Anda di halaman 1dari 39

Referat

Out Hospital Cardiac Arrest (OHCA), Syok, Choking

Oleh:
Achmad Ridhoullah Pratama, S. Ked
NIM: 71 2019 036

Pembimbing:
dr. Mayang Indah Lestari, Sp. An

DEPARTEMEN ANESTESIOLOGI DAN TERAPI INTENSTIF


RUMAH SAKIT MUHAMMADIYAH PALEMBANG
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS
MUHAMMADIYAH PALEMBANG
2020
HALAMAN PENGESAHAN

Referat

Judul:
Out Hospital Cardiac Arrest (OHCA), Syok, Choking

Oleh:
Achmad Ridhoullah Pratama, S. Ked
712018036

Telah dilaksanakan pada bulan Juni 2020 sebagai salah satu syarat dalam
mengikuti Kepaniteraan Klinik di Departemen Ilmu Kesehatan Anak Rumah Sakit
Muhammadiyah Palembang Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah
Palembang.

Palembang, 25 Agustus 2020


Pembimbing

dr. Mayang Indah Lestari, Sp. An

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan referat yang berjudul “Out
Hospital Cardiac Arrest (OHCA), Syok, Choking” sebagai salah satu syarat untuk
mengikuti Kepaniteraan Klinik di Departemen Anestesiologi dan Terapi Intensif
Rumah Sakit Muhammadiyah Palembang Fakultas Kedokteran Universitas
Muhammadiyah Palembang.
Shalawat dan salam selalu tercurah kepada Rasulullah Muhammad SAW
beserta para keluarga, sahabat, dan pengikutnya sampai akhir zaman.
Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa hormat dan terima
kasih kepada:
1. dr. Mayang Indah Lestari, Sp. An. selaku pembimbing Kepaniteraan
Klinik di Departemen Anestesiologi dan Terapi Intensif Rumah Sakit
Muhammadiyah Palembang Fakultas Kedokteran Universitas
Muhammadiyah Palembang yang telah memberikan masukan, arahan,
serta bimbingan dalam penyelesaian laporan kasus ini
2. Rekan-rekan co-assistensi dan perawat atas bantuan dan kerjasamanya.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyusunan referat ini masih
banyak terdapat kesalahan dan kekurangan. Oleh karena itu, segala saran dan
kritik yang bersifat membangun sangat kami harapkan.
Semoga Allah SWT memberikan balasan pahala atas segala amal yang telah
diberikan dan semoga laporan kasus ini dapat bermanfaat bagi semua dan
perkembangan ilmu pengetahuan kedokteran. Semoga selalu dalam lindungan
Allah SWT. Aamiin.

Palembang, 25 Agustus 2020


Pembimbing

dr. Mayang Indah Lestari, Sp. An

2
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ......................................................................................


HALAMAN PENGESAHAN........................................................................1
KATA PENGANTAR DAN UCAPAN TERIMA KASIH..........................2
DAFTAR ISI...................................................................................................3

BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang...........................................................................................4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Out Hospital Cardiac Arrest.......................................................................6
2.2 Syok............................................................................................................12
2.3 Choking.......................................................................................................27

BAB III STUDI KASUS.................................................................................34


BAB IV KESIMPULAN.................................................................................36

DAFTAR PUSTAKA......................................................................................37

3
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Henti jantung adalah hilangnya fungsi pompa jantung secara mendadak,
terjadi tiba-tiba, dipicu oleh kerusakan listrik pada jantung yang menyebabkan
detak jantung tidak teratur (aritmia) dan selanjutnya akan menyebabkan gangguan
pompa jantung, sehingga jantung tidak bisa memompa darah ke otak, paru-paru
dan organ lainnya. Setiap menit terdapat sekitar 4-6 orang meninggal didunia
karena serangan jantung yang datang terjadi mendadak dan terlambat untuk
ditangani. Di Amerika penyakit jantung merupakan pembunuh nomor satu. Setiap
tahun hampir 330.000 warga Amerika meninggal karena penyakit jantung.
Setengahnya meninggal secara mendadak, karena mengalami henti jantung atau
cardiac arrest.1
Cardiac arrest yang terjadi di luar rumah sakit dikenal dengan Out of
Hospital Cardiac Arrest (OHCA) merupakan tantangan kesehatan masyarakat
yang utama, dengan kejadian global rata-rata di antara orang dewasa sebesar 55
OHCA per 100.000 orang-tahun. Di seluruh dunia, kelangsungan hidup setelah
OHCA tetap buruk. Inisiasi awal, kualitas resusitasi kardiopulmoner (CPR) yang
baik, dan penggunaan defibrillator eksternal otomatis (AED) secara signifikan
meningkatkan kelangsungan hidup dan hasil jangka panjang pada orang yang
selamat dari cardiac arrest.2
Pengertian syok terdapat bermacam-macam sesuai dengan konteks klinis dan
tingkat kedalaman analisisnya. Secara patofisiologi syok merupakan gangguan
sirkulasi yang diartikan sebagai kondisi tidak adekuatnya transport oksigen ke
jaringan atau perfusi yang diakibatkan oleh gangguan hemodinamik. Gangguan
hemodinamik tersebut dapat berupa penurunan tahanan vaskuler sitemik terutama
di arteri, berkurangnya darah balik, penurunan pengisian ventrikel dan sangat
kecilnya curah jantung. Dengan demikian syok dapat terjadi oleh berbagai macam
sebab dan dengan melalui berbagai proses. Secara umum dapat dikelompokkan
kepada empat komponen yaitu masalah penurunan volume plasma intravaskuler,
masalah pompa jantung, masalah pada pembuluh baik arteri, vena, arteriol, venule

4
ataupun kapiler, serta sumbatan potensi aliran baik pada jantung, sirkulasi
pulmonal dan sitemik.1 Hal ini muncul akibat kejadian pada hemostasis tubuh
yang serius seperti, perdarahan yang massif, trauma atau luka bakar yang berat
(syok hipovolemik), imfark miokard luas akibat emboli paru (syok kardiogenik),
sepsis akibat bakteri yang tak terkontrol (syok septik), tonus vasomotor yang tidak
adekuat (syok neurogenik), atau akibat respon imun (syok anafilaktik).2
Choking merupakan obstruksi saluran napas yang mengancam jiwa.
Obstruksi pada choking biasanya diantara faring dan bifurkasi trakea. Choking
terjadi biasanya ketika korban makan, atau dapat berhubungan dengan otot,
neurological, dan kerusakan cerebral. Tanda dan gejala dari tersedak adalah batuk,
kesulitan untuk bernafas dan berbicara, dan sianosis5.Pada anak anak dibawah
usia 4 tahun umumnya tersedak karena mainan kecil, bola tenis meja, dan koin
saat bermain dan ditempatkan di mulut atau dihirup. Pada anak-anak kurang dari 1
tahun lebih sering tersedak karena aspirasi makanan. Pada orang dewasa tersedak
sering tersedak karena makanan.4

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Out Hospital Cardiac Arrest (OHCA)


A. Definisi
Cardiac Arrest atau henti jantung merupakan suatu keadaan dimana
jantung berhenti bekerja sehingga mengakibatkan terjadinya kegagalan
pompa jantung dan sikulasi darah ke seluruh tubuh. Henti jantung
merupakan suatu kegawatdaruratan yang membutuhkan penanganan
segera agar tidak berlanjut menjadi kematian biologis.1
Henti jantung terjadi ketika aktivitas sistem listrik jantung
mengalami kerusakan dan jantung tiba-tiba-tiba berhenti berdetak secara

5
normal. terkadang susah dibedakan dengan serangan jantung, yang
biasanya terjadi ketika terjadi arteri terblokir sehingga mencegah darah
mencapai otot jantung. Hampir 424.000 kasus henti jantung di luar rumah
sakit (OHCA) setiap tahun Amerika Serikat dan kebanyakan berakibat
fatal. Istilah OHCA digunakan untuk membedakan yaitu henti jantung
yang terjadi di luar pengaturan rumah sakit dan yang terjadi di pengaturan
rumah sakit di profesional medis.3

B. Etiologi
Pengiriman O2 ke otak tergantung pada curah jantung, kadar
hemoglobin (Hb), saturasi Hb terhadap O2 dan fungsi pernapasan. Iskemi
melebih 3-4 menit pada suhu normal akan menyebabkan kortek serebri
rusak menetap walaupun setelah itu dapat membuat jantung berdenyut
kembali. Henti jantung kebanyakan dialami oleh orang yang telah
mempunyai penyakit jantung sebelumnya. Diantaranya pada kelainan:
1. Penyakit jantung non iskemik
a) Gagal jantung kongestif
Pada penyakit jantung kongesti permasalahannya terdapat
pada katup jantung, seperti aorta stenosis juga dapat
meningkatkan resiko henti jantung tiba-tiba.
b) Kardiomiopati
Merupakan penyakit jantung dimana otot jantung tidak
berkontraksi, paling sering diakibatkan oleh iskemik, dimana
bagian dari otot jantung tidak mendapatkan suplai darah yang
cukup untuk jangka waktu lama dan tidak lagi dapat
memompa darah secara efisien. Orang-orang yang ejeksi
fraksi (jumlah darah yang dipompa keluar dari jantung
dengan setiap denyut jantung) kurang dari 30% berada pada
risiko lebih besar untuk kematian mendadak (fraksi ejeksi
normal adalah di atas 50%). Pada beberapa orang,
cardiomyopathy mungkin berkembang tanpa adanya penyakit
jantung iskemik.

