Anda di halaman 1dari 43

Laporan Kasus

Skala Nyeri

Oleh :
Resy Shafira Pratiwi, S.Ked
71 2019 044

Dosen Pembimbing Klinik :


dr. Hj. Isma Yulianti, Sp.S.

SMF/BAGIAN ILMU SYARAF


RUMAH SAKIT MUHAMMADIYAH PALEMBANG
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
PALEMBANG
2020

1
HALAMAN PENGESAHAN

Referat

Judul:
Skala Nyeri
Oleh:
Resy Shafira Pratiwi, S.Ked
71 2019 044

Telah dilaksanakan pada bulan Agustus 2020 sebagai salah satu syarat dalam
mengikuti Kepaniteraan Klinik Senior di SMF/Bagian Ilmu Syaraf, Rumah Sakit
Umum Daerah Palembang BARI Fakultas Kedokteran Universitas
Muhammadiyah Palembang.

Palembang, Agustus 2020


Pembimbing

dr. Hj. Isma Yulianti, Sp.S

2
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan referat yang berjudul “Skala
Nyeri” sebagai salah satu syarat untuk mengikuti Kepaniteraan Klinik Senior di
SMF/Bagian Ilmu Syaraf Rumah Sakit Umum Daerah Palembang BARI Fakultas
Kedokteran Universitas Muhammadiyah Palembang.
Shalawat dan salam selalu tercurah kepada Rasulullah Muhammad SAW
beserta para keluarga, sahabat, dan pengikutnya sampai akhir zaman.
Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa hormat dan terima
kasih kepada :
1. dr. Hj. Isma Yulianti, Sp.S. selaku pembimbing Kepaniteraan Klinik
Senior di SMF/Bagian Ilmu Syaraf Rumah Sakit Umum Daerah
Palembang BARI Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah
Palembang yang telah memberikan masukan, arahan, serta bimbingan
dalam penyelesaian referat ini
2. Rekan-rekan co-assistensi atas bantuan dan kerjasamanya.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyusunan referat ini masih
banyak terdapat kesalahan dan kekurangan. Oleh karena itu, segala saran dan
kritik yang bersifat membangun sangat kami harapkan.
Semoga Allah SWT memberikan balasan pahala atas segala amal yang telah
diberikan dan semoga referat ini dapat bermanfaat bagi semua dan perkembangan
ilmu pengetahuan kedokteran. Semoga selalu dalam lindungan Allah SWT. Amin.

Palembang, Agustus 2020

Penulis

3
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ......................................................................................i


HALAMAN PENGESAHAN........................................................................ii
KATA PENGANTAR DAN UCAPAN TERIMA KASIH..........................iii
DAFTAR ISI...................................................................................................iv
BAB I PENDAHULUAN...............................................................................1
1.1.............................................................................................................. Lata
r Belakang ...........................................................................................1
1.2.............................................................................................................. Tuju
an .........................................................................................................2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA....................................................................3
2.1 Definisi ...............................................................................................3
2.2 Mekanisme Nyeri ...............................................................................3
2.3 Klasifikasi Nyeri..................................................................................5
2.4 Derajat Nyeri ......................................................................................7
2.5 Faktor-faktor yang mempengaruhi nyeri ............................................8
2.6 Penilaian Skala Nyeri..........................................................................10
2.7 Penatalaksanaan Nyeri.........................................................................25
BAB III KESIMPULAN
3.1. Kesimpulan ........................................................................................33
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................34

4
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Nyeri adalah bentuk pengalaman sensorik dan emosional yang tidak
menyenangkan yang berhubungan dengan adanya kerusakan jaringan atau
cenderung akan terjadi kerusakan jaringan atau suatu keadaan yang menunjukkan
kerusakan jaringan. Nyeri sering timbul sebagai manifestasi klinis pada suatu
proses patologis, dimana nyeri tersebut memrovokasi saraf - saraf sensorik nyeri
menghasilkan reaksi ketidaknyamanan, distres, atau penderitaan. Nyeri dapat
digolongkan menjadi beberapa jenis yaitu menurut jenis, timbulnya, penyebab dan
derajatnya. Nyeri juga dipengaruhi oleh pengalaman sensori dan emosional yang
dipengaruhi oleh psikologis setiap individu.1

Nyeri berperan sebagai mekanisme dalam memperingatkan individu terhadap


potensi bahaya fisik, oleh karena nyeri merupakan mekanisme pertahanan tubuh
yang berfungsi untuk mencegah kerusakan lebih lanjut dengan memberikan
dorongan untuk keluar dari sesuatu yang menimbulkan nyeri. Nyeri merupakan
sesuatu yang sangat subyektif maka yang dapat mendefinisikan nyeri secara
akurat yaitu individu itu sendiri yang sedang merasakan nyeri.2

Penilaian nyeri merupakan hal yang penting untuk mengetahui intensitas dan
menentukan terapi yang efektif. Intensitas nyeri sebaiknya harus dinilai sedini
mungkin dan sangat diperlukan komunikasi yang baik dengan pasien. Ada
beberapa cara untuk membantu mengetahui akibat nyeri menggunakan skala
assessment nyeri unidimensional (tunggal) atau multidimensi. Skala assessment
nyeri unidimensional ini meliputi Visual Analog Scale (VAS), Verbal Rating Scale
(VRS), Numeric Rating Scale (NRS), Wong Baker Pain Rating Scale. Skala
multidimensional ini meliputi McGill Pain Questionnaire (MPQ), The Brief Pain
Inventory (BPI), Memorial Pain Assessment Card, Catatan harian nyeri (Pain
diary). Secara obyektif pengukuran nyeri dapat menggunakan Behavioral Pain

5
Scale (BPS) dan Critical Care Pain Observation Tool (CPOT) Pada pasien anak
dapat dilakukan penilaian skala nyeri menggunakan Neonatal Infant Pain Scale
dan skala pengukuran berdasarkan tingkah laku yang digunakan antara lain
Children’s Hospital of Eastern Ontario Pain Scale (CHEOPS).

1.2. Tujuan
Adapun maksud dan tujuan dari referat ini adalah sebagai berikut:
1) Diharapkan bagi semua dokter muda agar dapat memahami tentang skala
nyeri.
2) Diharapkan munculnya pola berpikir kritis bagi semua dokter muda
setelah dilakukan diskusi denngan dosen pembimbing klinik tentang skala
nyeri.
3) Diharapkan bagi semua dokter muda agar dapat mengaplikasikan
pemahaman yang didapatkan dalam kegiatan Kepaniteraan Klinik Senior
(KKS) terutama mengenai skala nyeri.

