Anda di halaman 1dari 37

MAKALAH

Rusme

FARMAKOTERAPI 3

Disusun oleh :

Nama : Desti

NIM : 17110012

Universitas Kader Bangsa Palembang

Fakultas Farmasi

Tahun Ajaran 2020


KATA PENGANTAR

Segala puji hanya bagi Allah SWT atas anugerah, rahmat dan hidayah-Nya sehingga
penulis dapat menyelesaikan Makalah ini sesuai dengan waktu yang ditetapkan.
Makalah ini disusun guna untuk memperbaiki nilai farmakoterapi 3 di Universitas
Kader Bangsa Palembang.
Penulis menyadari bahwa Makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, maka penulis
mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun untuk perbaikan penulisan
Makalahselanjutnya.
Penulis berharap semoga Makalah ini berguna khususnya bagi penulis dan bagi semua
pembaca pada umumnya.

Palembang 14 july 2020


BAB 1
PERTEMUAN 1

1. Peta Konsep Farmakoterapi 3


Farmakoterapi memiliki peta konsep mata kuliah terkait yaitu adalah Anafisiologi
Manusia, Patologi umum, Farmakologi, Konsep terapi,Biokimia Klinik dan PIKO.

2. Persyaratan Pernafasan
 Sistem saraf parasimpatik: reseptor muskarinik respon bronkokonstriksi,
vasodilatasi pulmonar, dan sekresi kelenjar mukus.
 sistem saraf simpatik: reseptor adrenergik ß (epitelium bronkus, paru-
paru, otot dan sel mast) bronkodilatasi, vasokonstriksi pulmonar, dan
berkurangnya sekresi kelenjar mukus.
 sistem saraf nonkolinergik non adrenergik (NANC) pada bronkiolus :
melibatkan berbagai mediator seperti ATP, oksida nitrat, substance P, dan
VIP (vasoactive intestinal peptide) 🡪 respon penghambatan, meliputi
bronkodilatasi, dan diduga berfungsi sebagai penyeimbang terhadap fungsi
pemicuan oleh sistem kolinergik.
 serabut saraf aferen:

reseptor peregangan (strech), di trakea dan bronkus bronkodilatasi dan


peningkatan denyut jantung bagian atas

batuk, reseptor iritan, di bagian atas saluran nafas bronkokonstriksi, dan


sekresi mukus.

 Serabut C (reseptor jukstakapiler), yaitu serabut tidak pola nafas dangkal


yang cepat, sekresi mukus, batuk, dan melambatnya denyut jantung.berespon
terhadap stimulus mekanis maupun kimiawi bermielin yang berujung di
parenkim paru dan dinding bronkus

3. Gangguan Pernafasan

 Obstruksi/sumbatan saluran nafas (trakea, bronkus, bronkeolus) paling sering


dijumpai, contoh: asma, PPOK
 Gangguan/disfungsi difusi pada alveolus misal pada penebalan membran
alveolus, fibrosis,emphysema

 Keterbatasan kapasitas dan ekspansibilitas paru - paru tidak bisa mengembang

 Kegagalan pernafasan kurangnya ventilatory drive, misal akibat depresi CNS,


kerusakan otot pernafasanhead trauma, dll.

4. Obstruksi Saluran nafas

biasanya terjadi dikarenakan :

 kontraksi otot polos saluran nafas bronkus

 Inlamasi saluran nafas

 hipersekresi mukus

Serta ditandai dengan suara mengi saat bernafas, sesak nafas,kesulitan


bernafas, batuk yang biasanya dijumpai pada penyakit asma,
PPOK,Pneumonia.

5. Disfungsi Alveolus

Terjadi gangguan pada alveolus sehingga mengurangi fungsi transfer O2 dan CO2
yang menyebabkan pernafasan terganggu. dimana gejala awalnya tidak terasa namun
saat sudah lama nafas terengah – engah pada saat aktivitas fisik

6. Restriksi / Keterbatasan Paru

 Ditandai dengan berkurangnya Volume paru, baik disebabkan karena


gangguan pada parenkim paru ataupun pleura

 terjadi penurunan kapasitas total paru maupun volume paru saat istirahat

 mengurangi jumlah O2 dan CO2

 dapat disebabkan oleh kekakuan dinding dada, kelemahan otot, kerusakan


syaraf.

