Rusme
FARMAKOTERAPI 3
Disusun oleh :
Nama : Desti
NIM : 17110012
Fakultas Farmasi
Segala puji hanya bagi Allah SWT atas anugerah, rahmat dan hidayah-Nya sehingga
penulis dapat menyelesaikan Makalah ini sesuai dengan waktu yang ditetapkan.
Makalah ini disusun guna untuk memperbaiki nilai farmakoterapi 3 di Universitas
Kader Bangsa Palembang.
Penulis menyadari bahwa Makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, maka penulis
mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun untuk perbaikan penulisan
Makalahselanjutnya.
Penulis berharap semoga Makalah ini berguna khususnya bagi penulis dan bagi semua
pembaca pada umumnya.
2. Persyaratan Pernafasan
Sistem saraf parasimpatik: reseptor muskarinik respon bronkokonstriksi,
vasodilatasi pulmonar, dan sekresi kelenjar mukus.
sistem saraf simpatik: reseptor adrenergik ß (epitelium bronkus, paru-
paru, otot dan sel mast) bronkodilatasi, vasokonstriksi pulmonar, dan
berkurangnya sekresi kelenjar mukus.
sistem saraf nonkolinergik non adrenergik (NANC) pada bronkiolus :
melibatkan berbagai mediator seperti ATP, oksida nitrat, substance P, dan
VIP (vasoactive intestinal peptide) 🡪 respon penghambatan, meliputi
bronkodilatasi, dan diduga berfungsi sebagai penyeimbang terhadap fungsi
pemicuan oleh sistem kolinergik.
serabut saraf aferen:
3. Gangguan Pernafasan
hipersekresi mukus
5. Disfungsi Alveolus
Terjadi gangguan pada alveolus sehingga mengurangi fungsi transfer O2 dan CO2
yang menyebabkan pernafasan terganggu. dimana gejala awalnya tidak terasa namun
saat sudah lama nafas terengah – engah pada saat aktivitas fisik
terjadi penurunan kapasitas total paru maupun volume paru saat istirahat
7. Patofisiologi Umum
Kegagalan pernafasan
BAB 2
PERTEMUAN 2
Farmakoterapi Mata
Glukoma
Definisi Glukoma
Glaukoma adalah kelompok penyakit mata yang dikarakterisasi dengan adanya
kerusakan pada sel ganglion dan saraf optik. Jika kondisi ini dibiarkan tanpa
penanganan, dapat menyebabkan terjadinya kehilangan kemampuan melihat (dengan
derajat bervariasi), dan bahkan sampai kebutaan.
Etiologi :
Glaukoma terjadi akibat adanya ketidakseimbangan antara proses produksi dan
ekskresi/ aliran keluar aqueous humor. Beberapa faktor resiko yang dapat memicu
terjadinya glaukoma adalah adanya riwayat keluarga glaukoma, diabetes, migrain,
rabun jauh (miopia), penglihatan panjang (hyperopia), cedera mata, tekanan darah,
penggunaan obat kortison (steroid)
Patofisiologi
Galukoma berkaitan dengan adanya gangguan pada tekanan itraokuler (TIO).
Tekanan ini berkaitan dengan aliran cairan mata ( aqueus humor ).Aqueus humor
secara kontinue diproduksi oleh badan silier (sel epitelprosesus ciliary bilik mata
belakang untuk memberikan nutrien pada lensa. Aqueous humor mengalir melalui
jaring-jaring trabekuler, pupil, bilik mata depan, trabekuler meshwork dan kanal
schlem. Tekanan intraokuler (TIO) dipertahankan dalam batas 10-21 mmHg
tergantung keseimbangan antara produksi dan pegeluaran (aliran) Aqueous Humor di
bilik mata depan.
Peningakatan TIO akan menekan aliran darah ke syaraf optik dan retina sehingga
dapat merusak serabut syaraf optik menjadi iskemik dan mati.Selanjutnya
menyebabkan kerusakan jaringan yang dimulai dari perifer menuju ke fovea sentralis.
Hal ini menyebabkan penurunan lapang pandang yang dimulai dari derah nasal atas
dan sisa terakhir pada temporal.