6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi
Nyeri adalah bentuk pengalaman sensorik dan emosional yang tidak
menyenangkan yang berhubungan dengan adanya kerusakan jaringan atau
cenderung akan terjadi kerusakan jaringan atau suatu keadaan yang menunjukkan
kerusakan jaringan. Nyeri adalah sensasi penting bagi tubuh. Provokasi saraf-saraf
sensorik nyeri menghasilkan reaksi ketidaknyamanan, distres, atau penderitaan.1

Nyeri merupakan alarm potensi kerusakan, tidak adanya sistem ini akan
menimbulkan kerusakan yang lebih luas. Gejala dan tanda timbul pada jaringan
normal terpapar stimuli yang kuat biasanya merefleksi intensitas, lokasi dan
durasi dari stimuli tersebut. Tiga jenis stimuli yang dapat merangsang reseptor
nyeri yaitu mekanis, suhu, dan kimiawi. Nyeri dapat merupakan predictor
prognosis, makin berat nyeri maka akan lebih besar kerusakan jaringan.5

2.2. Mekanisme Nyeri

Salah satu teori mengenai nyeri dari Melzack dan Wall (1965) adalah tentang
pengendalian nyeri (Gate Control Theory) yang menjelaskan bagaimana dua jenis
serat saraf yang berbeda (tebal dan tipis) bertemu di korda spinalis dapat
dimodifikasi sebelum ditransmisi ke otak. Sinaps dalam dorsal medulla spinalis
beraktifitas seperti pintu untuk mengijinkan impuls masuk ke otak. Serat yang
tebal akan lebih kuat dan lebih cepat menangani rasa sakit daripada yang tipis.
Ketika kedua sinyal rasa sakit bertemu, sinyal yang lebih kuat cenderung menekan
yang lebih lemah.5

Ada empat tahapan proses terjadinya nyeri:5

a. Transduksi

7
Merupakan proses dimana suatu stimulus nyeri (noxious stimuli) dirubah
menjadi suatu aktifitas listrik yang akan diterima ujung-ujung saraf. Stimulus ini
dapat berupa stimulus fisik (tekanan), suhu (panas) atau kimia (substansi nyeri).
Terjadi perubahan patofisiologis karena mediator-mediator nyeri mempengaruhi
juga nosiseptor diluar daerah trauma sehingga lingkaran nyeri meluas. Selanjutnya
terjadi proses sensitivisasi perifer yaitu menurunnya nilai ambang rangsang
nosiseptor karena pengaruh mediator tersebut dan penurunan pH jaringan).
Kerusakan jaringan karena trauma baik trauma pembedahan atau trauma lainnya
menyebabkan sintesa prostaglandin, dimana prostaglandin inilah yang akan
menyebabkan sensitisasi dari reseptor-reseptor nosiseptif dan dikeluarkannya zat-
zat mediator nyeri seperti histamin, serotonin yang akan m enimbulkan sensasi
nyeri. Keadaan ini dikenal sebagai sensitisasi perifer. Akibatnya nyeri dapat
timbul karena rangsang yang sebelumnya tidak menimbulkan nyeri misalnya
rabaan.

b. Transmisi

Proses penyaluran impuls melalui saraf sensori sebagai lanjutan proses


transduksi melalui serabut A-delta dan serabut C dari perifer ke medulla spinalis,
dimana impuls tersebut mengalami modulasi sebelum diteruskan ke thalamus oleh
tractus spinothalamicus dan sebagian ke traktus spinoretikularis. Traktus
spinoretikularis terutama membawa rangsangan dari organ-organ yang lebih
dalam dan viseral serta berhubungan dengan nyeri yang lebih difus dan
melibatkan emosi. Selain itu juga serabut-serabut saraf disini mempunyai sinaps
interneuron dengan saraf-saraf berdiameter besar dan bermielin. Selanjutnya
impuls disalurkan ke thalamus dan somatosensoris di cortex cerebri dan dirasakan
sebagai persepsi nyeri.

c. Modulasi

Proses perubahan transmisi nyeri yang terjadi disusunan saraf pusat (medulla
spinalis dan otak). Proses terjadinya interaksi antara sistem analgesik endogen
yang dihasilkan oleh tubuh kita dengan input nyeri yang masuk ke kornu posterior

8
medulla spinalis merupakan proses ascenden yang dikontrol oleh otak. Analgesik
endogen (enkefalin, endorphin, serotonin, noradrenalin) dapat menekan impuls
nyeri pada kornu posterior medulla spinalis. Dimana kornu posterior sebagai pintu
dapat terbuka dan tertutup untuk menyalurkan impuls nyeri untuk analgesik
endogen tersebut. Inilah yang menyebabkan persepsi nyeri sangat subjektif pada
setiap orang.

d. Persepsi

Hasil akhir dari proses interaksi yang kompleks dari proses tranduksi, transmisi
dan modulasi yang pada akhirnya akan menghasilkan suatu proses subjektif yang
dikenal sebagai persepsi nyeri, yang diperkirakan terjadi pada thalamus dengan
korteks sebagai diskriminasi dari sensorik.

Gambar 1. Pain Pathway

2.3. Klasifikasi Nyeri

Nyeri dapat digolongkan dalam berbagai cara, yaitu:

A. Berdasarkan durasi terjadinya, nyeri dibagi menjadi:

9
a. Nyeri akut

Nyeri akut yaitu sensasi yang terjadi secara mendadak atau sebagai
respons terhadap beberapa jenis trauma. Penyebab umum nyeri akut
yaitu trauma akibat kecelakaan, infeksi, serta pembedahan. Nyeri akut
terjadi dalam periode waktu yang singkat yaitu sekitar 6 bulan atau
kurang dan biasanya bersifat intermiten (sesekali), tidak konstan.
Apabila penyebab mendasar diterapi secara rutin nyeri akut cepat
menghilang.2

b. Nyeri kronik

Nyeri kronis atau disebut dengan nyeri neuropatik yaitu suatu


ketidaknyamanan yang berlangsung dalam periode waktu yang lama
yaitu (6 bulan atau lebih) dan kadang bersifat selamanya. Penyebab
nyeri kronis sering kali tidak diketahui. Nyeri kronis terjadi akibat
kesalahan sistem saraf dalam memproses input (asupan) sensori. Nyeri
kronis membutuhkan waktu yang lama dalam periode waktu pemulihan
normal dibanding nyeri akut. Individu yang mengalami nyeri kronis
biasanya akan melaporkan rasa yang terbakar, sensasi kesemutan, dan
nyeri tertembak.2

c. Nyeri Alih (Referred pain)

Nyeri alih yaitu nyeri yang berasal dari satu bagian tubuh, namun
dipersepsikan di bagian tubuh lain. Nyeri alih paling sering berasal dari
dalam visera (organ internal) dan dapat dipersepsikan di kulit, walau
sebenernya dapat dipersepsikan dalam organ internal yang lain.2

B. Berdasarkan sifatnya, nyeri dibagi menjadi:6

a. Nyeri fisiologis adalah sensor normal yang berfungsi sebagai alat


proteksi tubuh

b. Nyeri patologis adalah sensor abnormal yang menderitakan seseorang.