6
c) Kelainan pada sistim konduksi jantung
Henti jantung kebanyakan merupakan kelanjutan dari sinus
aritmia jantung. Aritmia jantung merupakan suatau kerusakan
pada system konduksi listrik akibat suatu penyakit atau
ganggguan tertentu seperti serangan jantung. Aritmia jantung
yang cepat menyebabkan henti jantung diantaranya ventikel
takikardi, ventrikel fibrilasi, bradikardi, heart block selain itu
long QT syndrome juga dapat berakir dengan henti jantung.
d) Inflamasi otot jantung
Inflamasi pada otot jantung yang dikenal dengan
miokarditis juga dapat mennyebabkan kekacauan pada ritme
jantung. Penyakit-penyakit seperti sarcoidosis, amiloidosis,
dan infeksi dapat menyebabkan inflamasi pada otot jantung.

2. Penyakit jantung koroner


Penyakit jantung koroner pada mulanya disebabkan oleh
penumpukan lemak pada dinding dalam pembuluh darah jantung
(pembuluh koroner), dan hal ini lama kelamaan diikuti oleh berbagai
proses seperti penimbunan jarinrangan ikat, perkapuran, pembekuan
darah, dll, yang kesemuanya akan mempersempit atau menyumbat
pembuluh darah tersebut. Hal ini akan mengakibatkan otot jantung di
daerah tersebut mengalami kekurangan aliran darah dan dapat
menimbulkan berbagai akibat yang cukup serius, dari angina pectoris
(nyeri dada) sampai infark miokard, yang dalam masyarakat di kenal
dengan serangan jantung yang dapat menyebabkan kematian
mendadak.5

7
3. Kelainan vaskuler
Terjadi penyempitan pembuluh darah, jantung berusaha untuk
memberikan suplai yang cukup pada tubuh, sehingga bekerja lebih
keras namun aliran balik yang dihasilkan hanya sedikit sehingga
dapat menyebabkan kerusakan pada sel otot jantung. Kemudian pada
serangan jantung (MCI) pembuluh darah koroner jantung terhambat
oleh penyumbatan, sehingga sangat mungkin terjadinya fibrilasi
ventrikel dan berujung pada henti jantung.6
4. Kelainan kongenital
Beberapa orang lahir dengan system konduksi listrik jantung yang
lemah, dimana memiliki resiko tinggi untuk mengalami kerusakan
pada regularisasi listrik pada jantungnya. Seperti pada Wolff-
Parkinson-White syndrome dan ada juga yang mengalami gangguan
pada struktur nya seperti yang didapatkan pada Marfan syndrome.

C. Diagnosa
Serangan jantung biasanya didiagnosa secara klinis dengan tidak
adanya pulsasi terutama pada arteri karotis. Dalam kebanyakan kasus
pulsasi karotis adalah standar untuk mendiagnosis serangan jantung, tetapi
kurangnya pulsasi (khususnya di pulsasi perifer) mungkin diakibatkan oleh
kondisi lain (misalnya shock).

D. Penatalaksanaan
Prinsip utama dalam resusitasi adalah memperkuat rantai kelangsungan
hidup (chain of survival). Keberhasilan resusitasi membutuhkan integrasi
koordinasi rantai kelangsungan hidup. Urutan rantai kelangsungan hidup pada
pasien dengan henti jantung (cardiac arrest) dapat berubah tergantung lokasi
kejadian: apakah cardiac arrest terjadi di dalam lingkungan rumah sakit
(HCA) atau di luar lingkungan rumah sakit (OHCA). Berikut ini rantai
kelangsungan hidup pada pasien lingkungan rumah sakit (OHCA).7

8
Gambar 2.1. Rantai Kelangsungan Hidup OHCA

1. Rantai Pertama: Pengenalan Dini dan Akses Segera (Early


Recognition and Early Access)
Rantai pertama dalam tatalaksana henti jantung ini
mengindikasikan pentingnya mengenali mereka yang beresiko terkena
serangan jantung dan segera memanggil pertolongan dalam harapan
bahwa penanganan yang segera dapat mencegah kerusakan lanjut dari
henti jantung.5
Ada empat langkah penting yang dilakukan penolong CPR sebagai
bagian dari respon tanggap darurat masyarakat.8
a. Pertama, penolong harus menyadari bahwa korban
membutuhkan bantuan. Early recognition yang dilakukan
oleh penolong adalah menyadari bahwa korban telah
mengalami serangan henti jantung, atau secara
sederhananya mengenali bahwa korban membutuhkan
bantuan dari Emergency Medical Services (EMS).
b. Kedua, penolong dengan segera harus memanggil 119 (atau
nomor akses EMS setempat).
c. Ketiga, panggilan tersebut akan dialihkan ke dispatcher,
yang harus mengidentifikasi bahwa serangan henti jantung
memang telah terjadi pada korban dan akan memproses
respon EMS yang sesuai. Operator atau dispatcher akan
menyediakan instruksi CPR yang memandu penolong untuk
melakukan CPR.

9
d. Untuk selanjutnya, penolong akan memulai dan terus
melakukan CPR pada korban OHCA sampai bantuan
datang.7

2. Rantai Pertama: Pengenalan Dini dan Akses Segera (Early


Recognition and Early Access)
Cardiopulmonary Resusicitation (CPR) adalah upaya
mengembalikan fungsi napas dan atau sirkulasi yang berhenti oleh
berbagai sebab dan boleh membantu memulihkan kembali fungsi
jantung dan paru ke keadaan normal.9
Kompresi/penekanan pada dada akan menekan jantung sehingga
membantu mengalirkan darah dan mengirimkan oksigen menuju
organ-organ vital, terutama otak, jantung, dan ginjal. Jika CPR
dilakukan segera dan berkualitas tinggi, fungsi jantung dapat kembali
dan sirkulasi dapat dipertahankan sampai tiba di RS atau petugas
medis mengambil alih. Dalam pelaksanaan CPR kualitas tinggi,
diantaranya adalah:7
a. Dorong dengan kuat (minimal 2 inci atau 5 cm dan cepat
yaitu (100-120/menit) dan biarkan rekoil dada lengkap.
b. Minimalkan interupsi dalam kompresi.
c. Hindari ventilasi yang berlebihan.
d. Ganti kompresor setiap 2 menit, atau lebih cepat jika lelah.
e. Jika tidak ada saluran napas lanjutan, rasio ventilasi
kompresi 30:2.
f. Kapnografi bentuk gelombang kuantitatif, jika PETCO2<10
mmHg, cobalah untuk meningkatkan kualitas CPR.
g. Tekanan intra-arteri, jika tekanan fase relaksasi (diastolik)
<20 mmHg, cobalah unutk meningkatkan kualitas CPR.

3. Rantai ketiga: Defibrilasi Segera (Early Defibrilation)


Salah satu tindakan yang perlu dilakukan untuk menolong pasien
henti jantung adalah memberikan terapi defibrilasi dengan alat DC
shock atau AED. Defibrilasi adalah terapi dengan cara memberikan

10
aliran listrik yang kuat dengan metode asinkron ke jantung pasien
melalui elektroda yang ditempatkan pada permukaan dada pasien.
Tujuannya adalah untuk mengkoordinasikan aktivitas listrik jantung
dan mekanisme pemompaan, ditunjukkan dengan membaiknya
cardiac output, perfusi jaringan dan oksigenasi.9

4. Rantai keempat: Perawatan Lanjut Segera (Early Advanced Care)


Bantuan hidup lanjut (Advance Life Support) yaitu menstabilkan
kondisi pasien yang telah di resusitasi untuk melewati tahap kritis.
Tahap ini terdiri dari penatalaksanaan jalan nafas lanjutan
(pemasangan endotracheal tube), pemberian obat-obatan intravena
seperti epinefrin, amiodarone atua lidocaine. Dalam pelaksanaan
saluran napas lanjutan, diantaranya adalah:7
a. Intubasi endotrakeal atau saluran napas lanjutan supraglotik
b. Kapnografi bentuk gelombang atau kapnometri untuk
mengonfirmasi dan memantau penempatan tabung ET
c. Setelah saluran napas lanjutan berada pada tempatnya, berikan
1 napas setiap 6 detik (10 napas/menit) dengan kompresi dada
terus menerus.
Dalam pemberian obat-obatan yang dapat diberikan yaitu:
1) Epinefrin IV dosis: 1 mg setiap 3-5 menit.
2) Amiodarone IV dosis pertama: 300 mg bolus, dosis kedua:
150 mg Atau lidocaine IV dosis pertama: 1-1,5 mg/kg,
dosus kedua: 0,5-0,75 mg/kg.

