STROKE HEMORAGIK
Oleh :
Virly Tiffany
Pembimbing :
dr. Reno Sari Caniago, Sp.S, M.Biomed
1
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT dan shalawat beserta
salam untuk Nabi Muhammad S.A.W, berkat rahmat dan karunia-Nya penulis
dapat menyelesaikan case report session dengan judul “Stroke Hemoragik” yang
merupakan salah satu tugas dalam Program Internsip Dokter Indonesia di RSUD
M. Natsir Kota Solok.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada dr. Reno Sari Chaniago,
Sp.S, M.Biomed sebagai pembimbing yang telah meluangkan waktu untuk
membimbing penulis dalam menyelesaikan case report session ini.
Penulis menyadari bahwa didalam penulisan ini masih banyak
kekurangan. Oleh karena itu penulis mengharapkan setiap saran dan kritik yang
membangun guna kesempurnaan laporan case report session ini. Akhir kata,
semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi penulis dan pembaca.
Penulis
BAB 1
PENDAHULUAN
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Stroke
Menurut World Health Organization (WHO), stroke adalah sindrom klinis
yang ditandai dengan adanya defisit neurologis serebral fokal atau global
yang berkembang secara cepat dan berlangsung selama minimal 24 jam atau
menyebabkan kematian mendadak disebabkan oleh kelainan vaskular, baik
perdarahan spontan pada otak (stroke hemoragik) maupun suplai darah yang
inadekuat pada bagian otak (stroke iskemik) sebagai akibat aliran darah yang
rendah, trombosis, atau emboli yang berkaitan dengan penyakit pembuluh
darah (arteri dan vena), jantung, dan darah.1
Tabel 2.1 Klasifikasi Stroke berdasarkan Penyebab3
Klasifikasi Stroke
1. Stroke iskemik atau stroke non hemoragik, terdiri atas :
a. TIA
b. Trombosis dan emboli.
2. Stroke hemoragik, terdiri atas:
a. Perdarahan Intra Serebral (PIS)
b.Perdarahan Sub Arachnoid (PSA)
2.3.3 Etiologi10
Perdarahan subaraknoid terjadi karena:
1. Pecahnya aneurisma, aneurisma tersebut biasanya kongenital dan 90%
terjadi di sekitar sirkulus willisi pada dasar otak:
- Arteri komunikans posterior
- Kompleks arteri komunikan anterior
- Arteri serebri media
- Aneurisma sedikit terdapat pada arteri oftalmika, sinus kavernosus,
dan arteri basilaris.
2. AVM (Arteri Vena Malformasi) yang pecah.
3. Hemangioma pecah
4. Sekunder terhadap perdarahan intraserebral
2.3.4 Patofisiologi
Aneurisma hampir selalu terletak dipercabangan arteri, aneurisma itu
manifestasi akibat suatu gangguan perkembangan emrional, sehingga
dinamakan juga aneurisma sakular (berbentuk seperti saku) kongenital.
Aneurisma berkembang dari dinding arteri yang mempunyai kelemahan pada
tunika medianya. Tempat ini merupakan tempat dengan daya ketahanan yang
lemah (lokus minoris resaistensiae), yang karena beban tekanan darah tinggi
dapat menggembung dan terbentuklah aneurisma.
Aneurismna dapat juga berkembang akibat trauma, yang biasanya
langsung bersambung dengan vena, sehingga membentuk ”shunt” arterivenous.
Apabila aneurisma intraserebral pecah akibat peningkatan tekanan darah atau
karena peningkatan tekanan intraabdominal, maka terjadilah perdarahan yang
menimbulkan gambaran penyakit yang menyerupai perdarahan intraserebral
akibat pecahnya aneurisma Charcot-Bouchard. Pada umumnya faktur
presipitasi tidak jelas, oleh karena tidak teringat oleh penderita.9
Tingkatan klinis:
Tingkat I : Asimtomatik
Tingkat II : Nyeri kepala hebat tanpa defisit neurologik kecuali paralisis
nervus
kranialis
Tingkat III : Somnolen dan defisit ringan
Tingkat IV : Stupor, hemiparese/ hemiplegi, dan mungkin ada rigiditas awal
dan
gangguan vegetatif
Tingkat V : Koma, rigiditas reserebrasi, dan kemudian meninggal dunia.
2.3.6 Pemeriksaan penunjang
1. Darah,urin,feses rutin
2. Profil lipid
3. LP
4. CT Scan dengan kontras
5. MRI
6. Angiorafi
2.3.7 Penatalaksanaan
a. Terapi Umum
- Breathing :
menjaga jalan nafas dengan memposisikan kepala sedikit ekstensi untuk
mencegah lidah jatuh kebelakang, pemberian oksigen 2-3 liter/menit
- Brain :
mengurangi edema dengan mengkontrol jumlah cairan yang masuk dan
keluar. memenuhi intake cairan dengan pemberian isotonis, seperti
asering 12jam/kolf, atasi gelisah dan kejang.
- Bladder :
gunakan kateter urin untuk control output cairan.
- Bowel :
penuhi kebutuhan nutrisi dengan asupan makanan rendah garam,
kebutuhan kalori, dan elektrolit.