7. Patofisiologi Umum

Ada 4 masalah utama gangguan saluran nafas


 sumbatan aliran udara pada saluran nafas

 gangguan / disfungsi pada alveolus

 Keterbatasan kapasitas dan ekspansibilitas paru

 Kegagalan pernafasan
BAB 2
PERTEMUAN 2

Farmakoterapi Mata
Glukoma
Definisi Glukoma
Glaukoma adalah kelompok penyakit mata yang dikarakterisasi dengan adanya
kerusakan pada sel ganglion dan saraf optik. Jika kondisi ini dibiarkan tanpa
penanganan, dapat menyebabkan terjadinya kehilangan kemampuan melihat (dengan
derajat bervariasi), dan bahkan sampai kebutaan.
Etiologi :
Glaukoma terjadi akibat adanya ketidakseimbangan antara proses produksi dan
ekskresi/ aliran keluar aqueous humor. Beberapa faktor resiko yang dapat memicu
terjadinya glaukoma adalah adanya riwayat keluarga glaukoma, diabetes, migrain,
rabun jauh (miopia), penglihatan panjang (hyperopia), cedera mata, tekanan darah,
penggunaan obat kortison (steroid)
Patofisiologi
Galukoma berkaitan dengan adanya gangguan pada tekanan itraokuler (TIO).
Tekanan ini berkaitan dengan aliran cairan mata ( aqueus humor ).Aqueus humor
secara kontinue diproduksi oleh badan silier (sel epitelprosesus ciliary bilik mata
belakang untuk memberikan nutrien pada lensa. Aqueous humor mengalir melalui
jaring-jaring trabekuler, pupil, bilik mata depan, trabekuler meshwork  dan kanal
schlem. Tekanan intraokuler (TIO) dipertahankan dalam batas 10-21 mmHg
tergantung keseimbangan antara produksi dan pegeluaran (aliran) Aqueous Humor di
bilik mata depan.
Peningakatan TIO akan menekan aliran darah ke syaraf optik dan retina sehingga
dapat merusak serabut syaraf optik menjadi iskemik dan mati.Selanjutnya
menyebabkan kerusakan jaringan yang dimulai dari perifer menuju ke fovea sentralis.
Hal ini menyebabkan penurunan lapang pandang yang dimulai dari derah nasal atas
dan sisa terakhir pada temporal.
Peranan farmasi pada glaukoma :
Apoteker harus menasihati pasien bahwa tujuan pengobatan adalah untuk mencegah
perkembangan glaukoma dengan menurunkan TIO (tekanan intraokular)
Apoteker juga perlu mengingatkan pasien terhadap efek samping obat yang singkat
dan akan hilang dalam waktu
Apoteker harus menasihati pasien terhadap pemakaian yang tepat dari obat tetes mata,
termasuk penggunaan ( menekan pada jembatan hidung untuk mencegah tetesan
memasuki nasolacrimal) .Cukup menutup mata ( tetapi tidak berkedip ) adalah
alternatif yang sama efektifnya. Salah satu dari prosedur ini harus dilakukan selama
sekitar 2 menit.
Apoteker dapat memainkan peran penting dalam membantu untuk kepatuhan secara
menyeluruh penyuluhan pasien tentang penyakit, dan obat - obatan untuk yang
digunakan untuk mengobatinya.
Apoteker dapat merekomendasikan bahwa prescriber pertimbangan produk kombinasi
kepatuhan pasien yang rendah
Apoteker juga harus mempertimbangkan merekomendasikan produk bebas pengawet
untuk pasien yang mengalami efek samping okular.
 Tata laksana terapi :
 Non- Farmakologi
Terapi laser pada glaukoma
Operasi bedah pada glaukoma
 Farmakologi :
Golongan Obat- obat yang digunakan
Prostaglandin analog
Beta blocker
Agonis adrenergik
Inhibitors Carbonic Anhydrase
Penghambat cholinesterase
Kolinergik
BAB 3
PERTEMUAN 3

Farmakoterapi Tht Dan Rhinitis Alergi


1. OMA
Otitis Media Akut (OMA)merupakan penyakit dengan insidensi yang tinggi
Inflamasi, dan infeksi memegang peran utama ,Umum pada anak insidensi tinggi
pada usia 6 - 12 bulan, laki – laki maupun perempuan, Penggunaan antibiotik
meningkat di Amerika Serikat berefek Risiko resistensi meningkat sehingga Dampak
yang besar dalam kehidupan
Otitis media adalah inflamasi pada telinga tengah akibat infeksi atau non-
infeksi.
➢Otitis medis
➢Akut : onset cepat ➢Kronis : > 12 minggu
Etiologi
Streptococcus pneumonia 25-50%, Nontypeable Haemophilusinfluenza15-30%,
Moraxella catarrhalis 3-20%, group A streptococcus (GAS,
Respiratorysyncytialvirus(RSA) >>>OMA, parainfluenza, rhinovirus, virus influenza,
enterovirus dan adenovirus.
Bakteri adalah patogen penyebab OMA, dan hanya kira-kira 20% dari OMA
disebabkan oleh virus sendiri.
Patofisiologi

Penatalaksanaan
 Jika pasien berusia < 24 bulan segera terapi dengan antibiotik.
 Pasien berusia > 24 bulan, banyak kasus OMA bisa resolusi hanya dengan
pemberian analgetik dengan syarat anak tidak mengeluh otalgia berat dan demam
>39o C.
 Dekongestan, antihistamin dapat dipertimbangkan
 Steroid dan antibiotik topikal tidak memberikan keuntungan pada manajemen
OMA.
 Observasi tanpa pemberian antibiotik diterapkan pada anak dengan OMA tanpa
komplikasi. Evaluasi : diagnosa, usia pasien, derajat OMA, dan follow-up.
 Terapi antibiotik (Amoksisilin 80 – 90 mg/KgBB/hari per oral dibagi 3 dosis
selama 5 hari) segera diberikan pada :

 Pasien anak usia < 24 bulan yang belum diterapi kasus OMA sejak 6 minggu
terakhir

 anak > 24 bulan yang gagal pada terapi simtomatik hanya dengan analgetik
selama 48 – 72 jam.

 Jika terapi gagal→OMA kambuh dalam 6 minggu, dan anak tetap mengalami
gejala dan tanda OMA yang tidak membaik dalam 48 – 72 jam setelah terapi
inisial. maka diberikan amoksisilin - klavulanat 40 mg/KgBB/hari dibagi 3 dosis
(klavulanat dibagi berdasar amoksisilin).

OMA Akut

Antibiotik Sistemik
 Antibiotik lini pertama : amoksisilin
 Cotrimoksazol atau Ampisilin-Sulbaktam bila tidak ada kecurigaan
Pseudomonas.