5. Rantai kelima: Perawatan Jantung Lanjutan Terintegrasi


(Integrated Post Cardiac care)
Rantai terakhir dari rantai kehidupan ini adalah perawatan setelah
resusitasi yang bertujuan untuk mempertahankan fungsi dari jantung
dan otak dan mengenali pentingnya mengembalikan kualitas hidup
dari korban henti jantung. Kembalinya sirkulasi spontan (ROSC)
diantaranya yaitu:7

11
1) Denyut dan tekanan darah.
2) Peningkatan berkelanjutan yang tiba-tiba dalam PETCO2
(khususnya ≥40 mmHg).
3) Gelombang tekanan arteri spontan dengan intra-arteri.

2.2. Syok
A. Definisi
Syok adalah sindrom gangguan perfusi dan oksigenisasi sel secara
menyeleruh sehingga kebutuhan metabolism jaringan tidak terpenenuhi.
Akibatnya, terjadi gangguan fungsi sel jaringan atau organ, berupa
gangguan kesadaran, fungsi pernafasan, sistem pencernaan, perkemihan,
serta system sirkulasi sendiri. Sebagai respons terhadap menurunya
pasokan oksigen, metabolisme, anaerobik.10
Syok adalah suatu sindrom klinis yang terjadi akibat gangguan
hemodinamik dan metabolic ditandai dengan kegagalan system sirkulasi
untuk mempertahankan perfusi yang adekuat ke organ-organ vital tubuh.
Hal ini muncul akibat kejadian pada hemostasis tubuh yang serius seperti,
perdarahan yang massif, trauma atau luka bakar yang berat (syok
hipovolemik), imfark miokard luas akibat emboli paru (syok kardiogenik),
sepsis akibat bakteri yang tak terkontrol (syok septik), tonus vasomotor
yang tidak adekuat (syok neurogenik), atau akibat respon imun (syok
anafilaktik).11
Keadaan ini hanya dapat ditoleransi tubuh untuk sementara waktu,
dan jika berlanjut, timbul kerusakan nirpulih pada jaringan organ vital
yang dapat menyebabkan kematian. Syok bukanlah suatu penyakit dan
tidak selalu disertai kegagalan perfusi jaringan. Syok dapat terjadi setiap
waktu pada siapapun. Penangananya didasarkan pada diagnosa dini yang
tepat.5

B. Patofisiologi
Umum

12
Hipoperfusi pada syok menyebabkan terganggunya pasokan oksigen
ke sel (lebih tepatnya, ke mitokondria). Sehingga metabolism sel
terganggu dan akibatnya, pembentukan ATP berkurang. Hipoperfusi juga
mencetuskan reflex aktivasi sistem simpatis yang meningkatkat
kontraktilitas dan frekuensi denyut jantung sehingga meningkatkan curah
jantung. Selain itu, terjadi pengeluaran katekolamin, angiotensin,
vasopressin serta endotelin yang akan meningkatkan tonus pembulu darah
agar tekanan perfusi dapat dipertahankan dan perfusi menjadi cukup.
Hipoksia membuat jaringan berusaha mengekstraksi O2 semaksimal
mungkin agar kebutuhan mertabolisme tercukupi. Ketika segala reflex
pertahanan tersebut sampai pada batas toleransi dan hipoksia tidak teratasi,
maka mitokondria akan terganggu, dan pembentukan ATP menurun.
Semua system tubuh pun tidak berfungsi sehingga terjadi kegagalan organ
menyeluruh, seperti gagak otak, gagal jantung, vasoplegia, penumpukan
asam laktat, gagal ginjal, gagal system pencernaan yang diikuti dengan
perpindahan kuman dan bahan toksin ke aliran darah (translokasi), dan
berakhir dengan kematian. Kegagalan organ multiple dan kematian
berbanding lurus dengan lama dan beratnya hipoksia.10

Khusus
Syok terbagi atas empat jenis, yaitu syok hipovolemik, obstruktif,
kerdiogenik, dan distributif. Selain keempatnya, saat ini ada jenis syok
baru, yakni syok endokrin, yang disebabkan oleh kelainan hormon. Yaitu
berupa kelebihan atau kekurangan hormone. Menurut nilai curah jantung,
syok terbagi menjadi terbagi dua yaitu syok hipodinamik, syok
hiperdinamik pada syok hipodinamik, curah jantung dibawah normal dan
tekanan vena sentral kurang dari normal. Syok distributif termasuk dalam
jenis syok ini.10

13
Gambar 2.2. Patofisiologi Syok

C. Gambaran Klinis
Penurunan tekanan darah sistolik dianggap merupakan tanda syok
hipovolemik. Sebelum tekanan darah menurun, tubuh mengkompensasi
dengan melakukan vasokontriksi kapiler kulit sehingga kulit menjadi pucat
dan dingin karena itu setiap hipovolemik kadang disebut sebagai syok
dingin. Selain itu, terjadi penurunan diuresis dan takikardi untuk
mempertahankan curah jantung dan peredaran darah akibat tindakan
kompensasi ini tekanan darah untuk sementara waktu tidak menurun.
metabolisme jaringan hipoxic menghasilkan asam laktat yang
menyebabkan asidosis metabolik sehingga terjadi takipneu. akibatnya,
karena terus-menerus kehilangan cairan intravaskuler, tindakan
kompensasi tidak dapat mempertahankan tekanan darah yang memadai
sehingga terjadi dekompensasi yang mengakibatkan penurunan tekanan
darah secara tiba-tiba. selain gambaran kilnis di atas, pada syok obstruktif
dapat dijumpai berbagai tanda dan gejala seperti peningkatan tekanan vena
jugularis, plusus paradoksus (tamponade), takipnea, takikardi, hipotensi.
Syok kardiogenik dapat dijumpai pelebaran batas jantung pada
perkusi, kelainan irama (disritmia) pada auskultasi jantung. Biasanya,
terjadi vasokontriksi perifer sehingga kulit dan bagian akral teraba dingin,

14
tetapi tidak selalu terjadi vasokontriksi tersebut sehingga kulit dan akral
tetap hangat. Selain itu, oliguria juga dapat ditemui. Jika terjadi kegagalan
fungsi diastolic beban hulu dapat menurun, walaupun ditemukan berbagai
tanda yang menggambarkan “kelebihan cairan”, seperti edema pulmonal,
edema perifer, dan hepatomegali.
Gambaran klinis pada syok distributive terbagi menurut jenis
syoknya. Pada syok septik, vasodilatasi perifer tidak dipengaruhi oleh
ketolamin. Kulit penderita hangat sehingga syoknya disebut juga syok
panas. Kulit menjadi merah karena vasodilatasi, sedangkan peredaran
darah meningkat pesat untuk mengompensasi ruang vascular yang meluas.
Denyut nadi menguat sebagai tanda peningkatan curah jantung. Tekanan
nadi, yaitu perbedaan antara tekanan sistolik dan tekanan diastolic juga
meningkat. Suhu badan mungkin tidak meningkat. Hipoksia otak
menyebabkan kegelisahan dan akhirnya perfusi ginjal yang tidak
mencukupi menyebabkan oliguria. Pada syok anafilaktik, dapat dijumpai
reaksi dematologi (eritema), dan obstruksi jalan nafas, yang ditandai
dengan bunyi mengi.10

D. Klasifikasi
1. Syok Kardiogenik
Definisi
Syok kardiogenik adalah gangguan yang disebabkan oleh
penurunan curah jantung sistemik pada keadaan volume
intravaskular yang cukup, dan dapat mengakibatkan hipoksia
jaringan syok dapat terjadi karena disfungsi ventrikel kiri yang
berat, tetapi dapat pula terjadi pada keadaan dimana fungsi
ventrikel kiri cukup baik. Hipotensi sistemik umumnya menjadi
dasar diagnosis. nilai cut off untuk tekanan darah sistemik yang

15
sering dipakai adalah <90mmHg dengan menurunnya tekanan
darah sistolik akan meningkatkan kadar katekolamin yang
mengakibatkan kontraksi arteri dan vena sistemik manifestasi klinis
dapat ditemukan tanda-tanda hipoperfusi sistemik mencakup
Perubahan status mental kulit dingin dan oliguria.
Syok kardiogenik definisikan sebagai tekanan darah sistolik
<90 mmhg selama lebih dari 1 jam di mana:
a. Tak responsif dengan pemberian cairan saja
b. sekunder terhadap disfungsi jantung, atau,
c. Berkaitan dengan tanda-tanda hipooperfusi atau indeks
kardiak > 2,2 l/menit per m 2 dan tekanan baji kapiler
paru > 18 mmHg.