- Burn :
pemberian antipiuretik untuk mengatasi demam.
b. Terapi Khusus
- Analgetik
- Kortikosteroid IV dengan dosis rendah
- Antikonvulsan profilak : perlu di pertimbangkan
- Anti hipertensi dan Anti fibrinolitik
- Antagonis calsium : anti iskemia dan anti vasokontriksi
- Operasi bila perlu
2.3.8 Komplikasi11
- Perdarahan ulang (rekuren)
- Hidrosefalus
- Vasospasme
- Edem serebri
2.3.9 Prognosis
Bergantung kepada:
1. Etiologi : lebih buruk pada aneurisma
2. Lesi tunggal/ multiple : aneurisma multipel lebih buruk
3. Lokasi aneurisma/ lesi : pada a.komunikan anterior dan a.serebri
anterior lebih buruk, karena sering perdarahan masuk ke intraserebral
atau ke ventrikel (perdarahan ventrikel)
4. Umur : prognosis jelek pada usia lanjut
5. Gejala : bila kejang memperburuk gejala /prognosis
6. Kesadaran : bila koma lebih dari 24 jam, buruk hasil akhrinya
7. Spasme, hipertensi,dan perdarahan ulang semuanya merugikan bagi
prognosis.
2.4.2 Etiologi9
Penyebab perdarahan intraserebral dibagi atas:
1. Perdarahan intraserebral primer
Perdarahan intraserebral primer (perdarahan intraserebral hipertensif)
disebabkan oleh hipertensif kronik yang menyebabkan vaskulopati
serebral dengan akibat pecahnya pembuluh darah otak.
2. Perdarahan intraserebral sekunder
Perdarahan intraserebral sekunder (bukan hipertensif) terjadi antara lain
akibat anomali vaskular kongenital, koagulopati, tumor otak, vaskulopati
non hipertensif (amiloid serebral), vaskulitis, post stroke iskemik dan
obat anti koagulan
Di perkirakan hampir 50% penyebab perdarahan intraserebral adalah
hipertensi kronik, 25% karena anomali kongenital dan sisanya penyebab
lain. Faktor risiko untuk perdarahan intraserebral adalah hipertensi, kelainan
jantung, hiperkolesterolemia, diabetes mellitus, obesitas, polisitemia vera,
merokok, usia lanjut, dan herediter.
Perdarahan intraserebral ini juga dicetuskan oleh stress fisik, emosi,
peningkatan tekanan darah mendadak yang mengakibatkan pecahnya
pembuluh darah intraserebral. Sekitar 80 % kasus terjadi pada orang sehat
dalam keadaan aktif, 20 % sisanya terdapat manifestasi yang
mendahuluinya, seperti TIA atau stroke non-hemoragik ringan.
2.4.3 Patofisiologi
Hipertensi kronik menyebabkan terjadinya perubahan patologik pada
dinding pembuluh darah arteriola berupa hipohialinosis dan nekrosis fibrinoid.
Kedua hal ini dapat melemahkan muskularis arteriol. Hipertensi yang terus
berlangsung akan mendesak dinding pembuluh darah yang lemah dan membuat
herniasi atau pecahnya tunika intima yang kemudian menjadi aneurisma atau
terjadi robekan-robekan. Hal ini meninbulkan perdarahan yang dapat berlanjut
sampai 6 jam dan jika volumenya besar akan merusak struktur anatomi otak
dan menimbulkan gejala klinik.
Jika perdarahan yang ditimbulkan ukurannya kecil maka massa darah
hanya dapat merasuk dan menyela di antara selaput akson massa putih
“dissecan splitting” tanpa merusaknya. Pada keadaan ini absorpsi darah akan
diikuti oleh pulihnya fungsi-fungsi neurologis. Sedangkan pada perdarahan
yang luas terjadi destruksi massa otak, peninggian TIK, dan yang lebih berat
dapat menyebabkan herniasi otak pada falx cerebri atau lewat foramen
magnum.
Kematian dapat disebabkan karena kompresi batang otak, hemisfer otak,
dan perdarahan batang otak sekunder. Perembesan darah ke ventrikel otak
terjadi pada sepertiga kasus perdarahan otak di nukleus kaudatus, pons.
Elemen-elemen vasoaktif darah yang keluar serta cascade iskemik akibat
menurunnya tekanan perfusi menyebabkan neuron-neuron di daerah yang
terkena darah dan sekitarnya lebih tertekan lagi. Jumlah darah yang keluar
menentukan prognosis.
Apabila volume darah lebih dari 60cc, maka risiko kematian sebesar 93%
pada perdarahan dalam dan 71% perdarahan lobar. Sedangkan bila terjadi
perdarahan serebelal dengan volume antara 30-60 cc diperkirakan
kemungkinan kematian sebesar 75%. Volume darah 5 cc dan terdapat di pons
sudah berakibat fatal.
2.4.7 Penatalaksanaan
1. Terapi umum : sama dengan terapi perdarahan subaraknoid
2. Terapi khusus.
a. Anti edema
Manitol 20% bolus 1 gr/ kg berat badan dalam 20-30 menit,
dilanjutkan dengan dosis 0,25-0,5 gr/kgBB/jam sampai maksimal
48 jam. Target osmolaritas 300-320 mosm/l atau dengan gliserol 10
% 10 ml/kgBB IV. Pemberian steroid tidak diberikan secara rutin,
bila ada indikasi harus diikuti dengan pengamatan yang cepat.
b. Obat homeostasis
Transamic acid 6 gram/hari IV ( 2 minggu), berperan sebagai anti
inflamasi dan mencegah peradangan ulang.
c. Anti Hipertensi
Bila tekanan darah systole > 230 mmHg atau tekanan darah
diastolik >40 mmHg diberikan : Nikardipin 5-15 mg/ jam infus
kontiniu atau Diltiazem 5-40 mg/kg BB/menit infus kontinyu. Bila
tekanan sistolik 180-230 mmHg atau tekanan sistolik 105-140
mmHg, atau tekanan darah arterial rata-rata 130 mmHg berikan :
Labetalol 10-20 mg IV selama 1-2 menit ulangi atau gandakan
setiap 10 menit sampai maksimum 300 mg atau berikan dosis awal
bolus diikuti oleh Labetalol drip 2-8 mg /menit atau Nikardipin 5-
15 mg/ jam infuse kontinyu Diltiazem 5-40 mg/kg/menit infuse
kontiniyu atau Nimodipin. Bila tekanan darah sistolik <180 mmHg
atau tekanan diastole < 105 mmHg, tangguhkan pemberian obat
anti hipertensi.
