Anda di halaman 1dari 70

BAB I

STATUS PENDERITA NEUROLOGI

1.1 IDENTIFIKASI
Nama : Tn. R
Umur : 24 tahun
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Alamat : Jl. Bungaran IV, Lrg Swadaya 1 RT015 RW OO3
8 Ulu/Seberang Ulu 1/Kota Palembang/ Sumatra selatan.
Agama : Islam
MRS Tanggal : 29 Febuari 2020

1.2 ANAMNESA
Penderita dirawat di bagian syaraf RSUD Palembang BARI dengan
keluhan tidak bisa berjalan yang disebabkan oleh kelemahan pada tungkai
kanan dan lengan kanan yang terjadi secara tiba-tiba.
Sejak lebih kurang 24 jam yang lalu SMRS, saat penderita beristirahat,
tiba-tiba penderita mengalami kelemahan pada lengan dan tungkai kanan
tanpa disertai penurunan kesadaran. Saat serangan penderita merasa sakit
kepala disertai mual, tanpa disertai kejang dan tidak disertai gangguan rasa
pada sisi yang lemah dan disertai gangguan baal, dan rasa kesemutan pada
sisi yang lemah. Kelemahan lengan dan tungkai kanan dirasakan sama berat.
Sehari-hari penderita bekerja menggunakan tangan kanan. Penderita dapat
mengungkapkan isi pikiran secara lisan, tulisan dan isyarat. Penderita dapat
mengerti isi pikiran orang lain secara lisan, tulisan dan isyarat. Saat serangan
penderita tidak mengalami jantung berdebar yang disertai sesak nafas.
Penderita mengatakan memeliki riwayat sakit kepala pada pagi hari
dan hilang pada malam hari. Selama ini penderita tidak ada riwayat kencing
manis, penderita juga tidak ada riwayat penyakit jantung, dan riwayat trauma
kepala. Penderita memiliki riwayat merokok 3 batang rokok sehari kurang
lebih 8 tahun, penderita tidak minum-minuman yang beralkohol.
Penyakit ini diderita untuk pertama kalinya.

1
2

1.3 PEMERIKSAAN FISIK

I. Status Praesens

Kesadaran : E3M6V4
Suhu Badan : 36,5 ºC
Nadi : 64 x/menit
Pernapasan : 24 x/menit
TD : 140/80 mmHg
Gizi : Baik
Berat Badan : belum bias dinilai
Tinggi Badan : belum bisa dinilai

Status Internus
Jantung : Bunyi Jantung I dan II normal, Murmur (-), gallop (-)
Paru-paru : Vesikuler (+/+), ronkhi (-), wheezing (-)
Hepar : Tidak teraba
Lien : Tidak teraba
Anggota Gerak : Lihat status neurologikus
Genitalia : Tidak diperiksa

II. Status Psikiatrikus

Sikap : Kooperatif
Perhatian : Ada
Ekspresi Muka : Wajar
Kontak Psikis : Ada

III. Status Neurologis


A. Kepala
Bentuk : Brachiocephali
Ukuran : Normocephali
Simetris : Simetris
3

B. Leher
Sikap : Lurus
Torticolis : Tidak ada
Kaku kuduk : Tidak ada
Deformitas : Tidak ada
Tumor : Tidak ada
Pembuluh darah : Tidak ada pelebaran

C. Syaraf-Syaraf Otak
1. N. Olfaktorius
Kanan Kiri
Penciuman Normal Normal
Anosmia Tidak ada Tidak ada
Hyposmia Tidak ada Tidak ada
Parosmia Tidak ada Tidak ada

2. N.Optikus
Kanan Kiri
Visus Tidak diperiksa Tidak diperiksa

Campus visi

- Anopsia Tidak ada Tidak ada


- Hemianopsia Tidak ada Tidak ada

Fundus Okuli
- Papil edema Tidak diperiksa Tidak diperiksa
- Papil atrofi Tidak diperiksa Tidak diperiksa
- Perdarahan retina Tidak diperiksa Tidak diperiksa
4

3. Nn. Occulomotorius, Trochlearis, dan Abducens


Kanan Kiri
Diplopia Tidak ada Tidak Ada
Celah mata Semetris Semetris
Ptosis Tidak ada Tidak ada
Sikap bola mata
- Strabismus Tidak ada Tidak ada
- Exophtalmus Tidak ada Tidak ada
- Enophtalmus Tidak ada Tidak ada
- Deviation conjugae Tidak ada Tidak ada
Gerakan bola mata Normal Normal
Pupil
- Bentuknya Bulat Bulat
- Besanya ± 3 mm ± 3 mm
- Isokori/anisokor Isokor Isokor
- Midriasis/miosis Tidak ada Tidak ada
- Refleks cahaya
o Langsung Ada Ada
o Konsensuil Ada Ada
o Akomodasi Ada Ada
- Argyl Robertson Tidak ada Tidak ada

4. N.Trigeminus
Kanan Kiri
Motorik
- Menggigit Normal Normal
- Trismus Normal Normal
- Refleks kornea Normal Normal
Sensorik
- Dahi Normal Normal
- Pipi Normal Normal
5

- Dagu Normal Normal


5. N.Facialis
Kanan Kiri
Motorik
- Mengerutkan dahi Tertinggal Normal
- Menutup mata Normal Normal
- Menunjukkan gigi Normal Normal
- Lipatan nasolabialis Semetris Semetris
- Bentuk Muka
 Istirahat Semetris Semetris
 Berbicara/bersiul Semetris Semetris
Sensorik
- 2/3 depan lidah Tidak diperiksa
Otonom
- Salivasi Tidak ada kelainan
- Lakrimasi Tidak ada kelainan
- Chvostek’s sign Tidak diperiksa

6. N. Cochlearis
Kanan Kiri
Suara bisikan Normal Normal
Detik arloji Normal Normal
Tes Weber Tidak diperiksa Tidak diperiksa
Tes Rinne Tidak diperiksa Tidak diperiksa

7. N. Glossopharingeus dan N. Vagus


Kanan Kiri
Arcus pharingeus Semetris Semetris
Uvula Di tengah Di tengan
Gangguan menelan Tidak ada Tidak ada
Suara serak/sengau Tidak ada Tidak ada
Denyut jantung Normal Normal
6

Refleks
- Muntah Tidak diperiksa
- Batuk Tidak diperiksa
- Okulokardiak Bradikardia
- Sinus karotikus Bradikardia

Sensorik
- 1/3 belakang lidah Sulit dinilai

8. N. Accessorius
Kanan Kiri
Mengangkat bahu Normal Normal
Memutar kepala Normal Normal

9. N. Hypoglossus
Kanan Kiri
Menjulurkan lidah Deviasi ke kanan
Fasikulasi tidak ada
Atrofi papil tidak ada
Disartria ada

D. Kolumna Vertebralis
Kyphosis : Tidak ada kelainan
Skoliosis : Tidak ada kelainan
Lordosis : Tidak ada kelainan
Gibbus : Tidak ada kelainan
Deformitas : Tidak ada kelainan
Tumor : Tidak ada kelainan
Menikokel : Tidak ada kelainan
Hematoma : Tidak ada kelainan
Nyeri Ketok : Tidak ada kelainan
7

E. Badan dan Anggota Gerak


1. Motorik
Lengan
Kanan Kiri
Gerakan Cukup Kuat
Kekuatan 3 5
Tonus Hipertonus Eutoni
Refleks fisiologis
- Biceps Hiperrefleks Normal
- Triceps Hiperrefleks Normal
- Radius Hiperrefleks Normal
- Ulna Hiperrefleks Normal

Refleks patologis
- Hoffman Ttromner Normal Normal
Trofik Eutrofik Eutrofik

2. Tungkai
Kanan Kiri
Gerakan Cukup Kuat
Kekuatan 3 5
Tonus Eutoni Eutoni
Klonus
-Paha Negatif Negatif
-Kaki Negatif Negatif
Refleks fisiologis
-KPR Positif Positif
-APR Positif Positif
Refleks patologis
-Babinsky Positif Positif
-Chaddock Tidak ada Tidak ada
8

-Oppenheim Tidak ada Tidak ada


-Gordon Tidak ada Tidak ada
-Schaeffer Tidak ada Tidak ada
-Rossolimo Tidak ada Tidak ada
-Mendel Bechtereyev Tidak ada Tidak ada
Refleks kulit perut
-Atas Tidak ada kelainan
-Tengah Tidak ada kelainan
-Bawah Tidak ada kelainan
-Trofik Tidak ada kelainan

3. Sensorik
Atas : Tidak ada Kelainan
Tengah : Tidak ada Kelainan
Bawah : Tidak ada Kelainan
Gerakan: kurang
Kekuatan : 3
Refleks fisiologis
biceps (+)
Triceps (+) 9
Perioustt radius
(+)
Perioust ulna: (+)

F. Gambar

Lengan Dextra : Tungkai dextra :


Gerakan: cukup Gerakan: cukup
Kekuatan : 3 Kekuatan : 3
Tonus : hipertonus Refleks fisiologis
KPR (+)
Reflek Pisiologis: APR(+)
Biceps : Reflek Patologis:
Hiperrefleks Babinsky (+)
Triceps : Chaddock (-)
Hiperrefleks Openheim (-)
Periost Radius : Gordon (-)
Hiperrefleks Schaeffer (-)
Periost Ulna : Rossolimo (-)
Hiperrefleks Mendel
Refleks patologis : Bechtereyev : (-)
Hoffman
Tromner : Normal
Trofik: Eutrofik

Hemiparese Dextra tipe Spastik + Parese N. VII Dextra tipe sentral +Parese N.
XII Dextra tipe Sentral
10

G. Gejala Rangsang Meningeal


Kanan Kiri
Kaku kuduk Tidak ada Tidak ada
Kernig Tidak ada Tidak ada
Lasseque Tidak ada Tidak ada
Brudzinsky
- Neck Tidak ada Tidak ada
- Cheek Tidak ada Tidak ada
- Symphisis Tidak ada Tidak ada
- Leg I Tidak ada Tidak ada
- Leg II Tidak ada Tidak ada

H. Gait dan Keseimbangan


1. Gait
Ataxia : Belum dapat dinilai
Hemiplegic : Belum dapat dinilai
Scissor : Belum dapat dinilai
Propulsion : Belum dapat dinilai
Histeric : Belum dapat dinilai
Limping : Belum dapat dinilai
Steppage : Belum dapat dinilai
Astasia-Abasia : Belum dapat dinilai

2. Keseimbangan dan Koordinasi


Romberg : Belum dapat dinilai
Dysmetri : Belum dapat dinilai
- jari-jari : Belum dapat dinilai
- jari hidung : Belum dapat dinilai
- tumit-tumit : Belum dapat dinilai
Dysdiadochokinesis : Belum dapat dinilai
Trunk Ataxia : Belum dapat dinilai
11

Limb Ataxia : Belum dapat dinilai


I. Gerakan Abnormal
Tremor : Tidak ada
Chorea : Tidak ada
Athetosis : Tidak ada
Ballismus : Tidak ada
Dystoni : Tidak ada
Myocloni : Tidak ada

J. Fungsi Vegetatif
Miksi : Normal
Defekasi : Normal

K. Fungsi Luhur
Afasia motorik : Tidak ada
Afasia sensorik : Tidak ada
Apraksia : Tidak ada
Agrafia : Tidak ada
Alexia : Tidak ada
Afasia nominal : Tidak ada

L. Siriraj Stroke Score


Siriraj Stroke Score(SSS) = (2.5 x Tingkat kesadaran) +
(2 x Muntah) + (2 x Nyeri kepala) + ( 0.1 x Tekanan
darah diastolik ) – ( 3 x Atheroma markers ) – 12
SSS = (2.5 x 2) + (2 x 0) + (2 x 1) + (0.1 x 90) – (3 x1) – 12
SSS = 0+ 0 + 2 + 9 – 3 – 12
SSS = 1
Interpretasi : Meragukan
12

M. SKOR GAJAH MADA

Penurunan kesadaran (-),Nyeri kepala (+), Refleks Babinski (+).