Etiologi
Komplikasi mekanik akibat infark miokard akut dapat
menyebabkan terjadinya syok diantara komplikasi tersebut adalah
ruptur septal ventrikel, ruptur atau disfungsi otot papilaris dan
struktur miokard yang keseluruhan dapat mengakibatkan timbulnya
syok kardiogenik tersebut Sedangkan infark ventrikel kanan tanpa
disertai infark atau disfungsi ventrikel kiri pun dapat menyebabkan
terjadinya hal ini yang sering menyebabkan terjadinya Syok. hal
lain yang sering menyebabkan terjadinya syok kardiogenik adalah
takiaritmia atau bradiaritmia yang rekuren, di mana biasanya terjadi
akibat disfungsi ventrikel kiri dan dapat timbul bersamaan dengan
aritmia supraventricular ataupun ventricular. syok kardiogenik juga
dapat timbul sebagai manifestasi tahap akhir dari disfungsi miokard
yang progresif termasuk akibat penyakit jantung iskemik, maupun
kardiomiopati hipertrofik dan restriktif. abnormalitas struktural dan
fungsional jantung dalam rentan lebar ditemukan pada pasien syok
kardiogenik akut. mortalitas jangka pendek dan jangka panjang
dikaitkan dengan fungsi sistolik ventrikel kiri awal dan regurgitasi
mitral yang dinilai dengan ekokardiografi, dan tampak manfaat

16
revaskularisasi Dini tanpa dipengaruhi nilai fraksi ejeksi ventrikel
kiri pada awal (baseline) atau adanya regurgitasi mitral.11

Patofisiologi
Paradigma lama patofisiologi yang mendasari Syok kardiogenik
adalah depresi kontraktilitas miokard yang mengakibatkan
lingkaran setan penurunan curah jantung, tekanan darah rendah,
insufisiensi koroner dan selanjutnya terjadi penurunan
kontraktilitas dan curah jantung. paradigma klasik memperkirakan
bahwa terjadi vasokontriksi sistemik sebagai kompensasi, dengan
peningkatan resistensi vaskuler sistemik yang terjadi sebagai
respon dari penurunan curah jantung.

Manifestasi Klinis
Keluhan yang timbul berkaitan dengan etiologi terjadinya syok
kardiogenik tersebut. pasien infark miokard akut datang dengan
keluhan Datang dengan keluhan nyeri dada tipikal yang akut dan
kemungkinan jantung koroner sebelumnya. Keadaan syok akibat
komplikasi mekanik dari infark miokard akut, biasanya terjadi
dalam beberapa hari sampai seminggu setelah onset infark tersebut.
pasien mengeluh nyeri dada dan biasanya disertai gejala tiba-tiba
yang menunjukkan adanya edema paru akut atau bahkan henti
jantung pasien dengan aritmia akan mengeluhkan adanya palpitasi,
presinkop, sinkop kau merasakan irama jantung yang Berhenti
sejenak. kemudian pasien akan merasakan letargi akibat
berkurangnya perfusi ke sistem saraf pusat.11

Tatalaksana
Tatalaksana syok kardiogenik terdiri dari tatalaksana cairan,
oksigenasi, pengendalian disritmia, penggunaan inotropik dan
vasopresor, dan bila perlu penggunaan (intra aortic ballon pump).
Pemilihan inotropik harus cermat sebab bekerja melalui sistem

17
simpatis dapat meningkatkan kematian. Pada penanggulangan
infark miokard harus dicegah pemberian cairan yang berlebihan
yang akan membebani jantung. Selain itu, harus diperhatikan juga
oksigenasi darah yang memadai dan tindakan untuk menghilangkan
nyeri.11

2. Syok Distributif
Definisi
Syok distributive adalah jenis syok yang timbul akibat
kesalahan distribusi aliran dan volume darah. Berbagai keadaan
yang termasuk ke dalam syok distributive antara lain syok septik,
syok anafilaktik, dan syok neurogenik.10
a. Syok septik
Profil hemodinamik pada syok septik dipengaruhi oleh
berbagai perubahan fisiologis yang di picu oleh septis. Syok
septik disebabkan oleh septisemia yang biasa disebabkan oleh
kuman gram negative dan menyebabkan kolaps
kardiovaskular. Endotoksin basil gram negative menyebabkan
vasodilatasi kapiler dan terbukanya hubungan pintas
arteriovena perifer. Selain itu, terjadi peningkatan
permeabilitas kapiler. Peningkatan kapasitas vascular akibat
vasodilatasi perifer menyebabkan hipovolemia relatif,
sedangkan peningkatan permeabilitas kapiler menyebabkan
kehilangan cairan intravascular yang terlihat sebagai udem.
Pada syok septik, gambaran hemodinamik yang klasik adalah
peningkatan curah jantung (kadang sampai tiga kali normal),
dan percepatan peredaran darah, terjadi hipotensi sistemik.
Timbul perfusi berlebihan akibat bertambah banyaknya
volume darah yang beredar (Karena syok hiperdinamik).
Hipoksia sel disini tidak disebabkan oleh penurunan perfusi
jaringan melainkan karena ketidakmampuan sel menggunakan
zat asam karena toksin kuman.10

18
b. Syok anafilaktik
Jika seseorang hipersensitif terhadap suaru agen dan
kemudian terpajan lagi pada antigen tersebut, akan timbul
reaksi hipersensitivitas umum tipe I. antigen yang
bersangkutan terikat pada antibodi di permukaan sel mast
sehingga terjadi degranulasi, pengeluaran histamine dan zat
vasoaktif lain. Akibatnya, permeabilitas meningkat dan seluruh
kapiler berdilatasi. Hipovolemia relative akibat vasodilatasi ini
menimbulkan syok, sedangkan meningkatnya permeabilitas
kapiler menyebakan udem. Pada syok anafilaktik, terjadi
bronkospasme yang menurunkan ventilasi. Syok anafilaktik
sering disebabkan oleh obat, terutama obat intravena seperti
antibiotic atau media kontras. Sengatan lebah juga dapat
menimbulkan syok pada orang yang rentan.10

c. Syok neurogenik
Pada syok ini, terjadi reaksi vasovagal berlebihan yang yang
menyebabkan vasodiatasi menyeleruh di region splanicus
sehingga perdarahan otak berkurang. Reaksi vasovagal
umumnya disebabkan oleh suhu lingkungan yang panas,
terkejut, takut, atau nyeri. Syok neurogenic pada trauma terjadi
karena hilangnya tonus simpatis, misalnya pada cedera tulang
belakang atau, yang sangat jarang, cedera pada batang otak.
Hipotensi pada pasien dengan cedera tulang belakang disertai
dengan vasokan oksigen yang cukup karena curah jantung
tinggi meskipun tekanan darahnya rendah. Penderita merasa
pusing dan biasanya kemudian jatuh pingsan. Denyut nadi
lambat, tetapi umumnya kuat dan isinya cukup. Setelah
penderita dibaringkan, umumnya keadaan membaik spontan
tanpa meninggalkan penyulit, kecuali jika terjadi cidera karena
jatuh.10

