Anda di halaman 1dari 22

Referat

ANGINA PEKTORIS STABIL

Oleh :

Sylvia Alicia Salim (1410312054)


Vannesya Olivia (1210313012)
Virly Tiffany (1410311079)
Wahyu Zikra (1410312025)

Preseptor:

dr. Muhammad Fadil, Sp.JP(K)

ILMU PENYAKIT JANTUNG DAN PEMBULUH DARAH

1
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS/
RSUP DR M DJAMIL PADANG

2018

BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah

Penyakit Jantung Koroner (PJK) atau penyakit kardiovaskular saat

ini merupakan salah satu penyebab utama dan pertama kematian di negara

maju dan berkembang, termasuk Indonesia. Pada tahun 2010, secara global

penyakit ini akan menjadi penyebab kematian pertama di negara

berkembang, menggantikan kematian akibat infeksi. Diperkirakan bahwa

diseluruh dunia, PJK pada tahun 2020 menjadi pembunuh pertama

tersering yakni sebesar 36% dari seluruh kematian, angka ini dua kali lebih

tinggi dari angka kematian akibat kanker (6%). Di Indonesia dilaporkan

PJK (yang dikelompokkan menjadi penyakit sistem sirkulasi) merupakan

penyebab utama dan pertama dari seluruh kematian, yakni sebesar 26,4%,

angka ini empat kali lebih tinggi dari angka kematian yang disebabkan

oleh kanker (6%). Dengan kata lain, lebih kurang satu diantara empat

orang yang meninggal di Indonesia adalah akibat PJK. Berbagai faktor

risiko mempunyai peran penting timbulnya PJK mulai dari aspek

metabolik, hemostasis, imunologi, infeksi, dan banyak faktor lain yang

saling terkait.1

Jantung sanggup berkontraksi tanpa henti berkat adanya suplai

bahan-bahan energi secara terus menerus. Suplai bahan energi berupa

oksigen dan nutrisi ini mengalir melalui suatu pembuluh darah yang

2
disebut pembuluh koroner. Apabila pembuluh darah menyempit atau

tersumbat proses transportasi bahan-bahan energi akan terganggu.