Interpretasi: Stroke Pendarahan Intraserebral

1.4 Laboratorium :
29 febuari 2020 (16.32 WIB)
DARAH:
PEMERIKSAAN HASIL SATUAN NILAI NORMAL
Hb 15,4 g/dL 12 – 14
Eritrosit 5.27 Juta/uL 4.5-5.5
Leukosit 9.8 Ribu/uL 5-10
Trombosit 383 Ribu/mm 150-400
Hematokrit 45 % 38 – 54
Trombosit 383.000 /uL 150.000-400.000
Hitung Jenis 0/2/0/58/32/8 % 0-1/1-3/2-6/50-70/20-40/2-8
Kolestrol total 178 mg/dL < 200
Kolestrol HDL 44 mg/dL >50
Kolestrol LDL 115 mg/dL <130
Trigliserid 93 mg/dL <200
Ureum 31 mg/dL 20-40 mg/dl
13

Creatinine 0,64 mg/dL 0,6-1,1 mg/dl


Asam Urat 4.91 mg/dL 3.4-7.0
GDS 175 Mg/dl <180

URINE : Tidak diperiksa


FECES : Tidak diperiksa

29 Januari 2020 (07.22 WIB)


PEMERIKSAAN HASIL SATUAN NILAI NORMAL
Natrium 139 mmol/L 135-155
Kalium 4.20 mmol/L 3.6-6.5

2 Liquor Cerebrospinalis
Warna : Tidak diperiksa
Kejernihan : Tidak diperiksa
Tekanan : Tidak diperiksa
Jumlah sel : Tidak diperiksa
Nonne : Tidak diperiksa
Protein : Tidak diperiksa
Glukosa : Tidak diperiksa
Queckensted : Tidak diperiksa
Kultur : Tidak diperiksa
Pandy : Tidak diperiksa

1.5 Pemeriksaan Khusus


Rontgen foto cranium : Tidak diperiksa
Rontgen foto thoraks : Tidak diperiksa
Rontgen foto columna vertebralis : Tidak diperiksa
Electro Encephalo Graphy : Tidak diperiksa
Arteriography : Tidak diperiksa
Electrocardiography : Normal EKG
Pneumography : Tidak diperiksa
Lain-lain : CT-Sca
a. Electrocardiografi
14

Gambar 1.2 Hasil Pemeriksaan EKG


Kesan : Normal EKG

b. CT Scan Kepala
15

Gambar 1.3 Hasil Pemeriksaan CT Scan Kepala

Dari hasil pemeriksaan CT Scan kepala tanpa/ dengan kontras ,


potongan aksial dan sagital, didapatkan:
 Tampak lesi hipodens pada daerah perifocal oedem pada daerah
basal ganglia kanan/corona radiate sinistra
 Tak tampak deviasi MLS, Differensiasi Grey/White matter jelas,
Sulci effacement/ Gyri Swelling.
 Kesan: ICH pada daerah Basal ganglia kanan/ korona radiate
sinistra. Vol.50cc
16

1.6 RINGKASAN ANAMESIS

Penderita dirawat di bagian syaraf RSUD Palembang BARI dengan


keluhan tidak bisa berjalan yang disebabkan oleh kelemahan pada tungkai
kanan dan lengan kanan yang terjadi secara tiba-tiba.
Sejak 24 jam yang lalu SMRS, saat penderita beristirahat, tiba-tiba
penderita mengalami kelemahan pada lengan dan tungkai kanan tanpa disertai
penurunan kesadaran. Saat serangan penderita merasa sakit kepala disertai
mual, tanpa disertai kejang dan tidak disertai gangguan rasa pada sisi yang
lemah dan disertai gangguan baal, dan rasa kesemutan pada sisi yang lemah.
Kelemahan lengan dan tungkai kanan dirasakan sama berat. Sehari-hari
penderita bekerja menggunakan tangan kanan. Penderita dapat
mengungkapkan isi pikiran secara lisan, tulisan dan isyarat. Penderita dapat
mengerti isi pikiran orang lain secara lisan, tulisan dan isyarat. Saat serangan
penderita tidak mengalami jantung berdebar yang disertai sesak nafas.
Penderita mengatakan memeliki riwayat sakit kepala pada pagi hari
dan hilang pada malam hari. Selama ini penderita tidak ada riwayat kencing
manis, penderita juga tidak ada riwayat penyakit jantung, dan riwayat trauma
kepala. Penderita memiliki riwayat merokok 3 batang rokok sehari lebih
kurang 8 tahun, penderita tidak minum-minuman yang beralkohol.
Penyakit ini diderita untuk pertama kalinya.

1.6.2 PEMERIKSAAN FISIK


Status Generalis
I. Status Praesens
Kesadaran : E3M6V4
Suhu Badan : 36,5 ºC
Nadi : 64 x/menit
Pernapasan : 24 x/menit
TD : 140/80mmHg
Gizi : Baik
Berat Badan : tidak diketahui
17

Tinggi Badan : tidak diketahui

Pemeriksaan Motorik
Motorik
Lengan
Kanan Kiri
Gerakan Cukup Kurang
Kekuatan 3 5
Tonus Hipertonus Hipotonus
Refleks fisiologis
- Biceps Hiperrefleks Normal
- Triceps Hiperrefleks Normal
- Radius Hiperrefleks Normal
- Ulna Hiperrefleks Normal
- Refleks patologis
- Hoffman Ttromner Normal Normal
Trofik Eutrofi Eutrofi

Tungkai
Kanan Kiri
Gerakan Cukup Kuat
Kekuatan 3 5
Tonus Eutoni Eutoni
Klonus
-Paha Negatif Negatif
-Kaki Negatif Negatif
Refleks fisiologis
-KPR Positif Positif
-APR Positif Positif
Refleks patologis
-Babinsky Positif Positif
-Chaddock Tidak ada Tidak ada
18

-Oppenheim Tidak ada Tidak ada


-Gordon Tidak ada Tidak ada
-Schaeffer Tidak ada Tidak ada
-Rossolimo Tidak ada Tidak ada
-Mendel Bechtereyev Tidak ada Tidak ada

I.6.3 DIAGNOSA
- Diagnosa Klinik :Hemiparese dextra tipe Spastik+ Parese
Nervus VII dextra tipe Sentral +Parese Nervus XII dextra tipe
sentral
- Diagnosis Topik : Lesi di kapsula interna hemisferium serebri
- Diagnosis Etiologi : CVD non hemoragik (Thrombosis serebri)

I.6.4 Penatalaksanaan
Perawatan :
CT Scan kepala
Cek BSN

Tatalaksana:
IVFD RL gtt 20x/m
Inj. Citicoline 2x500 mg (IV)
Inj. Ranitidin 2x1 amp (IV)
Aspilet 2x2 tab : stop
Neurodex 1x1 tab
Inj. Kalnex 3x500
Bedrest Total

1.6.5 Prognosa
Quo ad Vitam : Bonam
19

Quo ad Functionam : Dubia ad bonam


Quo ad Sanationam : Dubia ad bonam

DISKUSI KASUS

DIAGNOSA BANDING
I. Diagnosis Banding Topik

1) Lesi di korteks hemiferum serebri Pada penderita ditemukan gejala:


- Gejala iritatif (kejang pada sisi
- Gejala iritatif (kejang pada sisi yang lemah)
- Hemiparese tidak sama berat yang lemah) tidak ada
- Hemiparese sama berat
- Gejala defisit sensorik pada sisi yang lemah
Afasia motorik kortikalis - Defisit sensorik pada sisi
yang lemah tidak ada
- Afasia motorik kortikalis
Jadi, kemungkinan lesi di korteks hemisferium serebri dapat disingkirkan.

2) Lesi di kapsula interna hemisferium Pada penderita ditemukan gejala:


serebri - hemiparese sama berat
- Ada hemiparese/hemiplegia sama berat - ada Parese N. VII tipe sentral
- Parese N. VII tipe sentral - ada Parese N. XII tipe sentral
- Parese N. XII tipe sentral
Jadi, kemungkinan lesi di kapsula interna hemisferium cerebri dapat ditegakkan.

3) Lesi di subkorteks hemisferium serebri


- Hemiparese (defisit motorik)
- Hemiparese (defisit motorik) sama berat sama berat
- Ada afasia motorik subkortikal Lesi di korteks - Tidak ada Afasia motorik
hemisferium serebri subkortikal
Jadi, kemungkinan lesi di subkorteks hemisferium serebri dapat disingkirkan

Kesimpulan Diagnosis topik : lesi di kapsula interna hemisferium cerebri

II. Diagnosis Banding Etiologi


20

1) Emboli Serebri Pada penderita ditemukan gejala :

- Tidak ada penurunan kesadaran - Terdapat penurunan kesadaran


- Ada atrial fibrilasi - Tidak ada atrial fibrilasi
- Terjadi saat aktifitas - Tidak terjadi saat aktifitas

Jadi, kemungkinan etiologi emboli serebri dapat disingkirkan karena tidak


memenuhi 3 kriteria.

2) Trombosis Serebri Pada penderita ditemukan gejala :


- Tidak ada penurunan kesadaran - Tidak Terjadi penurunan kesadaran
- Biasa nya terjadi saat bangun tidur - Terjadi saat istirahat
- Sering didahului TIA - didahului TIA
Jadi, kemungkinan etiologi thrombosis serebri dapat ditegakka karena
memenuhi 2 kriteria dari 3 kriteria.

3) Hemoragik Serebri
Pada penderita ditemukan gejala
- Penurunan kesadaran
- Terjadi saat aktivitas - Tidak terjadi penurunan kesadaran

- Didahului sakit kepala, mual - Tidak terjadi saat aktivitas

dan atau muntah - Ada sakit kepala, tidak mual atau muntah

- Riwayat hipertensi - Ada riwayat hipertensi


Jadi, kemungkinan etiologi hemoragik serebri dapat singkirkan karena
tidak memenuhi dari 4 kriteria

Kesimpulan Diagnosis Etiologi : CVD non hemoragik (Trombosis serebri)

III. Diagnosis Banding Tipe Kelemahan


21

Pada penderita ditemukan


1) Flaksid
- Hipotonus - Hipertonus
- Hiporefleks - Hiperefleks
- Refleks patologis (-) - Refleks Patologis (-)
- Atrofi otot (+) - Atrofi Otot (-)
Pada penderita ditemukan
2) Spastik
- Hipertonus - Hipertonus
- Hiperefleks - Hiperefleks
- Refleks patologi (+) atau (-) - Refleks Patologis (-)
- Atrofi otot (-) - Atrofi Otot (-)
Jadi, kemungkinan tipe kelemahan pada kasus yaitu tipe spastic

1.8 Lembar Follow Up


22

TANGGAL
PERJALANAN PENYAKIT INSTRUKSI
/ PUKUL
1-Maret Keluhan: Kelemahan pada tungkai dan Farmakoterapi
-2020 lengan kanan
-IVFD RL gtt
6:30
Status Generalis 15x/m
- Kesadaran : E3M6V4 -Inj. Ranitidin 2x1
- TD : 140/80 mmHg
amp (IV)
- HR : 64x/menit, reguler
- RR : 24 x/menit -Inj.Citicoline
- Temp : 36,5oC 2x500 mg (IV)
-Aspilet 2x2 mg
Nervi Cranialis
- N.I: penciuman normal -Neurodex 1x1 tab
- N.II: Tidak diperiksa - -inj kalnex 3x500
- N.III, IV, VI: Pupil bulat, refleks pupil (+/+),
- -bedrest total
isokor, refleks cahaya langsung (+/+).
- N.V: Trimus (-) -
- N.VII: Mengerutkan dahi tidak semetris.
- N. VIII: Tidak ada kelainan
- N.IX, X: Refleks menelan ada
- N.XI : memutar kepala belum dapat dinilai,
mengangkat bahu (+)
- N.XII: deviasi ke kanan
- Atrofi lidah (-), fasikulasi (-), dysartia (-)

Columna Vertebralis:
tidak ada kelainan

Fungsi Motorik
LENGAN Kanan Kiri
Gerakan : Cukup kuat
Kekuatan : 3 5
Tonus : Hipertonus Hipotoni
Refleks fisiologis
Biceps: Hiperrefleks Normal
Triceps: Hiperrefleks Normal
P. Radius: Hiperrefleks Normal
P. Ulna: Hiperrefleks Normal
Refleks patologis
Hoffman T : Normal Normal

TUNGKAI Kanan Kiri


23

Gerakan : Cukup Kuat


Kekuatan : 3 5
Tonus : Eutoni Eutoni
Klonus
- Paha : Negatif Negatif
- Kaki : Negatif Negatif
- Refleks fisiologis
- KPR : Positif Positif
- APR : Positif Positif

- Refleks patologis
- Babinsky : Positif Positif
- Chaddock : Negatif Negatif
- Oppenhaim : Negatif Negatif
- Gordon : Negatif Negatif
- Schaeffer : Negatif Negatif
- Rossolimo : Negatif Negatif
- Mendel B : Negatif Negatif

Gejala rangsang meningeal :


Negatif
Fungsi luhur: tidak ada kelainan
Gerakan abnormal : Tidak ada
Fungsi vegetatif:
Miksi: Normal
Defekasi: belum BAB
Diagnosis Klinik : Hemiparese
Dextra tipe Spastik + Parese NVII
Dextra tipe sentral + Parese N. XII
dextra tipe sentral
Diagnosis Topik : Lesi di Capsula
Interna hemisferium cerebri
- Diagnosis Etiologi : CVD non hemoragik
(Trombosis serebri)

2-Maret Keluhan: sukar berjalan karna kelemahan Farmakoterapi:


-2020 Status Generalis
-IVFD RL gtt
24

20.00 - Kesadaran : E3M6V4 15x/m


- TD : 170/120mmHg -Inj. Ranitidin 2x1
- HR : 60x/menit, regular
amp (IV)
- RR : 22 x/menit
- Temp : 36,6oC -Inj.Citicoline
Nervi Cranialis 2x500 mg (IV)
- N.I: penciuman normal
-Aspilet 2x2 mg
- N.II: Tidak diperiksa
- N.III, IV, VI: Pupil bulat, refleks pupil (+/+), -Neurodex 1x1 tab
isokor, refleks cahaya langsung (+/+). - -inj kalnex 3x500
- N.V: Trimus (-)
-bedrest total
- N.VII: mengerutkandahi tidak semetris
- N. VIII: Tidak ada kelainan -
- N.IX, X: Refleks menelan ada
- N.XI : memutar kepala (+), mengangkat bahu
(+)
- N.XII: deviasi ke kanan
Atrofi lidah (-), fasikulasi (-), dysartia (-)

Columna Vertebralis:
tidak ada kelainan

Fungsi Motorik
LENGAN Kanan Kiri
Gerakan : Cukup Kuat
Kekuatan : 3 5
Tonus : Hipertoni Hipotoni
Refleks fisiologis
Biceps: Hiperrefleks Normal
Triceps: Hiperrefleks Normal
P. Radius: Hiperrefleks Normal
P. Ulna: Hiperrefleks Normal
Refleks patologis
Hoffman Trommer : Normal Normal

TUNGKAI Kanan Kiri


Gerakan : Cukup Kuat
Kekuatan : 3 5
Tonus : Eutoni eutoni
Klonus
- Paha : Negatif Negatif
- Kaki : Negatif Negatif
- Refleks fisiologis
- KPR : Positif Positif
25

- APR : Positif Positif

- Refleks patologis
- Babinsky : Positif Positif
- Chaddock : Negatif Negatif
- Oppenhaim : Negatif Negatif
- Gordon : Negatif Negatif
- Schaeffer : Negatif Negatif
- Rossolimo : Negatif Negatif
- Mendel B : Negatif Negatif

Gejala rangsang meningeal :


Negatif
Fungsi luhur: tidak ada kelainan
Gerakan abnormal : Tidak ada
Fungsi vegetatif:
Miksi: Normal
Defekasi: Normal
Diagnosis Klinik : Hemiparese
Dextra tipe Spastik +Parese N. VII
Dextra tipe sentral + parese N.XII
Dextra tipe sentral
Diagnosis Topik : Lesi di Capsula
Interna hemiferium serebri
- Diagnosis Etiologi : CVD non hemoragik
(Trombosis serebri)
3-Maret Keluhan: sukar berjalan karna kelemahan Farmakoterapi:
-2020 -IVFD RL gtt
06:30 Status Generalis
- Kesadaran : E4M5V5 15x/m
- TD : 140/100 mmHg -Inj. Ranitidin 2x1
- HR : 56x/menit, reguler
amp (IV)
- RR : 22 x/menit
- Temp : 36,5oC -Inj. Citicoline
Nervi Cranialis 2x500 mg (IV)
- N.I: penciuman normal
- - inj. Asam
- N.II: Tidak diperiksa
- N.III, IV, VI: Pupil bulat, refleks pupil (+/+), trakneksamat3x50
isokor, refleks cahaya langsung (+/+). 0 mg
- N.V: Trimus (-)
- N.VII: mengerutkan dahi tidak semetris
- N. VIII: Tidak ada kelainan
- N.IX, X: Refleks menelan ada
- N.XI : memutar kepala (+), mengangkat bahu
26

(+)
- N.XII: deviasi ke kanan
Atrofi lidah (-), fasikulasi (-), dysartia (-)

Columna Vertebralis:
tidak ada kelainan

Fungsi Motorik
LENGAN Kanan Kiri
Gerakan : Cukup Kuat
Kekuatan : 0 5
Tonus : hipertonus eutoni
Refleks fisiologis
Biceps: Hiperefleks Normal
Triceps: Hiperefleks Normal
P. Radius: Hiperefleks Normal
P. Ulna: Hiperefleks Normal
Refleks patologis
Hoffman Trommer : Normal Normal

TUNGKAI Kanan Kiri


Gerakan : Cukup Kuat
Kekuatan : 0 5
Tonus : Hipertoni Eutoni
Klonus
- Paha : Positif Negatif
- Kaki : Positif Negatif
- Refleks fisiologis
- KPR : Positif Positif
- APR : Positif Positif
- Refleks patologis
- Babinsky : Positif Positif
- Chaddock : Negatif Negatif
- Oppenhaim : Positif Negatif
- Gordon : Negatif Negatif
- Schaeffer : Negatif Negatif
- Rossolimo : Negatif Negatif
- Mendel B : Negatif Negatif

Gejala rangsang meningeal :


Negatif
Fungsi luhur: tidak ada kelainan
Gerakan abnormal : Tidak ada
27

Fungsi vegetatif:
Miksi: Normal
Defekasi: Normal
Diagnosis Klinik : Hemiparese
Dextra tipe Spastik + Parese N. VII
Dextra tipe sentral + parese N. XII
Dextra tipe sentral
Diagnosis Topik : Lesi di Capsula
Interna hemiferium serebri
- Diagnosis Etiologi : CVD non hemoragik
(Trombosis serebri)

TANGGAL
PERJALANAN PENYAKIT INSTRUKSI
/ PUKUL
4-Maret Keluhan: Kelemahan pada tungkai dan Farmakoterapi
-2020 lengan kanan
-IVFD RL gtt
6:30
Status Generalis 15x/m
- Kesadaran : E3M6V4 -Inj. Ranitidin 2x1
- TD : 110/80 mmHg
amp (IV)
- HR : 64x/menit, reguler
- RR : 23 x/menit -Inj.Citicoline
- Temp : 36,2oC 2x500 mg (IV)
-asam tranexamat
Nervi Cranialis
- N.I: penciuman normal 120
- N.II: Tidak diperiksa - manitol 24 = o6
- N.III, IV, VI: Pupil bulat, refleks pupil (+/+),
isokor, refleks cahaya langsung (+/+).
- N.V: Trimus (-)
- N.VII: Mengerutkan dahi tidak semetris.
- N. VIII: Tidak ada kelainan
- N.IX, X: Refleks menelan ada
- N.XI : memutar kepala belum dapat dinilai,
mengangkat bahu (+)
- N.XII: deviasi ke kanan
Atrofi lidah (-), fasikulasi (-), dysartia (-)

Columna Vertebralis:
tidak ada kelainan

Fungsi Motorik
28

LENGAN Kanan Kiri


Gerakan : Cukup kuat
Kekuatan : 4 5
Tonus : Eutoni Eutoni
Refleks fisiologis
Biceps: Hiperefleks Normal
Triceps: Hiperepleks Normal
P. Radius: Hiperepleks Normal
P. Ulna: Hiperepleks Normal
Refleks patologis
Hoffman T : Normal Normal
Trofik : Eutoni Eutoni

TUNGKAI Kanan Kiri


Gerakan : Cukup Kuat
Kekuatan : 1 5
Tonus : Eutoni Eutoni
Klonus
- Paha : Negatif Negatif
- Kaki : Negatif Negatif
- Refleks fisiologis
- KPR : Positif Positif
- APR : Positif Positif

- Refleks patologis
- Babinsky : Positif Positif
- Chaddock : Negatif Negatif
- Oppenhaim : Positif Negatif
- Gordon : Negatif Negatif
- Schaeffer : Negatif Negatif
- Rossolimo : Negatif Negatif
- Mendel B : Negatif Negatif

Gejala rangsang meningeal :


Negatif
Fungsi luhur: tidak ada kelainan
Gerakan abnormal : Tidak ada
Fungsi vegetatif:
Miksi: Normal
Defekasi: belum BAB
Diagnosis Klinik : Hemiparese
Dextra tipe Spastik + Parese NVII
Dextra tipe sentral + Parese N. XII
dextra tipe sentral
29

Diagnosis Topik : Lesi di Capsula


Interna hemisferium cerebri
- Diagnosis Etiologi :
CVD non hemoragik (Trombosis serebri)

5-Maret Keluhan: kelemahan pada lengan dan Farmakoterapi:


-2020 tungkai kanan
-IVFD RL gtt
20.00 Status Generalis
- Kesadaran : E4M6V5 15x/m
- TD : 140/100mmHg -Inj. Ranitidin 2x1
- HR : 64x/menit, regular
amp (IV)
- RR : 23 x/menit
- Temp : 36,5oC -Inj.Citicoline
Nervi Cranialis 2x500 mg (IV)
- N.I: penciuman normal
-inj asam tranexa-
- N.II: Tidak diperiksa
- N.III, IV, VI: Pupil bulat, refleks pupil (+/+), mat 500 mg
isokor, refleks cahaya langsung (+/+). -manitol 24 =06
- N.V: Trimus (-)
diturunkan 3x125
- N.VII: mengerutkandahi tidak semetris
- N. VIII: Tidak ada kelainan mg habis dalam ½
- N.IX, X: Refleks menelan ada jam
- N.XI : memutar kepala (+), mengangkat bahu
- - ibuprofen 3x400 g
(+)
- N.XII: deviasi ke kanan
Atrofi lidah (-), fasikulasi (-), dysartia (-)

Columna Vertebralis:
tidak ada kelainan

Fungsi Motorik
LENGAN Kanan Kiri
Gerakan : Cukup Kuat
Kekuatan : 1 5
Tonus : Hipertoni Hipotoni
Refleks fisiologis
Biceps: Hiperefleks Normal
30

Triceps: Hiperefleks Normal


P. Radius: Hiperefleks Normal
P. Ulna: Hiperefleks Normal
Refleks patologis
Hoffman Trommer : Normal Normal
Trofik : Eutoni Eutoni

TUNGKAI Kanan Kiri


Gerakan : Cukup Kuat
Kekuatan : 1 5
Tonus : Eutoni eutoni
Klonus
- Paha : Negatif Negatif
- Kaki : Negatif Negatif
- Refleks fisiologis
- KPR : Positif Positif
- APR : Positif Positif

- Refleks patologis
- Babinsky : Positif Negatif
- Chaddock : Negatif Negatif
- Oppenhaim : Negatif Negatif
- Gordon : Negatif Negatif
- Schaeffer : Negatif Negatif
- Rossolimo : Negatif Negatif
- Mendel B : Negatif Negatif

Gejala rangsang meningeal :


Negatif
Fungsi luhur: tidak ada kelainan
Gerakan abnormal : Tidak ada
Fungsi vegetatif:
Miksi: Normal
Defekasi: Normal
Diagnosis Klinik : Hemiparese
Dextra tipe Spastik +Parese N. VII
Dextra tipe sentral + parese N.XII
Dextra tipe sentral
Diagnosis Topik : Lesi di Capsula
Interna hemiferium serebri
- Diagnosis Etiologi : CVD non hemoragik
(Trombosis serebri)
6-Maret Keluhan: kelemahan pada lengan kanan Farmakoterapi:
-2020 mulai membaik
-IVFD RL gtt
Status Generalis
31

06:30 - Kesadaran : E4M6V5 15x/m


- TD : 140/100 mmHg
-Inj. Ranitidin 2x1
- HR : 56x/menit, reguler
- RR : 23 x/menit amp (IV)
- Temp : 36,6oC -Inj. Citicoline
Nervi Cranialis
2x500 mg (IV)
- N.I: penciuman normal
- N.II: Tidak diperiksa - - ibuprofen 400 mg
- N.III, IV, VI: Pupil bulat, refleks pupil (+/+), - - salbutamol 1/1 tab
isokor, refleks cahaya langsung (+/+).
- N.V: Trimus (-)
- N.VII: mengerutkan dahi tidak semetris
- N. VIII: Tidak ada kelainan
- N.IX, X: Refleks menelan ada
- N.XI : memutar kepala (+), mengangkat bahu
(+)
- N.XII: deviasi ke kanan
Atrofi lidah (-), fasikulasi (-), dysartia (-)

Columna Vertebralis:
tidak ada kelainan

Fungsi Motorik
LENGAN Kanan Kiri
Gerakan : Cukup Kuat
Kekuatan : 1 5
Tonus : hipertonus eutoni
Refleks fisiologis
Biceps: Hiperrefleks Normal
Triceps: Hiperrefleks Normal
P. Radius: Hiperrefleks Normal
P. Ulna: Hiperrefleks Normal
Refleks patologis
Hoffman Trommer : Normal Normal

TUNGKAI Kanan Kiri


Gerakan : Cukup Kuat
Kekuatan : 1 5
Tonus : Hipertoni Eutoni
Klonus
- Paha : Positif Negatif
- Kaki : Positif Negatif
- Refleks fisiologis
- KPR : Positif Positif
32

- APR : Positif Positif


- Refleks patologis
- Babinsky : Negatif Negatif
- Chaddock : Negatif Negatif
- Oppenhaim : Positif Negatif
- Gordon : Negatif Negatif
- Schaeffer : Negatif Negatif
- Rossolimo : Negatif Negatif
- Mendel B : Negatif Negatif

Gejala rangsang meningeal :