Peranan farmasi pada glaukoma :
Apoteker harus menasihati pasien bahwa tujuan pengobatan adalah untuk mencegah
perkembangan glaukoma dengan menurunkan TIO (tekanan intraokular)
Apoteker juga perlu mengingatkan pasien terhadap efek samping obat yang singkat
dan akan hilang dalam waktu
Apoteker harus menasihati pasien terhadap pemakaian yang tepat dari obat tetes mata,
termasuk penggunaan ( menekan pada jembatan hidung untuk mencegah tetesan
memasuki nasolacrimal) .Cukup menutup mata ( tetapi tidak berkedip ) adalah
alternatif yang sama efektifnya. Salah satu dari prosedur ini harus dilakukan selama
sekitar 2 menit.
Apoteker dapat memainkan peran penting dalam membantu untuk kepatuhan secara
menyeluruh penyuluhan pasien tentang penyakit, dan obat - obatan untuk yang
digunakan untuk mengobatinya.
Apoteker dapat merekomendasikan bahwa prescriber pertimbangan produk kombinasi
kepatuhan pasien yang rendah
Apoteker juga harus mempertimbangkan merekomendasikan produk bebas pengawet
untuk pasien yang mengalami efek samping okular.
Tata laksana terapi :
Non- Farmakologi
Terapi laser pada glaukoma
Operasi bedah pada glaukoma
Farmakologi :
Golongan Obat- obat yang digunakan
Prostaglandin analog
Beta blocker
Agonis adrenergik
Inhibitors Carbonic Anhydrase
Penghambat cholinesterase
Kolinergik
BAB 3
PERTEMUAN 3
Penatalaksanaan
Jika pasien berusia < 24 bulan segera terapi dengan antibiotik.
Pasien berusia > 24 bulan, banyak kasus OMA bisa resolusi hanya dengan
pemberian analgetik dengan syarat anak tidak mengeluh otalgia berat dan demam
>39o C.
Dekongestan, antihistamin dapat dipertimbangkan
Steroid dan antibiotik topikal tidak memberikan keuntungan pada manajemen
OMA.
Observasi tanpa pemberian antibiotik diterapkan pada anak dengan OMA tanpa
komplikasi. Evaluasi : diagnosa, usia pasien, derajat OMA, dan follow-up.
Terapi antibiotik (Amoksisilin 80 – 90 mg/KgBB/hari per oral dibagi 3 dosis
selama 5 hari) segera diberikan pada :
Pasien anak usia < 24 bulan yang belum diterapi kasus OMA sejak 6 minggu
terakhir
anak > 24 bulan yang gagal pada terapi simtomatik hanya dengan analgetik
selama 48 – 72 jam.
Jika terapi gagal→OMA kambuh dalam 6 minggu, dan anak tetap mengalami
gejala dan tanda OMA yang tidak membaik dalam 48 – 72 jam setelah terapi
inisial. maka diberikan amoksisilin - klavulanat 40 mg/KgBB/hari dibagi 3 dosis
(klavulanat dibagi berdasar amoksisilin).
OMA Akut
Antibiotik Sistemik
Antibiotik lini pertama : amoksisilin
Cotrimoksazol atau Ampisilin-Sulbaktam bila tidak ada kecurigaan
Pseudomonas.
Antibiotik Topikal
Ofloksasin terbukti aman, tidak toksik thd labirin (Rekomendasi sbg obat
lini pertama baik dewasa maupun anak)
2. Pharingitis
Definisi
akut bersifat lebih umum, biasanya < seminggu, gejala yang menonjol,
(nyeri tenggorok onset akut) & mempunyai etiologi primer infeksi
Manifestasi Klinis
Penatalaksanaan
3. Tonsilitis Akut
Definisi
Etiologi
Gejala
Penatalaksanaan
o Asam asetilsalisilat
o Acetaminophen
o K. Diclofenac,dll
4. Rhinitis Alergi
Definisi
Rhinitis Alergi merupakan suatu gangguan pada alat penciuman (hidung) yang
disebabkan oleh peradangan mukosa hidung ditandai oleh imunoglobulin E
(IgE)
Etiologi
Patofisiologi
Fase Sensitisasi Awal mula terjadinya alergi, dalam kondisi ini selaput
mukosa hidung sudah dalam keadaan sensitif.
Fase Elitasi Penderita menerima paparan alergen yang sama pada waktu
berikutnya maka menimbulkan alergi.
