Skala Nyeri
Oleh :
Resy Shafira Pratiwi, S.Ked
71 2019 044
1
HALAMAN PENGESAHAN
Referat
Judul:
Skala Nyeri
Oleh:
Resy Shafira Pratiwi, S.Ked
71 2019 044
Telah dilaksanakan pada bulan Agustus 2020 sebagai salah satu syarat dalam
mengikuti Kepaniteraan Klinik Senior di SMF/Bagian Ilmu Syaraf, Rumah Sakit
Umum Daerah Palembang BARI Fakultas Kedokteran Universitas
Muhammadiyah Palembang.
2
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan referat yang berjudul “Skala
Nyeri” sebagai salah satu syarat untuk mengikuti Kepaniteraan Klinik Senior di
SMF/Bagian Ilmu Syaraf Rumah Sakit Umum Daerah Palembang BARI Fakultas
Kedokteran Universitas Muhammadiyah Palembang.
Shalawat dan salam selalu tercurah kepada Rasulullah Muhammad SAW
beserta para keluarga, sahabat, dan pengikutnya sampai akhir zaman.
Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa hormat dan terima
kasih kepada :
1. dr. Hj. Isma Yulianti, Sp.S. selaku pembimbing Kepaniteraan Klinik
Senior di SMF/Bagian Ilmu Syaraf Rumah Sakit Umum Daerah
Palembang BARI Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah
Palembang yang telah memberikan masukan, arahan, serta bimbingan
dalam penyelesaian referat ini
2. Rekan-rekan co-assistensi atas bantuan dan kerjasamanya.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyusunan referat ini masih
banyak terdapat kesalahan dan kekurangan. Oleh karena itu, segala saran dan
kritik yang bersifat membangun sangat kami harapkan.
Semoga Allah SWT memberikan balasan pahala atas segala amal yang telah
diberikan dan semoga referat ini dapat bermanfaat bagi semua dan perkembangan
ilmu pengetahuan kedokteran. Semoga selalu dalam lindungan Allah SWT. Amin.
Penulis
3
DAFTAR ISI
4
BAB I
PENDAHULUAN
Penilaian nyeri merupakan hal yang penting untuk mengetahui intensitas dan
menentukan terapi yang efektif. Intensitas nyeri sebaiknya harus dinilai sedini
mungkin dan sangat diperlukan komunikasi yang baik dengan pasien. Ada
beberapa cara untuk membantu mengetahui akibat nyeri menggunakan skala
assessment nyeri unidimensional (tunggal) atau multidimensi. Skala assessment
nyeri unidimensional ini meliputi Visual Analog Scale (VAS), Verbal Rating Scale
(VRS), Numeric Rating Scale (NRS), Wong Baker Pain Rating Scale. Skala
multidimensional ini meliputi McGill Pain Questionnaire (MPQ), The Brief Pain
Inventory (BPI), Memorial Pain Assessment Card, Catatan harian nyeri (Pain
diary). Secara obyektif pengukuran nyeri dapat menggunakan Behavioral Pain
5
Scale (BPS) dan Critical Care Pain Observation Tool (CPOT) Pada pasien anak
dapat dilakukan penilaian skala nyeri menggunakan Neonatal Infant Pain Scale
dan skala pengukuran berdasarkan tingkah laku yang digunakan antara lain
Children’s Hospital of Eastern Ontario Pain Scale (CHEOPS).
1.2. Tujuan
Adapun maksud dan tujuan dari referat ini adalah sebagai berikut:
1) Diharapkan bagi semua dokter muda agar dapat memahami tentang skala
nyeri.
2) Diharapkan munculnya pola berpikir kritis bagi semua dokter muda
setelah dilakukan diskusi denngan dosen pembimbing klinik tentang skala
nyeri.
3) Diharapkan bagi semua dokter muda agar dapat mengaplikasikan
pemahaman yang didapatkan dalam kegiatan Kepaniteraan Klinik Senior
(KKS) terutama mengenai skala nyeri.