10
C. Berdasarkan sumbernya, nyeri dibagi menjadi:6

a. Nyeri Kutan (Cutaneus Pain).

Nyeri berasal dari kulit dan jaringan subkutan. Lokasi sumber nyeri
biasanya diketahui dengan pasti dan nyeri biasanya tajam serta rasa
terbakar.

b. Nyeri Somatis Dalam (Deep Somatic Pain).

Nyeri berasal dari otot, tendon, sendi, pembuluh darah atau tulang. Sifat
nyeri biasanya menyebar.

c. Nyeri Visera (Visceral Pain).

Nyeri berasal dari organ internal, misalnya: Ulser pada lambung,


appendicitis atau batu ginjal. Sensasi nyeri disalurkan dari organ
melalui saraf simpatis atau parasimpatis ke susunan saraf pusat.

d. Psychogenic Pain; dipengaruhi oleh pengalaman fisik dan mental


seseorang.

D. Berdasarkan penyebabnya, nyeri dibagi menjadi:6

a. Neuropatik, berkaitan dengan adanya gangguan/masalah pada sistem


saraf baik pusat maupun perifer, contohnya post-stroke pain

b. Nosciceptive, berkaitan dengan adanya gangguan/masalah pada


jaringan tubuh (musculoskeletal, kutaneus, atau visceral), contohnya
nyeri inflamasi.

11
c. Campuran, berkaitan dengan komponen neuropati dan nosciceptive,
contohnya LBP disertai radiculopathy.

2.4. Derajat Nyeri


Pengukuran derajat nyeri sebaiknya dilakukan dengan tepat karena sangat
dipengaruhi oleh faktor subyektif seperti faktor fisiologis, psikologi, lingkungan.
Karenanya, anamnesis berdasarkan pada pelaporan mandiri pasien yang bersifat
sensitif dan konsisten sangatlah penting. Pada keadaan di mana tidak mungkin
mendapatkan penilaian mandiri pasien seperti pada keadaan gangguang
kesadaran, gangguan kognitif, pasien pediatrik, kegagalan komunikasi, tidak
adanya kerjasama atau ansietas hebat dibutuhkan cara pengukuran yang lain. Pada
saat ini nyeri di tetapkan sebagai tanda vital kelima yang bertujuan untuk
meningkatkan kepedulian akan rasa nyeri dan diharapkan dapat memperbaiki
tatalaksana nyeri akut.1

Berbagai cara dipakai untuk mengukur derajat nyeri, cara yang sederhana
dengan menentukan derajat nyeri secara kualitatif sebagai berikut:1

1. Nyeri ringan adalah nyeri yang hilang timbul, terutama sewaktu melakukan
aktivitas sehari-hari dan hilang pada waktu tidur.

2. Nyeri sedang adalah nyeri terus menerus, aktivitas terganggu, yang hanya
hilang apabila penderita tidur.

3. Nyeri berat adalah nyeri yang berlangsung terus menerus sepanjang hari,
penderita tak dapat tidur atau sering terjaga oleh gangguan nyeri sewaktu
tidur.

2.5. Faktor-faktor yang mempengaruhi nyeri


Reaksi pasien terhadap nyeri sangat personal dan memberikan berbagai
variasi terhadap pengalaman nyeri antar individu:2

1) Persepsi nyeri

Persepsi nyeri atau interpretasi nyeri merupakan komponen penting dalam


pengalaman nyeri. Oleh karena kita menerima dan menginterpretasikan nyeri

12
juga dirasakan berbeda pada tiap individu. Persepsi nyeri tidak hanya
bergantung dari derajat kerusakan fisik. Baik stimulus fisik maupun faktor
psikososial dapat memengaruhi pengalaman kita akan nyeri. Walaupun
beberapa ahli setuju mengenai efek spesifik dari faktor-faktor ini dalam
memengaruhi persepsi nyeri yaitu kecemasan, pengalaman, perhatian, harapan,
dan arti di balik situasi pada saat terjadinya cedera.

2) Faktor sosiobudaya

Ras, budaya, dan etnik merupakan faktor yang memengaruhi seluruh respons
sensori, termasuk respons terhadap nyeri. Peneliti menemukan bahwa penilaian
perawat mengenai nyeri yang dialami pasien dipengaruhi oleh kepercayaan dan
budaya mereka sendiri.

3) Usia

Terdapat beberapa variasi dalam batas nyeri yang dikaitkan dengan kronologis
usia. Individu dewasa mungkin tidak melaporkan adanya nyeri karena takut
bahwa hal tersebut mengindikasikan diagnosis yang buruk. Nyeri juga dapat
berarti kelemahan, kegagalan, atau kehilangan kontrol bagi orang dewasa.

4) Jenis Kelamin

Jenis kelamin dapat menjadi faktor dalam respon nyeri, anak laki-laki jarang
melaporkan nyeri dibandingkan anak perempuan. Di beberapa budaya di
Amerika Serikat, laki-laki jarang mengekspresikan nyeri dibandingkan anak
perempuan. Hal ini tidak berarti jika anak laki-laki jarang merasakan nyeri,
namun mereka jarang memperlihatkan hal itu.

5) Pengalaman Sebelumnya Mengenai Nyeri

Pengalaman sebelumnya mengenai nyeri memengaruhi persepsi akan nyeri


yang di alami saat ini oleh pasien. Individu yang mengalami pengalaman buruk
sebelumnya mungkin menerima episode selanjutnya dengan lebih intens

13
meskipun dengan kondisi medis yang sama. Sebaliknya, klien mungkin melihat
pengalaman mendatang secara positif karena tidak seburuk sebelumnya.

6) Arti Nyeri

Beberapa pasien dapat lebih mudah menerima nyeri dibandingkan pasien lain,
bergantung pada keadaan dan interpretasi pasien mengenai makna nyeri
tersebut. Seorang pasien yang menghubungkan rasa nyeri dengan hasil akhir
yang positif dapat menahan nyeri dengan sangat baik. Sebaliknya pasien yang
nyeri kroniknya tidak mereda dapat merasa lebih menderita.

7) Ansietas

Ansietas sering kali menyertai nyeri. Ancaman dari sesuatu yang tidak
diketahui dan ketidakmampuan mengontrol nyeri atau peristiwa yang
menyertai nyeri sering kali memperburuk persepsi nyeri. Seseorang yang
mengalami nyeri percaya bahwa mereka dapat mengontrol nyeri akan
mengalami penurunan rasa takut dan ansietas yang akan menurunkan persepsi
nyeri mereka.