Akibatnya sel-sel jantung melemah dan bahkan bisamati. Gangguan pada

pembuluh koroner ini yang disebut penyakit jantung koroner.2

Penyakit Jantung Koroner (PJK) adalah kondisi patologis arteri koroner

(aterosklerosis koroner) yang mengakibatkan perubahan struktur dan fungsi

arteri serta penurunan aliran darah ke jantung.3 Kematian karena penyakit

kardiovaskuler pada tahun 2002 sekitar 16,7 juta orang, dan sebanyak 17,3 juta

orang meninggal dunia karena penyakit kardiovaskuler pada tahun 2008, dan

itu mewakili 30% dari penyebab kematian secara umum, dari kematian ini

diperkirakan 7,3 juta disebabkan oleh penyakit jantung koroner dan 6,2 juta

disebabkan oleh stroke. Di negara yang berpendapatan rendah da menengah

angka kematian karena penyakit kardiovaskuler mencapai lebih dari 80% dan

terjadi hampir sama pada pria dan wanita. Pada tahun 2030, diprediksi hampir

23,6 juta orang akan meninggal akibat penyakit kardivaskuler, terutama dari

penyakit jantung, dan ini di proyeksikan untuk tetap menjadi penyebab utama

kematian tunggal.4

Peneltian di Intensive Coronary Care Unit (ICCU) RS Dr. Cipto

Mangunkusumo (ICCU-RSCM) selama periode 2001-2003 terdapat 683 kasus

PJK, kemudian data tahun 2004-2010 didapatkan 1501 kasus.5 Penyakit

jantung koroner terbagi menjadi Chronic Stable Angina (Angina Pektoris

Stabil) dan Acute Coronary Syndrome (Sindrome Koroner Akut) yang

mencakup angina pektoris tidak stabil/Unstable Angina Pectoris (UAP), infark

miokard akut tanpa elevasi segmen ST (non ST elevation myocardial

infarction/NSTEMI) dan infark miokard akut dengan elevasi segmen ST (ST

3
elevation myocardial infarction/STEMI).6 Walaupun terdapat kemajuan

tatalaksana dan pencegahannya PJK masih merupakan penyebab utama

morbiditas dan mortalitas, khususnya di negara maju begitu pula di Indonesia

penyakit ini masih menempati urutan pertama sebagai penyebab kematian.7

Penyebab PJK secara pasti belum diketahui, meskipun demikian secara

umum dikenal berbagai faktor yang berperan penting terhadap timbulnya PJK

yang disebut sebagai faktor risiko PJK. Faktor risiko PJK menjadi dua, yaitu

faktor yang tidak dapat diubah dan yang dapat diubah. Adapun faktor risiko

yang tidak dapat diubah adalah jenis kelamin, umur, dan keturunan. Sedangkan

faktor risiko yang dapat diubah adalah merokok, hiperkolesteromia, hipertensi,

diabetes melitus dan obesitas.14

Penyakit jantung koroner merupakan penyebab kematian utama pada

usia >65 tahun di beberapa negara berkembang, termasuk indonseia. PJK pada

usia lanjut mempunyai risiko tinggi terhadap kematian dan adverse events. Usia

lanjut menampilkan sekelompok penyakkit dimana risiko yang awalnya lebih

tinggi dan mempunyai lebih banyak penyakit penyerta (komorbiditas), namun

mendapatkan manfaat yang sama atau lebih besar dibandingkan dengan usia

muda. Perubahan-perubahan yang terjadi pada sistim kardivaskuler

bertanggung jawab terhadap peningkatan insidensi PJK dan komorbiditasnya

pada kelompok usia lebih lanjut.8

Angina pektoris merupakan keluhan pasien berupa rasa dan sensasi

tidak nyaman di dada, terutama pada saat aktivitas. Hingga saat ini angina

pektoris masih menjadi manifestasi paling umum dari penyakit iskemia

jantung. Penyakit iskemia jantung adalah kondisi dimana terjadi

ketidakseimbangan persediaan oksigen miokardium dan oksigen yang

4
dibutuhkan miokardium akibat adanya aterosklerosis di arteri koroner. 9

Pendeteksian faktor risiko yang menyebabkan penyakit iskemia jantung dapat

menurunkan tingkat morbiditas dan mortalitas dari penyakit iskemia jantung.

Prevensi sekunder penyakit jantung koroner menjadi salah satu fokus utama

klinisi dalam bidang kardiovaskular.10Pengobatan penyakit jantung koroner yang

paling penting adalah memelihara fungsi jantung sehingga harapan hidup akan

meningkat.2

Sebagian besar bentuk penyakit jantung adalah kronis, pemberian obat

umumnya berjangka panjang, meskipun obat-obat itu berguna tetapi juga

memberikan efek samping. Hal yang perlu diperhatikan dalam pengobatan ada

beberapa obat, meskipun memulihkan keadaan, tidak selalu membuat lebih baik,

penggunaan obat harus secara teratur. Penghentian penggobatan tanpa konsultasi

dengan dokter dapat menimbulkan masalah baru. 1 Penggunaan obat yang tidak

tepat, tidak efektif dan tidak aman, telah menjadi masalah tersendiri dalam

pelayanan kesehatan. Penggunaan obat dinilai tidak tepat jika indikasi tidak

jelas, pemilihan obat tidak sesuai, cara penggunaan obat tidak sesuai, kondisi

pasien tidak dinilai, reaksi yang tidak dikehendaki, polifarmasi, penggunaan

obat tidak sesuai dan lain-lain. Maka dari itu perlu dilaksanakan evaluasi

ketepatan obat, untuk mencapai pengobatan yang efektif, aman dan ekonomis.1

1.2 Batasan Masalah


Membahas definisi, etiopatogenesis, gambaran klinis, diagnosis,
pemeriksaan penunjang, tatalaksana, komplikasi dan prognosis dari managemen
angina pektoris stabil.
1.3 Tujuan Penulisan

5
Tulisan ini bertujuan untuk memahami definisi, etiopatogenesis, gambaran
klinis, diagnosis, pemeriksaan penunjang, management serta komplikasi dan
prognosis dari angina pektoris stabil.
1.4 Metode Penulisan
Tulisan ini dibuat berdasarkan tinjauan kepustakaan yang mengacu pada
berbagai literatur termasuk buku teks dan artikel ilmiah.