Otak merupakan organ yang besar, kompleks dan sangat penting dalam kehidupan
seseorang. Dalam cranium, reflexi dural dan tulang-tulang memisahkan otak kepada regio-
regio tertentu. Hernia otak merupakan dislokasi secara mekanik organ otak ke regio yang
lain akibat dari adanya massa, trauma, neoplastik, iskemik ataupun penyebab infeksi. 14
Hernia otak , juga dikenali sebagai ‘cistern obliteration’, merupakan akibat dari tekanan
intracranial yang terlalu tinggi. Hernia ini terjadi apabila otak menggeser ke beberapa
struktur dalam otak.
Otak bisa bergeser ke mana-mana struktur otak seperti falx serebri, tentorium
serebella dan bisa sampai ke dalam lubang yang dinamakan foramen magnum pada basis
crania ( tempat lewatnya corda spinalis dan berhubung dengan otak). Herniasi bisa
disebabkan oleh beberapa faktor yang menyebabkan efek massa dan peningkatan tekanan
intracranial. Hal ini termasuklah trauma otak, stroke, maupun tumor otak. Oleh karena
herniasi itu sendiri menyebabkan tekanan yang tinggi pada struktur otak tertentu, maka ia
bersifat fatal. Makanya pada semua rumah sakit, tindakan pertama yang dilakukan tidak
lain melainkan menurunkan tekanan intracranial. Herniasi juga bisa terjadi tanpa
peningkatan tekanan intracranial seperti adanya lesi massa yaitu hematoma yang terjadi
pada perbatasan kompartemen otak.15,16
Insidensi terjadinya hernia otak adalah tergantung dari penyebab hernia otak. Di
Amerika, sebanyak 42% kasus dilaporkan pada tahun 2000-2003. Di Asia, insidensi
terjadinya hernia otak malah lebih tinggi yaitu 76,3% pada tahun 2002. Tingginya angka
kejadian ini disebabkan oleh tingginya insidens trauma kapitis dan tumor otak di Asia.
Malah dari salah satu sumber penelitianpadatahun 1999, mendapatkan bahwa tingginya
angka kejadian hernia otak disebabkan oleh penanganan peningkatan tekanan intracranial
yang lambat dan kurang adekuat.14
Gambar 2. Herniasi Otak16
otak
Diencefalon cerebrum
2. Spinoserebelum mengatur tonus otot dan gerakan volunter yang terampil dan
terkoordinasi.
3. Serebro serebelum berperan dalam perencanaan dan inisiasi aktivitas volunter
dengan memberikan masukan kee daerah-daerah motorik korteks. Bagian ini juga
merupakan daerah serebelum yang terlibat dalam ingatan prosedural.
Batang otak yang terdiri dari medulla, pons dan otak tengah, adalah penghubung
penting antara bagian otak lainnya dengan korda spinalis. Semua serat-serat yang datang
dan pergi antara pusat-pusat di otak dan perifer harus melewati batang otak, dengan serat-
serat yang datang memancarkan informasi sensorik ke otak dan serat-serat yang keluar
membawa sinyal perintah dari otak untuk keluaran eferen. Fungsi batang otak mencakup
hal berikut: 17
1. Sebagian besar dari kedua belas pasang saraf kranialis berasal dari batang otak.
Dengan satu pengecualian besar, saraf-saraf ini mempersarafi struktur-struktur di
kepala dan leher dengan serat sensorik dan motorik. Saraf-saraf tersebut penting
untuk penglihatan, pendengaran, pengecapan, sensasi wajah, dan salivasi.
Pengecualian yang utama adalah saraf kranialis X, saraf vagus. Saraf ini tidak
hanya mempersarafi daerah-daerah di kepala, namun sebagian besar cabang saraf
vagus mempersarafi organ-organ di rongga toraks dan abdomen. Vagus adalah
saraf utama dalam sistem saraf parasimpatis.
4. Batang otak berperan dalam mengatur refleks-refleks otot yang terlibat dalam
keseimbangan dan postur.
5. Di seluruh batang otak dan ke dalam talamus berjalan suatu jaringan luas neuron
yang saling berhubungan yang disebut formasio retikularis. Jaringan ini
menerima dan mengintegrasikan semua masukan sinaps. Serat-serat asendens
yang berasal dari formasio retikularis membawa sinyal ke atas untuk
membangunkan dan mengaktifkan korteks serebrum. Serat-serat ini menyusun
sistem aktivasi retikuler, yang mengontrol seluruh derajat kewaspadaan korteks
dan penting dalam kemampuan mengarahkan perhatian.
6. Pusat-pusat yang bertanggung jawab untuk tidur juga terletak di dalam batang
otak.