8) Efek Plasebo

Plasebo biasa diberikan saat pemberi layanan kesehatan meragukan apakah


klien benar-benar merasakan nyeri. Plasebo adalah pil yang berbentuk seperti
obat biasa namun tidak memiliki sifat atau kandungan obat. Ketika klien
diberikan plasebo, mereka diberitahu bahwa pil tersebut mengandung obat
untuk mengatasi nyeri. Saat ini dilaporkan bahwa 30 % hingga 70% individu
yang diberikan plasebo menyatakan nyeri mereka berkurang atau reda pada
waktu singkat.

2.6. Penilaian Skala Nyeri


Intensitas nyeri merupakan suatu gambaran untuk mendeskripsikan seberapa
parah nyeri yang dirasakan oleh klien, pengukuran nyeri sangat subyektif dan
bersifat individual sehingga intensitas nyeri yang dirasakan akan berbeda dengan
individu lainnya. Penilaian dan pengukuran derajat nyeri sangatlah penting dalam

14
proses diagnosis penyebab nyeri, sehingga dapat dilakukan tindakan selanjutnya
yang tepat meliputi tindakan farmakologi dan tindakan non farmakologi. Ada
beberapa cara untuk membantu mengetahui akibat nyeri menggunakan skala
assessment nyeri, yaitu:

A. Unidimensional

1. Visual Analog Scale (VAS)

Visual analog scale (VAS) adalah cara yang paling banyak digunakan untuk
menilai nyeri. Skala linier ini menggambarkan secara visual gradasi tingkat nyeri
yang mungkin dialami seorang pasien. Rentang nyeri diwakili sebagai garis
sepanjang 10 cm, dengan atau tanpa tanda pada tiap sentimeter. Tanda pada
kedua ujung garis ini dapat berupa angka atau pernyataan deskriptif.1

Ujung yang satu mewakili tidak ada nyeri, sedangkan ujung yang lain mewakili
rasa nyeri terparah yang mungkin terjadi. Skala dapat dibuat vertikal atau
horizontal. VAS juga dapat diadaptasi menjadi skala hilangnya/reda rasa nyeri.
Digunakan pada pasien anak >8 tahun dan dewasa. Manfaat utama VAS adalah
penggunaannya sangat mudah dan sederhana. Namun, untuk periode pasca
bedah, VAS tidak banyak bermanfaat karena VAS memerlukan koordinasi
visual dan motorik serta kemampuan konsentrasi.1

Gambar 4. Visual Analog Scale (VAS)

15
2. Verbal Rating Scale (VRS)

Skala ini memakai dua ujung yang sama seperti VAS atau skala reda nyeri.
Skala verbal menggunakan kata-kata dan bukan garis atau angka untuk
menggambarkan tingkat nyeri. Skala yang digunakan dapat berupa tidak ada
nyeri, sedang, parah. Hilang/redanya nyeri dapat dinyatakan sebagai sama sekali
tidak hilang, sedikit berkurang, cukup berkurang, baik/nyeri hilang sama sekali.
Pemeriksa menunjukkan ke pasien tentang skala tersebut dan meminta pasien
untuk memilih skala nyeri terbaru yang dirasakan. Pemeriksa juga menanyakan
seberapa jauh nyeri terasa paling menyakitkan dan seberapa jauh nyeri terasa
tidak menyakitkan. Kekurangan skala ini membatasi pilihan kata klien sehingga
skala ini tidak dapat membedakan berbagai tipe nyeri.2

Gambar 5. Verbal Rating Scale (VRS)

3. Numeric Rating Scale (NRS)

Numeric Rating Scale (NRS) ini didasari pada skala angka 1-10 untuk
menggambarkan kualitas nyeri yang dirasakan pasien. NRS diklaim lebih mudah
dipahami, lebih sensitif terhadap jenis kelamin, etnis, hingga dosis. NRS juga
lebih efektif untuk mendeteksi penyebab nyeri akut ketimbang VAS dan VRS.

Namun, kekurangannya adalah keterbatasan pilihan kata untuk menggambarkan


rasa nyeri, tidak memungkinkan untuk membedakan tingkat nyeri dengan lebih
teliti dan dianggap terdapat jarak yang sama antar kata yang menggambarkan
efek analgesik. Skala numerik dari 0 hingga 10, di bawah, nol (0) merupakan
keadaan tanpa atau bebas nyeri, sedangkan sepuluh (10), suatu nyeri yang sangat
hebat.2

16
Gambar 6. Numeric Rating Scale (NRS)

4. Wong Baker Pain Rating Scale

Skala ini terdiri atas enam wajah dengan profil kartun yang menggambarkan
wajah yang sedang tersenyum untuk menandai tidak adanya rasa nyeri yang
dirasakan, kemudian secara bertahap meningkat menjadi wajah kurang
bahagia, wajah sangat sedih, sampai wajah yang sangat ketakutan yang berati
skala nyeri yang dirasakan sangat nyeri.3

Skala nyeri ini banyak digunakan pada pasien pediatrik dengan kesulitan atau
keterbatasan verbal. Dijelaskan kepada pasien mengenai perubahan mimik
wajah sesuai rasa nyeri dan pasien memilih sesuai rasa nyeri yang
dirasakannya.3

Gambar 7. Wong Baker Pain Rating Scale

B. Multidimensional

1. McGill Pain Questionnaire (MPQ)

17
Terdiri dari 78 kata sifat/ajektif, yang dibagi ke dalam 20 kelompok. Setiap set
mengandung sekitar 6 kata yang menggambarkan kualitas nyeri yang makin
meningkat. Kelompok 1 sampai 10 menggambarkan kualitas sensorik nyeri
(misalnya, waktu/temporal, lokasi/spatial, suhu/thermal). Kelompok 11 sampai
15 menggambarkan kualitas efektif nyeri (misalnya stres, takut, sifat-sifat
otonom). Kelompok 16 menggambarkan dimensi evaluasi dan kelompok 17
sampai 20 untuk keterangan lain-lain dan mencakup kata-kata spesifik untuk
kondisi tertentu. Penilaian menggunakan angka diberikan untuk setiap kata sifat
dan kemudian dengan menjumlahkan semua angka berdasarkan pilihan kata
pasien maka akan diperoleh angka total.1

2. The Brief Pain Inventory (BPI)

Adalah kuesioner medis yang digunakan untuk menilai nyeri. Awalnya


digunakan untuk mengassess nyeri kanker, namun sudah divalidasi juga untuk
assessment nyeri kronik.1

3. Memorial Pain Assesment Card

Merupakan instrumen yang cukup valid untuk evaluasi efektivitas dan


pengobatan nyeri kronis secara subjektif. Terdiri atas 4 komponen penilaian
tentang nyeri meliputi intensitas nyeri, deskripsi nyeri, pengurangan nyeri dan
mood.1