 Pada penderita dewasa bila curiga Pseudomonas tanpa bakteri anaerob


dapat dipilih Fluoroquinolon (Ofloxacin atau Ciprofloxacin).

 Bila diduga kuman anaerob dapat dipilih Metronidazol, Klindamisin, atau


Kloramfenicol.

 Bila sukar tentukan kuman penyebab dipilih campuran


Trimetoprim+Sulfametoksazol atau Amoxicilin+Clavulanat.

 Penderita berusia >18 tahun dapat dipilih Ciprofloxacin atau Ofloxacin

Antibiotik Topikal

 Dapat dipakai sbg lini pertama dan obat tunggal


 Dosis lebih adekuat, namun penggunaannya harus hati-hati „Bersifat
ototoksik : Gentamisin, Neomisin, Kloramfenikol

 Ofloksasin terbukti aman, tidak toksik thd labirin (Rekomendasi sbg obat
lini pertama baik dewasa maupun anak)

2. Pharingitis

Definisi

 Faringitis → inflamasi mukosa faring, jaringan limfoid, otot, jaringan


lemak & fascial disekitarnya
 Tersering → Faringitis viral > 80% (dewasa & anak)

 Faringitis bakterial GABHS (grup A β-hemolitikus Streptococcus)

 >15 juta kunjungan/ tahun karena GABHS

 Anak (30-40%) lebih tinggi dibandingkan dewasa (5-15%)

 Kejadian tertinggi faringitis bakteri & virus→usia SD (4-7 tahun), jarang


pada anak <3 tahun

 Jaringan yang terkena meliputi orofaring, nasofaring, hipofaring, tonsil, &


adenoid

 Faringitis→akut & kronis

 akut bersifat lebih umum, biasanya < seminggu, gejala yang menonjol,
(nyeri tenggorok onset akut) & mempunyai etiologi primer infeksi

Manifestasi Klinis
Penatalaksanaan

 Dengan pendekatan etiologi


 Faringitis viral → simptomatik (analgetik, antipiretik)

 GABHS→antibiotik (penisilin atau amoxicilin, bila alergi penisilin,


berikan sefalosporin generasi pertama, makrolid, atau klindamisin)

 Faringitis difteri→antibiotik (penisilin atau eritromisin) + antitoksin,


meskipun belum terdapat hasil kultur

3. Tonsilitis Akut

Definisi

 Tonsilitis akut→peradangan pada tonsil palatine (tersering)


 Di Indonesia→3,8 % (Survey epidemiologi 7 provinsi)

 RSUD M. Djamil Padang→465 / 1110 kunjungan di poli sub laring faring


→163 kasus tonsilektomi

Etiologi

 Sering disebabkan oleh kuman Streptokokus ß hemolitikus grup A.


 Pada banyak kasus, infeksi virus menjadi yang utama.

 Epstein-Barr virus (EBV)→tonsilofaringitis akut yang serius, bahkan


dengan obstruksi jalan nafas.

Gejala
Penatalaksanaan

 Istirahat yang cukup→Tirah baring


 pemberian cairan adekuat

 Diet gizi seimbang

 Sediaan oral obat kumur desinfektan

 Analgesik oral efektif :

o Asam asetilsalisilat

o Acetaminophen

o K. Diclofenac,dll

 Terapi kausatif : antibiotik dengan biakan dan sensitivitas yang tepat. •


Tindakan operatif : Tonsilektomi

4. Rhinitis Alergi

Definisi

Rhinitis Alergi merupakan suatu gangguan pada alat penciuman (hidung) yang
disebabkan oleh peradangan mukosa hidung ditandai oleh imunoglobulin E
(IgE)

Etiologi

Riwayat Atopi Keluarga dan Peningkatan Imunoglobulin (IgE) serum lebih


tinggi daripada 100 IU/ml Paparan terhadap alergen rumah tangga, hewan,
tunggau dan debu Serangan patogen angin Udara dingin dan lembab Udara
panas 

Patofisiologi

 Fase Sensitisasi Awal mula terjadinya alergi, dalam kondisi ini selaput
mukosa hidung sudah dalam keadaan sensitif. 
 Fase Elitasi Penderita menerima paparan alergen yang sama pada waktu
berikutnya maka menimbulkan alergi. 
Penatalaksanaan
 Non Farmakoterapi
Menghindari faktor pencetus alergi seperti debu dan angin Memakai
masker dan menjaga kebersihan lingkungan Menerapkan pola makan
teratur dan sehat Istirahat cukup dan berolahraga 
 Farmakoterapi
Pemberian Antihistamin Steroid intranasal Dekongastion Anti-leukotrin
Kortikosteroid 
 Peranan Antihistamin 
Pemberian antihistamin oral dosis tunggal merupakan first line terapis
untuk kasus rhinitis alergi ringan, gejalanya seperti: gatal, bersin, pilek,
dan hidung tersumbat. 
Antihistamin Generasi 1 efektif menekan respon alergi 
golongan obatnya : olphennydramine, tripolidin, klemastin