Negatif
Fungsi luhur: tidak ada kelainan
Gerakan abnormal : Tidak ada
Fungsi vegetatif:
Miksi: Normal
Defekasi: Normal
Diagnosis Klinik : Hemiparese
Dextra tipe Spastik + Parese N. VII
Dextra tipe sentral + parese N. XII
Dextra tipe sentral
Diagnosis Topik : Lesi di Capsula
Interna hemiferium serebri
- Diagnosis Etiologi : CVD non hemoragik
(Trombosis serebri)

TANGGAL
PERJALANAN PENYAKIT INSTRUKSI
/ PUKUL
7-Maret Keluhan: Kelemahan pada tungkai dan Farmakoterapi
-2020 lengan kanan mulai membaik
-IVFD RL gtt
6:30
Status Generalis 15x/m
- Kesadaran : E3M6V4 -Inj. Ranitidin 2x1
- TD : 140/80 mmHg
amp (IV)
- HR : 64x/menit, reguler
- RR : 24 x/menit -Inj.Citicoline
- Temp : 36,5oC 2x500 mg (IV)
-Aspilet 2x2 mg
Nervi Cranialis
- N.I: penciuman normal -Neurodex 1x1 tab
- N.II: Tidak diperiksa - -inj kalnex 3x500
- N.III, IV, VI: Pupil bulat, refleks pupil (+/+),
- -bedrest total
33

isokor, refleks cahaya langsung (+/+). -


- N.V: Trimus (-)
- N.VII: Mengerutkan dahi tidak semetris.
- N. VIII: Tidak ada kelainan
- N.IX, X: Refleks menelan ada
- N.XI : memutar kepala belum dapat dinilai,
mengangkat bahu (+)
- N.XII: deviasi ke kanan
Atrofi lidah (-), fasikulasi (-), dysartia (-)

Columna Vertebralis:
tidak ada kelainan

Fungsi Motorik
LENGAN Kanan Kiri
Gerakan : Cukup kuat
Kekuatan : 1 5
Tonus : Eutoni Eutoni
Refleks fisiologis
Biceps: Hiperrefleks Normal
Triceps: Hiperrefleks Normal
P. Radius: Hiperrefleks Normal
P. Ulna : Hiperrefleks Normal
Refleks patologis
Hoffman T : Normal Normal

TUNGKAI Kanan Kiri


Gerakan : Cukup Kuat
Kekuatan : 4 5
Tonus : Eutoni Eutoni
Klonus
- Paha : Negatif Negatif
- Kaki : Negatif Negatif
- Refleks fisiologis
- KPR : Positif Positif
- APR : Positif Positif

- Refleks patologis
- Babinsky : Negatif Negatif
- Chaddock : Negatif Negatif
- Oppenhaim : Negatif Negatif
- Gordon : Negatif Negatif
- Schaeffer : Negatif Negatif
- Rossolimo : Negatif Negatif
34

- Mendel B : Negatif Negatif

Gejala rangsang meningeal :


Negatif
Fungsi luhur: tidak ada kelainan
Gerakan abnormal : Tidak ada
Fungsi vegetatif:
Miksi: Normal
Defekasi: belum BAB
Diagnosis Klinik : Hemiparese
Dextra tipe Spastik + Parese NVII
Dextra tipe sentral + Parese N. XII
dextra tipe sentral
Diagnosis Topik : Lesi di Capsula
Interna hemisferium cerebri
- Diagnosis Etiologi : CVD non hemoragik
(Trombosis serebri)

8-Maret Keluhan: sukar berjalan karna kelemahan Farmakoterapi:


-2020 Status Generalis
-IVFD RL gtt
20.00 - Kesadaran : E3M6V4
- TD : 170/120mmHg 15x/m
- HR : 60x/menit, regular -Inj. Ranitidin 2x1
- RR : 22 x/menit
amp (IV)
- Temp : 36,6oC
Nervi Cranialis -Inj.Citicoline
- N.I: penciuman normal 2x500 mg (IV)
- N.II: Tidak diperiksa
-Aspilet 2x2 mg
- N.III, IV, VI: Pupil bulat, refleks pupil (+/+),
isokor, refleks cahaya langsung (+/+). -Neurodex 1x1 tab
- N.V: Trimus (-) - -inj kalnex 3x500
- N.VII: mengerutkandahi tidak semetris
-bedrest total
- N. VIII: Tidak ada kelainan
- N.IX, X: Refleks menelan ada -
- N.XI : memutar kepala (+), mengangkat bahu
(+)
- N.XII: deviasi ke kanan
35

Atrofi lidah (-), fasikulasi (-), dysartia (-)

Columna Vertebralis:
tidak ada kelainan

Fungsi Motorik
LENGAN Kanan Kiri
Gerakan : Cukup Kuat
Kekuatan : 3 5
Tonus : Hipertoni Hipotoni
Refleks fisiologis
Biceps: Hiperrefleks Normal
Triceps: Normal Normal
P. Radius: Hiperrefleks Normal
P. Ulna: Hiperrefleks Normal
Refleks patologis
Hoffman Trommer : Normal Normal

TUNGKAI Kanan Kiri


Gerakan : Cukup Kuat
Kekuatan : 4 5
Tonus : Eutoni eutoni
Klonus
- Paha : Negatif Negatif
- Kaki : Negatif Negatif
- Refleks fisiologis
- KPR : Positif Positif
- APR : Positif Positif

- Refleks patologis
- Babinsky : Negatif Negatif
- Chaddock : Negatif Negatif
- Oppenhaim : Negatif Negatif
- Gordon : Negatif Negatif
- Schaeffer : Negatif Negatif
- Rossolimo : Negatif Negatif
- Mendel B : Negatif Negatif

Gejala rangsang meningeal :


Negatif
Fungsi luhur: tidak ada kelainan
Gerakan abnormal : Tidak ada
Fungsi vegetatif:
Miksi: Normal
36

Defekasi: Normal
Diagnosis Klinik : Hemiparese
Dextra tipe Spastik +Parese N. VII
Dextra tipe sentral + parese N.XII
Dextra tipe sentral
Diagnosis Topik : Lesi di Capsula
Interna hemiferium serebri
- Diagnosis Etiologi : CVD non hemoragik
(Trombosis serebri)

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi Otak


Sistem saraf merupakan salah satu sistem dalam tubuh yang dapat
berfungsi sebagai media komunikasi antar sel maupun organ dan dapat
berfungsi sebagai pengendali berbagai sistem organ lain yang berjalan relatif
cepat dibandingkan dengan sistem humoral, karena komunikasi berjalan
melalui proses penghantaran impuls listrik disepanjang saraf. Berdasarkan
struktur dan fungsinya, sistem saraf secara garis besar dapat dibagi dalam
sistem saraf pusat (SSP) yang terdiri dari otak dan medula spinalis dan sistem
saraf tepi (SST). Didalam sistem saraf pusat terjadi berbagai proses analisis
informasi yang masuk serta proses sintesis dan mengintegrasikannya.1
Otak adalah organ vital yang terdiri dari 100-200 milyar sel aktif
yang saling berhubungan dan bertanggung jawab atas fungsi mental dan
37

intelektual kita. Otak terdiri dari sel-sel otak yang disebut neuron. Otak
merupakan organ yang sangat mudah beradaptasi meskipun neuron-neuron di
otak mati tidak mengalami regenerasi, kemampuan adaptif atau plastisitas
pada otak dalam situasi tertentu bagian-bagian otak dapat mengambil alih
fungsi dari bagian-bagian yang rusak. Otak sepertinya belajar kemampuan
baru. Ini merupakan mekanisme paling penting yang berperan dalam
pemulihan stroke.1
Otak merupakan bagian sistem saraf pusat dimana dalam
pembagiannya digolongkan menjadi korteks serebri, ganglia basalis, thalamus
dan hypothalamus, mesenchepalon, batang otak, dan serebelum. Bagian ini
dilindungi oleh tiga selaput pelindung (meningens) yaitu duramater,
arachnoidea, piamater dan dilindungi oleh tulang tengkorak .1
Otak terdiri dari neuron – neuron, sel glia, cairan serebrospinalis, dan
pembuluh darah. Semua orang memiliki jumlah neuron yang sama yaitu
sekitar 100 miliar tetapi jumlah koneksi diantara berbagai neuron tersebut
berbeda – beda. Orang dewasa yang mengkonsumsi sekitar 20% oksigen dan
50% glukosa di dalam darah arterinya hanya membentuk sekitar 2% atau 1,4
kg koneksi neuron dari berat tubuh total.1
Otak harus menerima lebih kurang satu liter darah per menit, yaitu
sekitar 15% dari darah total yang dipompa oleh jantung saat istirahat agar
berfungsi normal. Otak mendapat darah dari arteri. Yang pertama adalah
arteri karotis interna yang terdiri dari arteri karotis (kanan dan kiri), yang
menyalurkan darah ke bagian depan otak disebut sebagai sirkulasi arteri
serebrum anterior. Yang kedua adalah vertebrobasiler, yang memasok darah
ke bagian belakang otak disebut sebagai sirkulasi arteri serebrum posterior.
Selanjutnya sirkulasi arteri serebrum anterior bertemu dengan sirkulasi arteri
serebrum posterior membentuk suatu sirkulus willisi.1
38

Gambar 2.1 Anatomi Otak dan Sirkulus Willisi

Ada dua hemisfer di otak yang memiliki masing-masing fungsi.


Fungsi-fungsi dari otak adalah otak merupakan pusat gerakan atau motorik,
sebagai pusat sensibilitas, sebagai area broca atau pusat bicara motorik, sebagai
area wernicke atau pusat bicara sensoris, sebagai area visuosensoris, dan otak
kecil yang berfungsi sebagai pusat koordinasi serta batang otak yang
merupakan tempat jalan serabut-serabut saraf ke target organ.1
Jika terjadi kerusakan gangguan otak maka akan mengakibatkan
kelumpuhan pada anggota gerak, gangguan bicara, serta gangguan dalam
pengaturan nafas dan tekanan darah. Gejala di atas biasanya terjadi karena
adanya serangan stroke.1
Secara garis besar, sistem saraf dibagi menjadi 2, yaitu sistem saraf
pusat dan sistem saraf tepi. Sistem saraf pusat (SSP) terbentuk oleh otak dan
medulla spinalis. Sistem saraf disisi luar SSP disebut sistem saraf tepi (SST).
Fungsi dari SST adalah menghantarkan informasi bolak balik antara SSP
dengan bagian tubuh lainnya. Otak merupakan bagian utama dari sistem saraf,
dengan komponen bagiannya adalah2:
1) Cerebrum
39

Cerebrum merupakan bagian otak yang terbesar yang terdiri dari


sepasang hemisfer kanan dan kiri dan tersusun dari korteks. Korteks
ditandai dengan sulkus (celah) dan girus.
Cerebrum dibagi menjadi beberapa lobus, yaitu:
a) Lobus frontalis
Lobus frontalis berperan sebagai pusat fungsi intelektual yang lebih
tinggi, seperti kemampuan berpikir abstrak dan nalar, bicara (area
broca di hemisfer kiri), pusat penghidu, dan emosi. Bagian ini
mengandung pusat pengontrolan gerakan volunter di gyrus
presentralis (area motorik primer) dan terdapat area asosiasi motorik
(area premotor). Pada lobus ini terdapat daerah broca yang mengatur
ekspresi bicara, lobus ini juga mengatur gerakan sadar, perilaku sosial,
berbicara, motivasi dan inisiatif.2

b) Lobus temporalis
Lobus temporalis temporalis mencakup bagian korteks serebrum yang
berjalan ke bawah dari fisura laterali dan sebelah posterior dari fisura
parieto-oksipitalis. Lobus ini berfungsi untuk mengatur daya ingat
verbal, visual, pendengaran dan berperan dlm pembentukan dan
perkembangan emosi.2

c) Lobus parietalis
Lobus Parietalis merupakan daerah pusat kesadaran sensorik di gyrus
postsentralis (area sensorik primer) untuk rasa raba dan pendengaran.2

d) Lobus oksipitalis
Lobus oksipitalis berfungsi untuk pusat penglihatan dan area asosiasi
penglihatan: menginterpretasi dan memproses rangsang penglihatan
dari nervus optikus dan mengasosiasikan rangsang ini dengan
informasi saraf lain & memori.2

e) Lobus Limbik
40

Lobus limbik berfungsi untuk mengatur emosi manusia, memori


emosi dan bersama hipothalamus menimbulkan perubahan melalui
pengendalian atas susunan endokrin dan susunan otonom.2

2) Cerebellum
Cerebellum adalah struktur kompleks yang mengandung lebih banyak
neuron dibandingkan otak secara keseluruhan.2

3) Brainstem
Brainstem adalah batang otak, berfungsi untuk mengatur seluruh proses
kehidupan yang mendasar. Berhubungan dengan diensefalon diatasnya
dan medulla spinalis dibawahnya.2
41