18
Gambar 8. Memorial Pain Assesment Card

4. Catatan Harian Nyeri (Pain Diary)

Adalah catatan tertulis atau lisan mengenai pengalaman pasien dan perilakunya.
Jenis laporan ini sangat membantu untuk memantau variasi status penyakit
sehari-hari dan respons pasien terhadap terapi. Pasien mencatat intensitas
nyerinya dan kaitan dengan perilakunya, misalnya aktivitas harian, tidur,
aktivitas seksual, kapan menggunakan obat, makan, merawat rumah dan
aktivitas rekreasi lainnya.1

C. Pengukuran Nyeri Secara Obyektif

Pengukuran nyeri secara obyektif biasanya dilakukan pada pasien kritis yang
menggunakan ventilator, penilaian skala nyeri biasanya menggunakan alat berupa
Nonverbal Adult Pain Assessment Scale (NVPS), Pain Assessment and
Intervention Notation Algorithm (P.A.I.N), Comfort Scale, Behavioural pain scale
(BPS), dan Critical-Care Pain Observasion Tool (CPOT).

1. Behavioral Pain Scale (BPS)

19
BPS digunakan untuk menilai rasa nyeri yang dialami pasien pada prosedur yang
menyakitkan seperti tracheal suctioning ataupun mobilisasi tubuh. BPS terdiri
dari tiga penilaian yaitu ekspresi wajah, pergerakan ekstremitas, dan komplians
dengan mesin ventilator. Setiap sub skala diskoring dari 1 (tidak ada respon)
hingga 4 (respon penuh). Karena itu skor berkisar dari 3 (tidak nyeri) hingga 12
(nyeri maksimal). Skor BPS sama dengan 6 atau lebih dipertimbangkan sebagai
nyeri yang tidak dapat diterima (unacceptable pain).4

Gambar 9. Behavioral Pain Scale (BPS)

2. Critical Care Pain Observation Tool (CPOT)

CPOT dapat dilakukan pada pasien dengan kondisi antara lain: mengalami
penurunan kesadaran dengan GCS >4, tidak mengalami brain injury, memiliki
fungsi motorik yang baik. CPOT terdiri dari empat domain yaitu ekspresi wajah,
pergerakan, tonus otot dan toleransi terhadap ventilator atau vokalisasi (pada
pasien yang tidak menggunakan ventilator). Penilaian CPOT menggunakan skor
0-8, dengan total skor ≥2 menunjukkan adanya nyeri.4

20
Gambar 10. Critical Care Pain Observation Tool (CPOT)

3. Nonverbal Adult Pain Scale (NVPS)

NVPS dikembangkan oleh Odher et al pada tahun 2003 yang digunakan untuk
mengukur nyeri pada pasien dewasa yang terintubasi dan tersedasi. NVPS
merupakan instrumen pengkajian nyeri pengembangan dari instrumen
pengkajian nyeri FLACC (Faces, Legs, Activity, Cry, Consolability).
Komponen dari NVPS antara lain 3 indikator perilaku dan indikator fisiologi
(tekanan darah, denyut jantung, respiratory rate, kulit).

Penilaian dari masing- masing indikator tersebut dari skor 1 sampai 2 dengan
total skor 0 (tidak nyeri) dan 10 (nyeri maksimal). Kelebihan dari NVPS adalah
nilai validitas yang cukup tinggi untuk menilai nyeri pada pasien dewasa,
kekurangan NVPS adalah instrumen hanya dapat digunakan pada pasien yang
tidak sadar dan tersedasi.8

21
Gambar 11. Nonverbal Adult Pain Scale (NVPS)

4. Pain Assessment and Intervention Notation Algorithm (P.A.I.N.)

P.A.I.N Algorithm dikembangkan oleh Puntilo et al pada tahun 1997.


Instrumen tersebut terdiri dari 12 indikator perilaku dan 8 indikator fisiologi.
P.A.I.N digunakan untuk menilai nyeri pasien post operasi di ICU yang
terintubasi dan terpasang ventilator. Instrumen pengkajian nyeri tersebut
digunakan untuk menilai ada tidaknya nyeri pada pasien post operasi, dimana
indikator perilaku pasien dinilai dengan skala Numeric Rating Scale (NRS)
dari skor 0- 10.

Kelemahan instrumen P.A.I.N adalah memerlukan waktu yang lama untuk


menilai nyeri pada pasien karena tersiri dari 12 indikator perilaku dan 8
indikator psikologis, selain itu penilaian indikator perilaku dinilai dari skala
NRS yang dilihat dari sudut pandang perawat dengan skor 0-10.8

22
23
24
Gambar 12. Pain Assessment and Intervention Notation Algorithm

5. Comfort Scale

Comfort Scale merupakan instrumen pengkajian nyeri yang dikembangkan


oleh Ambuel et al pada tahun 1992. Comfort scale digunakan untuk mengukur
tingkat distres psikologis pada pasien kritis anak- anak dibawah usia 18 tahun
dan dewasa yang tersedasi dan terpasang ventilator. Komponen penilaian dari
comfort scale terdiri dari 8 item indikator diantaranya, kewaspadaan,
ketenangan, respon pernapasan, gerakan fisik, ketegangan wajah, gerakan otot,
tekanan darah dan denyut nadi. Setiap item diukur dengan skala dari 1- 5,

25
dimana 1 merupakan tingkat tertinggi tidak berespon dan 5 paling tidak
nyaman. Instrumen comfort scale memiliki kelebihan dan kelemahan,
kelebihannya memiliki indikator psikologis dan indikator perilaku yang dinilai
dari perilaku pasien sebagai tanda adanya nyeri, namun kelemahannya
instrumen tersebut memiliki nilai validitas dan reliabilitas yang sedang jika
digunakan untuk pasien dewasa dengan ventilator.8

Gambar 13. Comfort Scale

D. Pengukuran Skala Nyeri Pada Anak

Pengukuran mandiri (self report measures) adalah pengukuran derajat nyeri


berdasarkan pelaporan tentang nyeri yang dirasakan. Laporan ini dapat
mendeskripsikan perasaan yang berkaitan dengan nyeri. Pengukuran mandiri
adalah gold standard dalam pengukuran derajat pada anak. Pemeriksaan ini
membutuhkan anak yang memiliki kemampuan linguistik dan kognitif, dan tidak
dapat digunakan pada anak dan bayi yang tidak atau belum bisa berbicara.
Pengukuran mandiri pada pasien anak pengkajian nyeri yang digunakan:1

26
 Untuk pasien bayi 0-1 tahun, digunakan skala NIPS (Neonatal Infant Pain
Scale). Karena sistem neurologi belum berkembang sempurna saat bayi
dilahirkan. Sebagian besar perkembangan otak, mielinisasi sistem saraf pusat
dan perifer, terjadi selama tahun pertama kehidupan. Beberapa refleks primitif
sudah ada pada saat dilahirkan, termasuk refleks menarik diri ketika mendapat
stimulus nyeri. Bayi baru lahir seringkali memerlukan stimulus yang kuat
untuk menghasilkan respons dan kemudian dia akan merespons dengan cara
menangis dan menggerakan seluruh tubuh. Kemampuan melokalisasi tempat
stimulus dan untuk menghasilkan respons spesifik motorik anak anak
berkembang seiring dengan tingkat mielinisasi.