19
Tatalaksana
Penanganan yang dilakukan pada syok anafilatik, syok
neurogenic dan syok septik, sebagai berikut:12
a. Syok anafilaktik
1. Posisi Trendelenburg atau berbaring dengan kedua
tungkai diangkat keatas, akan membantu menaikkan
venous return sehingga tekanan darah ikut meningkat.
2. Pemberian oksigen 3-5 L/menit harus dilakukan, pada
keadaan yang sangat ekstrim tindakan trakeostomi atau
krikotiroidektomi perlu dipertimbangkan.
3. Pemasangan infus, cairan plasma expander (dextran) dan
merupakan pilihan utama guna dapat mengisi volume
intravaskuler secepatnya. Jika cairan tersebut tak
tersedia, ringer laktat atau NACL fisiologis dapat dipakai
sebagai cairan pengganti. Pemberian cairan infuss
sebaiknya dipertahankan sampai tekanan darah kembali
optimal dan stabil.
4. Adrenalin 0,3-0,5 ml dari larutan 1:1000 diberikan secara
intramuscular yang dapat diulang 5-10 menit. Dosis
ulangan umumnya diperlukan, mengingat lama kerja
adrenalin cukup singkat. Jika respon pemberian secara
intramuscular kurang efektif dapat diberikan secara
intravena setelah 0,1-0,2 ml adrenalin dilarutkan dalam
spuit 10 ml dengan NACL fisiologis, diberikan perlahan
lahan. Pemberian subkutan, sebaiknya dihindari pada
syok anafilaktik karena efeknya lambat bahkan mungkin
tidak ada akibat asokonstriksi pada kulit sehingga
absorpsi obat tidak terjadi.
5. Aminofilin, dapat diberikan dengan sangat hati-hati
apabila bronkospasme belum hilang dengan pemberian
adrenalin. Aminofilin 250 mg diberikan perlahan-lahan

20
selama 10 menit intravena. Dapat dilanjutkan 250 mg
lagi melalui drips infus bila dianggap perlu.
6. Antihistamin dan Kortikosteroid merupakan pilihan
kedua setelah adrenalin. Kedua obat tersebut kurang
manfaatnya pada tingkat syok anafilaktik, dapat
diberikan setelah gejala klinik mulai membaik guna
mencegah komplikasi selanjutnya berupa serum sickness
atau prolonged effect. Antihistamin yang biasa
digunakan adalah difenhidramin HCL 5-20 mg IV dan
untuk golongan kortikosteroid dapat digunakan
deksametason 5-10 mg IV atau hidrokortison 100-250
mg IV.
7. Resusitasi kardiopulmoner (RKP), seandainya terjadi
henti jantung (cardiac arrest) maka prosedur resusitasi
kardiopulmoner segera harus dilakukan. Mengingat
kemungkinan terjadinya henti jantung pada suatu syok
anafilaktik selalu ada, maka sewajarnya di setiap ruang
praktek seorang dokter tersedia selain obat-obat
emergensi, perangkat infus dan cairannya juga perangkat
resusitasi (resuscitation kit) untuk memudahkan tindakan
secepatnya.
8. Mencari penyebab reaksi anafilaktik dan mencatatnya di
rekam medis serta memberitahukan kepada pasien dan
keluarga.

b. Syok neurogenik
1. Hindari faktor pencetus
2. Mengembalikan aliran darah ke otak
3. Setelah mengamankan jalan nafas dan resusitasi cairan,
guna meningkatkan tonus vaskuler dan mencegah
bradikardi diberikan epinefrin.
4. Epinefrin berguna meningkatkan tonus vaskuler tetapi
akan memperkuat bradikardi, sehingga dapat

21
ditambahkan transpor dan efedrin. Agen antimuskarinik
transpor dan glikopirolat juga dapat untuk mengatasi
bradikardi.
5. Terapi definitif adalah stabilisasi medulla spinalis yang
terkena.

c. Syok septik
1. Pemberian antibiotik, umumnya dengan golongan
spektrum luas.
2. Pada SIRS dan sepsis, bila terjadi syok ini karena toksin
atau mediator penyebab vasodilatasi. Pengobatan berupa
resusitasi cairan segera dan setelah kondisi cairan
terkoreksi, dapat diberikan vasopressor untuk mencapai
MAP optimal. Sering terjadi vasopressor dimulai
sebelum pra-beban adekuat tercapai. Perfusi jaringan dan
oksigenasi sel tidak akan optimal kecuali bila ada
perbaikan pra-beban.
3. Obat yang dapat dipakai adalah dopamin, norepinefrin
dan vasopressin.
4. Dianjurkan pemasangan PAC dan pengobatan kausal
dari sepsis.

3. Syok Obstruktif
Syok obstruktif terjadi akibat obstruksi mekanis aliran darah
diluar jantung, paling sering akibat tamponade jantung, sehingga
perfusi sistemik menurun. Akibatnya, terjadi gangguan pengisian
ventrikel dan perubahan volume aliran balik vena akibat kompresi
cairan pericardium yang mengganggu curah jantung. Jika hal ini
berlangsung lama, akan terjadi gangguan perfusi sistemik dan
oksigenasi jaringan sehingga timbul kerusakan sel. Jumlah cairan
pericardium yang mempengaruhi pengisian diastolic jantung
bergantung pada akumulasi cairan dan daya tegang pericardium.

22
Selain itu, syok obstruktif disebabkan juga oleh tromboemboli
paru, obstruksi mekanis a. pulmonalis hipertensi pulmonal, dan
tension pneumothorax, yang mengganggu curah jantung.10

4. Syok Hipovolemik
Definisi
Syok hipovelemik merupakan kegagalan perfusi jaringan
yang disebabkan oleh kehilangan cairan intravascular. Proses
kegagalan perfusi akibat kehilangan volume intravascular terjadi
melalui penurunan aliran balik ke jantung (venous return) yang
menyebabkan volume sekuncup dan curah jantung berkurang.
Penurunan hebat curah jantung menyebabkan hantaran oksigen dan
perfusi jaringan tidak optimal yang dalam keadaan berat
menyebabkan syok. Syok hipovolemik merupakan jenis syok yang
paling sering ditemukan, dan hampir semua jenis syok memiliki
komponen syok hipovolemik di dalamnya akibat menurut beban
hulu (preload). Syok hipovolemik disebabkan oleh tidak cukupnya
volume sirkulasi, seperti akibat perdarahan dan kehilangan cairan
tubuh lain. Menurut derajat volume sirkulasi yang hilang, syok
hipovolemik dibagi menjadi empat kelas. Namun perbedaan ini
mungkian tidak terlalu jelas pada penderita syok hemarogik
sehingga resusitasi cairan harus diarahkan pada respon terhadap
tindakan awal dan bukan hanya mengandalkan klasifikasi awal
saja. Pengelompokan ini berguna untuk memastikan tanda dini dan
patofisiologi keadaan syok. Syok hipovolemik dapat digolongkan
lebih lanjut ke dalam syok hemoragik atau non-hemoragik.
Perdarahan dapat bersifat terlihat (misalnya, akibat luka atau
hematemesis pada tukak lambung) atau tidak terlihat (perdarahan
dari saluran cerna, seperti pada tukak deodenu, cedera limpa,
kehamilan di luar uterus, patah tukang pelvis, dan patah tulang
besar atau majemuk). Perdarahan dalam jumlah banyak akan

23
mengganggu perfusi jaringan sehingga timbul hipoksia. Respon
jaringan terhadap hal ini bervariasi menurut jenis jaringan.

Patofisiologi
Perdarahan akan menurunkan tekanan pengisian pembuluh
darah rata-rata dan menurunkan tekanan pengisian pembuluh darah
rata-rata dan menurunkan aliran darah balik ke jantung. Hal ini
adalah menimbulkan penurunan curah jantung. Curah jantung yang
rendah dibawah normal akan menimbulkan beberapa kejadian pada
beberapa organ.11

Gambar 2.3. Patofisiologi Syok Hipovolemik

Gambaran Klinis
Gejala dan tanda yang disebabkan oleh syok hipovolemik akibat non
perdarahan serta perdarahan adalah sama meski ada sedikit perbedaan
dalam kecepatan timbulnya syok. respon fisiologi yang normal adalah
mempertahankan perfusi terhadap otak dan jantung sambil memperbaiki

24
volume darah dalam sirkulasi dengan efektif. disini akan terjadi
peningkatan kerja simpatis, hiperventilasi, Pembuluh darah yang kolaps
pelepasan hormon stres serta ekspansi besar guna pengisian volume darah
dengan menggunakan cairan interstisial intraseluler dan menurunkan
produksi urin. hipovolemia ringan (20% volume darah) Menimbulkan
takikardi ringan dengan sedikit gejala yang tampak, terutama pada
penderita muda yang sedang berbaring (tabel 1). pada hipovolemia sedang
(20-40% dari volume darah) Pasien menjadi lebih cemas dan takikardi
lebih jelas, meski tekanan darah bisa ditemukan normal pada posisi
berbaring, namun dapat ditimbulkan dengan jelas hipotensi ortostatik dan
takikardi. pada hipovolemia berat maka gejala klasik syok akan muncul,
tekanan darah menurun drastis dan tak stabil walaupun posisi berbaring,
pasien menderita takikardi hebat, oliguria, agitasi atau bingung. perkusi ke
susunan saraf pusat mempertahankan dengan baik sampai syok Bertambah
berat penurunan kesadaran adalah gejala penting. transisi dari syok
hipovolemik ringan ke berat dapat terjadi bertahap atau malah sangat
cepat, terutama pada usia lanjut dan yang memiliki penyakit berat di mana
kematian mengancam. Dalam waktu yang sangat pendek dari terjadinya
kerusakan akibat syok maka dengan resusitasi agresif dan cepat.11