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi
Nyeri adalah bentuk pengalaman sensorik dan emosional yang tidak
menyenangkan yang berhubungan dengan adanya kerusakan jaringan atau
cenderung akan terjadi kerusakan jaringan atau suatu keadaan yang menunjukkan
kerusakan jaringan. Nyeri adalah sensasi penting bagi tubuh. Provokasi saraf-saraf
sensorik nyeri menghasilkan reaksi ketidaknyamanan, distres, atau penderitaan.1
Nyeri merupakan alarm potensi kerusakan, tidak adanya sistem ini akan
menimbulkan kerusakan yang lebih luas. Gejala dan tanda timbul pada jaringan
normal terpapar stimuli yang kuat biasanya merefleksi intensitas, lokasi dan
durasi dari stimuli tersebut. Tiga jenis stimuli yang dapat merangsang reseptor
nyeri yaitu mekanis, suhu, dan kimiawi. Nyeri dapat merupakan predictor
prognosis, makin berat nyeri maka akan lebih besar kerusakan jaringan.5
Salah satu teori mengenai nyeri dari Melzack dan Wall (1965) adalah tentang
pengendalian nyeri (Gate Control Theory) yang menjelaskan bagaimana dua jenis
serat saraf yang berbeda (tebal dan tipis) bertemu di korda spinalis dapat
dimodifikasi sebelum ditransmisi ke otak. Sinaps dalam dorsal medulla spinalis
beraktifitas seperti pintu untuk mengijinkan impuls masuk ke otak. Serat yang
tebal akan lebih kuat dan lebih cepat menangani rasa sakit daripada yang tipis.
Ketika kedua sinyal rasa sakit bertemu, sinyal yang lebih kuat cenderung menekan
yang lebih lemah.5
a. Transduksi
7
Merupakan proses dimana suatu stimulus nyeri (noxious stimuli) dirubah
menjadi suatu aktifitas listrik yang akan diterima ujung-ujung saraf. Stimulus ini
dapat berupa stimulus fisik (tekanan), suhu (panas) atau kimia (substansi nyeri).
Terjadi perubahan patofisiologis karena mediator-mediator nyeri mempengaruhi
juga nosiseptor diluar daerah trauma sehingga lingkaran nyeri meluas. Selanjutnya
terjadi proses sensitivisasi perifer yaitu menurunnya nilai ambang rangsang
nosiseptor karena pengaruh mediator tersebut dan penurunan pH jaringan).
Kerusakan jaringan karena trauma baik trauma pembedahan atau trauma lainnya
menyebabkan sintesa prostaglandin, dimana prostaglandin inilah yang akan
menyebabkan sensitisasi dari reseptor-reseptor nosiseptif dan dikeluarkannya zat-
zat mediator nyeri seperti histamin, serotonin yang akan m enimbulkan sensasi
nyeri. Keadaan ini dikenal sebagai sensitisasi perifer. Akibatnya nyeri dapat
timbul karena rangsang yang sebelumnya tidak menimbulkan nyeri misalnya
rabaan.
b. Transmisi
c. Modulasi
Proses perubahan transmisi nyeri yang terjadi disusunan saraf pusat (medulla
spinalis dan otak). Proses terjadinya interaksi antara sistem analgesik endogen
yang dihasilkan oleh tubuh kita dengan input nyeri yang masuk ke kornu posterior
8
medulla spinalis merupakan proses ascenden yang dikontrol oleh otak. Analgesik
endogen (enkefalin, endorphin, serotonin, noradrenalin) dapat menekan impuls
nyeri pada kornu posterior medulla spinalis. Dimana kornu posterior sebagai pintu
dapat terbuka dan tertutup untuk menyalurkan impuls nyeri untuk analgesik
endogen tersebut. Inilah yang menyebabkan persepsi nyeri sangat subjektif pada
setiap orang.
d. Persepsi
Hasil akhir dari proses interaksi yang kompleks dari proses tranduksi, transmisi
dan modulasi yang pada akhirnya akan menghasilkan suatu proses subjektif yang
dikenal sebagai persepsi nyeri, yang diperkirakan terjadi pada thalamus dengan
korteks sebagai diskriminasi dari sensorik.
9
a. Nyeri akut
Nyeri akut yaitu sensasi yang terjadi secara mendadak atau sebagai
respons terhadap beberapa jenis trauma. Penyebab umum nyeri akut
yaitu trauma akibat kecelakaan, infeksi, serta pembedahan. Nyeri akut
terjadi dalam periode waktu yang singkat yaitu sekitar 6 bulan atau
kurang dan biasanya bersifat intermiten (sesekali), tidak konstan.