Gambar 14. NIPS (Neonatal Infant Pain Scale)

 Untuk pasien anak >8 tahun dan dewasa digunakan VAS (Visual Analog Scale)

 Pada pasien dewasa dan anak >3 tahun yang tidak dapat menggambarkan
intensitas nyerinya dengan angka, digunakan Wong Baker FACES Pain Scale

 Pada anak usia < 3 tahun atau anak dengan gangguan kognitif atau untuk
pasien anak yang tidak dapat dinilai dengan skala lain, digunakan FLACC

27
Behavioral Tool. FLACC singkatan dari Face, Legs, Activity, Cry, and
Consolability.

Perubahan tingkah laku pada anak yang mengalami nyeri antara lain adalah
perubahan suara, ekspresi wajah dan pergerakan badan. Kesulitan yang biasanya
dijumpai adalah membedakan perubahan tingkah laku karena sebab lain (lapar,
haus dan cemas) dengan perubahan tingkah laku karena nyeri. Grunau dan craig
membuat Neonatal Facial Action Coding System (NFACS) yang terdiri dari 10
perubahan fasial yang oleh orang terlatih dapat diidentifikasikan berdasarkan
rekaman vidio. Breau dan Gilbert membuat dan memvalidasi Child Facial Action
Coding System (CFACS). Gambar di bawah menunjukkan perubahan fasial yang
bisa diamati, antara lain kening dengan alis yang menonjol dan lipatan vertical
pada alis, alis dengan ujung tertarik kebawah dan saling mendekat, mata menutup
rapat, hidung melebar, pipi tertarik keatas, mulut terbuka dan dagu gemetar dan
berbentuk segi empat. Perubahan fasial ternyata jauh lebih jelas pada bayi yang
tenang dan bangun dibandingkan bayi pada keadaan tidur. System penilaian nyeri
berdasarkan perubahan ekspresi fasial biasanya hanya digunakan untuk nyeri
tajam, dalam jangka waktu pendek untuk keperluan riset.1

Gambar 15. Respon Fasial Terhadap Nyeri

28
Untuk derajat nyeri yang lama dirasakan, seperti nyeri pasca bedah, skala
pengukuran berdasarkan tingkah laku yang digunakan antara lain Children’s
Hospital of Eastern Ontario Pain Scale (CHEOPS). Pengamatan ini terdiri dari
pengamatan terhadap 6 jenis tingkah laku (menangis, ekspresi fasial, ekspresi
verbal, posisi tubuh, posisi sentuh dan posisi tungkai) pada anak 1 – 5 tahun.1

Gambar 16. Skor Nyeri CHEOPS

2.7. Penatalaksanaan Nyeri


Penatalaksanaan nyeri bersifat sangat individual, dan intervensi yang berhasil
untuk satu orang klien mungkin tidak berhasil untuk klien lain. Ada dua jenis
penatalaksaan nyeri yaitu meliputi tindakan farmakologi dan tindakan non
farmakologi:2

29
1) Terapi farmakologi

Analgesik adalah obat yang meredakan nyeri. Analgesik biasanya efektif jika
diberikan secara teratur atau saat awitan nyeri sangat dini. Analgesik pada
umumnya meredakan nyeri dengan mengubah kadar natrium dan kalium tubuh,
sehingga memperlambat atau memutus transmisi nyeri. Tiga kelas analgesik
umumnya digunakan untuk meredakan nyeri. Ketiga kelas analgesik adalah:7

a) Obat anti-inflamasi non steroid (nonsteroidal anti-inflammatory drugs,


NSAID) non opioid: contoh NSAID antara lain aspirin, ibuprofen, (Morfin),
dan naproksen (naprosyn, Aleve). Obat-obatan ini biasanya diberikan
kepada pasien yang memiliki nyeri ringan sampai sedang. Analgesik
nonopioid lain yang umunya digunakan untuk nyeri ringan adalah
asetaminofen (tylenol).

b) Analgesik opioid/narkotik: contoh yang paling sering digunakan adalah


morfin untuk mengatasi nyeri pada pasien nyeri yang mengalami nyeri
sedang sampai berat.

c) Obat pelengkap (adjuvan): contoh umumnya mencakup antikonvulsan dan


antidepresan. Obat ini dapat membantu meningkatkan alam perasaan klien,
dengan demikian membantu relaksasi otot. Ketika otot relaks, nyeri
membaik dan produksi endorfin sering meningkat.

Semua obat yang mempunyai efek analgetika biasanya efektif untuk mengatasi
nyeri akut. Hal ini dimungkinkan karena nyeri akut akan mereda atau hilang
sejalan dengan laju proses penyembuhan jaringan yang sakit. Dalam
melaksanakan farmakoterapi terdapat beberapa prinsip umum dalam
pengobatan nyeri. Perlu diketahui sejumlah terbatas obat dan pertimbangkan
berikut:7

1. Bisakan pasien minum analgesik oral?

2. Apakah pasien perlu pemberian iv untuk mendapat efek analgesik cepat?

30
3. Bisakan anestesi lokal mengatasi nyeri lebih baik, atau digunakan dalam
kombinasi dengan analgesik sistemik?

4. Bisakan digunakan metode lain untuk membantu meredakan nyeri, misal


pemasangan bidai untuk fraktur, pembalut luka bakar.

Praktik dalam tatalaksana nyeri, secara garis besar stategi farmakologi


mengikuti ”WHO Three Step Analgesic Ladder” yaitu:7

1. Tahap pertama dengan menggunakan abat analgetik nonopiat seperti


NSAID atau COX2 spesific inhibitors.

2. Tahap kedua, dilakukan jika pasien masih mengeluh nyeri. Maka diberikan
obat-obat seperti pada tahap 1 ditambah opiat secara intermiten.

3. Tahap ketiga, dengan memberikan obat pada tahap 2 ditambah opiat yang
lebih kuat.

Penanganan nyeri berdasarkan patofisiologi nyeri paada proses transduksi


dapat diberikan anestesik lokal dan atau obat anti radang non steroid, pada
transmisi inpuls saraf dapat diberikan obat-obatan anestetik lokal, pada proses
modulasi diberikan kombinasi anestetik lokal, narkotik, dan atau klonidin, dan
pada persepsi diberikan anestetik umum, narkotik, atau parasetamol.

