersedianya tempat perindukan bagi nyamuk betina yaitu bejana yang
berisi air jernih (bak mandi, kaleng bekas dan tempat penampungan air lainnya).3

Patofisiologi

Penularan penyakit bisa terjadi karena adanya reservoir tempat dimana bibit penyakit
atau agent hidup dan berkembang biak secara primer. Pada kasus DBD reservoirnya adalah
nyamuk (artropode reservoir). Cara berpindahnya agent atau vrus dengue tersebut (mode of
transmission) adalah arthropode borne atau melalui vector nyamuk.
Susceptible host, tidak semua host itu bisa dengan mudah untuk ditularkan.
Kerentanan host bergantung pada faktor genetic, imunitas yang didapat, kemampuan
bertahan terhadap infeksi atau membatasi patogenisitas, membran mukosa, dan penyakit
atau terapi yang melemahkan respon imun non spesifik. Virus dengue dapat menginfeksi

9
host atau manusia karena adanya nyamuk Aedes yang bertindak sebagai artropode
reservoir, yaitu nyamuk Aedes. Yang kemudian reservoir tersebut menggigit manusia dan
terjadilah perpindahan virus dengue.3
Pertama-tama nyamuk Aedes aegepty dan Aedes albopictus menggigit manusia yang
sedang terinfeksi virus tersebut. Masuklah virus tersebut kedalam tubuh nyamuk, yang
kemudian nyamuk yang membawa virus tersebut menggigit manusia sehat lain, sehingga
virus yang berada dalam tubuh nyamuk tersebut masuk kedalam tubuh manusia yang sehat
tersebut, disinilah terjadi penularan virus dengue dan menginfeksi manusia sehat itu.
Infeksi yang pertama kali pada manusia tersebut dapat member gejala demam dengue. Dan
jika orang tersebut mendapat infeksi berulang oleh tipe virus yang berlainan maka akan
menimbulkan reaksi yang berbeda. Tetapi bila orang tersebut terkena infeksi berulang oleh
tipe virus yang sama maka akan terjadi gejala DBD.
Virus bereplikasi didalam nodus limfatikus regional dan menyebar ke jaringan lain,
terutama sitem retikuloendotelial dan kulit serta bronkogen maupun hematogen. Kemudian
tubuh akan membentuk kompleks virus antibody dalam sirkulasi darah sehingga
mengaktivasi komplemen yang berakibat dilepaskannya anafilatoksin C3a dan C5a sehinga
permeabilitas darah meningkat. Kemudian terjadi pula agregasi yang meningkatkan
permeabilitas kapiler dan melepaskan trombosit factor 3 yang merangsang koagulasi
intravascular. Sesudah itu maka akan terjadi aktivasi factor Hageman (factor XII) yang
akan menyebabkan pembekuan intravascular meluas dan meningkatkan permeabilitas
dinding pembuluh darah.3

Penatalakasanaan

Non medika mentosa

Pada penatalaksanaan DBD tanpa penyulit yang pertama dilakukan adalah tirah baring
atau pasien diminta untuk istirahat penuh. Kemudian pasien diberikan makanan lunak dan
bila nafsu makan belum ada, dapat diberikan minum 1,5 – 2 L dalam 24 jam (susu, air
dengan gula ataupun sirup) atauair tawar ditambah garam (cairan elektrolit).

Medika mentosa

10
Pengobatan medis pada pasien DBD bersifat simptomatis. Bila demam dapat diberikan
paracetamol. Berikan antibiotic bila terjadi indikasi (infeksi sekunder). Pada pasien dengan
tanda renjatan dilakukan pemasangan infuse dan dipertahankan selama 12-48 jam setelah
renjatan diatasi. Tidak ada pengobatan spesifik pada pasien DBD. Lakukan observasi
keadaan umum, nadi, tekanan darah, suhu, pernapasan tiap jam, Hb dan Ht tiap 4-6 jam
pada hari pertama dan selanjutnya tiap 12-24 jam bila keadaan hemodinamik sudah stabil.4

Komplikasi

Dengue shock syndrome (DSS), keadaan ini merupakan keadaan dimana kondisi
pasien berkembang kearah syok tiba-tiba. Keadaan ini menyimpang dimana terjadi selama
2-7 hari. Penyimpangan ini terjadi pada waktu, atau segera setelah, penurunan suhu antara
hari ketiga dan ketujuh sakit. Terdapat tanda-tanda khas dari gagal sirkulasi, seperti kulit
menjadi dingin, bintil-bintil, kongesti sinosispun (sering terjadi, dimana keadaan denyut
nadi semakin cepat). Pada umumnya pasien dapat mengalami letargi, kemudian menjadi
gelisah dan dengan cepat memasuki tahap kritis dari shok. DSS biasanya ditandai dengan
nadi yang semakin cepat dan lemah, tekanan darah turun (≤ 20mmHg), hipotensi
dibandingkan standar sesuai umur, kulit dingin dan lembab serta gelisah. Dimana pasien
yang syok bila tidak segera ditangani akan dapat berakibat pada kematian. Biasanya bila
tidak ditangani 12-24 jam maka akan menimbulkan kematian.6

Komplikasi lainnya yang dapat terjadi adalah edema paru. Edema paru kardiogenik
adalah edema paru yang disebabkan oleh meningkatnya tekanan hidrostatik kapiler yang
disebabkan karena meningkatnya tekanan vena pulmonalis. Edema Paru Kardiogenik
menunjukkan adanya akumulasi cairan yang rendah protein di interstisial paru dan alveoli
ketika vena pulmonalis dan aliran balik vena di atrium kiri melebihi keluaran ventrikel
kiri.5