6
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Angina pektoris stabil adalah sindroma klinik yang disebabkan oleh
ketidakseimbangan antara kebutuhan (demand) dan suplai aliran darah arteri
koroner. Nyeri dada atau rasa tidak enak di dada akibat transien iskemik miokard.
Nyeri bisa menjalar ke satu lengan atau dua lengan atau leher atau ke ulu hati,
lama < 20 menit. Nyeri dada berhubungan dengan plak yang stabil. Nyeri dada
dicetuskan sewaktu adanya beban seperti exercise, emosi, kedinginan dimana
kebutuhan miokardium tidak dapat dipenuhi dengan suplai yang cukup. Nyeri
dapat hilang atau berkurang dengan istirahat atau pemberian nitrat.14
2.2 Epidemiologi
Prevalensi angina dalam suatu studi populasi meningkat seiring
bertambahnya usia, wanita berusia 45-65 tahun 5-7% meningkat hingga 10-12%
pada wanita berusia 65-84 tahun. Pria berusia 45-64 tahun mempunyai prevalensi
sebesar 4-7% dan meningkat 12-14% pada usia 65-84 tahun. Prevalensi angina
pektoris stabil tanpa komplikasi pada pria 45-65 tahun di barat 1,0%, insiden
sedikit lebih tinggi pada wanita di bawah usia 65 tahun. Angka mortalitas angina
berkisar 1,2-2,4 % per tahun dengan prevalensi kematian jantung antara 0,6-1,4%
per tahun. Prognosis dapat bervariasi tergantung dasar klinis, karakteristik
fungsional dan anatomi, sebagai contoh oleh Reduction of Atherothrombosis for
Continued Health (REACH) pasien yang memiliki risiko sangat tinggi yaitu
dengan penyakit arteri perifer atau sudah infark miokard sebelumnya dan hampir
50% dengan diabetes.16

2.3 Etiologi
Nyeri dada : 16
1. Angina tipikal : Memenuhi 3 kriteria berikut :

7
1. Rasa tidak nyaman di substernal dengan
karakterisktik dan durasi
2. Provokasi oleh aktivitas atau stress emosional
3. Berkurang dengan istirahat dan atau pemberian
nitrat
2. Angina atipikal : Memenuhi 2 dari 3 kriteria
3. Non nyeri dada angina : Memenuhi 1 atau tidak ada dari kriteria
Hal- hal yang dapat menyebabkan nyeri dada :15
1. Kardiak : sindroma koroner akut, prolaps katup mitral, stenosis aorta,
regurgitasi aorta, perikarditis.
2. Non kardiak
Paru : emboli paru, pluritis, pneumothorax, pneumonia.
GIT : refluks esophagus, rupture esophagus, ulkus peptikum,
pankreatitis
Vaskular : diseksi aorta/ aneurisma.
Lain-lain : Muskuloskletal pain, herpes zoster
2.4 Patofisiologi

Aterosklerosis dimulai ketika kolesterol tertimbun di intima besar.