2.5.2 Epidemiologi
Insidens terjadinya hernia otak adalah berdasarkan insidens dari penyebab hernia
itu sendiri. Di Amerika, sebanyak 42% kasus dilaporkan pada tahun 2000-2003. Di Asia,
insidensi terjadinya hernia otak malah lebih tinggi yaitu 76,3% pada tahun 2002. Tingginya
angka kejadian ini disebabkan oleh tingginya insidens trauma kapitis dan tumor otak di
Asia. Malah dari salah satu sumber penelitian pada tahun 1999, mendapatkan bahwa
tingginya angka kejadian hernia otak disebabkan oleh penanganan peningkatan tekanan
intracranial yang lambat dan kurang adekuat.14
2.5.3 Etiologi
Herniasi otak terjadi apabila ada sesuatu di dalam otak yang mendorong jaringan
otak. Termasuklah edema otak akibat dari trauma kapitis. Herniasi otak sering disebabkan
adanya tumor dalam otak termasuklah tumor otak yang bermetastasis dan tumor otak
primer. Selain itu, herniasi otak juga bisa terjadi akibat dari abses otak, adanya perdarahan
dalam otak dan hidrosefalus (akumulasi cairan dalam otak) serta stroke yang menyebabkan
edema otak. Hernia otak sendiri juga sering menyebabkan stroke masif. Hal ini
menyebabkan suplai darah yang berkurang pada bagian otak tertentu dan kompresi pada
struktur vital yang mengontrol pernapasan dan sirkulasi. Hal ini akan menyebabkan
kematian atau kematian otak. Walau bagaimanapun penyebab tersering dari herniasi otak
adalah akibat adanya tekanan massa dalam otak yang mendorong otak itu sendiri.16
2.5.4 Klasifikasi
Terdapat 2 kelompok
mayor dari herniasi otak; supra tentorial dan infratentorial. Herniasi supratentorial adalah
hernia yang terjadi di atas notch tentorium dan infratentorial pula merupakan hernia yang
terjadi di bawahnya. Dalam 2 kelompok besar ini, hernia otak dinamakan berdasarkan
struktur atau lokasi lewatnya dan bergesernya otak; termasuklah transtentorial, bergeser
keatas, tonsilar, sentral, singulata, dan herniasi transcalvaria. Herniasi uncal, transtentorial,
singulata, dan transcalvaria termasuk dalam kelompok hernia supratentorium. Manakala
transtentorium ke atas dan tosillar termasuk dalam kelompok herniasi infratentorial.18
Herniasi sentral
Pada herniasi sentral (juga dikenali sebagai hernia transtentorial), diensefalon dan
lobus temporal pada kedua-dua hemisfer cerebrii ditekan oleh notch pada tentorium
cerebral. Hernia transtentorium bisa terjadi apabila otak bergeser ke atas maupun ke bawah
melewati batas tentorium yang dikenali sebagai hernia transtentorium asendens dan
desendens. Namun hernia ini bisa menyebabkan robeknya arteri basilar atau nama lainnya
arteri paramedian sehingga berlaku perdarahan yang disebut ‘Duret Hemorrhage’. Herniasi
ini selalunya berakhir dengan kematian. Secara gambaran radiografi, hernia yang mengarah
ke bawah berkarakteristik sebagai obliterasi sisterna suprasellar dari hernia lobus temporal
ke dalam hiatus tentorium dengan kompresi pada pedunkulus cerebral. Hernia yang
mengarah ke atas secara radiografi berkarakteristik sebagai obliterasi sisterna
quadrigeminal. Didapatkan bahwa sindroma hipotensi intracranial adalah sangat mirip
dengan hernia transtentorium yang mengarah ke bawah.18,19
Herniasi Uncal
Pada herniasi uncal, yaitu hernia transtentorium yang sering, bagian paling dalam
pada lobus temporal yaitu uncus bisa sangat terhimpit sehingga melewati tentorium dan
menyebabkan tekanan yang tinggi pada batang otak terutama midbrain. Tentorium
merupakan struktur dalam tengkorak kepala yang terbentuk dari lapisan meningea yaitu
dura mater. Jaringan bisa terkelupas dari korteks cerebral dimana proses ini dinamakan
sebagai dekortikasi. Uncus ini akan menekan nervus kranialis ke-3 yang berfungsi
mengontrol input parasimpatis pada organ mata. Keadaan ini akan mengganggu transmisi
neural parasimpatis sehingga menyebabkan pupil pada mata terkait akan berdilatasi dan
gagal untuk berkonstriksi apabila adanya respon cahaya seperti mana seharusnya. Maka
dengan adanya gejala dilatasi pupil yang tidak berespon dengan cahaya, itu merupakan
tanda penting adanya peningkatan tekanan intracranial. Dilatasi pupil sering diikuti dengan
beberapa gejala lain kompresi nervus kranialis ke-3 yaitu deviasi bola mata kearah atas dan
bawah akibat dari hilangnya innervasi ke semua otot motilitas kecuali otot rektus lateralis
yang diinervasikan oleh nervus kranialis ke-6 dan otot obliqus superior yang diinervasikan
oleh nervus kranialis ke-4. Gejala ini muncul karena fiber esentrik parasimpatik
mengelilingi fiber motorik dari nervus kranialis ke-3 dan makanya ia pertama yang
terkompresi. Arteri kranialis juga akan tertekan semasa herniasi. Kompresi terhadap arteri
serebral posterior akan menyebabkan gangguan pada fungsi penglihatan kontralateral yang
dikenali sebagai homonimus kontralateral hemianopia. Kemudian diikuti dengan symptom
yang juga penting yaitu ‘false localizing sign’ yang berakibat dari kompresi pada krus
serebral kontralateral yang mengandung fiber kortikospinal dan kortikobulbar desendens.
