Anda di halaman 1dari 6

DAFPUS SKIN GRAFT

Broderick, Nancy. 2009. Understanding Chrinic Wound Healing. The Nurse Practitioner. Vol 34,
No.10

Diegelmann RF and Evans MC. 2004. Wound healing : an overview of acute, fibrotic and
delayed healing. Front in Biosci. 9:283-9.

Paletta CE, Pokorny JJ, Rumbolo P. 2006. Mathes Plastic Surgery Volume 1: General Principles.
2nd Edition. Philadelphia: Saunders Elsevier. P: 293-316.

Spear, Marcia. 2011. Skin Grafts – Indications, Applications and Current Research. Croatia:
Intech, p: 3-54.

Thorne CH. 2007. Grabb & Smith’s Plastic Surgery. 6th Edition. Philadelphia: Wolters Kluwer.
p 7-9

Pendahuluan ROS

Skin graft merupakan suatu tindakan pembedahan dimana dilakukan pemindahan


sebagian atau seluruh tebalnya kulit dari suatu daerah asal (donor) tanpa disertai vaskularisasinya
kedaerah lainnya (resipien) untuk menutupi suatu defek.Pada umumnya skin graft digunakan
ketika metode tindakan bedah rekonstruksi lainnya tidak sesuai atau penyembuhan luka tidak
menunjukkan keberhasilan.Skin graft biasanya digunakan pada kasus-kasus seperti luka yang
luas, luka bakar derajat tiga, luka yang tidak menunjukkan penyembuhan seperti ulkus diabetik,
ulkus pembuluh darah, yang berfungsi untuk mencegah kehilangan cairan, mencegah infeksi,
mencegah perluasan lebih lanjut dari luka tersebut.
Secara umum dapat dikatakan bahwa setiap luka yang tidak dapat ditutup primer
mempunyai indikasi untuk dilakukan skin graft. Jaringan yang dapat ditutup dengan skin graft
adalah semua jaringan terbuka yang memiliki permukaan luka dengan vaskularisasi yang cukup
seperti otot, fasia, dermis, perikondrium, periosteum, peritoneum, pleura dan jaringan granulasi.
Luka yang kurang suplai pembuluh darah sulit untuk dapat menghidupi skin graft, misalnya
tulang, tulang rawan, tendon, saraf, maka tidak dapat dilakukan teknik skin graft. Atau daerah
yang seharusnya dilakukan skin graft tetapi karena mengalami trauma berat menyebabkan
vaskularisasi daerah tersebut menjadi berkurang sehingga tidak baik untuk dilakukan skin graft.
Teknik skin graft pertama kali diperkenalkan sekitar 2500-3000 tahun yang lalu oleh
kasta hindu Tilemaker, dimana skin graft digunakan untuk merekonstruksi hidung setelah suatu
tindakan amputasi sebagai hukuman pengadilan, penggunaan modern selanjutnya yaitu Reverdin
pada tahun 1869 melakukan eksisi kulit kecil dan tipis yang diletakkan pada jaringan granulasi.
Kemudian Olliver dan Thiersch mengembangkan teknik split-thickness graft pada tahun 1872
dan 1886 dan Wolfe dan Krause menggunakan teknik full- thickness graft pada tahun 1875 dan
1893.
Skin graft pada umumnya menggunakan kulit dan individu yang sama sebagai upaya
untuk meningkatkan keberhasilan tindakan. Kulit yang digunakan dapat digunakan dari bagian
tubuh mana saja, namun lazimnya dari daerah paha, pantat, punggung, atau perut.

Reactive Oxygen Species (ROS) yang merupakan radikal yang sangat reaktif atau
molekul yang diproduksi secara intraseluler seperti mitokondria, retikulum endoplasma,
peroksisom. ROS juga dapat disebabkan oleh sumber yang berasal dari luar seperti bahan yang
mengalami ionisasi, vitamin, atau herbisida dan ROS ini dapat berinteraksi secara biomolekul
dengan hasil oksidasi protein berupa residu amino asil dan menyebabkan mutasi pada DNA,
serta bereaksi juga dengan peroksidasi lipid untuk memproduksi radikal bebas yang lebih banyak
lagi. Kelebihan produksi ROS dalam sel dapat melebihi sistem detoksifikasi seluler yang ada
sehingga menyebabkan stres oksidatif. ROS sebenarnya tidak selalu merugikan karena dapat
bertindak sebagai second messenger dalam sinyal kaskade intraseluler, untuk mempertahankan
homeostasis sel dengan lingkungan terdekatnya termasuk proses penyembuhan luka (Chiu,
2012). Tetapi pada konsentrasi yang lebih tinggi dapat menimbulkan kerusakan mulai tingkat sel,
jaringan hingga kerusakan organ tubuh (Schäfer, 2008; Ardhie, 2011; Burton, 2011).