Apabila penyebab mendasar diterapi secara rutin nyeri akut cepat
menghilang.2
b. Nyeri kronik
Nyeri alih yaitu nyeri yang berasal dari satu bagian tubuh, namun
dipersepsikan di bagian tubuh lain. Nyeri alih paling sering berasal dari
dalam visera (organ internal) dan dapat dipersepsikan di kulit, walau
sebenernya dapat dipersepsikan dalam organ internal yang lain.2
10
C. Berdasarkan sumbernya, nyeri dibagi menjadi:6
Nyeri berasal dari kulit dan jaringan subkutan. Lokasi sumber nyeri
biasanya diketahui dengan pasti dan nyeri biasanya tajam serta rasa
terbakar.
Nyeri berasal dari otot, tendon, sendi, pembuluh darah atau tulang. Sifat
nyeri biasanya menyebar.
11
c. Campuran, berkaitan dengan komponen neuropati dan nosciceptive,
contohnya LBP disertai radiculopathy.
Berbagai cara dipakai untuk mengukur derajat nyeri, cara yang sederhana
dengan menentukan derajat nyeri secara kualitatif sebagai berikut:1
1. Nyeri ringan adalah nyeri yang hilang timbul, terutama sewaktu melakukan
aktivitas sehari-hari dan hilang pada waktu tidur.
2. Nyeri sedang adalah nyeri terus menerus, aktivitas terganggu, yang hanya
hilang apabila penderita tidur.
3. Nyeri berat adalah nyeri yang berlangsung terus menerus sepanjang hari,
penderita tak dapat tidur atau sering terjaga oleh gangguan nyeri sewaktu
tidur.
1) Persepsi nyeri
12
juga dirasakan berbeda pada tiap individu. Persepsi nyeri tidak hanya
bergantung dari derajat kerusakan fisik. Baik stimulus fisik maupun faktor
psikososial dapat memengaruhi pengalaman kita akan nyeri. Walaupun
beberapa ahli setuju mengenai efek spesifik dari faktor-faktor ini dalam
memengaruhi persepsi nyeri yaitu kecemasan, pengalaman, perhatian, harapan,
dan arti di balik situasi pada saat terjadinya cedera.
2) Faktor sosiobudaya
Ras, budaya, dan etnik merupakan faktor yang memengaruhi seluruh respons
sensori, termasuk respons terhadap nyeri. Peneliti menemukan bahwa penilaian
perawat mengenai nyeri yang dialami pasien dipengaruhi oleh kepercayaan dan
budaya mereka sendiri.
3) Usia
Terdapat beberapa variasi dalam batas nyeri yang dikaitkan dengan kronologis
usia. Individu dewasa mungkin tidak melaporkan adanya nyeri karena takut
bahwa hal tersebut mengindikasikan diagnosis yang buruk. Nyeri juga dapat
berarti kelemahan, kegagalan, atau kehilangan kontrol bagi orang dewasa.
4) Jenis Kelamin
Jenis kelamin dapat menjadi faktor dalam respon nyeri, anak laki-laki jarang
melaporkan nyeri dibandingkan anak perempuan. Di beberapa budaya di
Amerika Serikat, laki-laki jarang mengekspresikan nyeri dibandingkan anak
perempuan. Hal ini tidak berarti jika anak laki-laki jarang merasakan nyeri,
namun mereka jarang memperlihatkan hal itu.
13
meskipun dengan kondisi medis yang sama. Sebaliknya, klien mungkin melihat
pengalaman mendatang secara positif karena tidak seburuk sebelumnya.
6) Arti Nyeri
Beberapa pasien dapat lebih mudah menerima nyeri dibandingkan pasien lain,
bergantung pada keadaan dan interpretasi pasien mengenai makna nyeri
tersebut. Seorang pasien yang menghubungkan rasa nyeri dengan hasil akhir
yang positif dapat menahan nyeri dengan sangat baik. Sebaliknya pasien yang
nyeri kroniknya tidak mereda dapat merasa lebih menderita.