Ini diikuti dengan hemiparesis ipsilateral. Berhubung traktus kortikospinalis secara
predominan menginnervasi otot flexor, maka kaki akan terlihat dalam keadaan ekstensi.
Dengan peningkatan tekanan intracranial, postur dekortikasi akan terlihat. Herniasi tipe ini
juga akan menyebabkan kerusakan pada batang otak, yang berefek letargi, bradikardi,
kelainan respiratori dan dilatasi pupil. Herniasi uncal akan berlanjut dengan herniasi sentral
sekiranya tidak ditangani.18,19
Herniasi serebral
Peningkatan tekanan dalam fossa posterior akan menyebabkan serebelum bergeser
ke atas mendorong tentorium kearah atas atau dikenali sebagai herniasi serebral. Midbrain
akan terdorong ke tentorium. Keadaan ini juga akan menyebabkan midbrain terdorong ke
bawah. 18,19
Herniasi tonsillar
Pada herniasi tonsillar, yang juga dikenali sebagai herniasi serebral kearah bawah,
tonsil serebral akan bergeser ke bawah masuk ke foramen magnum dan menyebabkan
kompresi pada distal batang otak dan proksimal dari korda spinalis servikal. Peningkatan
tekanan pada batang otak akan menyebabkan disfungsi dari system saraf pusat yang
berperan dalam mengontrol fungsi respiratori dan fungsi jantung.18
Herniasi tonsillar juga dikenali sebagai malformasi Chiari, atau Malformasi Arnold
Chiari (ACM). Sekurang-kurangnya terdapat tiga tipe malformasi Chiari yang ditemukan
yang mana masing-masing menimbulkan proses penyakit yang berbeda dengan symptom
dan prognosis yang berbeda. Kondisi ini bisa ditemukan dengan adanya pasien yang
bersifat asimptomatik dan ada pula yang bersifat berat sehingga mengancam nyawa.
Makanya hernia ini lebih sering didiagnosa berdasarkan gambaran radiologi dari
pemeriksaan MRI kepala. Ektopik Serebral merupakan suatu istilah yang digunakan oleh
ahli radiologi untuk mendiskripsikan tonsil serebral namun tidak secara khusus
mendiskripsikan suatu malformasi Chiari. Menurut definisi malformasi Chiari terdahulu
menyatakan bahwa adanya gambaran radiologi tonsillar serebral dengan penonjolan pada
terdorongnya jaringan masuk ke dalam foramen magnum sekurang-kurangnya 5mm di
bawah foramen magnum. Namun beberapa kasus melaporkan bahwa ada pasien yang
dating hanya dengan symptom malformasi Chiari tanpa gambaran radiografi herniasi
tonsillar. Pasien-pasieninididiagnosadengan ‘Chiari type 0’.18
Terdapat beberapa penyebab yang dihubungkan dengan kejadian herniasi tipe ini.
Antaranya berupa korda spinalis yang menonjol, filum terminalis yang menyempit secara
mendadak (menarik turun batang otak dan struktur disekitarnya), penurunan atau
malformasi dari fossa posterior (bagian caudal dan dorsal dari tengkorak) sehingga tidak
memberikan ruang yang cukup untuk serebelum, hidrosefalus atau volume cairan
serebrospinal yang tidak normal sehingga mendorong tonsil keluar. Kelainan jaringan ikat
seperti Sindroma Ehlers Danlos, juga merupakan antara factor penyebab.19,20
Untuk evaluasi herniasi tonsillar yang lebih lanjut, pemeriksaan CINE flow
digunakan. Pemeriksaan MRI tipe ini memeriksa pengaliran cairan serebrospinal pada
sendi kranio-servikal. Bagi pasien yang dating dengan symptom hernia dimana dirasakan
berkurang pada posisi supine dan memburuk pada posisi berdiri, maka pemeriksaan MRI
ini haruslah dilakukan dalam posisi berdiri.19,20
Herniasi Singulata
Pada herniasi singulata atau subfalcine, yaitu hernia yang paling sering, bagian
paling dalam pada lobus frontalis akan terdorong ke falx serebri. Hernia singulata bisa
terjadi apabila salah satu dari hemisfer membengkak dan menolak girus singulata kearah
falx serebri. Walaupun keadaan ini tidak terlalu menekan batang otak seperti tipe-tipe
hernia yang lain, namun bisa memberikan efek pada pembuluh darah yang berdekatan
dengan lobus frontalis tempat trauma yaitu arteri serebral anterior atau bisa berprogresif ke
hernia sentral. Kesan terhadap pembuluh darah akan menyebabkan peningkatan tekanan
intracranial yang berbahaya sehingga bisa memburuk membentuk herniasi yang lebih berat.