Ensefalopati dengue, pada umumnya ensefalopati terjadi sebagai komplikasi syok


yang berkepanjangan dengan pendarahan, tetapi dapat juga terjadi pada DBD yang tidak
disertai syok. Gangguan metabolik seperti hipoksemia, hiponatremia, atau perdarahan,
dapat menjadi penyebab terjadinya ensefalopati. Melihat ensefalopati DBD bersifat
sementara, maka kemungkinan dapat juga disebabkan oleh trombosis pembuluh darah –

11
otak, sementara sebagai akibat dari koagulasi intravaskular yang menyeluruh. Dilaporkan
bahwa virus dengue dapat menembus sawar darah-otak. Dikatakan pula bahwa keadaan
ensefalopati berhubungan dengan kegagalan hati akut.6

Prognosis

Prognosis umumnya baik bila penanganan pada pasien dengan kasus DBD dilakukan
secara cepat dan tepat. Prognosis buruk dapat terjadi bila kebocoran plasma atau
perdarahan tidak bisa segera diatasi dan dihentikan. Hati-hati akan dengue shock syndrome
bila trombosit terus turun hingga dibawah 100.000/ul dan hematokrit meningkat.

Pencegahan

Cara mencegah penyakit DBD adalah dengan memutus siklus hidup nyamuk tersebut
dilingkungan sekitar, dalam kasus berarti dilingkungan desa Pancawarga. Jika kita ingin
memutus siklus hidupnya, kita perlu tahu terlebih dahulu ditempat apa dan bagaimana
nyamuk tersebut dapat berkembang biak dan baru memusnahkan tempat yang dapat
dijadikannya sarang tersebut. Nyamuk Aedes sebenarnya hidup dilingkungan yang bersih.
Tidak hanya bersih, tetapi juga terdapat genangan air terbuka disekitar lingkungan.
Misalnya saja kaleng bekas yang dibuang sembarangan dan menampung air hujan tetapi
tidak pernah dibersihkan. Atau mungkin bak penampungan air yang dibiarkan saja terbuka.

Setelah mengetahui tempat seperti apa yang dapat dipakai nyamuk tersebut untuk
berkembang biak, barulah kita mulai membasmi tempat perkembang biakannya tersebut.
Memberantas sarang nyamuk Aedes dapat dilakukan dengan gerakan 3M yaitu menguras
bak atau penampungan air, lalu mengubur benda-benda atau sampah yang dapat berpotensi
sebagai tempat berkembang biaknya nyamuk (menampung air), dan menutup bak atu
penampungan-penampungan air.7

Selain menggunakan gerakan 3M dapat juga dilakukan pemeberantasan dengan


menggunakan ikan (agar jentik termakan ikan) seperti ikan cupang dan sepat. Lalu selain
itu juga dapat melakukan pencegahan dengan pencegahan gigitan nyamuk, seperti
menggunakan kelambu, obat nyamuk (bakar, oles), penyemprotan, dan menghindari
kebiasaan berisiko (seperti menggantung baju).7

12
Kesimpulan

Demam berdarah dengue adalah penyakit yang disebabkan virus dengue yang dibawa
oleh nyamuk Aedes aegypty. Gejala umum dari DBD adalah demam mendadak tinggi,
ruam-ruam pada kulit, tanda perdaraha (epiktasis, melena, perdarahan gusi, dan
sebagainya), nyeri otot dan sendi, hingga hepatomegali. Pemeriksaan penunjang darah
seperti ditemukannya trombositopenia dan hemokonsentrasi juga mendukung adanya
diagnosis DBD. Jika penanganan pada kasus DBD terlambat dan tidak tepat pasien dapat
berujung pada kematian.

Pada kasus, pasien dapat didiagnosis menderita DBD derajat/grade 2, berdasarkan


anamnesa, dan hasil laboratorium yang menyatakan trombosit pasien 80.000/ul
(trombositopenia), hematokrit 40% (hemokonsentrasi), leukosit 6.000, dan hb 12.

Daftar pustaka

1. Gleadle, Jonathan. Pengambilan Anamnesis. Dalam : At a Glance Anamnesis dan


Pemeriksaan Fisik. Jakarta: Penerbit Erlangga; 2007.h.1-17.
2. World Health Organization. Demam berdarah dengue: diagnosis, pengobatan,
pencegahan, dan pengendalian. Jakarta: EGC; 2001.h.101-6.
3. Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. Buku Ajar ilmu
penyakit dalam. edisi 5 jilid III. Jakarta: Interna Publishing; 2009.h.2773-79.
4. Bagian Patologi Klinik Fakultas Kedokteran UKRIDA. Penuntun patologi klinik
hematologi. Jakarta: Biro Publikasi Fakultas Kedokteran UKRIDA; 2009.h.51-60.
5. Noer, S. Buku ajar ilmu penyakit dalam jilid I. Edisi ke-3. Jakarta; FKUI, 2004.
h.407-9, 417, 435-6.
6. Mandal BK, Wilkins EGL, Dunbar EM, Mayon WRT. lecture notes : penyakit
infeksi. Edisi ke-6. Jakarta : Erlangga;2008.h. 273.
7. Widyastuti, Palupi. Pencegahan dan pengendalian dengue dan demam berdarah
dengue: panduan lengkap. Jakarta: EGC; 2005.h.41-5.

13

Anda mungkin juga menyukai