Gambar 2.2 Anatomi Bagian Otak

2.2 Fisiologi Otak


Sistem karotis terutama melayani kedua hemisfer otak, dan sistem
vertebrabasilaris terutama memberi darah bagi batang otak, serebelum dan
bagian posterior hemisfer. Aliran darah di otak (ADO) dipengaruhi
terutama 3 faktor. Dua faktor yang paling penting adalah tekanan untuk
memompa darah dari sistem arteri-kapiler ke sistem vena, dan tahanan
(perifer) pembuluh darah otak. Faktor ketiga, adalah faktor darah sendiri
yaitu viskositas darah dan koagulobilitasnya (kemampuan untuk
membeku).1 Dari faktor pertama, yang terpenting adalah tekanan darah
sistemik (faktor jantung, darah, pembuluh darah, dll), dan faktor
kemampuan khusus pembuluh darah otak (arteriol) untuk menguncup bila
tekanan darah sistemik naik dan berdilatasi bila tekanan darah sistemik
menurun. Daya akomodasi sistem arteriol otak ini disebut daya otoregulasi
pembuluh darah otak (yang berfungsi normal bila tekanan sistolik antara
50-150 mmHg).1
Faktor darah, selain viskositas darah dan daya membekunya, juga
di antaranya seperti kadar/tekanan parsial CO2 dan O2 berpengaruh
terhadap diameter arteriol. Kadar/tekanan parsial CO2 yang naik, PO2 yang
turun, serta suasana jaringan yang asam (pH rendah), menyebabkan
vasodilatasi, sebaliknya bila tekanan darah parsial CO2 turun, PO2 naik,
atau suasana pH tinggi, maka terjadi vasokonstriksi.1
Jika terjadi kerusakan gangguan otak maka akan mengakibatkan
kelumpuhan pada anggota gerak, gangguan bicara, serta gangguan dalam
pengaturan nafas dan tekanan darah. Gejala di atas biasanya terjadi karena
adanya serangan stroke.1
Sistem saraf terdiri dari susunan saraf pusat (SSP), yang mencakup
otak dan medulla spinalis, dan susunan saraf tepi (SST) yang mencakup
serat-serat saraf yang membawa informasi ke divisi aferen dan dari divisi
eferen SSP. Tiga kelas fungsional neuron-neuron aferen, neuron eferen, dan
antarneuron membentuk sel-sel peka rangsang sistem saraf. Neuron aferen
42

memberitahu SSP tentang kondisi di lingkungan eksternal dan internal.


Neuron eferen membawa perintah dari SSP ke organ efektor, yaitu otot dan
kelenjar. Antarneuron berperan mengintegrasikan informasi aferen dan
memformulasikan respons eferen, serta untuk fungsi-fungsi mental yang
lebih tinggi yang berkaitan dengan fungsi luhur.2
1. Korteks Serebri
Korteks serebri adalah lapisan luar (substansia grisea) yang
menutupi bagian di bawahnya yaitu substansia alba. Substansia alba
terdiri dari berkas-berkas saraf yang menghubungkan berbagai regio
korteks dengan bagian lain. Korteks terdiri dari badan sek saraf,
dendrit, dan sel glia. Tanggung jawab utama berbagai fungsi tertentu
terlokalisasikan di regio korteks tertentu sebagai berikut:
1) Lobus occipitalis mengandung korteks penglihatan
2) Lobus temporalis mengandung korteks pendengaran
3) Lobus parietalis berperan dalam penerimaan dan pemrosesan
perseptual masukan somatosensorik (somestetik dan proprioseptif)
4) Gerakan motorik volunter dijalankan oleh lobus frontalis tempat
5) korteks motorik primer dan daerah motorik luhur berbeda
43

Gambar 2.2 Area fungsional cortex cerebri

Kemampuan bahasa bergantung pada aktivitas terintegrasi dua


daerah bahasa primer-daerah Broca dan daerah Wernicke biasanya
hanya terletak di bagian otak yang dominan. Daerah asosisasi adalah
bagian-bagian korteks yang tidak secara spesifik dikaitkan dengan
pemrosesan masukan sensorik atau perintah motorik atau kemampuan
bahasa. Daerah-daerah ini merupakan penghubung integratif antara
berbagai informasi sensorik dan tindakan bertujuan, serta peran kunci
dalam fungsi-fungsi otak yang lebih tinggi misalnya ingatan dan
pengambilan keputusan. Daerah asosiasi mencakup korteks asosiasi
prefrontal, korteks asosiasi parietal-temporal-oksipital serta korteks
asosiasi limbik.2

Gambar 2.3 Homunculus cerebri

2. Nucleus Basal, Thalamus, dan Hipotalamus


44

Struktur-struktur otak pada subkorteks - nucleus basal, talamus,


dan hipotalamus berinteraksi secara ekstensif dengan korteks dalam
melakukan fungsinya. Nucleus basal menghambat tonus otot,
mengkoordinasikan kontraksi postural yang lambat dan menetap, dan
menekan pola-pola gerakan yang tidak bermanfaat. Talamus berfungsi
sebagai stasiun pemancar untuk pemrosesan awal masukan sensorik
dalam perjalanannya ke korteks, Bagian ini juga berperan dalam
kesadaran kasar akan sensasi dan beberapa tingkat kesadaran.
Hipotalamus mengatur banyak fungsi homeostatik, sebagian melalui
kontrolnya yang ekstensif pada sistem saraf otonom dan sistem
endokrin.2

2.3 Stroke
2.3.1 Definisi
Definisi stroke menurut WHO adalah tanda-tanda klinis
gangguan fungsi otak fokal atau global yang berkembang dengan
tiba-tiba, berlangsung lebih dari 24 jam atau menyebabkan
kematin, tanpa penyebab lain yang jelas selain dari vaskular.
Definisi lain stroke menurut American Heart Association (AHA)
istilah stroke harus digunakan secara luas untuk mencakup semua
hal berikut:3,4
1. Infark sistem saraf pusat adalah kematian otak, medula spinalis,
atau sel retina akibat iskemia, berdasarkan pada patologi,
imaging (pencitraan), atau bukti objektif lainnya dari cedera
iskemik fokal otak, medula spinalis, atau retina dalam distribusi
vaskular yang jelas, atau bukti klinis dari cedera iskemik fokal
dari otak, medula spinalis, atau retina berdasarkan gejala yang
bertahan ≥ 24 jam atau sampai kematian, dan etiologi lainnya
disingkirkan.
45

2. Definisi stroke iskemik adalah episode disfungsi neurologis


disebabkan oleh infark fokal dari cerebral, spinal, atau retina.
3. Definisi infark sistem saraf pusat “silent” adalah bukti imaging
(pencitraan) atau neuropatologis dari infark sistem saraf pusat,
tanpa riwayat disfungsi neurologis akut akibat lesi.
4. Definisi perdarahan intraserebral adalah perkembangan tanda
klinis disfungsi neurologis yang tiba-tiba disebabkan oleh
pengumpulan secara fokal dari darah di parenkim otak atau
sistem ventrikular yang tidak disebabkan oleh trauma.
5. Definisi perdarahan intraserebral “silent” adalah kumpulan
fokus dari darah yang kronis pada parenkim otak, ruang
subarachnoid, atau sistem ventrikel pada pemeriksaan
neuroimaging atau neuropatologi yang tidak disebabkan oleh
trauma dan tanpa riwayat disfungsi neurologis akut yang
disebabkan oleh lesi.
6. Definisi perdarahan subarachnoid adalah perdarahan ke dalam
ruang subarachnoid.
7. Definisi stroke akibat perdarahan subarachnoid perkembangan
tanda klinisi disfungsi neurologis dan atau nyeri kepala yang
tiba-tiba disebabkan oleh perdarah ke ruang subarachnoid yang
tidak disebabkan oleh trauma.
8. Definisi stroke akibat trombosis vena serebral adalah infark
atau perdarahan pada otak, medula spinalis, atau retina
disebabkan oleh trombosis dari struktur vena serebral. Tanda
dan gejala disebabkan oleh edema reversibel tanpa infark atau
perdarahan tidak dikategorikan sebagai stroke.
9. Definisi stroke yang tidak disebabkan secara spesifik adalah
episode disfungsi neurologis akut yang diduga disebabkan oleh
iskemia atau perdarahan, bertahan ≥ 24 jam atau sampai mati,
tetapi tanpa bukti yang cukup untuk diklasifikasikan sebagai
salah satu di atas.
46

2.3.2 Epidemiologi
Di seluruh dunia, stroke merupakan penyebab kedua
kematian dan urutan ketiga penyebab disabilitas. Sekitar 10% dari
55 kematian di dunia yang terjadi setiap tahun di dunia disebabkan
oleh stroke. Selama dekade ini, kejadian stroke telah menurun
sebanyak 42% di negara-negara berpenghasilan tinggi, sedangkan
selama empat dekade terakhir, insiden stroke di negara
berpenghasilan rendah dan menengah menjadi meningkat lebih
dari dua kali lipat.4
Prevalensi stroke berdasarkan diagnosis pada penduduk
umur ≥ 15 tahun di Indonesia pada tahun 2018 berdasarkan
diagnosis dokter sebanyak 10,9 per mil, jumlah ini meningkat
dibandingkan tahun 2013 berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan
sebanyak 7 per mil. Prevalensi stroke pada tahun 2013 berdasarkan
diagnosis tenaga kesehatan tertinggi di Sulawesi Utara (10,8 per
mil), diikuti oleh D.I Yogyakarta (10,3 per mil). Prevalensi stroke
berdasarkan terdiagnosis tenaga kesehatan dan gejala tertinggi
terdapat di Sulawesi Selatan (17,9 per mil), D.I Yogyakarta (16,9
per mil), Sulawesi Tengah (16,6 per mil), kemudian diikuti oleh
Jawa Timur (16 per mil). Prevalensi stroke cenderung lebih tinggi
pada masyarakat dengan pendidikan rendah baik yang terdiagnosis
tenaga kesehatan (16,5 per mil) maupun diagnosis tenaga
kesehatan atau gejala (32,8 per mil). Prevalensi stroke di perkotaan
lebih tinggi daripada pedesaan, Prevalensi juga lebih tinggi pada
masyarakat yang tidak bekerja dibandingkan yang bekerja. Stroke
juga meningkat seiring dengan bertambahnya umur, tertinggi pada
umur ≥ 75 tahun. Prevalensi stroke menurut Riskesdas terjadi sama
tinggi pada laki-laki dan perempuan.5

2.3.3 Klasifikasi
Menurut Perdossi stroke dapat diklasifikasikan berdasarkan
gambaran klinik, patologi anatomi, sistem pembuluh darah, dan
47

stadiumnya. Dasar klasifikasi yang berbeda-beda ini perlu, sebab


setiap jenis stroke mempunyai cara pengobatan, preventif, dan
prognosis yang berbeda, walaupun patogenesisnya serupa.6

1. Berdasarkan patologi anatomi dan penyebabnya


1) Stroke iskemik
a. Serangan iskemik sepintas (Transient Ischemic
Attack/TIA)
b. Trombosis serebri
c. Emboli serebri

2) Stroke hemoragik
a. Perdarahan intraserebral
Perdarahan intraserebral paling sering terjadi akibat
cedera vaskular yang dipicu oleh hipertensi dan ruptur
salah satu dari banyak arteri kecil yang menembus jauh
ke dalam jaringan otak. Apabila perdarahan terjadi pada
individu yang tidak mengidap hipertensi, maka
diperlukan pemeriksaan untuk mengetahui kausa lain
dari perdarahan tersebut seperti gangguan perdarahan,
malformasi arteriovena, dan tumor yang menyebabkan
erosi. Stroke yang disebabkan oleh perdarahan
intraserebrum paling sering terjadi pada saat pasien
terjaga dan aktif, sehingga kejadian sering disaksikan
orang lain.7
Karena lokasinya berdekatan dengan arteri-arteri
dalam, basal ganglia dan kapsula interna sering
menerima beban terbesar tekanan dan iskemia yang
disebabkan stroke tipe ini. Dengan mengingat bahwa
basal ganglia memodulasi fungsi motorik volunter dan
bahwa semua serat saraf aferen dan eferen di separuh
korteks mengalami pemadatan untuk masuk dan keluar
48

dari kapsula interna, maka dapat dilihat bahwa stroke di


salah satu bagian ini diperkirakan dapat menimbulkan
defisit yang sangat merugikan. Biasanya perdarahan di
dalam jarungan otak menyebabkan defisit neurologis
fokal yang cepat dan memburuk secara progresif dalam
beberapa menit sampai kurang dari 2 jam. Hemiparesis
di sisi yang berlawanan dari letak perdarahan merupakan
tanda khas pertama pada keterlibatan kapsula interna.7

b. Perdarahan subarachnoid
Perdarahan subarachnoid memiliki dua kausa utama
yaitu ruptur suatu aneurisma vaskular dan trauma kepala.
Karena perdarahan dapat masif dan ekstravasasi darah ke
dalam ruang subarachnoid lapisan meningen dapat
berlangsung cepat, maka angka kematian sangat tinggi
sekitar 50% pada bulan pertama setelah perdarahan.
Penyebab tingginya angka kematian ini adalah bahwa
empat penyulit utama dapat menyebabkan iskemia otak
serta morbiditas dan mortalitas tipe lambat yang dapat
terjadi lama setelah perdarahan terkendali. Penyulit-
penyulit tersebut adalah vasospasme reaktif disertai
infark, ruptur ulang, hiponatremia, dan hidrosefalus.
Bagi pasien yang bertahan hidup setelah perdarahan
awal, ruptur ulang atau perdarahan ulang adalah penyulit
paling berbahaya pada masa pascaperdarahan dini.
Vasospasme adalah penyulit yang terjadi 3 sampai 12
hari setelah perdarahan awal. Seberapa luas spasme
arteru menyebabkan iskemia dan infark bergantung pada
keparahan dan distribusi pembuluh-pembuluh yang
terlibat.7

2. Berdasarkan stadium/pertimbangan waktu


49

1) TIA
2) Stroke-in-evolution
3) Completed stroke

3. Berdasarkan sistem pembuluh darah


1) Sistem karotis
2) Sistem vertebro-basilar

Stroke mempunyai tanda klinik spesifik, tergantung daerah otak


yang mengalami iskemia atau infark. Serangan pada beberapa
arteri akan memberikan kombinasi gejala yang lebih banyak pula.
Bamford (1992) mengajukan klasifikasi klinis stroke sebagai
berikut:6
1. Total Anterior Circulation Infarct (TACI)
Gambaran klinik:
a. Hemiparesis dengan atau tanpa gangguan sensorik
(kontralateral sisi lesi)
b. Hemianopia (kontralateral sisi lesi)
c. Gangguan fungsi luhur: misalnya afasia, gangguan visuo-
spasial, hemineglect, agnosia, apraxia.