Gejala khas pada hernia singulata tidak jelas. Namun seperti yang terjadi pada hernia uncal,
hernia singulata juga akan menyebabkan kelainan pada postur tubuh dan koma. Hernia
singulata dipercayai sering menjadi precursor terhadap tipe hernia yang lain.19,20
Hernia Transcalvarial
Pada hernia transcalvarial, otak akan tertekan pada daerah fraktur atau bekas
operasi. Hernia ini juga dikenali sebagai hernia eksternal di mana ia terjadi sewaktu
kranektomi atau pada apa saja operasi yang melibatkan pengangkatan bagian tertentu
tengkorak.18
2.5.4 Patofisiologi
Herniasi transtentorial
Herniasi transtentorial merupakan pergeseran otak dari lokasi yang sebenar kearah
bawah maupun atas melewati tentorium pada batas insisura. Herniasi transtentorial
desendens terjadi apabila otak yang terletak supratentorial berherniasi kearah bawah dari
batas insisura. Manakala herniasi transtentorial asendens terjadi apabila otak yang terletak
infratentorial berherniasi ke atas dari insisura.21
Hernia transtentorial desendens lebih sering terjadi dibanding dengan asendens dan
termasuk dalam kelompok hernia uncal.Efek massa dalam serebrum mendorong otak pada
supratentorial melewati insisura; dislokasi ini menyebabkan timbulnya gejala neurologik
seperti yang akan dibahaskan.21
Herniasi Subfalcine/Singulata
Herniasi subfalcine terjadi apabila otak terdorong di bawah falx serebri akibat dari
massa.
Herniasi Sphenoid/Alar
Herniasi Sphenoid atau alar terjadi akibat dari otak yang terletak supratentorial
tergelincir secara anterior maupun posterior di atas tulang sphenoid. Herniasi anterior
terjadi apabila lobus temporal mengalami herniasi secara anterior maupun superior di atas
tulang sphenoid. Manakala herniasi posterior terjadi apabila lobus frontalis berherniasi
secara posterior dan inferior di atas tulang sphenoid.21
Herniasi Ekstrakranial
Herniais ekstrakranial terjadi apabila otak mengalami dislokasi akibat dari defek
pada cranium.21
Gambar 10. Postur dekortikasi dengan siku, pergelangan tangan dan jari dalam keadaan
flexi serta kaki yang ekstensi dan berotasi kearah medial.14
Tanda yang sering pada hernia otak adalah postur tubuh yang abnormal dengan
karakteristik posisi ekstremitas bawah yang menjadi tanda khas terjadinya kerusakan otak
yang berat. Pasien ini akan mengalami penurunan kesadaran dengan ‘Glasgow Coma
Scale’ antara 3 sampai 5. Satu atau kedua-dua pupil akan berdilatasi dan reflex cahaya
negatif atau tidak berespon terhadap cahaya.14
Pada pemeriksaan neurologi, didapatkan penurunan derajat kesadaran. Tergantung
dari beratnya herniasi, gangguan pada satu atau beberapa refleks batang otak serta fungsi
dari nervus kranialis bias terjadi. Pasien juga akan menunjukkan ketidak mampuan untuk
bernapas secara konsisten dan didapatkan denyut jantung yang irreguler.21
Herniasi transtentorial
Herniasi Subfalkin/Singulata
Herniasi subfalkin tidak selalu menunjukkan gejala klinis yang berat. Tipe herniasi
ini akan menimbulkan gejala klinis seperti nyeri kepala, dan bisa berlanjut menjadi
kelemahan pada tungkai bawah yang kontralateral atau gejala infark pada lobus frontalis
akibat dari penekanan pada arteri serebral anterior.19,20
Penekanan yang mendadak pada batang otak akan menyebabkan kecacatan dan
kematian. Walau bagaimanapun pasien yang dating dengan malformasi Arnold-Chiari 1
akan menunujukkan gambaran symptom yang lebih sedikit dan bisa dengan gambaran
disethesia pada ekstremitas dengan fleksi servikal. Gambaran ini dikenali sebagai
fenomena Lhermitte.19,20
Herniasi Sphenoid/Alar
Gejala klinis dari herniasi ini adalah sangat minimal dan walaupun tipe hernia ini
adalah yang paling sering terjadi, namun pasien sering datang dengan disertai tipe herniasi
yang lain.19,20
Herniasi Ekstrakranial
Hernia ini sering didapatkan post trauma dan operasi. Region otak yang mengalami
herniasi sering akan menjadi iskemik dan seterusnya infark.19,20
2.5.6 Penatalaksanaan
Hernia otak merupakan suatu kasus gawat darurat. Penanganan utama haruslah
menyelamatkan nyawa pasien. Untuk mencegah dari terjadinya kekambuhan dari hernia
otak, maka penanganan haruslah bertujuan untuk menurunkan peningkatan tekanan
intrkranial dan menurunkan edema otak.
Penatalaksanaan Awal Sindroma Herniasi : Tujuannya adalah menjaga TIK <20 mmHg,
Elevasi kepala di tempat tidur (15-30 derajat, atau 30-45 derajat –> guna
Cegah hipotensi dengan cairan, Normal saline (0.9%) dengan kecepatan 80–100
(PC02 35-40 mmHg) atau kalau bisa PCO2 = 28–32 mm Hg –> cegah vasodilatasi
serebri
o (cat: jika kadar CO2 lebih besar dari 45 mm Hg, maka akan timbul cerebral
vasodilation.)
Berikan oxygen prn untuk mempertahankan p02 >60 mmHg –> mencegah hypoxic
brain injury
Berikan Mannitol 20% 1–1.5 g/kg melalui infus IV secara cepat, pertahankan
Kortikosteroid
o Mengurangi edema, setelah beberapa hari, disekitar tumor otak, abses, darah
o Pemberian kortikosteroid pada kasus cedera kepala dan stroke belum dapat
2.5.6 Prognosis
Sekiranya hernia otak terjadi pada daerah lobus temporalis atau serebellum, maka
prognosisnya adalah jelek yaitu kematian. Namun pada hernia otak di daerah lain
memberikan prognosis yang berbagai tergantung derajat beratnya dan penyebab hernia.23
2.5.7 Komplikasi
2.58 Pencegahan
BAB 3
LAPORAN KASUS
Vital Sign
Kesan Umum : sakit berat Tinggi Badan : 150 cm
Kesadaran : sopor (E1M3V1) GCS 5 Berat Badan : 60 kg
Tekanan Darah : 220/130 mmHg Status Gizi : sedang
Nadi : 125 x / menit Suhu : 37,2oC
Nafas : 22 x/ menit
SpO2 : 96%
Status Lokalis
Kulit : Teraba hangat, turgor baik, tidak sianosis, tidak anemis, tidak
ikhterik, tidak ada udem anasarka
Kelenjar Getah : Tidak ada pembesarak Kelenjer Getah Bening di region coli,
Bening region axilaris, dan region inguinalis.