Dafpus ROS tinggal cari sesuai citasi


Bank, G., Kagan, D., & Madhavi, D. (2011). Coenzyme Q10: Clinical Update and Bioavailability.
Journal of Evidence-Based Complementary & Alternative Medicine, 16(2), 129–137.
https://doi.org/10.1177/2156587211399438

Bauerova, K., Paulovicova, E., Mihalova, D., Drafi, F., Strosova, M., Mascia, C., Ponist, S. (2010).
Combined methotrexate and coenzyme Q₁₀ therapy in adjuvant-induced arthritis evaluated using
parameters of inflammation and oxidative stress. Acta Biochimica Polonica, 57(3), 347–354.

Bonakdar, R. A., & Guarneri, E. (2005). Coenzyme Q10. American Family Physician, 72(6), 1065–
1070.

Caron DM. (1998). Stingless bees: a vanishing art. Apiacata.3(1):1-3.

Casagrande, D., Waib, P. H., & Jordão Júnior, A. A. (2018). Mechanisms of action and effects of the
administration of Coenzyme Q10 on metabolic syndrome. Journal of Nutrition & Intermediary
Metabolism, 13, 26–32. https://doi.org/10.1016/j.jnim.2018.08.002

DiNicolantonio, J. J., Bhutani, J., McCarty, M. F., & O’Keefe, J. H. (2015). Coenzyme Q10 for the
treatment of heart failure: a review of the literature. Open Heart, 2(1), e000326.
https://doi.org/10.1136/openhrt-2015-000326

Fir, M., Milivojević, L., Prošek, M., & Šmidovnik, A. (2009). Property studies of coenzyme Q10-
cyclodextrins complexes (Vol. 56).

Fikri, Al Mukhlas. (2017). Aktivitas Antioksidan dan Antiemesis Propolis Trigona sp. dari Tiga
Provinsi di Indonesia. Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Tesis.

Hasan ZEA, Mangunwidjaja D, Sunart CT, Suparno O, Setiyono A. (2014). Investigating the
antioxidant and anticytotoxic activitites of propolis collected from five regions of Indonesia and
their abilities to induce apoptosis. Emirates Journal of Food Agriculture. 26(5):390-398.
Hryniewicka, M., Karpinska, A., Kijewska, M., Turkowicz, M. J., & Karpinska, J. (2016).
LC/MS/MS analysis of α-tocopherol and coenzyme Q10 content in lyophilized royal jelly,
beebread and drone homogenate. Journal of Mass Spectrometry: JMS, 51(11), 1023–1029.
https://doi.org/10.1002/jms.3821

Julianingrum, Retno. (2019) Perbandingan Efektivitas Ekstrak Propolis Dalam Menghambat


Pertumbuhan Bakteri Gram Positif (Staphylococcus aureus) dan Gram Negatif (Escherichia
coli) Secara In Vitro. Fakultas Kedokteran, Universitas Lampung. Skripsi.
Kwon TD, Lee MW, Kim KH. (2014). The effect of exercise training and water extract from propolis
intake on the antioxidant enzymes activity of skeletal muscle and liver in rat. Journal of Exercise
Nutrition and Biochemistry. 18(1):9-17.

Langsjoen, P. (2008). Introduction to Coenzyme Q10. Washington: Faculty of Medicine, University


of Washington.

Lirizka, Sessy Paramita. (2016). Kandungan Fitokimia dan Toksisitas Propolis Lebah Trigona spp.
asal propinsi Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, NTB dan Maluku. Departemen Gizi
Masyarakat, Institut Pertanian Bogor. Skripsi.

Momiyama, Y. (2014). Serum coenzyme Q10 levels as a predictor of dementia in a Japanese general
population. Atherosclerosis, 237(2), 433–434.
https://doi.org/10.1016/j.atherosclerosis.2014.08.056

Mulyana, Kamajaya. (2014) Efek Propolis Indonesia Merek 'X' Dalam Mempercepat Penyembuhan
Luka Pada Mencit Jantan Galur Swiss Webster. Fakuitas Kedokteran, Universitas Kristen
Maranatha. Skripsi.

NCCIH (2018). Coenzyme Q10. (2018, May 4). Retrieved April 4, 2019, from NCCIH website:
https://nccih.nih.gov/health/coq10
Oda SS, Waheeb RS, El-Maddawy ZK. Potential efficacy of Coenzyme Q10 against oxytetracycline-
induced hepatorenal and reproductive toxicity in male rats. J App Pharm Sci, 2018; 8 (01): 098-
107.

Pascual C, Gonzalez R, Torricella RG. (1994). Scavenging action of propolis extract against oxygen
radicals. Journal of Ethnopharmacology. 4(1-2):9-13.