Penatalaksanaan
Non Farmakoterapi
Menghindari faktor pencetus alergi seperti debu dan angin Memakai
masker dan menjaga kebersihan lingkungan Menerapkan pola makan
teratur dan sehat Istirahat cukup dan berolahraga
Farmakoterapi
Pemberian Antihistamin Steroid intranasal Dekongastion Anti-leukotrin
Kortikosteroid
Peranan Antihistamin
Pemberian antihistamin oral dosis tunggal merupakan first line terapis
untuk kasus rhinitis alergi ringan, gejalanya seperti: gatal, bersin, pilek,
dan hidung tersumbat.
Antihistamin Generasi 1 efektif menekan respon alergi
golongan obatnya : olphennydramine, tripolidin, klemastin
Antihistamin Generasi 2
golongan obatnya : cetirizin, loratadin
Antihistamin Generasi 3
golongan obatnya : levocetrizin
Peranan steroid intranasal
Pemakaian steroid intranasal direkomendasikan untuk rhinitis alergi
sedang ataupun berat secara efektif dapat mengatasi gejala-gejala pada
anak-anak dan dewasa Contoh obatnya: Beclomethasone, Beconase
Ad, Vancenase 84Ad, Flunisolide nasalide, Budesonide rhinocort,
Fluticasone flone, Triamcinolone nasacort, Nasacort Ad, Mometasone
nasonex
Peranan Dekongestan
Sering ditambahkan sebagai kombinasi terapi untuk menghilangkan
keluhan hidung tersumbat, pemakaian topikal lebih efektif, tetapi ada
resiko tachyphilaxis dan rebund phenemen jika pemberiannya dihentikan,
sedangkan sediaan oral, ada kecenderungan terjadi insomnia dan kenaikan
tekanan darah. Contoh obatnya: Oxymetazoline, Pseudoephedrine,
ephedrine, ipratropium bromide dan phenylephrine
Peranan Leukotrien
Obat baru yang diharapkan dapat diberikan baik secara tunggal atau
kombinasi dengan anthistamin Hi Oral Antileukotrien itu sendiri dikenal
sebagai pengubah leukotriene dan antagonis reseptor leukotrin yaitu untuk
menghambat reseptor Cys+Lt. Contoh obatnya: Montelukast, Pranlukast
dan Zafirlukast
Peranan Kortikosteroid
Obat yang mengandung hormon steroid yang berguna untuk menambah
hormon steroid dalam tubuh bila diperlukan dan meredahkan peradangan
(inflamasi), serta menekan kerja sistem kekebalan tubuh yang berlebihan.
Contoh obatnya: Betametason, Dexamethasone, Methylprednisolone,
Prednison, Prednisolone dan Triamcinolone.
BAB 4
PERTEMUAN 4
Penatalaksanaan
Non Farmakoterapi
Batuk akut dan sub akut, umumnya bersifat limiting disease sehingga hanya
perlu menghindari pemicu terjadinya batuk seperti asap rokok atau asap
lainnya.
Farmakoterapi
Antitusif bekerja di perifer, menekan batuk dengan mengurangi iritasi
lokal di saluran napas, yaitu pada reseptor iritan perifer dengan cara
anestesi langsung atau secara tidak langsung mempengaruhi lendir saluran
napas
makromolekulnya.
Expektoran merangsang reseptor-reseptor di mukosa lambung yang
kemudian meningkatkan aktivitas kelenjar sekresi dari saluran lambung-
usus dan sebagai refleks memperbanyak sekresi dari kelenjar yang berada
di saluran nafas.
Monitoring Terapi
Pasien dengan batuk kronis perlu dipantau secara hati-hati dan sistemik
terhadap beberapa indikator diagnostik spesifik, seperti radiografi dada
atau uji fungsi paru dengan spirometri.
Jika batuknya produktif disertai dengan dahak yang porulen, perlu
dipertimbangkan adanya bronkiektasis.
Pada pasien dengan batuk nonspesifik dan memiliki faktor rIsiko asma,
perlu dicoba penggunaan obat jangka pendek (short trial : 2-4 minggu)
misalnya dengan Beklometason atau Buudenosid. Jika batuk tidak sembuh
pada waktu yang diharapkan, pengobatan dihentikan dan perlu
dipertimbangkan diagnosa lain
Efek pengobatan pada batuk dapat dievaluasi dengan metode subjektif
maupun objektif
Metode subjektif CQLQ telah diuji dan cukup valid dan reliable untuk
mengevaluasi batuk
Dalam penatalaksanaan batuk, terutama untuk batuk akut, farmasi berperan
dalam pemilihan jenis obat batuk yang tepat dengan jenis batuknya. Untuk
batuk kronis, pasien perlu direkomendasikan untuk pemeriksaan dokter
lebih lanjut untuk memastikan etiologinya.