Kepala : Normochepal, tidak ada deformitas.
Rambut : Hitam, lebat, tidak mudah rontok
Mata : Konjungtiva anemis, sclera tidak ikhterik, pupil isokhor,
RC +/+
Telinga : Secret (-), perdarahan (-), gangguan pendengaran sulit dinilai
Hidung : Secret (-), perdarahan (-), hidung tersumbat sulit dinilai,
gangguan penghidu sulit dinilai.
Tenggorokan : Sulit dinilai.
Gigi dan Mulut : Sulit dinilai.
Leher : JVP 5+2 cmH2O, tidak ada deviasi trachea
Thoraks : Paru :
simetris, gerakan kiri = kanan, fremitus sulit dinilai, sonor.
Suara nafas vesikuler, tidak ada ronkhi, tidak ada
wheezing.
Jantung :
iktus cordis tidak terlihat, teraba 1 jari lateral Linea Mid
Clavicula Sinistra RIC V, ukuran jantung normal, irama
regular, tidak ada bising.
Abdomen : Perut flat, tidak distensi, hepar dan lien tidak teraba, nyeri
tekan dan nyeri lepas sulit dinilai, bising usus (+) normal.
Punggung : Tidak ada gibus, tidak ada kelainan tulang belakang, nyeri
ketok CVA sulit dinilai.
Genitalia : Tidak dilakukan pemeriksaan.
Anus : Tidak dilakukan pemeriksaan.
Ekstremitas : Akral hangat, CRT < 2 detik, udem (-), ROM sulit dinilai
Status Neurologikus
1. Tanda rangsang meningeal
N. II (Optikus)
N. III (Okulomotorius)
Kanan Kiri
Bola mata Ortho Ortho
Ptosis Sulit dinilai Sulit dinilai
Gerakan bulbus Sulit dinilai Sulit dinilai
Strabismus Sulit dinilai Sulit dinilai
Nistagmus Sulit dinilai Sulit dinilai
Ekso/endotalmus Tidak ada Tidak ada
Pupil
Bulat Bulat
Bentuk
Positif Positif
Refleks cahaya
Positif Positif
Refleks akomodasi
Positif Positif
Refleks konvergensi
N. IV (Trochlearis)
Kanan Kiri
Gerakan mata ke bawah Sulit dinilai Sulit dinilai
Sikap bulbus Ortho Ortho
Diplopia Sulit dinilai Sulit dinilai
N. VI (Abdusen)
Kanan Kiri
Gerakan mata ke lateral Sulit dinilai Sulit dinilai
Sikap bulbus Ortho Ortho
Diplopia Sulit dinilai Sulit dinilai
N. V (Trigeminus)
Kanan Kiri
Motorik
Sulit dinilai Sulit dinilai
Membuka mulut
Sulit dinilai Sulit dinilai
Menggerakkan rahang
Sulit dinilai Sulit dinilai
Menggigit
Sulit dinilai Sulit dinilai
Mengunyah
Sensorik
Divisi oftalmika
Sulit dinilai Sulit dinilai
- Refleks kornea
Sulit dinilai Sulit dinilai
- Sensibilitas
Divisi maksila
Sulit dinilai Sulit dinilai
- Refleks masetter
Sulit dinilai Sulit dinilai
- Sensibilitas
Divisi mandibula
Sulit dinilai Sulit dinilai
- Sensibilitas
N. VII (Fasialis)
Kanan Kiri
Raut wajah Simetris
Sekresi air mata Tidak diperiksa Tidak diperiksa
Fissura palpebral Sulit dinilai Sulit dinilai
Menggerakkan dahi Sulit dinilai Sulit dinilai
Menutup mata Sulit dinilai Sulit dinilai
Mencibir/ bersiul Sulit dinilai Sulit dinilai
Memperlihatkan gigi Sulit dinilai Sulit dinilai
Sensasi lidah 2/3 depan Sulit dinilai Sulit dinilai
Hiperakusis Sulit dinilai Sulit dinilai
Plica nasolabialis Kiri lebih datar
N. VIII (Vestibularis)
Kanan Kiri
Suara berbisik Sulit dinilai Sulit dinilai
Detik arloji Sulit dinilai Sulit dinilai
Rinne tes Tidak diperiksa
Weber tes Tidak diperiksa
Schwabach tes Tidak diperiksa
Nistagmus Sulit dinilai Sulit dinilai
- Pendular
- Vertikal
- Siklikal
Pengaruh posisi kepala Sulit dinilai Sulit dinilai
N. IX (Glossopharyngeus)
Kanan Kiri
Sensasi lidah 1/3 belakang Sulit dinilai
Refleks muntah (Gag Rx) Sulit dinilai
N. X (Vagus)
Kanan Kiri
Arkus faring Sulit dinilai
Uvula Sulit dinilai
Menelan Sulit dinilai
Suara Sulit dinilai
Nadi Reguler, 125x/menit
N. XI (Asesorius)
Kanan Kiri
Menoleh ke kanan Sulit dinilai Sulit dinilai
Menoleh ke kiri Sulit dinilai Sulit dinilai
Mengangkat bahu kanan Sulit dinilai Sulit dinilai
Mengangkat bahu kiri Sulit dinilai Sulit dinilai
N. XII (Hipoglosus)
Kanan Kiri
Kedudukan lidah dalam Sulit dinilai
Kedudukan lidah dijulurkan Sulit dinilai
Tremor Sulit dinilai
Fasikulasi Sulit dinilai
Atropi Tidak ada
4. Pemeriksaan koordinasi
6. Pemeriksaan sensibilitas
Refleks Refleks
Kanan Kiri Kanan Kiri
Fisiologis Patologis
Kornea Sdn Sdn Hoffmann- - -
Berbangkis Sdn Sdn Tromner
Bisep ++ ++ Babinsky + +
Trisep ++ ++ Chaddocks - -
KPR ++ ++ Oppenheim - -
APR ++ ++ Gordon - -
Laring Sulit dinilai Schaeffer - -
Masetter Sdn Sdn Klonus paha - -
Bulbocavernosus Tidak dilakukan Klonus kaki - -
Cremaster Tidak dilakukan Tungkai - -
Sfingter Tidak dilakukan
Dinding Perut
Atas + +
Tengah + +
Bawah + +
8. Fungsi otonom
- Miksi : Terpasang kateter urin.