Timbunan ini dinamakan ateroma atau plak yang akan mengganggu absorbsi

nutrien oleh sel-sel endotel yang menyusun lapisan dinding dalam pembuluh

darah dan menyumbat aliran darah karena timbunan ini menonjol ke lumen

pembuluh darah. Endotel pembuluh darah yang terkena akan mengalami nekrotik

dan menjadi jaringan parut, selanjutnya leumen menjadi semakin sempit dan

aliran darah terhambat.3

Kebutuhan oksiggen yang melebihi kapasitas suplai oksigen oleh

pembuluh darag yang mengalami gangguan menyebabkan terjadinya iskemia

mikardium lokal. Iskemia yang bersifat sementara akan menyebabkan perubahan

reversible pada tingkat sel dan jaringan, dan menekan fungsi mikardium. Apabila

8
iskemia ini berlangsung lebih dari 30 – 45 menit akan menyebabkan kerusakan sel

yang sifatnya irreversible serta nekrosis akan berhenti berkontraksi secara

permanen. Otot yang mengalami infark mula-mula akan tampak memar dan

siantoik akibat berkurangnya aliran darah regional. Dalam waktu 24 jam akan

timbul edema pada sel-sel, respon peradangan disertai infiltrasi leukosit. Enzim-

enzim jantung akan dilepaskan sel-sel yang mengalami kematian.

Menjelang hari kedua atau ketiga, mulia terjadi proses degradasi jaringan

dan pembuangan semua serabut nekrotik. Selama fase ini dinding nekrotik relatif

tipis. Pada waktu sekitar minggu ketiga, akan mulai terbentuk jadringan parut,

lambar laun jaringan ikat fibrosa menggantikan otot yang nekrosis dan mengalami

penebalan yang progresif. Pada minggu keenam, jaringan parut sudah terbentuk

dengan jelas sehingga akan menurunkan fungsi ventrikel karena otot yang

nekrosis kehilangan daya kontraksi sedangkan otot yang iskemia disekitarnya juga

mengalami gangguan daya kontraksi.

Suatu plak aterosklerosis lanjut, menunjukkan beberapa ciri yang khas.12:

1. Dinding arteri menebal secara fokal oleh proliferasi sel otot polos intima

dan deposisi jaringan ikat fibrosa sehingga membentuk suatu selubung

fibrosa yang keras. Selubung ini menonjol ke dalam lumen vaskular yang

mengakibatkan aliran darah berkurang dan seringkali menyebabkan

iskemia pada jaringan yang disuplai oleh arteri yang mengalami

penebalan.

2. Suatu kumpulan lunak dari lipid ekstraseluler dan debris berakumulasi di

bawah selubung fibrosa. Akumulasi lemak melemahkan dinding arteri

9
yang mengakibatkan selubung fibrosa robek sehingga darah masuk ke

dalam lesi dan terbentuk trombus. Trombus dapat terbawa melalui aliran

darah sehingga menyebabkan embolisasi (penyumbatan) pembuluh darah

yang lebih kecil. Sumbatan ini dapat menyebabkan infark miokard jika

terjadi dalam koroner.

3. Endotel di atas lesi dapat menghilang sebagian atau seluruhnya. Hal ini

dapat menyebabkan pembentukan trombus yang terus berlanjut sehingga

menyebabkan pembentukan trombus yang terus berlanjut sehingga

menyebabkan oklusi aliran intermitten seperti pada angina tidak stabil.

4. Lapisan sel otot polos media di bawah lesi mengalami degenerasi. Hal ini

melemahkan dinding vaskuler yang dapat mengembang dan akhirnya

mengakibatkan ruptur atau aneurisma.

Arteri yang mengalami aterosklerotik dapat mengalami spasme sehingga dapat

menghambat darah dan memacu pembentukan trombus.

10
Gambar 2.1 Proses Aterosklerotik

Sumber:http//medicastore.com/penyakit/137/Aterosklerosis_Atherosclerosis.h

tml

11
Proses terjadinya APS diawali dengan adanya stimulasi injuri yang

menyebabkan kerusakan endotel mengakibatkan proliferasi sel otot polos dan

berpindahnya makrofag kedalam dinding darah. APS merupakan nyeri dada yang

terjadu dalam periode lama dengan frekuensi, durasi dan intensitas gejalanya sama

dengan nyeri dada yang dirasakan sebelumnya. Nyeri yang dirasakan di dada atau

rasa tidak enak di dada, rahang, bahu, punggung atau lengan yang berkaitan

dengan keurangnya aliran darah ke jantung, tanpa disertai kerusakan sel-sel

jantung. Biasanya APS dicetuskan oleh suatu aktivitas fisik atau stres emosi dan

hilang dengan obat nitrat. Gambaran EKG pada pendderita ini tidak khas dapat

terjadi ST depresi yang mengindikasi adanya iskemik.