Gambar 17. WHO Three Step Analgesic Ladder

Pada dasarnya ada 3 kelompok obat yang mempunyai efek analgetika yang
dapat digunakan untuk menanggulangi nyeri akut.

31
1. Obat analgetika non-narkotika.

Termasuk disini adalah obat anti-inflamasi nonsteroid (AINS) Banyak jenis


obat ini. Manfaat dan efek samping obat-obat ini wajib dipahami sebelum
memberikan obat ini pada penderita. Obat antiinflamasi nonsteroid mempunyai
titik tangkap kerja dengan mencegah kerja ensim siklooksigenase untuk
mensintesa prostaglandin. Prostaglandin yang sudah terbentuk tidak
terpengaruh oleh obat ini. Obat ini efektif untuk mengatasi nyeri akut dengan
intensitas ringan sampai sedang. Obat ini tersedia dalam kemasan yang dapat
diberikan secara oral (tablet, kapsul, sirup), dalam kemasan suntik. Kemasan
suntik dapat diberikan secara intra muskuler, dan intravena. Pemberian
intravena dapat secara bolus atau infus. Obat ini juga tersedia dalam kemasan
yang dapat diberikan secara supositoria.7

 Memiliki potensi analgesik sedang dan merupakan anti-radang. Efektif


untuk bedah mulut dan bedah ortopedi minor. Mengurangi kebutuhan akan
opioid setelah bedah mayor. Obat-obat AINS memiliki mekanisme kerja
sama, jadi jangan kombinasi dua obat AINS yang berbeda pada waktu
bersamaan.

 Diketahui meningkatkan waktu perdarahan, dan bisa menambah kehilangan


darah.

 Gunakan AINS dengan hati-hati (risiko kemunduran fungsi ginjal) pada :

- Pasien > 65 tahun

- Penderita diabetes yang mungkin mengidap nefropati dan/atau penyakit


pembuluh darah ginjal

- Pasien dengan penyakit pembuluh darah generalisata

- Penyakit jantung, penyakit hepatobilier, bedah vaskular mayor

32
- Pasien yang mendapat penghambat ACE, diuretik hemat- kalium,
penyekat beta, cyclosporin, atau metoreksat.

- Elektrolit dan kreatinin harus diukur teratur dan setiap kemunduran


fungsi ginjal atau gejala lambung adalah indikasi untuk menghentikan
AINS.

Ibuprofen aman dan murah. Obat-obat kerja lama (misal piroksikam)


cenderung memiliki efek samping lebih banyak. Penghambat spesifik dari
siklo-oksigenase 2 (COX-2) misal meloxicam mungkin lebih aman karena
efeknya minimal terhadap sistem COX gastrointestinal dan ginjal.

Pemberian AINS dalam jangka lama cenderung menimbul-kan efek


samping daripada pemberian singkat pada periode perioperatif. Antagonis
H2 (misal ranitidin) yang diberikan bersama AINS bisa melindungi
lambung dari efek samping.7

2. Obat analgetika narkotik

Obat ini bekerja dengan mengaktifkan reseptor opioid yang banyak terdapat
didaerah susunan saraf pusat. Obat ini terutama untuk menanggulangi nyeri
akut dengan intensitas berat. Terdapat 5 macam reseptor opioid, Mu, Kappa,
Sigma, Delta dan Epsilon.

Obat analgetika narkotika yang digunakan dapat berupa preparat


alkaloidnya atau preparat sintetiknya. Penggunaan obat ini dapat
menimbulkan efek depresi pusat nafas bila dosis yang diberikan relatif
tinggi. Efek samping yang tidak tergantung dosis, yang juga dapat terjadi
adalah mual sampai muntah serta pruritus. Pemakaian untuk waktu yang
relatif lama dapat diikuti oleh efek toleransi dan ketergantungan.

Obat ini umumnya tersedia dalam kemasan untuk pemberian secara suntik,
baik intra muskuler maupun intravena. Pemberian intravena, dapat secara
bolus atau infus. Dapat diberikan secara epidural atau intra tekal, baik bolus
maupun infuse (epidural infus). Preparat opioid Fentanyl juga tersedia

33
dalam kemasan yang dapat diberikan secara intranasal atau dengan patch
dikulit. Sudah tersedia dalam bentuk tablet (morfin tablet). Juga tersedia
dalam kemasan supositoria.7

Penggunaan obat narkotik ini harus disertai dengan pencatatan yang detail
dan ketat, serta harus ada pelaporan yang rinci tentang penggunaan obat ini
ke instansi pengawas penggunaan obat-obat narkotika.

Gambar 18. Algoritme Pemberian Opioid

Dengan ditemukannya reseptor opioid didaerah kornua dorsalis medulla


spinalis di tahun 1970 an, obat ini dapat diberikan secara injeksi kedalam
ruang epidural atau kedalam ruang intratekal. Bila cara ini dikerjakan, dosis
obat yang digunakan menjadi sangat kecil, menghasilkan efek analgesia
yang sangat baik dan durasi analgesia yang sangat lama/panjang.7

Pemakaian obat analgetika narkotika secara epidural atau intratekal, dapat


dikombinasi dengan obat-obat Alfa-2 agonist, antikolinesterase atau
adrenalin. Dengan kombinasi obat-obat ini, akan didapat efek analgesia

34
yang sangat adekuat serta durasi yang lebih panjang, sedangkan dosis yang
diperlukan menjadi sangat kecil.7

3. Kelompok obat anestesia lokal.

Obat ini bekerja pada saraf tepi, dengan mencegah terjadinya fase depolarisasi
pada saraf tepi tersebut. Obat ini dapat disuntikkan pada daerah cedera,
didaerah perjalanan saraf tepi yang melayani dermatom sumber nyeri,
didaerah perjalanan plexus saraf dan kedalam ruang epidural atau interatekal.7

Gambar 19. Dosis Maksimum Aman Anestesi Lokal

Obat anestesia lokal yang diberikan secara epidural atau intratekal dapat
dikombinasikan dengan opioid. Cara ini dapat menghasilkan efek sinergistik.
Analgesia yang dihasilkan lebih adekuat dan durasi lebih panjang. Obat yang
diberikan intratekal hanyalah obat yang direkomendasikan dapat diberikan
secara intratekal. Obat anesthesia lokal tidak boleh langsung disuntikkan
kedalam pembuluh darah. Memberikan analgesia tambahan untuk semua jenis
operasi. Bisa menghasilkan analgesia tanpa pengaruh terhadap kesadaran.
Teknik sederhana seperti infiltrasi lokal ke pinggir luka pada akhir prosedur

35
akan menghasilkan analgesia singkat. Tidak ada alasan untuk tidak
menggunakannya. Blok saraf, pleksus atau regional bisa dikerjakan untuk
berlangsung beberapa jam atau hari jika digunakan teknik kateter. Komplikasi
bisa terjadi:7

 Komplikasi tersering berkaitan dengan teknik spesifik, misal hipotensi


pada anestesi epidural karena blok simpatis, dan kelemahan otot yang
menyertai blok saraf besar.