Infark tipe TACI ini penyebabnya adalah emboli kardiak


atau trombus arteri ke arteri, maka dengan segera pada
penderita ini dilakukan pemeriksaan fungsi kardiak dan jika
pemeriksaan ke arah emboli arteri ke arteri mendapatkan hasil
normal, maka dipertimbangkan untuk pemeriksaan
elektrokardiografi.

2. Partial Anterior Circulation Infark (PACI)


Gejela lebih terbatas pada daerah yang lebih kecil dari
sirkulasi serebral pada sistem karotis, yaitu:
a. Defisit motorik/sensorik dan hemianopia
b. Defisit motorik/sensorik disertai dengan gejala fungsi luhur
c. Gejala fungsi luhur dan hemianopia
50

d. Defisit motorik/sensorik murni yang kurang ekstensif


dibanding infark lakunar (hanya monoparesis-monosensorik)
e. Gangguan fungsi luhur saja

Gambaran klinis PACI terbatas secara anatomik pada daerah


tertentu dan percabangan arteri serebri media bagian kortikal,
atau pada percabangan arteri serebri media pada penderita
dengan kolateral kompensasi yang baik atau pada arteri serebri
anterior. Pada keadaan ini kemungkinan embolisasi sistematik
dari jantung menjadi penyebab stroke terbesar dan pemeriksaan
tambahan dilakukan seperti pada TACI.

3. Lacunar Infarct (LACI)


Disebabkan oleh infark pada arteri kecil dalam otak (small
deep infarct) yang lebih sensitif dilihat dengan MRI dari pada
CT-scan otak. Adapun tanda-tanda klinisnya:
a. Tidak ada defisit visual
b. Tidak ada gangguan fungsi luhur
c. Tidak ada gangguan fungsi batak otak
d. Defisit maksimum pada satu cabang arteri kecil
e. Gejalanya:
- Pure motor stroke (PMS)
- Pure sensory stroke (PSS)
- Ataksik hemiparesis (termasuk ataxia dan paresis
unilateral, dysarthria-hand syndrome)
Jenis infark ini bukan disebabkan karena proses emboli
karena biasanya pemeriksaan jantung dan arteri besar normal,
sehingga tidak diperlukan pemeriksaan khusus untuk mencari
emboli kardiak.

4. Posterior Circulation Infarct (POCI)


51

Terjadi oklusi pada batang otak dan atau lobus oksipitalis.


Penyebabnya sangat heterogen dibanding dengan tiga tipe
sebelumnya. Adapun gejala klinisnya adalah:
a. Disfungsi saraf otak, satu atau lebih sisi ipsilateral dan
gangguan motorik/sensorik kontralateral
b. Gangguan motorik/sensorik bilateral
c. Gangguan gerakan konjugat mata (horizontal atau vertikal)
d. Disfungsi serebelar tanpa gangguan long-tract ipsilateral
e. Isolated hemianopia atau buta kortikal

Heterogenesitas penyebab POCI menyebabkan


pemeriksaan kasus harus lebih teliti dan lebih mendalam. Salah
satu jenis POCI yang sering disebabkan emboli kardiak adalah
gangguan batang otak yang timbulnya serentak dengan
hemianopia homonym.
2.3.4 Faktor Risiko
Faktor risiko stroke dibagi menjadi faktor risiko yang dapat
diubah (modifiable risk factors) dan faktor risiko yang tidak dapat
diubah (non-modifiable risk factors) adalah sebagai berikut:7
1. Faktor risiko yang dapat diubah
1) Behavioral risk factors
a. Merokok
b. Unhealthy diet: lemak, garam berlebihan, asam urat,
kolesterol
c. Alkoholik
d. Obat-obatan: narkoba (kokain), antikoagulan,
antiplatelet, obat kontrasepsi
2) Physiological risk factors
a. Penyakit hipertensi
b. Penyakit jantung
c. Diabetes mellitus
d. Infeksi
e. Gangguan ginjal
52

f. Kegemukan
g. Polisitemia
h. Kelainan anatomi pembuluh darah

Dalam beberapa kasus, merokok dapat menyebabkan stroke,


serangan jantung, penyakit paru-paru, dan berbagai macam jenis
kanker. Penggunaan tembakau memiliki efek pada radikal bebas dan
terdapat racun yang merusak pembuluh darah dan berkontribusi
untuk membentuk “sumbatan” (trombus). Studi menunjukkan bahwa
salah satu bagian dari bagian dari rokok dapat meningkatkan denyut
jantung dan tekanan darah, serta membuat arteri menyempit.
Sejumlah penelitian telah menunjukkan potensi rokok berefek pada
faktor-faktor risiko stroke lainnya seperti peningkatan tekanan darah
dan penggunaan kontrasepsi oral. Tanpa diduga, perokok pasif
memiliki perkiraan terbesar dari risiko perokok aktif.7
Hipertensi adalah faktor risiko yang paling kuat dan sering
memicu ICH. Lebih dari 12,7 juta penderita stroke juga menderita
hipertensi. Pada kasus stroke hemoragik, sekitar 60% kasus ICH
menderita hipertensi. Risiko ICH diketahui meningkat berhubungan
dengan tingkat tekanan darah sistolik. Hipertrofi ventrikel kiri juga
berhubungan dengan peningkatan stroke hemoragik sebanyak dua
sampai tujuh kali.7
Rendahnya sosioekonomi, penyakit mental, dan stres psikososial
juga merupakan faktor risiko stroke. Depresi, adanya stres hidup
kronik dan gangguan panik meningkatkan risiko terjadinya stroke.
Obat-obatan lain seperti kontrasepsi oral dan terapi pengganti
hormon juga meningkatkan risiko stroke. Faktor risiko lainnya, yaitu
konsumsi alkohol, diketahui apabila konsumsi alkohol satu hingga
dua gelas per hari dapat menurunkan risiko sebanyak 30%. Namun,
peminum berat dapat merusak miokardium.7
Tingginya kadar kolesterol total, LDL, dan trigliserida, dan
rendahnya kadar kolesterol HDL meningkatkan risiko stroke. Hal
yang sama juga terjadi pada merokok. Merokok secara pasif
53

merupakan faktor risiko tambahan untuk stroke. Kurangnya aktivitas


fisik akan meningkatkan risiko stroke dan penyakit jantung koroner
sebanyak 50%.7
Dalam tubuh menghasilkan energi dari pemecahan gula menjadi
glukosa yang berasal dari karbohidrat yang kita makan. Glukosa
dalam darah yang tinggi terus menerus mengakibatkan diabetes
melitus. Glukosa darah diuji setelah 8 sampai 10 jam saat puasa.
Kadar puasa tidak boleh melebihi 110 mg/dl. Diabetes melitus
seperti kadar kolesterol tinggi menyebabkan aterosklerosis. Diabetes
melitus dapat dikontrol dengan diet dan olahraga, serta jika
diperlukan dilakukan pengobatan.7

2. Faktor risiko yang tidak dapat diubah


1) Usia
2) Jenis kelamin
3) Genetik
Usia, jenis kelamin, ras, etnis, dan keturunan diketahui
merupakan pertanda risiko stroke. Walaupun faktor risiko ini tidak
dapat dimodifikasi, apabila diketahui adanya faktor risiko ini,
memungkinkan untuk diidentifikasinya pasien dengan risiko yang
tinggi, sehingga dapat dilakukan terapi yang lebih cepat terhadap
faktor risiko yang dapat dimodifikasi.7

Umur merupakan faktor kemungkinan paling sering terjadi


stroke. Risiko stroke dua kali lipat untuk setiap berturut-turut
dalam 10 tahun pada usia >55 tahun. Hal ini juga berlaku untuk
stroke iskemik, sedangkan usia yang berkaitan untuk
intracerebral hemorrhage (ICH) paling sedikit dan paling banyak
terjadi pada subarachnoid hemorrhage (SAH) dengan usia sekitar
45-55 tahun. Stroke adalah penyakit yang terjadi pada laki-laki
dan perempuan, tetapi lebih umum pada pria dalam rentang 45-84
54

tahun. Usia merupakan faktor risiko tunggal yang berperan pada


penyakit stroke, Setiap kenaikan 10 tahun setelah usia 55 tahun.7
Stroke lebih sering terjadi pada pria dibandingkan pada
perempuan. Sebagian besar akan terjadi lebih banyak pada pria
dibandingkan wanita akan mengalami stroke pada tahun tertentu.
Namun, lebih dari setengah dari total kematian stroke yang terjadi
adalah pada wanita. Berdasarkan umur, lebih banyak perempuan
lebih banyak meninggal karena dibandingkan laki-laki. Insidens
stroke ditemukan 1,25 lebih banyak pada pria.7
Peningkatan insidens stroke dalam keluarga disebabkan
karena beberapa hal antara lain kecenderungan genetik, dan
paparan lingkungan hidup atau gaya hidup yang mirip. Pada
penelitian Framingham, menunjukkan bahwa riwayat dari ayah
dan ibu berhubungan dengan peningkatan risiko stroke. Risiko
stroke juga meningkat apabila ditemukan saudara derajat satu
mempunyai penyakit jantung koroner atau stroke sebelum usia 55
tahun (laki-laki) atau 65 tahun (wanita). Riwayat seseorang pernah
mengalami gejala stroke (TIA/ Transient Ischemic Attack)
meningkatkan risiko 10 kali dibandingkan seseorang yang tidak
memiliki riwayat stroke. Riwayat penyakit jantung sebelumnya
juga memiliki risiko yang sama.7

2.3.5 Patofisiologi Stroke Non Hemoragik


Banyak faktor yang menyebabkan terjadinya stroke iskemik, salah
satunya adalah aterosklerosis, dengan mekanisme thrombosis yang
menyumbat arteri besar dan arteri kecil, dan juga melalui mekanisme
emboli. Pada stroke iskemik, penyumbatan bisa terjadi di sepanjang
jalur arteri yang menuju ke otak. Aterosklerosis dapat menimbulkan
bermacam-macam manifestasi klinik dengan cara: 8,9
1. Menyempitkan lumen pembuluh darah dan mengakibatkan
insufisiensi aliran darah.
55

2. Oklusi mendadak pembuluh darah karena terjadinya trombus atau


perdarahan aterom.
3. Merupakan terbentuknya trombus yang kemudian terlepas sebagai
emboli yang menyebabkan dinding pembuluh menjadi lemah dan
terjadi aneurisma yang kemudian dapat robek.