Antihistamin Generasi 2
golongan obatnya : cetirizin, loratadin 
Antihistamin Generasi 3
golongan obatnya : levocetrizin
 Peranan steroid intranasal 
Pemakaian steroid intranasal direkomendasikan untuk rhinitis alergi
sedang ataupun berat secara efektif dapat mengatasi gejala-gejala pada
anak-anak dan dewasa Contoh obatnya: Beclomethasone, Beconase
Ad, Vancenase 84Ad, Flunisolide nasalide, Budesonide rhinocort,
Fluticasone flone, Triamcinolone nasacort, Nasacort Ad, Mometasone
nasonex 
 Peranan Dekongestan 
Sering ditambahkan sebagai kombinasi terapi untuk menghilangkan
keluhan hidung tersumbat, pemakaian topikal lebih efektif, tetapi ada
resiko tachyphilaxis dan rebund phenemen jika pemberiannya dihentikan,
sedangkan sediaan oral, ada kecenderungan terjadi insomnia dan kenaikan
tekanan darah. Contoh obatnya: Oxymetazoline, Pseudoephedrine,
ephedrine, ipratropium bromide dan phenylephrine 
 Peranan Leukotrien 
Obat baru yang diharapkan dapat diberikan baik secara tunggal atau
kombinasi dengan anthistamin Hi Oral Antileukotrien itu sendiri dikenal
sebagai pengubah leukotriene dan antagonis reseptor leukotrin yaitu untuk
menghambat reseptor Cys+Lt. Contoh obatnya: Montelukast, Pranlukast
dan Zafirlukast 
 Peranan Kortikosteroid 
Obat yang mengandung hormon steroid yang berguna untuk menambah
hormon steroid dalam tubuh bila diperlukan dan meredahkan peradangan
(inflamasi), serta menekan kerja sistem kekebalan tubuh yang berlebihan.
Contoh obatnya: Betametason, Dexamethasone, Methylprednisolone,
Prednison, Prednisolone dan Triamcinolone. 
BAB 4
PERTEMUAN 4

Farmakoterapi Batuk Pilek


1. Batuk
 Definisi
COUGH adalah Mekanisme perlindungan yang membantu membersihkan
sekresi berlebih dan benda-benda asing (mucus) dari saluran pernafasan
(trakea, laring, bronkus, paru)
 Dry Cough
 Tidak berdahak
 Tenggorokan gatal, nyeri
 Sulit untuk menelan makanan
 Deman (it could be)
 Sebaiknya batuk ditekan
 Productive Cough
 Batuk berdahak, terjadi mekanisme pengeluaran secret/benda asing/mucus
dari saluran nafas
 Dahak encer sebagai tanda kongesti dada/ infeksi
 Batuk JANGAN ditekan retensi sputum yang berbahaya obstruksi salruran
nafas, penyebaran infeksi 
 Patofisiologi
 Iritasi pada sal nafas (benda asisng/ mikroorganisme) => merangsang
reseptor iritan pada ujung serabut saraf => reseptor memgaktivasi reseptor
batuk di medulla oblogata => medula oblogatan mengirim implus ke otot2
pernafasan (diafragma, laring, trachea dll)
 Inspirasi = diagfragma kontraksi => udara masuk ke paru2
 Kompresi = penutupan glotis => otot diafragrama relaksasi =>
meningkatkan tekanan intrabronkus/intratorakal
 Ekplotion= ekspirasi kuat (menambah tekanan intratorakal) => membuka
glottis => mengeluarkan sputum/benda asing

 Penatalaksanaan
 Non Farmakoterapi
Batuk akut dan sub akut, umumnya bersifat limiting disease sehingga hanya
perlu menghindari pemicu terjadinya batuk seperti asap rokok atau asap
lainnya. 

Konsumsi air putih secukupnya (batuk akut dan sub akut).

Terapi non farmakologi dilakukan dengan cara: menghindari


pemicu/perangsang batuk yang dapat dikenali, seperti merokok, makan
makanan berminyak

Batuk kronis jika penyebabnya diketahui dan dapat dihindarkan, maka


dilakukan penghindaran terhadap penyebabnya. Misalnya, batuk yang
disebabkan oleh penggunaan obat golongan inhibitor ACE, dapat diatasi
dengan penghentian atau penggantian obat tersebut.

 Farmakoterapi
Antitusif bekerja di perifer, menekan batuk dengan mengurangi iritasi
lokal di saluran napas, yaitu pada reseptor iritan perifer dengan cara
anestesi langsung atau secara tidak langsung mempengaruhi lendir saluran
napas

Antitusif bekerja di perifer, menekan batuk dengan mengurangi iritasi


lokal di saluran napas, yaitu pada reseptor iritan perifer dengan cara
anestesi langsung atau secara tidak langsung mempengaruhi lendir saluran
napas

Dekstrometorfan (dmp) menekan batuk melalui peningkatan ambang


batuk  di medulla

NOSKAPIN Tidak memiliki efek adiksi, efektivitas dalam menekan batuk


sebanding dengan kodein. Efek samping berupa pusing, mual, rinitis, alergi
akut, dan konjungtivitis kadang terjadi

Mukolitik (mucus = lendir, lysis = melarutkan) 🡪 Merombak dan


melarutkan dahak sehingga viskositasnya berkurang dan pengeluarannya
dipermudah. Mukus memiliki gugus-sulfhidril (-SH) yang saling mengikat

makromolekulnya.
Expektoran merangsang reseptor-reseptor di mukosa lambung yang
kemudian meningkatkan aktivitas kelenjar sekresi dari saluran lambung-
usus dan sebagai refleks memperbanyak sekresi dari kelenjar yang berada
di saluran nafas.