Tabel 1. Derajat Hipovolemi Berdasarkan EBL

Gejala Klinis Class I Class II Class III Class IV

Kehilangan darah <15 % EBV 15-30% EBV 30-40% EBV 40% EBV (2000
(<750 ml) (750-1500 ml) (1500-2000 ml) ml)

Tekanan darah <100x/m 100-120x/m 120-140x/m >140x/m

Tekanan nadi Normal Normal Menurun Menurun

Frekuensi napas 14-20x/m 20-30x/m 30-40x/m >40x/m

Produksi urin >30 cc/jam 20-30cc/jam 5-15cc/jam Oliguri/anuri

Status mental Cemas ringan Cemas Bingung/ Letargi


disorientasi
Koreksi awal Kristaloid Kristalodi Kristaloid+darah Kristaloid+darah

25
Tatalaksana
Ketika syok hipovolemik diketahui maka tindakan yang harus
dilakukan adalah menempatkan pasien dalam posisi kaki lebih tinggi,
menjaga jalur pernapasan dan diberikan resusitasi cairan dengan cepat
lewat akses intravena atau cara lain yang memungkinkan seperti
pemasangan kateter CVP (central venous pressure) atau jalur intraarterial.
cairan yang diberikan adalah garam isotonis yang ditetes dengan cepat
hati-hati terhadap asidosis hiperkloremia atau dengan cairan garam
seimbang seperti ringer laktat (RL) dengan jarum infus yang terbesar. Tak
ada bukti medis tentang kelebihan pemberian cairan koloid pada syok
hipovolemik. Pemberian 2-4 L dalam 20-30 menit diharapkan dapat
mengembalikan keadaan hemodinamik.
Guna mengetahui cairan sudah memenuhi kebutuhan untuk
meningkatkan tekanan pengisian ventrikel dapat dilakukan pemeriksaan
tekanan baji paru dengan menggunakan kateter Swan-Ganz. Bila
hemodinamik tetap tak stabil, berarti perdarahan atau kehilangan cairan
belum teratasi. Kehilangan darah yang berlanjut dengan kadar ≤ 10 g/dL
perlu penggantian darah dengan tranfusi. Jenis darah tranfusi tergantung
kebutuhan. Disarankan agar darah yang di gunakan telah menjalini tes
cross-mecth (uji silang), bila sangat darurat dapat digunakan PRC tipe
darah yang sesuai atau darah O – yang negative.
Pada keadaan yang berat atau hipovolemia yang berkepanjangan
dukungan inotrofik dengan dopamine, vasopresin atau dobutamin dapat
dipertimbangkan untuk mendapatkan kekuatan ventrikel yang cukup
setelah volume darah dicukupi dahulu. Pemberian nonepineprin infus tidak
banyak memberikan manfaat pada hipovolemik. Pemberian bolus 30
mcg/kg dalam 3-5 menit dilanjutkan 60 mcg/kg dalam 1 jam dalam
dektros 5% dapat meningkatkan MAP.
Selain resusitasi cairan, saluran pernafasan harus dijaga.
Kebutuhan oksigen harus dipenuhi dan bila dibutuhan intubasi dapat
dikerjakan. Kerusakan organ akhir jarang terjadi dibandingkan dengan

26
syok seftik atau traumatic. Kerusakan organ dapat terjadi pada susunan
saraf pusat, hati dan ginjal dan ingat gagal ginjal merupakan komplikasi
yang penting saat ini.11

3.3. Choking
A. Definisi
Tersedak adalah respons fisiologis terhadap sumbatan tiba-tiba
saluran udara. Obstruksi jalan nafas benda asing (FBAO) menyebabkan
asfiksia dan merupakan kondisi yang menakutkan, terjadi sangat akut,
dengan pasien sering tidak dapat menjelaskan apa yang terjadi pada
mereka. Jika parah, dapat mengakibatkan hilangnya kesadaran dan
kematian dengan cepat jika pertolongan pertama tidak dilakukan dengan
cepat dan berhasil. Pengakuan dan respons segera adalah yang paling
penting.10
Beberapa faktor membuat anak sangat rentan tersedak. Jalan nafas
seorang anak jauh lebih kecil daripada jalan orang dewasa. Karena
hambatan udara berbanding terbalik dengan radius penampang ke
kekuatan keempat, objek kecil dapat memiliki efek drastis pada
kemampuan bernapas anak. Seorang anak tidak menghasilkan kekuatan
yang sama ketika batuk sebagai orang dewasa, sehingga upaya mereka
mungkin tidak cukup untuk mengusir benda asing. Selain itu, anak-anak
biasanya memasukkan benda-benda ke dalam mulut mereka, mulai dari
bayi ketika mereka menemukan lingkungan mereka.10
Makanan bulat lebih cenderung menyebabkan tersedak fatal pada
anak-anak, dengan hot dog yang paling umum, diikuti oleh permen,
kacang-kacangan, dan anggur. Di antara barang-barang non-makanan,
balon lateks dilaporkan menjadi penyebab utama tersedak fatal pada anak-
anak.13 Balon lateks dapat sesuai dengan jalan napas membentuk segel
ketat sehingga sangat berbahaya bagi anak-anak.10
Untuk orang dewasa, hasil otopsi dari 200 korban tersedak
menunjukkan daging, ikan, dan sosis bertanggung jawab atas kematian

27
dalam 71% kasus diikuti oleh roti dan produk roti (12%) dan buah-buahan
dan sayuran (7%).10

B. Definisi
Insiden episode tersedak yang tidak fatal sulit diukur karena banyak
dari kejadian ini bersifat sementara dan tidak menghasilkan kunjungan ke
rumah sakit. Dari anak-anak yang menerima perawatan untuk tersedak
tidak fatal, makanan adalah pencetus yang paling umum, dengan 59,5%
kasus diikuti oleh barang-barang bukan makanan, seperti koin, kelereng,
balon, dan kertas, dengan 31,4%. Dalam 9,1% kasus, penyebabnya tidak
diketahui.10
Di antara anak-anak, tingkat tersedak tertinggi di antara bayi kurang
dari satu tahun, dan lebih dari 75% insiden tersedak terjadi pada anak-anak
di bawah 3 tahun. Tidak ada perbedaan signifikan yang muncul dalam
tingkat tersedak antara anak laki-laki dan perempuan.10
Di antara orang dewasa, kondisi yang terkait dengan risiko tersedak
yang lebih tinggi termasuk penyakit Alzheimer, parkinsonisme, stroke
sebelumnya, cacat intelektual atau perkembangan, gigi yang buruk,
keracunan, disfagia bersama dengan obat-obatan psikotropika, dan usia
lanjut. Para peneliti mengamati tidak ada perbedaan yang signifikan dalam
tingkat tersedak antara pria dan wanita. Perkiraan tingkat tersedak fatal
untuk orang dewasa berusia 18 hingga 64 tahun adalah 0,1 per 100000 dan
0,7 per 100000 untuk mereka yang berusia di atas 65 tahun.11

C. Epidemiologi
Obstruksi jalan napas dapat terjadi di mana saja dari faring ke
bronkus. Obstruksi pada laring, di atas pita suara, memiliki prognosis yang
lebih baik karena manuver terapeutik cenderung lebih efektif daripada
ketika obstruksi terjadi di bawah laring, yang mungkin memerlukan
pengangkatan dengan instrumentasi. Juga, tingkat obstruksi penting karena
obstruksi parsial masih akan memungkinkan jalan udara dan dapat
memberikan waktu tambahan sebelum pasien menjadi hipoksia. Kejang
dan edema terjadi akibat obstruksi jalan napas dan menjadi lebih parah

28
seiring berjalannya waktu. Secara bersamaan upaya pasien untuk
mengeluarkan objek menurun seiring waktu, membuat pengusiran spontan
dari objek yang diajukan lebih kecil kemungkinannya. Meskipun tidak
mungkin untuk dikendalikan, jumlah udara yang terperangkap di paru-
paru pada saat obstruksi total akan memengaruhi tekanan yang dihasilkan
oleh tindakan terapeutik, seperti dorongan perut, untuk mengangkat
objek.1
Stridor, suara pernapasan bernada sangat tinggi, adalah pemeriksaan
fisik umum yang ditemukan pada obstruksi jalan napas. Penyebabnya
disebabkan oleh aliran turbulen yang cepat melalui saluran napas yang
sempit. Pengurangan aliran udara meningkatkan energi yang dikeluarkan
untuk menggerakkan udara melintasi jalan napas, menghasilkan aliran
udara turbulen dan, selanjutnya, stridor dan gangguan pernapasan.23
Stridor biasanya terdengar pada saat inspirasi tetapi juga dapat terdengar
saat kedaluwarsa pada obstruksi berat. Stridor biphasic ini menunjukkan
obstruksi jalan nafas yang berat dan menetap pada tingkat glotis, subglotis,
atau trakea atas.