Pujirahayu, Niken, Ritonga, Halimahtussaddiyah, Satya, Agustina, Zakiah, Uslinawaty (2015).


Antibacterial Activity of Oil Extract of Trigona Propolis. International Journal of Pharmacy and
Pharmaceutical Sciences, Vol 7, Issue 6, 2015.

Radiati, Lilik Eka, Khothibul, Umam Al Awwaly, Kalsum, Umi, Firman, Jaya. Pengaruh Pemberian
Ekstrak Propolis terhadap Sistem Kekebalan Seluler pada Tikus Putih (Rattus norvegicus) Strain
Wistar. Jurnal Teknologi Pertanian, Vol. 9 No.1 (April 2008) 1- 9.

Rahman, S., Clarke, C. F., & Hirano, M. (2012). 176th ENMC International Workshop: Diagnosis
and treatment of Coenzyme Q10 deficiency. Neuromuscular Disorders, 22(1), 76–86.
https://doi.org/10.1016/j.nmd.2011.05.001
Rodick, T., R Seibels, D., Jeganathan, R., Huggins, K., Ren, G., & Mathews, S. (2018). Potential role
of coenzyme Q10 in health and disease conditions. Nutrition and Dietary Supplements, 2018: 10,
pp. 1-11.

Sharma, A., Fonarow, G. C., Butler, J., Ezekowitz, J. A., & Felker, G. M. (2016). Coenzyme Q10 and
Heart Failure. Circulation: Heart Failure.
https://doi.org/10.1161/CIRCHEARTFAILURE.115.002639

Singh, R. B., Wander, G. S., Rastogi, A., Shukla, P. K., Mittal, A., Sharma, J. P., Chopra, R. K.
(1998). Randomized, double-blind placebo-controlled trial of coenzyme Q10 in patients with
acute myocardial infarction. Cardiovascular Drugs and Therapy, 12(4), 347–353.
Surendra NS, Bhushanam M, Ravikuma H. (2012). Antimicrobial activity of propolis of Trigona sp.
and Apis ellifera of Karnataka, India. Prime Journal of Microbiology Research. 2(2):80-85.

Watanabe, M. A. E., Amarante, M. K., Conti, B. J., & Sforcin, J. M. (2011). Cytotoxic constituents of
propolis inducing anticancer effects: a review. The Journal of Pharmacy and Pharmacology,
63(11), 1378–1386. https://doi.org/10.1111/j.2042-7158.2011.01331.x

Zeb, I., Ahmadi, N., Nasir, K., Kadakia, J., Larijani, V. N., Flores, F., … Budoff, M. J. (2012). Aged
garlic extract and coenzyme Q10 have favorable effect on inflammatory markers and coronary
atherosclerosis progression: A randomized clinical trial. Journal of Cardiovascular Disease
Research, 3(3), 185–190. https://doi.org/10.4103/0975-3583.98883

Pendahuluan IL 6

Skin graft merupakan suatu tindakan pembedahan dimana dilakukan pemindahan


sebagian atau seluruh tebalnya kulit dari suatu daerah asal (donor) tanpa disertai vaskularisasinya
kedaerah lainnya (resipien) untuk menutupi suatu defek.Pada umumnya skin graft digunakan
ketika metode tindakan bedah rekonstruksi lainnya tidak sesuai atau penyembuhan luka tidak
menunjukkan keberhasilan.Skin graft biasanya digunakan pada kasus-kasus seperti luka yang
luas, luka bakar derajat tiga, luka yang tidak menunjukkan penyembuhan seperti ulkus diabetik,
ulkus pembuluh darah, yang berfungsi untuk mencegah kehilangan cairan, mencegah infeksi,
mencegah perluasan lebih lanjut dari luka tersebut.
Skin graft pada umumnya menggunakan kulit dan individu yang sama sebagai upaya untuk
meningkatkan keberhasilan tindakan. Kulit yang digunakan dapat digunakan dari bagian tubuh
mana saja, namun lazimnya dari daerah paha, pantat, punggung, atau perut.

Interleukin 6 (IL6) adalah sitokin pleiotropic ampuh yang mengatur pertumbuhan sel dan
diferensiasi dan memainkan peran penting dalam respon imun. IL-6 disekresikan oleh sel T,
magrofag, osteoblas, pembuluh darah, sel sel otot halus dalam tunika media. Pada IL-6 yang
disekresikan oleh sel T dan makrofag peranya adalah untuk merangsang respon kekebalan
tubuh, misalnya selama infeksi dan setelah trauma, terutama luka bakar atau kerusakan jaringan
yang mengarah ke peradangan.

Anda mungkin juga menyukai