- Defekasi : Sulit dinilai.
- Sekresi keringat : baik.
3. Rontgen Thorax
Kesan rontgen thorax : Bronkopneumonia
Kesan Brain CT-Scan : Perdarahan di nukleus caudatus dan basal ganglia kiri
serta perdarahan di pons. Infark paraventrikel lateral kanan.
Gajah Mada Score: Siriraj Score:
- Penurunan kesadaran (+) Muntah (-), nyeri kepala dlm 2
- Nyeri kepala (+) jam (-) Kesadaran : sopor
- Refleks Babinsky (+) Tekanan Darah 220/130
mmHg
Atheroma marker :
DM (-) PJK (-) Claudikarsio intermiten (-)
= (2.5xkesadaran)+(2xmuntah)+(2xnyeri kepala)
+(0.1xTD diastol)-(3xatheroma)–12
= 2.5 + 0 + 0 + 13 – 0 – 12
= 3.5
Kesan : Kesan :
Stroke Hemorragik Stroke Haemoragik
3.5 Diagnosis :
Diagnosis Klinis : Stroke Haemoragik
3.7 Prognosis :
Quo ad vitam : dubia ed malam
Quo ad sanam : dubia ed malam
Quo ad fungsionam : dubia ed malam
1. Tanggal 13-03-2021
Kesadaran: E1M3V1
HR: 125x/i
RR: 22x/i
SpO2: 98%
T: 38.9
- Elevasi kepala
- O2 3l/i
- Paracetamol 4x500 mg
- Amlodipin 1x10 mg
- Manitol 5x 100 cc
Kesadaran: E1M3V1
HR: 115x/I
RR: 36x/I
SpO2: 96%
T: 38.9
P:
S: Desaturasi
O:
Kesadaran: E1M3V1
RR: 12x/i
SpO2: 54%
T: 37.8
A: Stroke hemoragik
Bagging
12.10
EKG : asistol
P: observasi 2 jam
BAB 4
DISKUSI
Proses herniasi otak juga bisa terjadi akibat adanya perdarahan dalam otak
seperti stroke yang menyebabkan edema otak. Herniasi otak sendiri juga sering
menyebabkan stroke masif. Hal ini menyebabkan suplai darah yang berkurang
pada bagian otak tertentu dan kompresi pada struktur vital yang mengontrol
pernapasan dan sirkulasi. Hal ini akan menyebabkan kematian atau kematian otak.
Pada follow up pasien hari kedua rawatan ditemukan dilatasi pada kedua pupil.
Hal ini terjadi karena gangguan transmisi neural parasimpatis sehingga
menyebabkan pupil pada mata terkait akan berdilatasi dan gagal untuk
berkonstriksi apabila adanya respon cahaya seperti mana seharusnya. Maka
dengan adanya gejala dilatasi pupil yang tidak berespon dengan cahaya, itu
merupakan tanda penting adanya peningkatan tekanan intracranial. Dilatasi pupil
sering diikuti dengan beberapa gejala lain kompresi nervus kranialis ke-3 yaitu
deviasi bola mata kearah atas dan bawah akibat dari hilangnya innervasi ke semua
otot motilitas kecuali otot rektus lateralis yang diinervasikan oleh nervus kranialis
ke-6 dan otot obliqus superior yang diinervasikan oleh nervus kranialis ke-4.
Gejala ini muncul karena fiber esentrik parasimpatik mengelilingi fiber motorik
dari nervus kranialis ke-3 dan makanya ia pertama yang terkompresi.
Selain itu, saat follow up pada pasien ditemukan postur tubuh dekortikasi,
berhubung traktus kortikospinalis secara predominan menginnervasi otot flexor,
maka kaki akan terlihat dalam keadaan ekstensi. Dengan peningkatan tekanan
intracranial, postur dekortikasi akan terlihat. Herniasi tipe ini juga akan
menyebabkan kerusakan pada batang otak, yang berefek letargi, bradikardi,
kelainan respiratori dan dilatasi pupil.
DAFTAR PUSTAKA