Pada embolus yang terdiri dari agregasi platelet, thrombus,


platelet-thrombi, cholesterol, calcium, bacteria. Tidak ada
mekanisme tunggal terjadi kardioemboli. Emboli sekunder misalnya
kelainan katub (seperti atrial fibrilasi, acute myocard infark) terjadi
akibat stasis. Saat emboli mencapai sirkulasi serebri, akan
menyebabkan obstruksi arteri yang memvaskularisasi otak sehingga
terjadi iskemik.8
Suatu penyumbatan total dari aliran darah pada sebagian otak akan
menyebabkan hilangnya fungsi neuron yang bersangkutan pada saat
itu juga. Bila anoksia ini berlanjut sampai 5 menit maka sel tersebut
dengan sel penyangganya yaitu sel glia akan mengalami kerusakan
ireversibel sampai nekrosis beberapa jam kemudian yang diikuti
perubahan permeabilitas vaskular disekitarnya dan masuknya cairan
serta sel-sel radang.8
Di sekitar daerah iskemi timbul edem glia, akibat berlebihannya
H+ dari asidosis laktat. K+ dari neuron yang rusak diserap oleh sel
glia disertai rentensi air yang timbul dalam empat hari pertama
sesudah stroke. Edem ini menyebabkan daerah sekitar nekrosis
mengalami gangguan perfusi dan timbul iskemi ringan tetapi
jaringan otak masih hidup. Daerah ini adalah iskemik penumbra. Bila
terjadi stroke, maka di suatu daerah tertentu dari otak akan terjadi
kerusakan (baik karena infark maupun perdarahan). Neuron-neuron
di daerah tersebut tentu akan mati, dan neuron yang rusak ini akan
mengeluarkan glutamat, yang selanjutnya akan membanjiri sel-sel
disekitarnya. Glutamat ini akan menempel pada membran sel neuron
di sekitar daerah primer yang terserang. Glutamat akan merusak
56

membran sel neuron dan membuka kanal kalsium (calcium


channels). Kemudian terjadilah influks kalsium yang mengakibatkan
kematian sel. Sebelumnya, sel yang mati ini akan mengeluarkan
glutamat, yang selanjutnya akan membanjiri lagi neuron-neuron
disekitarnya. Terjadilah lingkaran setan. Neuron-neuron yang rusak
juga akan melepaskan radikal bebas, yaitu charged oxygen molecules
(seperti nitric acida atau NO), yang akan merombak molekul lemak
didalam membran sel, sehingga membran sel akan bocor dan
terjadilah influks kalsium. Stroke iskemik menyebabkan
berkurangnya aliran darah ke otak yang menyebabkan kematian sel.8

2.3.6 Diagnosis Stroke Non Hemoragik


1. Gambaran Klinis
a) Anamnesis
Stroke harus dipertimbangkan pada setiap pasien yang
mengalami defisit neurologi akut (baik fokal maupun global)
atau penurunan tingkat kesadaran. Tidak terdapat tanda atau
gejala yang dapat membedakan stroke hemoragik dan non
hemoragik meskipun gejala seperti mual muntah, sakit kepala
dan perubahan tingkat kesadaran lebih sering terjadi pada
stroke hemoragik. Beberapa gejala umum yang terjadi pada
stroke meliputi hemiparese, monoparese, atau qudriparese,
hilangnya penglihatan monokuler atau binokuler, diplopia,
disartria, ataksia, vertigo, afasia, atau penurunan kesadaran
tiba-tiba. Meskipun gejala-gejala tersebut dapat muncul sendiri
namun umumnya muncul secara bersamaan. Penentuan waktu
terjadinya gejala-gejala tersebut juga penting untuk
menentukan perlu tidaknya pemberian terapi trombolitik.
Beberapa faktor dapat mengganggu dalam mencari gejala atau
onset stroke seperti:10
 Stroke terjadi saat pasien sedang tertidur sehingga kelainan
tidak didapatkan hingga pasien bangun (wake up stroke).
57

 Stroke mengakibatkan seseorang sangat tidak mampu untuk


mencari pertolongan.
 Penderita atau penolong tidak mengetahui gejala-gejala
stroke.
 Terdapat beberapa kelainan yang gejalanya menyerupai
stroke seperti kejang, infeksi sistemik, tumor serebral,
subdural hematom, ensefalitis, dan hiponatremia.10
b) Pemeriksaan Fisik
Tujuan pemeriksaan fisik adalah untuk mendeteksi
penyebab stroke ekstrakranial, memisahkan stroke dengan
kelainan lain yang menyerupai stroke, dan menentukan
beratnya defisit neurologi yang dialami. Pemeriksaan fisik
harus mencakup pemeriksaaan kepala dan leher untuk mencari
tanda trauma, infeksi, dan iritasi menings. Pemeriksaan juga
dilakukan untuk mencari faktor resiko stroke seperti obesitas,
hipertensi, kelainan jantung, dan lain-lain.10
c) Pemeriksaan Neurologi
Tujuan pemeriksaan neurologi adalah untuk
mengidentifikasi gejala stroke, memisahkan stroke dengan
kelainan lain yang memiliki gejala seperti stroke, dan
menyediakan informasi neurologi untuk mengetahui
keberhasilan terapi. Komponen penting dalam pemeriksaan
neurologi mencakup pemeriksaan status mental dan tingkat
kesadaran, pemeriksaan nervus kranial, fungsi motorik dan
sensorik, fungsi serebral, gait, dan refleks tendon profunda.
Tengkorak dan tulang belakang pun harus diperiksa dan tanda-
tanda meningimus pun harus dicari. Adanya kelemahan otot
wajah pada stroke harus dibedakan dengan Bell’s palsy di
mana pada Bell’s palsy biasanya ditemukan pasien yang tidak
mampu mengangkat alis atau mengerutkan dahinya.10,11

Tabel 2.2 Gejala-gejala neurologi yang timbul biasanya bergantung pada arteri yang
tersumbat:12
58

Sirkulasi terganggu Sensomotorik Gejala klinis lain


Sindrom Sirkulasi Anterior
A.Serebri media (total) Hemiplegia kontralateral Afasia global (hemisfer dominan),
(lengan lebih berat dari Hemi-neglect (hemisfer non-
tungkai) hemihipestesia dominan), agnosia, defisit
kontralateral. visuospasial, apraksia, disfagia
A.Serebri media Hemiplegia kontralateral Afasia motorik (hemisfer
(bagian atas) (lengan lebih berat dari dominan), Hemi-negelect
tungkai) hemihipestesia (hemisfer non-dominan),
kontralateral. hemianopsia, disfagia
A.Serebri media Tidak ada gangguan Afasia sensorik (hemisfer
(bagian bawah) dominan), afasia afektif (hemisfer
non-dominan), kontruksional
apraksia
A.Serebri media dalam Hemiparese kontralateral, Afasia sensoris transkortikal
tidak ada gangguan sensoris (hemisfer dominan), visual dan
atau ringan sekali sensoris neglect sementara
(hemisfer non-dominan)
A.Serebri anterior Hemiplegia kontralateral Afasia transkortikal (hemisfer
(tungkai lebih berat dari dominan), apraksia (hemisfer non-
lengan) hemiestesia dominan), perubahan perilaku dan
kontralateral (umumnya personalitas, inkontinensia urin dan
ringan) alvi
Sindrom Sirkulasi Posterior
A.Basilaris (total) Kuadriplegia, sensoris Gangguan kesadaran samapi ke
umumnya normal sindrom lock-in, gangguan saraf
cranial yang menyebabkan
diplopia, disartria, disfagia,
disfonia, gangguan emosi
A.Serebri posterior Hemiplegia sementara, Gangguan lapang pandang bagian
berganti dengan pola gerak sentral, prosopagnosia, aleksia
chorea pada tangan,
hipestesia atau anestesia
terutama pada tangan
Pembuluh Darah Kecil
Lacunar infark Gangguan motorik murni,
gangguan sensorik murni,
hemiparesis ataksik, sindrom
clumsy hand

2. Gambaran Laboratorium
59

Pemeriksaan darah rutin diperlukan sebagai dasar


pembelajaran dan mungkin pula menunjukkan faktor resiko stroke
seperti polisitemia, trombositosis, trombositopenia, dan leukemia).
Pemeriksaan ini pun dapat menunjukkan kemungkinan penyakit
yang sedang diderita saat ini seperti anemia.13
Pemeriksaan kimia darah dilakukan untuk mengeliminasi
kelainan yang memiliki gejala seperti stoke (hipoglikemia,
hiponatremia) atau dapat pula menunjukkan penyakit yang
diderita pasien saat ini (diabetes, gangguan ginjal). Pemeriksaan
koagulasi dapat menunjukkan kemungkinan koagulopati pada
pasien. Selain itu, pemeriksaan ini juga berguna jika digunakan
terapi trombolitik dan antikoagulan. Biomarker jantung juga
penting karena eratnya hubungan antara stroke dengan penyakit
jantung koroner. Penelitian lain juga mengindikasikan adanya
hubungan anatara peningkatan enzim jantung dengan hasil yang
buruk dari stroke.13
3. Gambaran Radiologi
a) CT scan kepala non kontras
Modalitas ini baik digunakan untuk membedakan stroke
hemoragik dan stroke non hemoragik secara tepat kerena
pasien stroke non hemoragik memerlukan pemberian
trombolitik sesegera mungkin. Selain itu, pemeriksaan ini
juga berguna untuk menentukan distribusi anatomi dari stroke
dan mengeliminasi kemungkinan adanya kelainan lain yang
gejalahnya mirip dengan stroke (hematoma, neoplasma,
abses).15
60

Gambar 2.3 CT Scan pada stroke non hemoragik

Adanya perubahan hasil CT scan pada infark serebri akut


harus dipahami. Setelah 6-12 jam setelah stroke terbentuk
daerah hipodense regional yang menandakan terjadinya
edema di otak. Jika setelah 3 jam terdapat daerah hipodense
yang luas di otak maka diperlukan pertimbangan ulang
mengenai waktu terjadinya stroke. Tanda lain terjadinya
stroke non hemoragik adalah adanya insular ribbon sign,
hiperdense MCA (oklusi MCA), asimetris sulkus, dan
hilangnya perberdaan gray-white matter.13
CT perfusion merupakan modalitas baru yang berguna
untuk mengidentifikasi daerah awal terjadinya iskemik.
Dengan melanjutkan pemeriksaan scan setelah kontras,
perfusi dari region otak dapat diukur. Adanya hipoatenuasi
menunjukkan terjadinya iskemik di daerah tersebut.13
Pemeriksaan CT scan non kontras dapat dilanjutkan dengan
CT angiografi (CTA). Pemeriksaan ini dapat
mengidentifikasi defek pengisian arteri serebral yang
menunjukkan lesi spesifik dari pembuluh darah penyebab
stroke. Selain itu, CTA juga dapat memperkirakan jumlah
perfusi karena daerah yang mengalami hipoperfusi
memberikan gambaran hipodense.13

b) MR angiografi (MRA)
MRA juga terbukti dapat mengidentifikasi lesi vaskuler dan
oklusi lebih awal pada stroke akut. Sayangnya, pemerikasaan
ini dan pemeriksaan MRI lainnya memerlukan biaya yang
tidak sedikit serta waktu pemeriksaan yang agak panjang.
Protokol MRI memiliki banyak kegunaan untuk pada stroke
akut.13
61

Gambar 2.4 Gambaran MR Angiografi

c) USG, ECG, EKG, Chest X-Ray


Untuk evaluasi lebih lanjut dapat digunakan USG. Jika
dicurigai stenosis atau oklusi arteri karotis maka dapat
dilakukan pemeriksaan dupleks karotis. USG transkranial
dopler berguna untuk mengevaluasi anatomi vaskuler
proksimal lebih lanjut termasuk di antaranya MCA, arteri
karotis intrakranial, dan arteri vertebrobasiler. Pemeriksaan
ECG (ekhokardiografi) dilakukan pada semua pasien dengan
stroke non hemoragik yang dicurigai mengalami emboli
kardiogenik. Transesofageal ECG diperlukan untuk
mendeteksi diseksi aorta thorasik. Selain itu, modalitas ini juga
lebih akurat untuk mengidentifikasi trombi pada atrium kiri.
Modalitas lain yang juga berguna untuk mendeteksi kelainan
jantung adalah EKG dan foto thoraks.13

Rumus Siriraj Stroke Score


(2,5 x derajat kesadaran) + (2 x muntah) + (2 x nyeri kepala) +
(0,1 x tekanan darah diastolik) – (3 x tanda ateroma) – 12
1. Skor < -1 menunjukkan kemungkinan stroke iskemik
2. Skor > 1 menunjukkan kemungkinan stroke perdarahan
Catatan:
 Derajat kesadaran:
sadar = 0
62

Mengantuk/stupor = 2
Koma/semikoma = 2
 Nyeri kepala:
Tidak ada nyeri kepala = 0
Nyeri kepala= 1
 Tanda ateroma:
Tidak ada tanda ateroma = 0
Tanda ateroma (diabetes, angina, penyakit arteri perifer) =1

2.3.7 Tatalaksana

Terapi pada stroke iskemik dibedakan menjadi fase akut dan pasca
fase akut:14
1. Fase Akut (hari ke 0-14 sesudah onset penyakit)
Sasaran pengobatan pada fase ini adalah menyelamatkan neuron
yang menderita jangan sampai mati dan agar proses patologik
lainnya yang menyertai tidak mengganggu/mengancam fungsi
otak. tindakan dan obat yang diberikan haruslah menjamin
perfusi darah ke otak tetap cukup, tidak justru berkurang. Karena
itu dipelihara fungsi optimal:
 Respirasi
Jalan napas harus bersih dan longgar
 Jantung
Harus berfungsi baik, bila perlu pantau EKG