BAB 5
PERTEMUAN 5
Farmakoterapi Asma
1. ASMA
Definisi
Penyakit inflamasi kronik saluran napas dengan peran sel inflamasi: sel mast,
eosinofil, sel limfosit T, makrofag, netrofil dan sel epitel, yang dikarakterisir
oleh :
Obstruksi saluran nafas yang bersifat reversibel, baik secara spontan atau
pengobatan.
Inflamasi jalan nafas, dan
Etimiologi
14 – 15 juta mengidap asma, dan ± 4,5 juta di antaranya adalah anak-anak
(Amerika)
Dapat mulai dari segala usia, pengaruhi pria dan wanita, dan bisa terjadi
pada setiap orang segala etnis.
Penatalaksanaan
Terapi serangan akut
Prinsipnya untuk dilatasi jalan napas melalui relaksasi otot
polos, memperbaiki dan atau menghambat bronkostriksi yang
berkaitan dengan gejala akut seperti mengi, rasa berat di dada
dan batuk, tidak memperbaiki inflamasi jalan napas atau
menurunkan hiperesponsif jalan napas.
Contoh :Short-acting β2-agonists (salbutamol, terbutalin,
fenoterol, procaterol) ESO: meningkatkan rangsangan
kardiovaskular, tremor otot rangka dan hipokalemia.
Anticholinergics (ipratropium bromide)
Kortikosteroid oral (sistemik) penggunaan jangka pendek untuk
eksaserbasi
Pemberian inhalasi mempunyai onset yang lebih cepat dan efek
samping minimal/ tidak ada.
Short-acting β2-agonists : merupakan terapi pilihan untuk meredakan gejala
serangan akut dan pencegahan bronkospasmus akibat exercise.
Antikolinergik : sebagai tambahan inhalasi beta agonis pada serangan akut berat,
bronkodilator alternatif bag pasien yang tidak bisa mentoleransi beta agonis.
Kortikosteroid sistemik : penggunaan jangka pendek untuk mengatasi eksaserbasi
sedang sampai berat untuk mempercepat penyembuhan dan mencegah eksaserbasi
berulang. Gagal melegakan jalan napas segera atau respons tidak memuaskan
dengan agonis beta-2 kerja singkat saat serangan asma adalah petanda
dibutuhkannya glukokortikosteroid oral.
Efek sampingnya : rangsangan kardiovaskular, tremor otot rangka dan
hipokalemia
Oksigen : diberikan via kanula hidung atau masker untukmenjaga SaO2 >90% (>95%
untuk wanita hamil dan px dengan ggn jantung), saturasi oksigen perlu dimonitor
sampai diperoleh respon terhadap bronkodilator.
Farmakoterapi Ppok
1. PPOK
Definisi
Penyakit yang umum, dapat dicegah dan dapat diatasi yang ditandai dengan
gejala pernafasan terus-menerus dan keterbatasan aliran udara yang
disebabkan oleh saluran napas dan / atau kelainan alveolar biasanya
disebabkan oleh paparan yang signifikan terhadap partikel atau gas berbahaya.
Bronkitis kronis: sekresi lendir berlebih yang kronis atau berulang dengan
batuk yang terjadi pada hampir setiap hari selama paling sedikit 3 bulan dalam
setahun selama paling sedikit 2 tahun berturut-turut
Etiologi
Merokok Penyebab utama PPOK (85-90% kasus). Baik itu perokok aktif
maupun pasif.
Pekerjaan Pekerja yang terpapar debu (silika, katun, gandum), toluene dan
asbes.