7) Ansietas
Ansietas sering kali menyertai nyeri. Ancaman dari sesuatu yang tidak
diketahui dan ketidakmampuan mengontrol nyeri atau peristiwa yang
menyertai nyeri sering kali memperburuk persepsi nyeri. Seseorang yang
mengalami nyeri percaya bahwa mereka dapat mengontrol nyeri akan
mengalami penurunan rasa takut dan ansietas yang akan menurunkan persepsi
nyeri mereka.
8) Efek Plasebo
14
proses diagnosis penyebab nyeri, sehingga dapat dilakukan tindakan selanjutnya
yang tepat meliputi tindakan farmakologi dan tindakan non farmakologi. Ada
beberapa cara untuk membantu mengetahui akibat nyeri menggunakan skala
assessment nyeri, yaitu:
A. Unidimensional
Visual analog scale (VAS) adalah cara yang paling banyak digunakan untuk
menilai nyeri. Skala linier ini menggambarkan secara visual gradasi tingkat nyeri
yang mungkin dialami seorang pasien. Rentang nyeri diwakili sebagai garis
sepanjang 10 cm, dengan atau tanpa tanda pada tiap sentimeter. Tanda pada
kedua ujung garis ini dapat berupa angka atau pernyataan deskriptif.1
Ujung yang satu mewakili tidak ada nyeri, sedangkan ujung yang lain mewakili
rasa nyeri terparah yang mungkin terjadi. Skala dapat dibuat vertikal atau
horizontal. VAS juga dapat diadaptasi menjadi skala hilangnya/reda rasa nyeri.
Digunakan pada pasien anak >8 tahun dan dewasa. Manfaat utama VAS adalah
penggunaannya sangat mudah dan sederhana. Namun, untuk periode pasca
bedah, VAS tidak banyak bermanfaat karena VAS memerlukan koordinasi
visual dan motorik serta kemampuan konsentrasi.1
15
2. Verbal Rating Scale (VRS)
Skala ini memakai dua ujung yang sama seperti VAS atau skala reda nyeri.
Skala verbal menggunakan kata-kata dan bukan garis atau angka untuk
menggambarkan tingkat nyeri. Skala yang digunakan dapat berupa tidak ada
nyeri, sedang, parah. Hilang/redanya nyeri dapat dinyatakan sebagai sama sekali
tidak hilang, sedikit berkurang, cukup berkurang, baik/nyeri hilang sama sekali.
Pemeriksa menunjukkan ke pasien tentang skala tersebut dan meminta pasien
untuk memilih skala nyeri terbaru yang dirasakan. Pemeriksa juga menanyakan
seberapa jauh nyeri terasa paling menyakitkan dan seberapa jauh nyeri terasa
tidak menyakitkan. Kekurangan skala ini membatasi pilihan kata klien sehingga
skala ini tidak dapat membedakan berbagai tipe nyeri.2
Numeric Rating Scale (NRS) ini didasari pada skala angka 1-10 untuk
menggambarkan kualitas nyeri yang dirasakan pasien. NRS diklaim lebih mudah
dipahami, lebih sensitif terhadap jenis kelamin, etnis, hingga dosis. NRS juga
lebih efektif untuk mendeteksi penyebab nyeri akut ketimbang VAS dan VRS.
16
Gambar 6. Numeric Rating Scale (NRS)
Skala ini terdiri atas enam wajah dengan profil kartun yang menggambarkan
wajah yang sedang tersenyum untuk menandai tidak adanya rasa nyeri yang
dirasakan, kemudian secara bertahap meningkat menjadi wajah kurang
bahagia, wajah sangat sedih, sampai wajah yang sangat ketakutan yang berati
skala nyeri yang dirasakan sangat nyeri.3
Skala nyeri ini banyak digunakan pada pasien pediatrik dengan kesulitan atau
keterbatasan verbal. Dijelaskan kepada pasien mengenai perubahan mimik
wajah sesuai rasa nyeri dan pasien memilih sesuai rasa nyeri yang
dirasakannya.3
B. Multidimensional
17
Terdiri dari 78 kata sifat/ajektif, yang dibagi ke dalam 20 kelompok. Setiap set
mengandung sekitar 6 kata yang menggambarkan kualitas nyeri yang makin
meningkat. Kelompok 1 sampai 10 menggambarkan kualitas sensorik nyeri
(misalnya, waktu/temporal, lokasi/spatial, suhu/thermal). Kelompok 11 sampai
15 menggambarkan kualitas efektif nyeri (misalnya stres, takut, sifat-sifat
otonom). Kelompok 16 menggambarkan dimensi evaluasi dan kelompok 17
sampai 20 untuk keterangan lain-lain dan mencakup kata-kata spesifik untuk
kondisi tertentu. Penilaian menggunakan angka diberikan untuk setiap kata sifat
dan kemudian dengan menjumlahkan semua angka berdasarkan pilihan kata
pasien maka akan diperoleh angka total.1
18
Gambar 8. Memorial Pain Assesment Card
Adalah catatan tertulis atau lisan mengenai pengalaman pasien dan perilakunya.