APS diawali dengan adanya stenosis atherosklerosis dari pembuluh darah


koroner yang akan mengurangi suplai darah ke jantung. APS merupakan nyeri
dada paroxysmal atau ketidaknyamanan pada dada yang dapat muncul karena
latihan fisik (misal: jalan kaki 20 feet), emosi yang dapat menyebabkan perfusi
koroner menjadi tidak adekuat dan mengakibatkan iskemia pada miokard.
Normalnya PAS hilang dengan istirahat atau pemberian nitroglyserin atau
keduanya.13

2.5 Manifestasi Klinis

1. Lokasi
Rasa tidak nyaman pada area retrosternal, mengalami penjalaran ke
leher, bahu, lengan, epigastrium, punggung.
2. Berhubungan dengan pencetus
Nyeri dada dicetuskan oleh stress emosional, dingin, merokok.
3. Sifat
Menggambarkan nyeri yang terasa seperti tertindih, terbakar, berat,
dan sesekali ada sensasi panas atau dingin.
4. Durasi

12
Nyeri dada dihubungkan dengan iskemik tipikal selama 3 – 5 menit.
Biasanya nyeri dada kurang 30 menit tanpa diakibatkan oleh infark
miokard. Nyeri dada dicetuskan oleh emosi dan latihan.
5. Nyeri dada dikatakan nyeri tipikal menggambarkan karakter nyeri
substernal biasa dicetuskan oleh stress, dan menghilang dengan
istirahat atau dengan obat nitrogliserin, dianggap atipikal jika
melibatkan dua dari kriteria tersebut.

6. Klasifikasi
Klasifikasi untuk menilai tingkat keparahan bisa dengan CCS yang
paling terbanyak dan bisa dengan skala aktivitas spesifik, indeks status
aktivitas duke, dan klasifikasi braunwald.

Klasifikasi Derajat Severitas Angina Berdasarkan Canadian Cardiovascular


Society 16

2.6 Pemeriksaan Penunjang

13
1. Pemeriksaan Dasar : 16

a. Tes Biokimia

Tes ini digunakan untuk mengidentifikasi penyebab kemungkinan adanya


iskemik, faktor risiko kardiovaskular, dan menentukan diagnosis. Gula darah
puasa dan HbA1c diukur untuk pasien suspek CAD. Metabolisme glukosa sangat
penting diketahui karena berhubungan dengan risiko diabetes. Disfungsi ginjal
terjadi berhubungan dengan hipertensi, diabetes, atau penyakit renovaskular yang
bagian dari prognosis pada pasien dengan angina pektoris stabil.

b. Elektrokardiogram saat istirahat

Semua pasien dengan kecurigaan CAD harus dilakukan EKG istirahat 12


lead. EKG istirahat yang normal umum didapatkan, namun dapat pula
menunjukkan tanda-tanda CAD seperti old MCI atau pola repolarisasi tidak
normal. EKG dapat membantu dalam membandingkan keadaan berikutnya dan
dapat mengklarifikasi diagnosis banding jika diambil dengan adanya nyeri dada,
dan dapat digunakan sebagai stratifikasi risiko.

c. Ekokardiografi saat istirahat

Ekokardiografi saat istirahat memberikan informasi tentang struktur dan


fungsi jantung. Meski fungsi ventrikel kiri sering normal namun pada pasien ini
abnormalitas gerakan dinding dapat dideteksi yang meningkatkan kemungkinan
CAD. Ekokardiografi sangat berguna untuk pasien dengan murmur, old MCI, atau

14
gejala/ tanda gagal jantung. Deteksi meningkat ketika ketebalan intima-media atau
plak, menetapkan adanya penyakit ateroskleroti dan dilakukan intervensi
pencegahan.

d. X- ray dinding dada

X-ray dinding dada digunakan untuk membantu diagnosis dan stratifikasi


ririko.