Polusi udara Dari luar rumah (asap pabrik, kendaraan) dan dalam rumah
(asap dapur)
Usia
Jenis kelamin
Klasifikasi PPOK
Farmakoterapi
ANTIKOLINERGIK INHALASI First line therapy, dosis harus cukup
tinggi : 2 puff 4 – 6x/day; jika sulit, gunakan nebulizer 0.5 mg setiap 4-6 jam
prn, exp: ipratropium or oxytropium bromide
Simpatomimetik Second line therapy : terbutalin, salbutamol , procaterol,
fenoterol
Kombinasi (antikolinergik + simpato) : Untuk meningkatkan efektifitas
Metilsantin : Memiliki banyak ADR, dipakai jika yang lain tidak efektif
Mukolitik: Membantu pengenceran dahak, namun tidak memperbaiki aliran
udara, masih kontroversi, apakah bermanfaat secara klinis atau tidak
TAHAP 1
Ipratropium bromida (MDI) atau nebulizer, 2-6 puff 4 x
sehari, tunjukkan cara penggunaan yang tepat, advis pasien ttg
pentingnya penggunaan teratur dan efek samping yg mungkin timbul (mulut
kering & rasa pahit), jika hasil trial : perbaikan FEV1< 20% -> step 2
TAHAP 2
Tambahkan β-agonis MDI atau nebulizer, tunjukkan cara penggunaan yang
tepat, advis pasien ttg pentingnya penggunaan teratur dan efek samping yg
mungkin timbul (takikardi, tremor) --> jika tidak ada perkembangan: hentikan
β-agonis, jika ada perbaikan tapi kecil--> step 3
TAHAP 3
Tambah teofilin,mulai dari 400 mg/hari dlm bentuk sustained released,
sesuaikan dosis setiap interval 3 hari untuk menjaga serum level antara 10-15
μg/ml, pantau ESO takikardi, tremor, nervous, efek GI; jika tidak ada
perbaikan hentikan teofilin dan menuju step 4
TAHAP 4
Coba dengan kortikosteroid : prednison 30-40 mg/hari selama 2-4 minggu, cek
dengan spirometer (perbaikan ≥ 20%), titrasi dosis ke dosis efektif terkecil (<
10 μg sehari), pertimbangkan penggunaan kortikosteroid inhalasi, jika pasien
tidak berespon baik, kembali ke steroid oral (Ikawati, Z., 2016).
BAB 7
PERTEMUAN 7
UTS
BAB 8
PERTEMUAN 8
Definisi
Diare adalah pergerakan usus yang tidak nyaman, dan bercairan yang terus-
menerus biasanya dibawa oleh infeksi gastrointertinal (GI) yang disebabkan
oleh bakteri, virus atau parasit. ETIOLOGI DIARE
Patofisiologi
Penatalaksanaan
Papaverin
Kemoterapeutik
Obtispansia
Cotrimoxazole : Zat-zat penekan peristaltik
Kloramfenikol : Adstringensia , Loperamida, Adsorbensia
Papaverin
Karbo adsorbens
Kaolin
Konstipasi
Nonfarmakologis
Untuk memanfaatkan refleks gastrokolik, pasien harus menjadwalkan
toileting setelah makan.
Pasien di fasilitas perawatan jangka panjang, harus menghindari
penggunaan kasur untuk buang air besar
pendidikan gaya hidup, termasuk olahraga dan saran untuk
meningkatkan asupan cairan dan serat , mengurangi konstipasi
dalam satu penelitian kecil
Buah-buahan, sayuran, dan sereal biasanya memiliki kandungan serat
tertinggi
tidak ada uji coba terkontrol secara acak (RCT) yang mengevaluasi
manfaat dari suplementasi air saja untuk mengobati
sembelit, meskipun suplementasi air total 1,5 hingga 2 L per hari
meningkatkan frekuensi tinja pada orang dewasa paruh baya dengan
diet tinggi serat
Asupan serat harian yang direkomendasikan adalah 20 hingga 35 g per
hari. Asupan harus secara perlahan ditingkatkan selama beberapa
minggu untuk mengurangi efek samping, termasuk perut kembung,
kram perut, dan kembung
Terapi Farmakologis
Tiga kelas umum obat pencahar dibahas dalam bagian ini:
yang menyebabkan pelunakan tinja dalam 1 hingga 3 hari;
mereka yang menghasilkan tinja lunak atau semi-cair dalam 6 sampai
12 jam; dan
mereka yang menyebabkan evakuasi encer dalam 1 hingga 6 jam
pengobatan pencahar pada orang yang lebih tua menunjukkan berbagai
tingkat efektivitas dan menyimpulkan bahw
terapi harus disesuaikan secara individual
Terapi Lain
Probiotik mungkin berguna dalam pengobatan sembelit.
Lima uji coba terkontrol secara acak yang dilakukan pada anak-
anak
dan orang dewasa mengungkapkan bahwa jenis probiotik tertentu
meningkatkan tinja mingguan
Probiotik . Sebuah tinjauan sistematis terhadap lima RCT menemukan
bahwa probiotik tidak meningkatkan konstipasi pada orang dewasa.