 Monitoring Terapi
 Pasien dengan batuk kronis perlu dipantau secara hati-hati dan sistemik
terhadap beberapa indikator diagnostik spesifik, seperti radiografi dada
atau uji fungsi paru dengan spirometri.
 Jika batuknya produktif disertai dengan dahak yang porulen, perlu
dipertimbangkan adanya bronkiektasis.
 Pada pasien dengan batuk nonspesifik dan memiliki faktor rIsiko asma,
perlu dicoba penggunaan obat jangka pendek (short trial : 2-4 minggu)
misalnya dengan Beklometason atau Buudenosid. Jika batuk tidak sembuh
pada waktu yang diharapkan, pengobatan dihentikan dan perlu
dipertimbangkan diagnosa lain
 Efek pengobatan pada batuk dapat dievaluasi dengan metode subjektif
maupun objektif
 Metode subjektif CQLQ telah diuji dan cukup valid dan reliable untuk
mengevaluasi batuk
 Dalam penatalaksanaan batuk, terutama untuk batuk akut, farmasi berperan
dalam pemilihan jenis obat batuk yang tepat dengan jenis batuknya. Untuk
batuk kronis, pasien perlu direkomendasikan untuk pemeriksaan dokter
lebih lanjut untuk memastikan etiologinya.
BAB 5
PERTEMUAN 5

Farmakoterapi Asma
1. ASMA

Definisi

Penyakit inflamasi kronik saluran napas dengan peran sel inflamasi: sel mast,
eosinofil, sel limfosit T, makrofag, netrofil dan sel epitel, yang dikarakterisir
oleh :

 Obstruksi saluran nafas yang bersifat reversibel, baik secara spontan atau
pengobatan.
 Inflamasi jalan nafas, dan

 Hiperresponsivitas jalan nafas terhadap berbagai stimuli

Asthma  adalah penyakit heterogen, biasanya ditandai dengan peradangan


saluran napas kronis. Hal itu didefinisikan oleh sejarah gejala pernapasan
seperti "mengi", nafas pendek, sesak dada dan batuk yang bervariasi dari
waktu ke waktu dan dalam intensitas, bersama dengan keterbatasan aliran
udara ekspirasi variabel.

Etimiologi
 14 – 15 juta mengidap asma, dan ± 4,5 juta di antaranya adalah anak-anak
(Amerika)

 Di Indonesia, survei beberapa kota prevalensi asma pada anak SD (6 – 12


th) sekitar 3,7%-6,4%, SMP 5,8%-8,6%

 Merupakan salah satu penyakit utama yang memerlukan perawatan

 Separuh dari semua kasus asma berkembang sejak anak-anak, sepertiganya


dewasa < 40 th

 Dapat mulai dari segala usia, pengaruhi pria dan wanita, dan bisa terjadi
pada setiap orang segala etnis.
 Penatalaksanaan
 Terapi serangan akut
 Prinsipnya untuk dilatasi jalan napas melalui relaksasi otot
polos, memperbaiki dan atau menghambat bronkostriksi yang
berkaitan dengan gejala akut seperti mengi, rasa berat di dada
dan batuk, tidak memperbaiki inflamasi jalan napas atau
menurunkan hiperesponsif jalan napas. 
 Contoh :Short-acting β2-agonists (salbutamol, terbutalin,
fenoterol, procaterol) ESO: meningkatkan rangsangan
kardiovaskular, tremor otot rangka dan hipokalemia. 
 Anticholinergics (ipratropium bromide)
 Kortikosteroid oral (sistemik) penggunaan jangka pendek untuk
eksaserbasi
 Pemberian inhalasi mempunyai onset yang lebih cepat dan efek
 samping minimal/ tidak ada. 
 Short-acting β2-agonists : merupakan terapi pilihan untuk meredakan gejala
serangan akut dan pencegahan bronkospasmus akibat exercise.
 Antikolinergik : sebagai tambahan inhalasi beta agonis pada serangan akut berat,
bronkodilator alternatif bag pasien yang tidak bisa mentoleransi beta agonis.
 Kortikosteroid sistemik : penggunaan jangka pendek untuk mengatasi eksaserbasi
sedang sampai berat untuk mempercepat penyembuhan dan mencegah eksaserbasi
berulang. Gagal melegakan jalan napas segera atau respons tidak memuaskan
dengan agonis beta-2 kerja singkat saat serangan asma adalah petanda
dibutuhkannya glukokortikosteroid oral. 
 Efek sampingnya : rangsangan kardiovaskular, tremor otot rangka dan
hipokalemia 
 Oksigen : diberikan via kanula hidung atau masker untukmenjaga SaO2 >90% (>95%
untuk wanita hamil dan px dengan ggn jantung), saturasi oksigen perlu dimonitor
sampai diperoleh respon terhadap bronkodilator.

 Terapi jangka panjang


 Untuk mengontrol gejala asma. Contoh:
 Kortikosteroid inhalasi (Beclomethasone dipropionate,
budesonide, flutikasone propionate)
 Pensatabil sel mast (Sodium kromolin, Nedokromil
 Long acting β2-agonists (salmeterol, formoterol)
 Methylxanthines (aminofilin, teofilin)
 Leukotrien modifiers (montelukast, zafirlukast, zileuton)
 Imunomodulator (omalizumab [anti IgE]
 Kortikosteroid merupakan treatment esensial untuk asma
 Penting untuk mengedukasi dan memantau teknik inhalasi
obat
 kepada pasien
 Treatment disusun untuk setiap pasien sesuai keparahan penyakitnya dan dimodifikasi
fleksibel tahap demi tahap
 Penggunaan kortikosteroid oral jangka pendek kadang diperlukan (7-10 hari)
gunakan prednison, prednisolon, atau metilprednisolon karena mempunyai efek
mineralokortikoid minimal, waktu paruh pendek dan efek striae pada otot
minimal
 Aspirin dan NSAID harus digunakan hati-hati karena 10-20% pasien asma alergi
terhadap obat ini
 Β-bloker sering memicu kekambuhan gejala asma
 Terapi desensitisasi bermanfaat untuk sebagian pasien.
BAB 6
PERTEMUAN 6

Farmakoterapi Ppok
1. PPOK

Definisi

Penyakit yang umum, dapat dicegah dan dapat diatasi yang ditandai dengan
gejala pernafasan terus-menerus dan keterbatasan aliran udara yang
disebabkan oleh saluran napas dan / atau kelainan alveolar biasanya
disebabkan oleh paparan yang signifikan terhadap partikel atau gas berbahaya.

Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) ditandai oleh keterbatasan aliran


udara progresif yang tidak sepenuhnya reversibel yang disebabkan oleh
dua kondisi utama: emfisema, bronkitis.

Bronkitis kronis: sekresi lendir berlebih yang kronis atau berulang dengan
batuk yang terjadi pada hampir setiap hari selama paling sedikit 3 bulan dalam
setahun selama paling sedikit 2 tahun berturut-turut

Emfisema: abnormal, pembesaran permanen dari ruang udara distal ke


terminal bronchioles, disertai dengan penghancuran dinding mereka, tanpa
fibrosis

Etiologi

 Merokok Penyebab utama PPOK (85-90% kasus). Baik itu perokok aktif
maupun pasif.
 Pekerjaan Pekerja yang terpapar debu (silika, katun, gandum), toluene dan
asbes.

 Polusi udara Dari luar rumah (asap pabrik, kendaraan) dan dalam rumah
(asap dapur)

 Infeksi Kolonisasi bakteri pada sal. Pernafasan secara kronis,


meningkatkan frek. Eksaserbasi dan penurunan fungsi paru secara cepat

 Usia 

 Jenis kelamin 

  Penyakit paru yang sudah ada 

Klasifikasi PPOK

   

Farmakoterapi
ANTIKOLINERGIK INHALASI First line therapy, dosis harus cukup
tinggi : 2 puff 4 – 6x/day; jika sulit, gunakan nebulizer 0.5 mg setiap 4-6 jam
prn, exp: ipratropium or oxytropium bromide 
Simpatomimetik Second line therapy : terbutalin, salbutamol , procaterol,
fenoterol
Kombinasi (antikolinergik + simpato) : Untuk meningkatkan efektifitas
Metilsantin : Memiliki banyak ADR, dipakai jika yang lain tidak efektif 
Mukolitik: Membantu pengenceran dahak, namun tidak memperbaiki aliran
udara, masih kontroversi, apakah bermanfaat secara klinis atau tidak

TAHAP 1
Ipratropium bromida (MDI) atau nebulizer, 2-6 puff 4 x
sehari, tunjukkan cara penggunaan yang tepat, advis pasien ttg 
pentingnya penggunaan teratur dan efek samping yg mungkin timbul (mulut
kering & rasa pahit), jika hasil trial : perbaikan FEV1< 20% -> step 2

TAHAP 2
Tambahkan β-agonis MDI atau nebulizer, tunjukkan cara penggunaan yang
tepat, advis pasien ttg pentingnya penggunaan teratur dan efek samping yg
mungkin timbul (takikardi, tremor) --> jika tidak ada perkembangan: hentikan
β-agonis, jika ada perbaikan tapi kecil--> step 3 

TAHAP 3
Tambah teofilin,mulai dari 400 mg/hari dlm bentuk sustained released,
sesuaikan dosis setiap interval 3 hari untuk menjaga serum level antara 10-15
μg/ml, pantau ESO takikardi, tremor, nervous, efek GI; jika tidak ada
perbaikan hentikan teofilin dan menuju step 4 

TAHAP 4
Coba dengan kortikosteroid : prednison 30-40 mg/hari selama 2-4 minggu, cek
dengan spirometer (perbaikan ≥ 20%), titrasi dosis ke dosis efektif terkecil (<
10 μg sehari), pertimbangkan penggunaan kortikosteroid inhalasi, jika pasien
tidak berespon baik, kembali ke steroid oral (Ikawati, Z., 2016). 
BAB 7
PERTEMUAN 7

UTS

BAB 8
PERTEMUAN 8

Farmakoterapi Diare Dan Konstipasi


Diare

Definisi

Diare adalah pergerakan usus yang tidak nyaman, dan bercairan yang terus-
menerus biasanya dibawa oleh infeksi gastrointertinal (GI) yang disebabkan
oleh bakteri, virus atau parasit. ETIOLOGI DIARE 

Diare terjadi karena adanya infeksi (bakteri,protozoa,virus,dan parasit) alergi,


malabsorpsi,keracunan. 

Infeksi Internal Infeksi oleh Parasit 


Biasanya disebabkan oleh cacing (ascaris, trichuris, oxyuris, strongyloides),
protozoa (entamoeba, histolytica, grandia lamblia, trichomonas hominis), dan
jamur (candida albicans). 