D. Diagnosis
Pendekatan terhadap pasien yang tersedak harus dimulai dengan
penilaian ABC (jalan napas, pernapasan, dan sirkulasi). Dokter harus
fokus pada warna kulit, tingkat kesadaran, dan kerja pernapasan, mencatat
retraksi dinding dada, hidung melebar, dan penggunaan otot-otot
tambahan. Obstruksi jalan nafas yang lengkap akan menyebabkan
kegagalan pernapasan jika tidak dikenali dan diobati sejak dini. Tiba-tiba
timbulnya gangguan pernapasan disertai dengan batuk, stridor, mengi, atau
tersedak waran tindakan muncul dan harus menimbulkan kecurigaan tinggi
untuk FBAO. Pasien yang tersedak mungkin menunjukkan tanda universal
untuk obstruksi jalan napas dengan memegang lehernya dengan kedua
tangan. Ketika pasien stabil, dan clincian dapat memperoleh riwayatnya,
perhatian khusus harus fokus pada usia (baik sangat muda atau lanjut
usia), kecacatan intelektual atau neuromuskuler, dan peristiwa pemicu
seperti makan atau bermain dengan mainan.

29
Fitur pemeriksaan fisik klasik termasuk stridor dan suara serak untuk
benda asing laryngotracheal dan mengi unilateral dan penurunan suara
nafas untuk benda asing di bronkus. Pemeriksaan faring harus dilakukan,
dan jika ada benda asing yang terlihat, mungkin harus diangkat tetapi
hindari menyapu dengan jari. Pemeriksaan faring juga harus mengevaluasi
penyebab stridor dan gangguan pernapasan lainnya seperti epiglotis dan
abses peritonsillar.
Sementara riwayat batuk dan tersedak tiba-tiba adalah yang paling
diprediksi FBAO, penyedia layanan harus memiliki kecurigaan klinis yang
tinggi untuk FBAO karena sejumlah besar pasien datang tanpa batuk,
stridor, atau mengi. Dengan tidak adanya temuan pemeriksaan fisik ini,
penyedia harus memperhatikan faktor-faktor risiko seperti usia atau cacat
dan temuan rontgen dada atelektasis, hiperinflasi paru, atau pneumonia.
Sementara timbulnya gejala yang tiba-tiba adalah yang paling umum,
diagnosis tidak dapat dikesampingkan berdasarkan durasi gejala karena
banyak pasien yang hadir lebih dari 24 jam setelah aspirasi benda asing.

E. Tatalaksana
Seorang anak dengan dugaan obstruksi jalan nafas yang masih dapat
mempertahankan beberapa derajat ventilasi harus dibiarkan membersihkan
jalan nafas dengan batuk. Jika anak tidak dapat batuk, menyuarakan, atau
bernapas, langkah-langkah yang muncul diperlukan untuk membersihkan
jalan napas. Untuk bayi di bawah usia satu tahun, urutan bergantian dari
lima pukulan punggung dan lima dorongan dada dilakukan sampai benda
tersebut hilang atau bayi menjadi tidak responsif. Dorongan perut tidak
boleh dilakukan pada bayi karena hati mereka lebih rentan terhadap
cedera.
Untuk anak yang tersedak, usianya lebih dari satu tahun, dorongan
perut subdiaphragmatic (mis., Manuver Heimlich) harus dilakukan sampai
membersihkan objek. Jika bayi atau anak menjadi tidak responsif, segera
mulai kompresi dada. Setelah 30 kompresi, jalan nafas harus menjalani
evaluasi, dan jika benda asing terlihat, itu membutuhkan pengangkatan,

30
tetapi sapuan jari tidak boleh dilakukan karena mereka dapat mendorong
benda asing ke bawah ke laring. Serangkaian 30 kompresi dan dua napas
harus berlanjut sampai objek dikeluarkan.
Perawatan untuk orang dewasa dengan FBAO lengkap sama dengan
perawatan seorang anak di mana seorang pengamat melakukan manuver
Heimlich sampai mengeluarkan benda asing atau CPR jika pasien
kehilangan kesadaran. Jika tidak ada yang hadir untuk membantu dalam
manuver Heimlich, individu yang tersedak dapat mengatur sendiri dengan
tinjunya atau dengan bersandar pada benda keras seperti bagian belakang
kursi. Untuk pasien yang sedang hamil atau obesitas yang tidak wajar,
tekanan perut mungkin tidak layak, dan tekanan dada terhadap tulang dada
pasien dapat dilakukan.
Jika langkah-langkah pendukung kehidupan dasar yang dijelaskan di
atas tidak menghilangkan penghalang, laringoskopi langsung harus
dilakukan dengan upaya untuk menghapus benda asing dengan forceps
dan / atau sedotan Magill. Jika objek tersebut masih menyebabkan
penyumbatan dan dokter percaya bahwa benda asing itu berada di atas
level pita suara, maka dilakukan prosedur cricothyrotomy dengan ventilasi
trans-trakea. Jika benda asing bersarang di bawah tingkat pita suara,
penyedia dapat mencoba intubasi endotrakeal dengan tabung endotrakeal
(ET) yang digunakan untuk memajukan benda asing ke dalam bronkus
induk utama kanan. Tabung ET kemudian harus ditarik di atas carina
untuk memungkinkan ventilasi paru-paru kiri, dan persiapan harus
dilakukan untuk bronkoskopi di ruang operasi.
Ketika FBAO parsial dicurigai, bronkoskopi diagnostik harus sangat
dipertimbangkan, bahkan tanpa adanya temuan radiologis. Riwayat
kejadian aspirasi yang disaksikan, temuan pemeriksaan fisik, dan temuan
radiologis harus layak dipertimbangkan untuk menentukan perlunya
bronkoskopi. Namun, pemeriksaan fisik negatif dan temuan radiologis saja
tidak boleh digunakan untuk menyingkirkan FBAO. Sebuah studi multi-
tahun dengan 431 pasien menentukan bahwa meskipun pemeriksaan fisik

31
negatif dan temuan radiologis, sepertiga dari pasien ini masih ditemukan
memiliki benda asing dengan bronkoskopi.

F. Komplikasi
Komplikasi FBAO yang paling ditakuti adalah hipoksia yang
mengakibatkan henti napas, cedera otak anoksik, dan kematian.
Komplikasi jangka panjang dari benda asing yang tidak terdiagnosis
adalah atelektasis, pneumonia, atau bronkiektasis, kadang-kadang
membutuhkan lobektomi atau segmentektomi. Juga tidak jarang
pengobatan FBAO memiliki efek samping yang merusak. Komplikasi dari
manuver Heimlich termasuk cedera pada perut atau visera toraks dan
regurgitasi isi lambung. Untuk pasien yang membutuhkan bronkoskopi,
komplikasi potensial termasuk perdarahan, infeksi, perforasi jalan napas,
dan pneumotoraks.

32
BAB III
STUDI KASUS

Kasus 2: Out Hospital Cardiac Arrest (OHCA)


Seorang atlit lari berusia 25 tahun yang sedang mengikuti lomba lari maraton tiba-
tiba terjatuh dan tidak sadar. Anda bertugas sebagai petugas kesehatan yang
berjaga di sekitar arena lomba. Bagaimana tatalaksana yang akan anda lakukan?
(Tuliskan referensi jawaban anda)

Resusitasi yang dilakukan mengacu kepada rekomendasi yang dikeluarkan oleh


American Heart Association tahun 2015 yaitu:7
1. Pengenalan dan pengaktifan sistem tanggapan darurat
2. CPR berkualitas tinggi secepatnya
3. Defibrilasi cepat
4. Layanan medis darurat dasar dan lanjutan
5. Bantuan hidup lanjutan dan perawatan pasca-serangan jantung