TERAPI LAIN
Lubiprostone (Amitiza), aktivator saluran klorida yang memindahkan
air ke lumen usus, disetujui oleh Food and Drug
Administration AS untuk pengobatan jangka panjang. sembelit kronis
pada orang dewasa. Efektif dan ditoleransi dengan baik pada orang
dewasa yang lebih tua.
Linaclotide (Linzess) meningkatkan sekresi dan motilitas cairan usus.
Ini disetujui oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan AS untuk
sembelit kronis dan sindrom iritasi usus.
BAB 9
PERTEMUAN 9
Farmakoterapi Emesis
1. Emesis
Definisi
Nausea : perasaan ingin muntah di kerongkongan epigastrik
Etiologi
Psikogenik : emesis intensitas jarang, durasi pendek
Patofisiologi
Neurotransmiter yang terlibat karena berlokasi di pusat muntah (CTZ dan GI):
asetilkolin, histamin, dopamin, opiat, serotonin, neurokinin, bezodiazepin
Sasaran Terapi
Faktor Pemicu
Pusat Muntah
Antacids, H2-antagonist
Steroids
Benzodiazepines (Lorazepam-ativan)
Definisi
Terjadi jika lower esophageal sphincter (LES) tidak menutup dengan baik dan
isi lambung akan kembali mengalir ke esophagus
Jika asam lambung yang mengalami refluks mencapai esofagus rasa terbakar
pada dada atau kerongkongan heartburn
Kejadian heartburn merupakan hal yang biasa terjadi, namun tidak berarti
bahwa seorang yang mengalami heartburn pasti menderita GERD disebut
GERD jika heartburn terjadi lebih dari 2 kali seminggu Bisa menjadi problem
serius
acid regurgitation
Gejala lain :
nyeri di dada
serak/parau pada pagi hari
kesulitan menelan
Pengatasan :
Minuman bersoda
Farmakoterapi
Proton pump inhibitors -> lebih poten dari H2 bloker dan dapat
meredakan gejala pada hampir semua pasien GERD
Non Farmakoterapi
Perubahan gaya hidup
2. PUD
Definisi
Berdasarkan lokasinya:
Tukak esofagus
Tukak duodenum
Tukak lambung
Etiologi
Paling sering
Helicobacter pylori
Nsaid
Stress ulcer
Penyebab lain
zollinger-ellison syndrome
Radiasi
Kemoterapi
Pembedahan
Infeksi viral~cmv
Idiopathic
Sasaran Terapi
Perlindungan mukosa
KUIS
BAB 12
PERTEMUAN 13-14
1. Sirosis
Definisi
KIRRHOS : orange-colored
Etiologi
Assesmen Pasien
Identifikasi penyebab (alcohol. Etc)
Menilai potensi risiko dan segera memulai profilaksis jika diperlukan
Menilai derajat keparahan
Treatment
Ascites: Lihat kebutuhan diuretik, parasintesis, monitoring SBP
HE: perhatikan kebutuhan restriksi diet, eliminasi dari CNS depresan,
dan meminimalkan level amonia
Monitoring dengan sering; Sindrom Hepatorenal insuffisiensi pulmo,
dan disfungsi endokrin
2. Hepatitis
Definisi
Patogenesis
Terjadi dalam 3 tahap, yaitu inkubasi, hepatitis akut dan fase pemulihan.
Farmakoterapi
Hepatitis B
Pasien yang direkomendasikan untuk memperoleh terapi adalah pasien
yang HBsAgnya positif lebih dari 6 bulan dan mengalami peningkatan
serum aminotransferase, terdeteksi adanya replikasi virus, terdeteksi
hepatitis kronis melalui biopsi.
Interferon (IFN α-2b)
Lamivudin
Adefovir dipivoxil
Hepatitis D
arena Hepatiis D Membutuhkan HBV untuk replikasi, maka faktor
risiko terjadinya hepatitis D adalah pasien yang menderita HBV
Penularan sama dengan hepatitis B
Pencegahannya sama dengan pencegaan hepatitis B
Pasien yang sudah mengalami hepatitis B maka sebaiknya melakukan
pemeriksaan hepatitis D
Terapi sama dengan hepatitis B yaitu dengan menggunakan lamivudin.
Dosis yang diberikan lebih besar pada Hepatitis D. Terapai dihentikan
jika sudah ditemukan antibodi-HBeAg
Monitoring sama dengan serology