15
Pasien dengan nyeri dada angina PTP <15% (kemungkinan yang rendah)
untuk CAD harus memiliki penyakit jantung lain selain nyeri dada dan faktor
risiko kardiovaskular. Tidak ada stres invasive spesifik yang harus dilakukan.
Pasien dengan PTP 15–85% harus melakukan tes non invasif lebih lanjut. Pada
pasien dengan PTP >85% klinis, diagnosis CAD harus dibuat secara klinis.16

Angina pektoris CCS1-2: Dilakukan pemeriksaan ischemic stress test


meliputi treadmill test, atau echocardiografi stress test, atau stress test perfusion
scanning atau MRI. MSCT dilakukan sebagai alternatif pemeriksaan penunjang
lain.15

Angina pektoris CCS3-4 (simptomatik) atau riwayat infark miokard lama :


Memerlukan pemeriksaan angiografi koroner perkutan. Pemeriksaan angiografi

16
koroner dapat dikerjakan pada pasien usia >40 tahun yang akan menjalani
prosedur bedah jantung.15

2.7 Diagnosis
1. Anamnesis
- Nyeri dada
o Substernal saat aktifitas
o Dapat menjalar ke lengan kiri, punggung, rahang, dan ulu hati
- Terdapat salah satu atau lebih faktor risiko: kencing manis,
kolesterol, darah tinggi, dan keturunan.
2. Pemeriksaan Fisik
Umumnya dalam batas normal, kecuali ada komplikasi dan atau
komorbiditi.
3. EKG
EKG 12 lead harus dilakukan untuk pasien dengan dugaan angina. EKG
12 lead yang abnormal saat istirahat meningkat kemungkinan terjadi PJK.
4. Angiografi koroner
Merupakan investigasi invasif dan memerlukan spesialisasi jantung,
angiografi koroner untuk pasien risiko tinggi dan perawatan medis yang optimal
dan mungkin membutuhkan revaskularisasi. Angiografi dapat mengetahui fungsi
ventrikular kiri dan katup. Angiografi koroner harus dipertimbangkan setelah tes
non-invasif di mana pasien diidentifikasi berisiko tinggi atau di mana diagnosis
tetap tidak jelas.15
Tatalaksana
1. Medika Mentosa15
- Aspilet 1x80-160mg
- Simvastatin 1x20-40 mg atau Atorvastatin 1x20-40 mg atau
Rosuvastatin 1x10-20 mg
- Betabloker: Bisoprolol 1x5-10 mg/ Carvedilol 2x25 mg/
- Atau Metoprolol 2x50mg, Ivabradine 2x5mg jika pasien intoleran
dengan beta bloker
- Isosorbid dinitrat 3x 5-20mg atau Isosorbid mononitrat 2x 20mg

17
2. PCI atau CABG15
- Intervensi koroner perkutan (PCI) atau CABG elektif dilakukan jika
ditemukan bukti iskemik dari pemeriksaan penunjang di atas disertai
lesi signifikan berdasarkan pemeriksaan angiografi koroner.
- Kriteria lesi signifikan : LM stenosis 50%, LAD stenosis di
osteal/proksimal >50%, LAD stenosis di mid-distal > 70%, LCx
stenosis > 70%, dan RCA stenosis >70%.
- Pada lesi-lesi non signifikan yang dijumpai bukti adanya iskemia yang
luas memerlukan pemeriksaan menggunakan FFR (flow fraction
ration). Nilai FFR < 0,8 menunjukkan lesi signifikan. Pada tempat
yang tidak memiliki fasilitas FFR maka pemeriksaan iskemik stress
test dapat membantu apakah lesi sebagai penyebab iskemik.
- Indikasi CABG : Lesi multiple stenosis (> 2 pembuluh koroner)
dengan atau tanpa diabetes mellitus.
- Pada kasus-kasus multivessel disease dimana CABG mempunyai
risiko tinggi (Fraksi ejeksi rendah, usia >75 tahun atau pembuluh distal