 Tekanan darah
Dipertahankan pada tingkat optimal, dipantau jangan sampai
menurunkan perfusi otak
 Gula darah
Kadar gula yang tinggi pada fase akut tidak boleh diturunkan
secara drastis, terutama bila pasien memiliki diabetes mellitus
kronis
 Balans cairan
63

Bila pasien dalam keadaan gawat atau koma balans cairan,


elektrolit, dan asam basa darah harus dipantau

Penggunaan obat untuk memulihkan aliran darah dan


metabolisme otak yang menderita di daerah iskemi (ischemic
penumbra) masih menimbulkan perbedaan pendapat. Obat-obatan
yang sering dipakai untuk mengatasi stroke iskemik akut:15
a) Mengembalikan reperfusi otak
1. Terapi Trombolitik
Tissue plaminogen activator (recombinant t-PA) yang
diberikan secara intravena akan mengubah plasminogen
menjadi plasmin yaitu enzim proteolitik yang mampu
menghidrolisa fibrin, fibrinogen dan protein pembekuan
lainnya. Pada penelitian NINDS (National Institute of
Neurological Disorders and Stroke) di Amerika Serikat, rt-
PA diberikan dalam waktu tida lebih dari 3 jam setelah
onset stroke, dalam dosis 0,9 mg/kg (maksimal 90 mg) dan
10% dari dosis tersebut diberikan secara bolus IV sedang
sisanya diberikan dalam tempo 1 jam. Tiga bulan setelah
pemberian rt-PA didapati pasien tidak mengalami cacat
atau hanya minimal. Efek samping dari rt-PA ini adalah
perdarahan intraserebral, yang diperkirakan sekitar 6%.
Penggunaan rt-PA di Amerika Serikat telah mendapat
pengakuan FDA pada tahun 1996.15
2. Antikoagulan
Warfarin dan heparin sering digunakan pada TIA dan
stroke yang mengancam. Suatu fakta yang jelas adalah
antikoagulan tidak banyak artinya bilamana stroke telah
terjadi, baik apakah stroke itu berupa infark lakuner atau
infark massif dengan hemiplegia. Keadaan yang
memerlukan penggunaan heparin adalah trombosis arteri
basilaris, trombosis arteri karotis dan infark serebral akibat
64

kardioemboli. Pada keadaan yang terakhir ini perlu


diwaspadai terjadinya perdarahan intraserebral karena
pemberian heparin tersebut.15
3. Antiplatelet (Antiaggregasi Trombosit)
 Aspirin
Obat ini menghambat sklooksigenase, dengan cara
menurunkan sintesis atau mengurangi lepasnya
senyawa yang mendorong adhesi seperti thromboxane
A2. Aspirin merupakan obat pilihan untuk pencegahan
stroke. Dosis yang dipakai bermacam-macam, mulai
dari 50 mg/hari, 80 mg/hari samapi 1.300 mg/hari. Obat
ini sering dikombinasikan dengan dipiridamol. Aspirin
harus diminum terus, kecuali bila terjadi reaksi yang
merugikan. Konsentrasi puncak tercapai 2 jam sesudah
diminum. Cepat diabsorpsi, konsentrasi di otak rendah.
Hidrolise ke asam salisilat terjadi cepat, tetapi tetap
aktif. Ikatan protein plasma: 50-80%. Waktu paro (half
time) plasma: 4 jam. Metabolisme secara konjugasi
(dengan glucuronic acid dan glycine). Ekskresi lewat
urine, tergantung pH.Sekitar 85% dari obat yang
diberikan dibuang lewat urin pada suasana alkalis.
Reaksi yang merugikan: nyeri epigastrik, muntah,
perdarahan, hipoprotrombinemia dan diduga: sindrom
Reye.15
 Tiklopidin (ticlopidine) dan klopidogrel (clopidogrel)
Pasien yang tidak tahan aspirin atau gagal dengan terapi
aspirin, dapat menggunakan tiklopidin atau clopidogrel.
Obat ini bereaksi dengan mencegah aktivasi platelet,
agregasi, dan melepaskan granul platelet, mengganggu
fungsi membran platelet dengan penghambatan ikatan
fibrinogen-platelet yang diperantarai oleh ADP dan
antraksi platelet-platelet. Berdasarkan sejumlah 7 studi
65

terapi tiklopidin, disimpulkan bahwa efikasi tiklopidin


lebih baik daripada plasebo, aspirin maupun indofen
dalam mencegah serangan ulang stroke iskemik. Efek
samping tiklopidin adalah diare (12,5 persen) dan
netropenia (2,4 persen). Bila obat dihentikan akan
reversibel. Pantau jumlah sel darah putih tiap 15 hari
selama 3 bulan. Komplikasi yang lebih serius, tetapi
jarang, adalah purpura trombositopenia trombotik dan
anemia aplastik.15
b) Anti-oedema otak
Untuk anti-oedema otak dapat diberikan gliserol 10% per
infuse 1gr/kgBB/hari selama 6 jam atau dapat diganti dengan
manitol 10%.
c) Neuroprotektif
Terapi neuroprotektif diharapkan meningkatkan ketahanan
neuron yang iskemik dan sel-sel glia di sekitar inti iskemik
dengan memperbaiki fungsi sel yang terganggu akibat oklusi
dan reperfusi.15

2. Fase Pasca Akut


Setelah fase akut berlalu, sasarn pengobatan dititiberatkan
pada tindakan rehabilitasi penderita, dan pencegahan
terulangnya stroke.16
 Rehabilitasi
Stroke merupakan penyebab utama kecacatan pada usia di atas
45 tahun, maka yang paing penting pada masa ini adalah
upaya membatasi sejauh mungkin kecacatan penderita, fisik
dan mental, dengan fisioterapi, terapi wicara, dan psikoterapi.
 Terapi preventif
Tujuannya untuk mencegah terulangnya atau timbulnya
serangan baru sroke, dengan jalan antara lain mengobati dan
menghindari faktor-faktor resiko stroke seperti:
66

- Pengobatan hipertensi
- Mengobati diabetes mellitus
- Menghindari rokok, obesitas, stress, dll
- Berolahraga teratur

2.3.8 Komplikasi Stroke


 Fase Akut
- Neurologis: stroke susulan, edema otak, infrk berdarah,
hidrosefalus
- Non Neurologis: hipertensi/ hiperglikemia reaktif, edema paru,
gangguan jantung, infeksi, gangguan keseimbangan cairan dan
elektrolit
 Fase Lanjut
- Neurologis: gangguan fungsi luhur
- Non Neurologis: kontraktur, dekubitus, infeksi, depresi.17

2.3.9 Prognosis Stroke


Prognosis stroke meliputi: 17,18
 Ad vitam: tergantung berat stroke dan komplikasi yang timbul
 Ad functionam: penilaian dengan parameter
- Activity daily living (Barthel Index)
- NIH stroke scale (NIHSS)
Prognosis stroke adalah dubia. Prognosis stroke dapat dilihat dari 6
aspek yakni: death, disease, disability, discomfort, dissatisfaction,
dan destitution. Keenam aspek prognosis tersebut terjadi pada stroke
fase awal atau pasca stroke. Untuk menceah agar aspek tersebut tidak
menjadi lebih buruk maka semua penderita stroke akut harus
dimonitor dengan hati-hati terhadap keadaan umum, fungsi otak,
EKG, saturasi oksigen, tekanan darah dan suhu tubuh secara terus-
menerus selama 24 jam setelah serangan stroke.
67

Kehilangan fungsi yang terjadi setelah stroke sering digambarkan


sebagai impairments, disabilitas dan handicaps. Oleh WHO membuat
batasan sebagai berikut:
1. Impairments : menggambarkan hilangnya fungsi fisiologis,
psikologis dan anatomis yang disebabkan stroke. Tindakan
psikoterapi, fisioterapi, terapi okupasional ditujukan untuk
menetapkan kelainan ini.
2. Disabilitas adalah setiap hambatan, kehilangan kemampuan
untuk berbuat sesuatu yang seharusnya mampu dilakukan orang
yang sehat seperti: tidak bisa berjalan, menelan dan melihat
akibat pengaruh stroke.
3. Handicaps adalah halangan atau gangguan pada seseorang
penderita stroke berperan sebagai manusia normal akibat
”impairment” atau disability” tersebut. Pada berbagai penelitian
klinis, skala Barthel Index dan Modified Rankin Scale umumnya
digunakan untuk menilai outcome karena mudah digunakan,
pengukuran yang sensitif terhadap keparahan stroke dan
memperlihatkan interrater reliability.

2.3.10 Pencegahan Stroke


Pencegahan primer pada stroke meliputi upaya perbaikan gaya
hidup dan pengendalian berbagai faktor resiko. Upaya ini ditujukan
pada orang yang sehat dan kelompok risiko tinggi yang belum
pernah terserang stroke.17,18
a. Mengatur pola makanan yang sehat
Konsumsi makanan tinggi lemak dan kolesterol dapat
meningkatkan risiko terkena serangan stroke. Sebaliknya,
konsumsi makanan rendah lemak jenuh dan kolesterol dapat
mencegah terjadinya stroke.
b. Penanganan stress dan beristirahat yang cukup
1) Istirahat cukup dan tidur teratur antara 6-8 jam sehari
68

2) Mengedalikan stress dengan cara berfiki positif sesuai dengan


jiwa sehat
c. Pemeriksaan kesehatan secara teratur dan taat anjuran dokter
dalam hal diet dan obat
Faktor risiko seperti penyakit jantung, hipertensi, dislipidemia,
diabetes melitus (DM) harus dipantau secara teratur. Faktor-faktor
risiko ini dapat dikoreksi dengan pengobatan teratur, diet, dan
gaya hidup sehat.
d. Anamnesis keluarga dapat bermanfaat untuk skrining seseorang
mempunyai faktor risiko stroke genetik.
e. Merokok tidak direkomendasikan.
f. Peningkatan aktifitas fisik dianjurkan karena berhubungan dengan
penurunan risiko stroke.
g. Pada individu overweight dan obesitas, penurunan berat badan
dianjurkan untuk menurunkan tekanan darah.
h. Penghentian konsumsi alkohol dan penyalahgunaan obat.
69

DAFTAR PUSTAKA

1. Snell, S., & Bohlander, G. Principles of Human Resource. Management,


15th ed. Mason, OH: South Western. 2010.
2. Sherwood, L. Fisiologi Manusia: dari Sel ke Sistem. Edisi 6. Jakarta:
EGC. 2009; 156-165.
3. Sacco., et al. An Update Definition of Stroke for the 21st Century.
American Heart Association Journal. 2013.
4. Witteunauer, R dan Smith, L. Ishaemic and Hemorrhagic Stroke. World
Health Association. 2012.
5. Kemenkes RI. Hasil Riskesdas 2018. Jakarta: Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia. 2018.
6. Perdossi. Buku Modul Induk Neurvaskular. Jakarta: Kolegium Neurologi
Indonesia Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia. 2009.
7. Price, S dan Wilson, L. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-proses
Penyakit. Edisi 6. Jakarta: EGC. 2005
8. Aliah A, Kuswara F F, Limoa A, Wuysang G. Gambaran umum tentang
gangguan peredaran darah otak dalam Kapita selekta neurology cetakan
keenam editor Harsono. Gadjah Mada university press, Yogyakarta. 2007.
9. Perdossi. Guideline Stroke Tahun 2011. Jakarta: Perhimpunan Dokter
Spesialis Saraf Indonesia. 2011.
70

10. Hassmann KA. Stroke, Ischemic. [Online]. Available from:


http://emedicine.medscape.com/article/793904-overview. [Diakses pada
tanggal 13 Oktober 2019]. 2019.
11. D. Adams. Victor’s. Cerebrovasculer diseases in Principles of Neurology 8
th Edition. McGraw-Hill Proffesional. Hal: 660-67. 2005.
12. Bronstein SC, Popovich JM, Stewart-Amidei C. Promoting Stroke
Recovery. A Research-Based Approach for Nurses. St.Louis, Mosby-Year
Book, Inc., 1991.
13. Feigin, Valery. Stroke Panduan Bergambar Tentang Pencegahan dan
Pemulihan Stroke. Jakarta: PT. Bhuana Ilmu Populer. 2006
14. Wibowo, Samekto. Gofir, Abdul. Farmakoterapi stroke prevensi primer
dan prevensi sekunder dalam Farmakoterapi dalam Neurologi. Penerbit
Salemba Medika. 2015
15. Internet Stroke Center. Available from:
http://www.strokecenter.org/patients/about-stroke/stroke-statistics/.
[Diakses pada tanggal 13 Oktober 2019]. 2015.
16. Henderson, L, 2002. Stroke Panduan Perawatan. Jakarta: Arcan.
17. Mardjono M, Priguna S. 2009. Neurologi klinis dasar.Edisi ke-6. Jakarta :
Dian Rakyat.
18. Sotirios, AT. 2000. Differential Diagnosis in Neurology and
Neurosurgery. New York : Thieme Stuttgart.

Anda mungkin juga menyukai