Jenis laporan ini sangat membantu untuk memantau variasi status penyakit
sehari-hari dan respons pasien terhadap terapi. Pasien mencatat intensitas
nyerinya dan kaitan dengan perilakunya, misalnya aktivitas harian, tidur,
aktivitas seksual, kapan menggunakan obat, makan, merawat rumah dan
aktivitas rekreasi lainnya.1
Pengukuran nyeri secara obyektif biasanya dilakukan pada pasien kritis yang
menggunakan ventilator, penilaian skala nyeri biasanya menggunakan alat berupa
Nonverbal Adult Pain Assessment Scale (NVPS), Pain Assessment and
Intervention Notation Algorithm (P.A.I.N), Comfort Scale, Behavioural pain scale
(BPS), dan Critical-Care Pain Observasion Tool (CPOT).
19
BPS digunakan untuk menilai rasa nyeri yang dialami pasien pada prosedur yang
menyakitkan seperti tracheal suctioning ataupun mobilisasi tubuh. BPS terdiri
dari tiga penilaian yaitu ekspresi wajah, pergerakan ekstremitas, dan komplians
dengan mesin ventilator. Setiap sub skala diskoring dari 1 (tidak ada respon)
hingga 4 (respon penuh). Karena itu skor berkisar dari 3 (tidak nyeri) hingga 12
(nyeri maksimal). Skor BPS sama dengan 6 atau lebih dipertimbangkan sebagai
nyeri yang tidak dapat diterima (unacceptable pain).4
CPOT dapat dilakukan pada pasien dengan kondisi antara lain: mengalami
penurunan kesadaran dengan GCS >4, tidak mengalami brain injury, memiliki
fungsi motorik yang baik. CPOT terdiri dari empat domain yaitu ekspresi wajah,
pergerakan, tonus otot dan toleransi terhadap ventilator atau vokalisasi (pada
pasien yang tidak menggunakan ventilator). Penilaian CPOT menggunakan skor
0-8, dengan total skor ≥2 menunjukkan adanya nyeri.4
20
Gambar 10. Critical Care Pain Observation Tool (CPOT)
NVPS dikembangkan oleh Odher et al pada tahun 2003 yang digunakan untuk
mengukur nyeri pada pasien dewasa yang terintubasi dan tersedasi. NVPS
merupakan instrumen pengkajian nyeri pengembangan dari instrumen
pengkajian nyeri FLACC (Faces, Legs, Activity, Cry, Consolability).
Komponen dari NVPS antara lain 3 indikator perilaku dan indikator fisiologi
(tekanan darah, denyut jantung, respiratory rate, kulit).