18
kurang baik untuk grafting) maka dapat dilakukan PCI selektif dan
bertahap (selective and Stagging PCI) dengan mempertimbangkan
kondisi klinis pasien, lama radiasi, jumlah zat kontras dan lama
tindakan.
- PCI lanjutan dapat dikerjakan dalam kurun waktu 1-3 bulan kemudian
jika kondisi klinis stabil.
- PCI lanjutan harus dipercepat jika terdapat keluhan bermakna
(simptomatik).
2.8 Pronosis dan Komplikasi
Prognosis dipengaruhi oleh fungsi ventrikel kiri, jumlah pembuluh darah
koroner dengan stenosis yang signifikan, dan luas miokard yang dipengaruhi
iskemia. Risiko mortalitas rendah <1% per tahun, intermediet ≥ 1% dan ≤ 3%
per tahun, tinggi >3%. 16

19
BAB 3
KESIMPULAN

1. Angina pektoris stabil (APS) adalah nyeri dada yang tercetus oleh karena
adanya beban yang berlebih, dimana nyerinya berkurang dengan istirahat
atau pemberian nitrat. Hal ini disebabkan oleh suplai oksigen tidak dapat
memenuhi kebutuhan oksigen jantung.
2. Diagnosis APS ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik,
pemeriksaan penunjang ; EKG, exercise test, rontgen thorax.
Penatalaksanaan APS dengan medika mentosa atau PCI atau CABG.

20
DAFTAR PUSTAKA

1. Anonim. Pharmaceutical Care Untuk Penyakit Hipertensi. Direktorat


Bina Farmasi Komunitas Data Klinik Departemen Kesehatan RI. 2006
2. Yahya. Menaklukkan Pembunuh No.1: Mencegah dan Mengatasi
Jantung Koroner Secara Tepat dan Cepat. Quanita Mizan Pustaka
Anggota IKAPI.2010
3. Smeltze SC, Bare BG. Buku Ajar Medikal Bedah. EGC.2002
4. WHO. Epidemiology and Prevention of Cardivascular Disease in-
Elderly.2007
5. Setiawan. Validasi Skor Thrombolysis in Myocardial Infarction
(TIMI) dalam Memprediksi Mortalitas Pasien SKA di Indonesia.2011
6. Alwi I. Sindrome Koroner Akut Pada Usia Lanjut. Internal
Publishing.2006
7. Trisnohadi HB. Perkembangan terbaru penatalaksanaan sindrome
koroner akut.Ilmu penyakit dalam UI.2002
8. Seymour DG. Perioperative and postoperative medical assesment of
geriatric medicine.2006
9. Lilly LS. Pathofisiology of Heart Disease. 5th Edition.2011
10. Genes J, Pederson TR. Prevention Cardiovascular Ischemic Events:
High Risk and Secondary Prevention.2003
11. Soeharto I. Penyakit jantung koroner dan serangan jantung koroner:
pencegahan penyembuhan rehabilitasi panduan bagi masyrakat umum.
2004
12. Aaronson PI, Ward. Sistem Kardivaskular: at a glance. 2010
13. Black JM, Hawk JH. Medical surgical nursing:Clinical Management
for positive outcomes. 2009
14. American Heart Association. Angina pektoris stabil. 2015. Retrieved
from http://www.heart.org/HEARTORG/.

21
15. PERKI. Panduan praktik klinis dan clinical pathway penyakit jantung
dan pembuluh. Edisi pertama. Jakarta. Centra communications; 2016.
16. ESC. Guidelines for on the management of stable coronary artery
disease: The Task Force on the management of stable coronary artery
disease of the European Society of Cardiology. European Heart
Journal;2013: 2949-3003.

22

Anda mungkin juga menyukai