Infeksi oleh Virus Stigella, Retavirus ,Salmonella ,Enterovirus, Eschericia


Coli Adenovirus, Camphylobacter ,Norwalk yersinia Enterocolitic

Patofisiologi

diserap Menimbulkan ransangan tertentu yaitu menimbulkan mekanisme


tubuh untuk mengeluarkan toksin  Menimbulkan mekanisme tubuh untuk
mengeluarkan toksin  Menimbulkan mekanisme tubuh untuk mengeluarkan
toksin Masuknya makanan/minuman yang terkontaminasi Infeksi pada
mukosa usus Terjadi pergeseran air dan elektrolit ke dalam rongga usus  Isi
rongga usus yang berlebihan akan merangsang usus untuk
mengeluarkannya Tekana osmotik dalam rongga usus meninggi  Peningkatan
sekresi air dan elektrolit ke dalam rongga usus Diare Berkurangnya
kesempatan usus penyerap makanan 

Penatalaksanaan

 Meningkatkan kualitas hidup pasien


 Mengobati diare Mencegah kambuhnya diare

 Mencegah dehidrasi pasien

 Meningkatkan nafsu makan pasien dengan memberikan suplemen zinc 

 Papaverin 
 Kemoterapeutik 
 Obtispansia 
 Cotrimoxazole : Zat-zat penekan peristaltik 
 Kloramfenikol : Adstringensia , Loperamida, Adsorbensia 
 Papaverin 
 Karbo adsorbens
 Kaolin 
Konstipasi
Nonfarmakologis
 Untuk memanfaatkan refleks gastrokolik, pasien harus menjadwalkan
toileting setelah makan.
 Pasien di fasilitas perawatan jangka panjang, harus menghindari
penggunaan kasur untuk buang air besar
 pendidikan gaya hidup, termasuk olahraga dan saran untuk
meningkatkan asupan cairan dan serat , mengurangi konstipasi
dalam satu penelitian kecil
 Buah-buahan, sayuran, dan sereal biasanya memiliki kandungan serat
tertinggi
 tidak ada uji coba terkontrol secara acak (RCT) yang mengevaluasi
manfaat dari suplementasi air saja untuk mengobati
 sembelit, meskipun suplementasi air total 1,5 hingga 2 L per hari
meningkatkan frekuensi tinja pada orang dewasa paruh baya dengan
diet tinggi serat
 Asupan serat harian yang direkomendasikan adalah 20 hingga 35 g per
hari. Asupan harus secara perlahan ditingkatkan selama beberapa
minggu untuk mengurangi efek samping, termasuk perut kembung,
kram perut, dan kembung
Terapi Farmakologis
 Tiga kelas umum obat pencahar dibahas dalam bagian ini:
 yang menyebabkan pelunakan tinja dalam 1 hingga 3 hari;
 mereka yang menghasilkan tinja lunak atau semi-cair dalam 6 sampai
12 jam; dan
 mereka yang menyebabkan evakuasi encer dalam 1 hingga 6 jam
 pengobatan pencahar pada orang yang lebih tua menunjukkan berbagai
tingkat efektivitas dan menyimpulkan bahw
 terapi harus disesuaikan secara individual
Terapi Lain
 Probiotik mungkin berguna dalam pengobatan sembelit.
 Lima uji coba terkontrol secara acak yang dilakukan pada anak-
anak
 dan orang dewasa mengungkapkan bahwa jenis probiotik tertentu
meningkatkan tinja mingguan
 Probiotik . Sebuah tinjauan sistematis terhadap lima RCT menemukan
bahwa probiotik tidak meningkatkan konstipasi pada orang dewasa.
TERAPI LAIN
 Lubiprostone (Amitiza), aktivator saluran klorida yang memindahkan
air ke lumen usus, disetujui oleh Food and Drug
 Administration AS untuk pengobatan jangka panjang. sembelit kronis
pada orang dewasa. Efektif dan ditoleransi dengan baik pada orang
dewasa yang lebih tua.
 Linaclotide (Linzess) meningkatkan sekresi dan motilitas cairan usus.
Ini disetujui oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan AS untuk
sembelit kronis dan sindrom iritasi usus.
BAB 9
PERTEMUAN 9

Farmakoterapi Emesis
1. Emesis

Definisi
Nausea : perasaan ingin muntah di kerongkongan epigastrik

Retching  : pergerakan abdomen dan otot thorak sebelum muntah

Vomiting : pengeluaran isi lambung atau gastrik

Etiologi
Psikogenik : emesis intensitas jarang, durasi pendek

Gastrointestinal : motilitas↓, obstruksi, infeksius

Terapi :obat, kemoterapi

Penyakit lain: GI, Kardiovascular, neurologic, Metabolic

Patofisiologi
Neurotransmiter yang terlibat karena berlokasi di pusat muntah (CTZ dan GI):
asetilkolin, histamin, dopamin, opiat, serotonin, neurokinin, bezodiazepin

Sasaran Terapi
Faktor Pemicu

Neurotransmiter yang terlibat

Pusat Muntah

ANTIEMETIC (menghambat neurotransmiter yg terlibat)

Dopamine Antagonists (Butyrohenon&Phenotiazin, Metokloramid)


Histamine Antagonists-Anticholinergic (Buclizin, Dimenhydrinat,
Diphenhydramin, Meclizin, Scopolamin

Serotonin Antagonist (Ondansetron, Granisetron)


Prokinetic Agents (Metoclopramid, Cisaprid, Domperidon)

Antacids, H2-antagonist

Steroids

Cannabinoids (Dronabinol, Nabilone)

Benzodiazepines (Lorazepam-ativan)

Neurokinin antagonist (apprepitant)


BAB 10
PERTEMUAN 10

Farmakoterapi Pud - Gerd


1. PUD - GERD

Definisi
Terjadi jika lower esophageal sphincter (LES) tidak menutup dengan baik dan
isi lambung akan kembali mengalir ke esophagus

Jika asam lambung yang mengalami refluks mencapai esofagus rasa terbakar
pada dada atau kerongkongan heartburn

Cairan bahkan dpt dirasakan oleh pangkal lidah acid indigestion

Kejadian heartburn merupakan hal yang biasa terjadi, namun tidak berarti
bahwa seorang yang mengalami heartburn pasti menderita GERD disebut
GERD jika heartburn terjadi lebih dari 2 kali seminggu Bisa menjadi problem
serius