 Toksisitas sistemik bisa terjadi akibat dosis berlebihan atau pemberian


aksidental dari anestesi lokal secara sistemik. Ini bermanifestasi mulai dari
kebingungan ringan, sampai hilang kesadaran, kejang, aritmia jantung dan
henti jantung.

 Pemberian obat yang salah merupakan malapetaka pribadi dan mediko-


legal. Ekstra hati-hati diperlukan ketika memberikan obat.

2) Terapi Non Farmakologi

Pasien dapat menggunakan banyak tindakan non farmakologi untuk menangani


nyeri. Diuraikan sebagai intervensi fisik dan kognitif-perilaku.

a) Intervensi fisik memberikan kenyamanan, meningkatkan mobilitas, dan


membantu respon fisiologis. Contoh tindakannya meliputi: pijat, kompres
hangat dan dingin, Transcutaneus Electrical Nerve Stimulation, akupuntur,
akupresur.

b) Intervensi kognitif-perilaku mengubah persepsi nyeri, menurunkan


ketakutan, juga memberikan perubahan fisiologis. Contoh tindakannya
meliputi: relaksasi napas dalam, relaksasi progresif, musik, napas ritmik,
Guided Imagery, distraksi, biofeedback, terapi sentuhan, meditasi, hipnotis,
humor.

36
BAB III

KESIMPULAN

Nyeri adalah bentuk pengalaman sensorik dan emosional yang tidak


menyenangkan yang berhubungan dengan adanya kerusakan jaringan atau
cenderung akan terjadi kerusakan jaringan atau suatu keadaan yang menunjukkan
kerusakan jaringan. Penilaian nyeri merupakan hal yang penting untuk
mengetahui intensitas dan menentukan terapi yang efektif. Intensitas nyeri
sebaiknya harus dinilai sedini mungkin dan sangat diperlukan komunikasi yang
baik dengan pasien. Derajat nyeri dapat dibagi secara sederhana menjadi ringan,
sedang, berat. Nyeri dapat digolongkan dalam berbagai cara, yaitu menurut
jenisnya, menurut timbulnya nyeri, menurut penyebabnya, menurut derajat
nyerinya.

Ada beberapa cara untuk membantu mengetahui akibat nyeri


menggunakan skala assessment nyeri unidimensional (tunggal) atau multidimensi.
Skala assessment nyeri unidimensional ini meliputi Visual Analog Scale (VAS),
Verbal Rating Scale (VRS), Numeric Rating Scale (NRS), Wong Baker Pain
Rating Scale. Skala multidimensional ini meliputi McGill Pain Questionnaire
(MPQ), The Brief Pain Inventory (BPI), Memorial Pain Assessment Card, Catatan
harian nyeri (Pain diary). Secara obyektif pengukuran nyeri dapat menggunakan
Behavioral Pain Scale (BPS) dan Critical Care Pain Observation Tool (CPOT)
Pada pasien anak dapat dilakukan penilaian skala nyeri menggunakan Neonatal
Infant Pain Scale dan skala pengukuran berdasarkan tingkah laku yang digunakan
antara lain Children’s Hospital of Eastern Ontario Pain Scale (CHEOPS).

37
DAFTAR PUSTAKA

1. Aryasa dan Mardana. 2017. Penilaian Nyeri.


https://simdos.unud.ac.id/uploads/file_penelitian_1_dir/0a3e5b2c21e3b90b485
f882c78755367.pdf (diakses 04 Agustus 2020).
2. Pamungkas, T. 2019. Perbedaan Penilaian Skala Nyeri Antara Menggunakan
Numeric Rating Scale Dan Wong-Baker Faces Pain Rating Scale Terhadap
Manifestasi Perilaku Nyeri Pada Pasien Bedah Anak Di RSUD Dr. H. Abdul
Moeloek Lampung 2019. http://repository.poltekkes-tjk.ac.id/479/3/2.pdf
(diakses 04 Agustus 2020).
3. Sari, A. 2016. Pengaruh Teknik Nafas Dalam Dan Murrottal Terhadap Skala
Nyeri Sesudah Perawatan Luka Pada Pasien Post Operasi Di RSU PKU
Muhammadiyah Bantul.
Http://Repository.Umy.Ac.Id/Bitstream/Handle/123456789/2834/Bab
%20ii.Pdf?Sequence=6&Isallowed=Y (Diakses 04 Agustus 2020).
4. Syahroni, R. 2017. Penerapan Hipoterapi dan Musik Relaksasi Pada Asuhan
Keperawatan Nyeri Pada Pasien Pascabedah Ortopedi di Rumah Sakit
Roemani Muhammadiyah Semarang.
Http://Repository.Unimus.Ac.Id/696/3/Bab%20ii%20tinjauan%20teori.Pdf
(Diakses 04 Agustus 2020).
5. Taufiqurachman. 2014. Perbandingan Pengaruh Pemberian Analgetik
Etoricoxib Dengan Natrium Diclofenakl Terhadap Rasa Nyeri Pasca
Odontektomi (Impaks Kelas 1. Molar 3 Rahang Bawah).
http://eprints.undip.ac.id/47884/3/BAB_II_KTI_-_Taufiqurachman.pdf
(diakses 04 Agustus 2020).
6. Anonim. 2016. Pengukuran Kuantitas Nyeri.
https://med.unhas.ac.id/fisioterapi/wp-content/uploads/2016/12/PENGUKURA
N-KUANTITAS-NYERI.pdf (diakses 04 Agustus 2020).
7. Wardani, N. 2014. Manajemen Nyeri Akut.
https://simdos.unud.ac.id/uploads/file_penelitian_1_dir/7a7e6ab189e88b45663
7b8a831bdec07.pdf (diakses 10 Agustus 2020).

38
8. Sriwahyuningsih, I. 2016. Studi Literatur: Instrumen Pengkajian Nyeri Pada
Pasien Kritis Dewasa Yang Terpasang Ventilator. file:///C:/Users/Windows
%208/Downloads/952-1678-1-SM.pdf (diakses 10 Agustus 2020).

LAMPIRAN

Lampiran 1. McGill Pain Questionnaire

39
Lampiran 2. The Brief Pain Inventory (short form)

40
41
42
43

Anda mungkin juga menyukai