33
Kasus 4: Syok
Seorang laki-laki berusia 18 tahun dibawa ke UGD karena mengalami kecelakaan
lalu lintas. Pasien tampak mengantuk, namun sesekali berteriak kesakitan. Sekilas
tampak deformitas di paha sebelah kanan, tungkai bawah kiri, dan lengan sebelah
kanan. Pada pemeriksaan tanda vital didapatkan tekanan darah 80/60 mmHg, nadi
144 x/menit (filiformis), akral teraba ldingin, lembab dan pucat (capillary refill
time >2 detik). Anda bertugas sebagai dokter jaga UGD. Bagaimana tatalaksana
yang akan anda lakukan?
Pada kasus pasien telah di temukan tanda syok umum yaitu takikardi,
hipotensi, dan akral dingin. Syok terbagi menjadi empat jenis yaitu syok
hipovolemik, syok kardiogenik, syok distributif dan syok obstruktif. Jenis syok
pada kasus ini adalah syok hipovolemik karena pasien mengalami kecelakaan lalu
lintas, syok yang terjadi akibat perdarahan. Menurut teori Syok hipovolemik
disebabkan oleh tidak cukupnya volume sirkulasi, seperti akibat perdarahan dan
kehilangan cairan tubuh lain.
Penatalaksaan syok hipovolemik meliputi mengembalikan tanda-tanda
vital dan hemodinamik kepada kondisi dalam batas normal. selanjutnya kondisi
tersebut dipertahankan dan di jaga agar tetap pada kondisi stabil. Penatalaksaan
syok hipovolemik tersebut yang utama terapi cairan sebagai pengganti cairan
tubuh atau darah yang hilang.
Ketika syok hipovolemik diketahui maka tindakan yang harus dilakukan
adalah menempatkan pasien dalam posisi kaki lebih tinggi, menjaga jalur
pernapasan dan diberikan resusitasi cairan dengan cepat lewat akses intravena
atau cara lain yang memungkinkan seperti pemasangan kateter CVP (central
venous pressure) atau jalur intraarterial. cairan yang diberikan ringer laktat (RL)
dengan jarum infus yang terbesar. Pemberian 2-4 L dalam 20-30 menit diharapkan
dapat mengembalikan keadaan hemodinamik.
Pada keadaan yang berat atau hipovolemia yang berkepanjangan dukungan
inotrofik dengan dopamine, vasopresin atau dobutamin dapat dipertimbangkan
untuk mendapatkan kekuatan ventrikel yang cukup setelah volume darah dicukupi
dahulu. Pemberian norepineprin infus tidak banyak memberikan manfaat pada

34
hipovolemik. Pemberian bolus 30 mcg/kg dalam 3-5 menit dilanjutkan 60 mcg/kg
dalam 1 jam dalam dektros 5% dapat meningkatkan MAP.

Kasus 8: Choking
Seorang laki-laki retardasi mental berusia 22 tahun sedang berobat rutin ke rumah
sakit dengan ibunya. Ibu memanggil pertolongan orang sekitar karena anaknya
tersedak makanan dan tampak sesak. Anda yang kebetulan sedang berjalan
disekitar dan mendengar suara ibu tersebut. Bagaimana tatalaksana yang akan
anda lakukan? (Tuliskan referensi jawaban anda).
Pendekatan terhadap pasien yang tersedak harus dimulai dengan penilaian
ABC (jalan napas, pernapasan, dan sirkulasi). Obstruksi jalan nafas yang lengkap
akan menyebabkan kegagalan pernapasan jika tidak dikenali dan diobati sejak
dini. Tiba-tiba timbulnya gangguan pernapasan disertai dengan batuk, stridor,
mengi, atau tersedak tindakan muncul dan harus menimbulkan kecurigaan tinggi
untuk FBAO.13
Pada kasus diketahui bahwa pasien telah berusia 22 tahun sehingga
menurut teori dapat kita lakukan penatalaksanaan pada orang dewasa. Perawatan
untuk orang dewasa dengan FBAO lengkap sama dengan perawatan seorang anak
di mana seorang pengamat melakukan manuver Heimlich sampai mengeluarkan
benda asing atau CPR jika pasien kehilangan kesadaran.
Jika langkah-langkah tersebut tidak berhasil maka laringoskopi langsung
harus dilakukan dengan upaya untuk menghapus benda asing dengan forceps dan /
atau sedotan Magill. Jika objek tersebut masih menyebabkan penyumbatan dan
benda asing tersebut berada di atas level pita suara, maka dilakukan prosedur
cricothyrotomy dengan ventilasi trans-trakea.
Jika benda asing bersarang di bawah tingkat pita suara, dapat dilakukan
intubasi endotrakeal dengan tabung endotrakeal (ET) yang digunakan untuk
memajukan benda asing ke dalam bronkus. Tabung ET kemudian harus ditarik di
atas carina untuk memungkinkan ventilasi paru-paru kiri, dan persiapan harus
dilakukan untuk bronkoskopi di ruang operasi.13

35
BAB IV
KESIMPULAN

1. Henti jantung adalah hilangnya fungsi pompa jantung secara mendadak,


terjadi tiba-tiba, dipicu oleh kerusakan listrik pada jantung yang
menyebabkan detak jantung tidak teratur (aritmia) dan selanjutnya akan
menyebabkan gangguan pompa jantung, sehingga jantung tidak bisa
memompa darah ke otak, paru-paru dan organ lainnya
2. Syok adalah suatu sindrom klinis yang terjadi akibat gangguan
hemodinamik dan metabolic ditandai dengan kegagalan system sirkulasi
untuk mempertahankan perfusi yang adekuat ke organ-organ vital tubuh.
Hal ini muncul akibat kejadian pada hemostasis tubuh yang serius seperti,
perdarahan yang massif, trauma atau luka bakar yang berat (syok
hipovolemik), infark miokard luas akibat emboli paru (syok kardiogenik),
sepsis akibat bakteri yang tak terkontrol (syok septic), tonus vasomotor
yang tidak adekuat (syok neurogenik), atau akibat respon imun (syok
anafilaktik)
3. Choking merupakan obstruksi saluran napas yang mengancam jiwa.
Obstruksi pada choking biasanya diantara faring dan bifurkasi trakea.
Choking terjadi biasanya ketika korban makan, atau dapat berhubungan
dengan otot, neurological, dan kerusakan cerebral. Manuver
Heimlich/Abdominal Thrust merupakan suatu prosedur pertolongan

36
pertama yang digunakan untuk mengobati obstruksi jalan nafas atas yang
disebabkan oleh benda asing.

DAFTAR PUSTAKA

1. Hazinski, M.F. ect (2015). Highlights of the 2015 American Heart


Association guidelines update for CPR and ECG.Texas: American Heart
Association.
2. Yan, Shijiao., ect. (2020). The Global Survival Rate Among Adult Out-
ofhospital Cardiac Arrest Patients who Received Cardiopulmonary
Resuscitation. Crit Care 24(61).
https://www.medscape.com/viewarticle/926573_1
3. American heart Association. (2014). Out-of-Hospital Cardiac Arrest.
https://www.heart.org/-/media/files/about-us/policy-
research/factsheets/out-of-hospital-cardiac-arrest.pdf?la=en.
4. Wilson WC, Grande CM, Heyt DB. 2007. Trauma Emergency
Resuscitation Perioprative Anesthesia Surgical Management Volume 1.
New York: Informa Health Care.
5. American College of Surgeons Comittee on Trauma. 2014. Advanced
Trauma Life Support for Doctors (ATLS) Student Course Manual. 8th ed.
Chicago, IL: American College of Surgeons.
6. Birt D, Thomas BG, Wilson L. 2010. Resuscitation for cardiac arrest.
Diambil dari URL: http://www.nda.ox.ac.uk/wfsa/html/u10/u1006_01.htm
7. AHA. 2015. Fokus Utama Pembaruan Pedoman American Heart
Association 2015 Untuk CPR dan ECC. American Heart Association.

37
8. Rogayah, R. 2009. The Principle of Oxigen Therapy. Departemen
Pulmonologi Dan Respiratori FK UI. Jakarta.
9. Ganthikumar, K. (2016). Indikasi dan Keterampilan Resusitasi Jantung
Paru (RJP). Directory of Open Access Journals, 6(1), 58–64.
10. Sjamsuhidajat R, De Jong W, Editors. Buku Ajar Ilmu Bedah
Sjamsuhidajat-De Jong. Syok 4th ed. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC; 2017.
11. Setiati S, Alwi I, Sudoyo AW, Stiyohadi B, Syam AF. Buku ajar ilmu
penyakit dalam jilid III. VI. Jakarta: InternaPublishing; 2014:4124.
12. Ery Leksana, Ery. 2015. Dehidrasi dan Syok. SMF/Bagian Anestesi dan
Terapi Intensif. RSUP dr. Kariadi/Fakultas Kedokteran Universitas
Diponegoro, Semarang, Indonesia. CDK-228/ vol. 42 no. 5
13. Haley D, Jeffrey C. Foreign Body Airway Obstruction (FBAO). Stats
Pearls book (Internet). 2020.

38

Anda mungkin juga menyukai