Penilaian dari masing- masing indikator tersebut dari skor 1 sampai 2 dengan
total skor 0 (tidak nyeri) dan 10 (nyeri maksimal). Kelebihan dari NVPS adalah
nilai validitas yang cukup tinggi untuk menilai nyeri pada pasien dewasa,
kekurangan NVPS adalah instrumen hanya dapat digunakan pada pasien yang
tidak sadar dan tersedasi.8
21
Gambar 11. Nonverbal Adult Pain Scale (NVPS)
22
23
24
Gambar 12. Pain Assessment and Intervention Notation Algorithm
5. Comfort Scale
25
dimana 1 merupakan tingkat tertinggi tidak berespon dan 5 paling tidak
nyaman. Instrumen comfort scale memiliki kelebihan dan kelemahan,
kelebihannya memiliki indikator psikologis dan indikator perilaku yang dinilai
dari perilaku pasien sebagai tanda adanya nyeri, namun kelemahannya
instrumen tersebut memiliki nilai validitas dan reliabilitas yang sedang jika
digunakan untuk pasien dewasa dengan ventilator.8
26
Untuk pasien bayi 0-1 tahun, digunakan skala NIPS (Neonatal Infant Pain
Scale). Karena sistem neurologi belum berkembang sempurna saat bayi
dilahirkan. Sebagian besar perkembangan otak, mielinisasi sistem saraf pusat
dan perifer, terjadi selama tahun pertama kehidupan. Beberapa refleks primitif
sudah ada pada saat dilahirkan, termasuk refleks menarik diri ketika mendapat
stimulus nyeri. Bayi baru lahir seringkali memerlukan stimulus yang kuat
untuk menghasilkan respons dan kemudian dia akan merespons dengan cara
menangis dan menggerakan seluruh tubuh. Kemampuan melokalisasi tempat
stimulus dan untuk menghasilkan respons spesifik motorik anak anak
berkembang seiring dengan tingkat mielinisasi.
Untuk pasien anak >8 tahun dan dewasa digunakan VAS (Visual Analog Scale)
Pada pasien dewasa dan anak >3 tahun yang tidak dapat menggambarkan
intensitas nyerinya dengan angka, digunakan Wong Baker FACES Pain Scale
Pada anak usia < 3 tahun atau anak dengan gangguan kognitif atau untuk
pasien anak yang tidak dapat dinilai dengan skala lain, digunakan FLACC
27
Behavioral Tool. FLACC singkatan dari Face, Legs, Activity, Cry, and
Consolability.
Perubahan tingkah laku pada anak yang mengalami nyeri antara lain adalah
perubahan suara, ekspresi wajah dan pergerakan badan. Kesulitan yang biasanya
dijumpai adalah membedakan perubahan tingkah laku karena sebab lain (lapar,
haus dan cemas) dengan perubahan tingkah laku karena nyeri. Grunau dan craig
membuat Neonatal Facial Action Coding System (NFACS) yang terdiri dari 10
perubahan fasial yang oleh orang terlatih dapat diidentifikasikan berdasarkan
rekaman vidio. Breau dan Gilbert membuat dan memvalidasi Child Facial Action
Coding System (CFACS). Gambar di bawah menunjukkan perubahan fasial yang
bisa diamati, antara lain kening dengan alis yang menonjol dan lipatan vertical
pada alis, alis dengan ujung tertarik kebawah dan saling mendekat, mata menutup
rapat, hidung melebar, pipi tertarik keatas, mulut terbuka dan dagu gemetar dan
berbentuk segi empat. Perubahan fasial ternyata jauh lebih jelas pada bayi yang
tenang dan bangun dibandingkan bayi pada keadaan tidur. System penilaian nyeri
berdasarkan perubahan ekspresi fasial biasanya hanya digunakan untuk nyeri
tajam, dalam jangka waktu pendek untuk keperluan riset.1
28
Untuk derajat nyeri yang lama dirasakan, seperti nyeri pasca bedah, skala
pengukuran berdasarkan tingkah laku yang digunakan antara lain Children’s
Hospital of Eastern Ontario Pain Scale (CHEOPS). Pengamatan ini terdiri dari
pengamatan terhadap 6 jenis tingkah laku (menangis, ekspresi fasial, ekspresi
verbal, posisi tubuh, posisi sentuh dan posisi tungkai) pada anak 1 – 5 tahun.1
29
1) Terapi farmakologi
Analgesik adalah obat yang meredakan nyeri. Analgesik biasanya efektif jika
diberikan secara teratur atau saat awitan nyeri sangat dini. Analgesik pada
umumnya meredakan nyeri dengan mengubah kadar natrium dan kalium tubuh,
sehingga memperlambat atau memutus transmisi nyeri. Tiga kelas analgesik
umumnya digunakan untuk meredakan nyeri. Ketiga kelas analgesik adalah:7
Semua obat yang mempunyai efek analgetika biasanya efektif untuk mengatasi
nyeri akut. Hal ini dimungkinkan karena nyeri akut akan mereda atau hilang
sejalan dengan laju proses penyembuhan jaringan yang sakit. Dalam
melaksanakan farmakoterapi terdapat beberapa prinsip umum dalam
pengobatan nyeri. Perlu diketahui sejumlah terbatas obat dan pertimbangkan
berikut:7
30
3. Bisakan anestesi lokal mengatasi nyeri lebih baik, atau digunakan dalam
kombinasi dengan analgesik sistemik?
2. Tahap kedua, dilakukan jika pasien masih mengeluh nyeri. Maka diberikan
obat-obat seperti pada tahap 1 ditambah opiat secara intermiten.
3. Tahap ketiga, dengan memberikan obat pada tahap 2 ditambah opiat yang
lebih kuat.
Pada dasarnya ada 3 kelompok obat yang mempunyai efek analgetika yang
dapat digunakan untuk menanggulangi nyeri akut.
31
1. Obat analgetika non-narkotika.
32
- Pasien yang mendapat penghambat ACE, diuretik hemat- kalium,
penyekat beta, cyclosporin, atau metoreksat.
Obat ini bekerja dengan mengaktifkan reseptor opioid yang banyak terdapat
didaerah susunan saraf pusat. Obat ini terutama untuk menanggulangi nyeri
akut dengan intensitas berat. Terdapat 5 macam reseptor opioid, Mu, Kappa,
Sigma, Delta dan Epsilon.
Obat ini umumnya tersedia dalam kemasan untuk pemberian secara suntik,
baik intra muskuler maupun intravena. Pemberian intravena, dapat secara
bolus atau infus. Dapat diberikan secara epidural atau intra tekal, baik bolus
maupun infuse (epidural infus). Preparat opioid Fentanyl juga tersedia
33
dalam kemasan yang dapat diberikan secara intranasal atau dengan patch
dikulit. Sudah tersedia dalam bentuk tablet (morfin tablet). Juga tersedia
dalam kemasan supositoria.7
Penggunaan obat narkotik ini harus disertai dengan pencatatan yang detail
dan ketat, serta harus ada pelaporan yang rinci tentang penggunaan obat ini
ke instansi pengawas penggunaan obat-obat narkotika.
34
yang sangat adekuat serta durasi yang lebih panjang, sedangkan dosis yang
diperlukan menjadi sangat kecil.7
Obat ini bekerja pada saraf tepi, dengan mencegah terjadinya fase depolarisasi
pada saraf tepi tersebut. Obat ini dapat disuntikkan pada daerah cedera,
didaerah perjalanan saraf tepi yang melayani dermatom sumber nyeri,
didaerah perjalanan plexus saraf dan kedalam ruang epidural atau interatekal.7
Obat anestesia lokal yang diberikan secara epidural atau intratekal dapat
dikombinasikan dengan opioid. Cara ini dapat menghasilkan efek sinergistik.
Analgesia yang dihasilkan lebih adekuat dan durasi lebih panjang. Obat yang
diberikan intratekal hanyalah obat yang direkomendasikan dapat diberikan
secara intratekal. Obat anesthesia lokal tidak boleh langsung disuntikkan
kedalam pembuluh darah. Memberikan analgesia tambahan untuk semua jenis
operasi. Bisa menghasilkan analgesia tanpa pengaruh terhadap kesadaran.
Teknik sederhana seperti infiltrasi lokal ke pinggir luka pada akhir prosedur
35
akan menghasilkan analgesia singkat. Tidak ada alasan untuk tidak
menggunakannya. Blok saraf, pleksus atau regional bisa dikerjakan untuk
berlangsung beberapa jam atau hari jika digunakan teknik kateter. Komplikasi
bisa terjadi:7
36
BAB III
KESIMPULAN
37
DAFTAR PUSTAKA
38
8. Sriwahyuningsih, I. 2016. Studi Literatur: Instrumen Pengkajian Nyeri Pada
Pasien Kritis Dewasa Yang Terpasang Ventilator. file:///C:/Users/Windows
%208/Downloads/952-1678-1-SM.pdf (diakses 10 Agustus 2020).
LAMPIRAN
39
Lampiran 2. The Brief Pain Inventory (short form)
40
41
42
43