Gejala dan Tanda


Gejala utama: 

heartburn yang menetap 

acid regurgitation

Gejala lain : 

nyeri di dada
serak/parau pada pagi hari

kesulitan menelan

merasa seperti ada makanan “nyangkut” dikerongkongan

kerongkongan terasa seret

GERD juga dapat menyebabkan batuk kering dan nafas berbau

Gerd pada Anak dan Bayi

sering muntah (gumoh), batuk dan gangguan pernafasan

Terjadi karena sistem pencernaan belum sempurna -> jika gumoh


masih sering terjadi pada anak di atas satu tahun ->perlu
dikonsultasikan dokter

Pengatasan :

menjaga posisi anak tetap tegak sampai 30 menit setelah makan

menghindari Jenis makanan yang memicu GERD :

Minuman bersoda

Coklat dan pepermint

spicy foods like pizza

acidic foods like oranges and tomatoes

fried and fatty foods

menghindari makan 2 sampai 3 jam sebelum tidur.

Farmakoterapi

Antacids -> untuk menetralkan asam

H2 blockers -> kadang dikombinasi dengan PPI

Proton pump inhibitors -> lebih poten dari H2 bloker dan dapat
meredakan gejala pada hampir semua pasien GERD

Prokinetics -> memperkuat sphincter dan mempercepat pengosongan


lambung 

    contoh : betanekol, metoklopramid, cisaprid


Sukralfat -> proteksi mukosa lambung

Non Farmakoterapi
Perubahan gaya hidup

Hentikan merokok dan minum alcohol bila mengkonsumsi

Turunkan berat badan, makan makanan yang ringan, gunakan baju


yang longgar

Hindari berbaring sampai 3 jam setelah makan

Tambah bantal atau tinggikan bagian kepala tempat tidur

2. PUD

Definisi

Keadaan terganggunya integritas mukosa yang meluas di bawah epitel 

Berdasarkan lokasinya:

Tukak esofagus

Tukak duodenum

Tukak lambung

Berdasarkan sifat kejadiannya:

T. Akut ( >> lambung)

T. Kronis ( >> duodenum)

Etiologi

Paling sering

Helicobacter pylori

Nsaid

Stress ulcer

Penyebab lain

zollinger-ellison syndrome

Radiasi
Kemoterapi

Pembedahan 

Infeksi viral~cmv

Idiopathic

Sasaran Terapi

Hipersekresi asam lambung

Dihambat sekresinya (dg PPI, H2 antagonis, Antasida)

Perlindungan mukosa

Meningkatkan perlindungan mukosa (sukralfat dll)

Faktor penyebab (infeksi h. Pylori)

Basmi/ eradikasi helicobacter pylori (antimikroba)


BAB 11
PERTEMUAN 11-12

KUIS

BAB 12
PERTEMUAN 13-14

Farmakoterapi Hepatitis Dan Sirosis

1. Sirosis

Definisi
KIRRHOS : orange-colored

Penyakit inflamasi kronik yang menghasilkan nekrosis hepatosit, regenerasi


seluler, dan terbentuknya jaringan fibrous nodular
Hepatic necrosis and degeneration hepatic regeneration fibrosis leading
Nodular formation

Etiologi

Berdasarkan etiologinya sirosis dibagi menjadi tiga yaitu:

Sirosis Laennec yaitu sirosis yang disebabkan oleh alkoholisme kronis.

Sirosis Pascanekrotik terjadi setelah nekrosis berbecak pada jaringan


hati, sebagai akibat lanjut dari hepatitis virus akut yang terjadi
sebelumnya. 

Sirosis Biliaris, penyebab tersering dari sirosis ini adalah obstruksi


biliaris pascaheatik

Assesmen Pasien
Identifikasi penyebab (alcohol. Etc)
Menilai potensi risiko dan segera memulai profilaksis jika diperlukan
Menilai derajat keparahan
Treatment
Ascites: Lihat kebutuhan diuretik, parasintesis, monitoring SBP
HE: perhatikan kebutuhan restriksi diet, eliminasi dari CNS depresan,
dan meminimalkan level amonia
Monitoring dengan sering; Sindrom Hepatorenal insuffisiensi pulmo,
dan disfungsi endokrin
2. Hepatitis

Definisi

Hepatitis adalah inflamasi/infeksi pada hepar.


Viral Hepatitis adalah hepatitis yang disebabkan karena infeksi virus.
Virus hepatitis : A,B,C,D,E
Virus-virus ini dapat dibedakan melalui penanda antigeniknya, namun
menimbulkan penyakit yang serupa secara klinis yang berkisar dari infeksi
klinis asimtomatik hingga infeksi akut yang fatal.
hepatotropik yang bertanggung jawab terhadap terjadinya :
hepatitis A (HAV) 
hepatitis B (HBV)
hepatitis C (HCV)
delta hepatitis (HDV) 
hepatitis E
Hepatitis virus dapat berupa akut (< 6 bln), fulminan maupun kronik (> 6 bln)
yang dapat diketahui dari durasi dan derajad keparahan.
Replikasi virus terjadi di hepatosit dan sel epitel gastrointestinal
Hepatitis akut ditandai dengan hepatocellular degeneration, inflammatory
infiltrate, and hepatocyte regeneration

Patogenesis
Terjadi dalam 3 tahap, yaitu inkubasi, hepatitis akut dan fase pemulihan.

Level enzim hepar meningkat dalam mingu-mingu pertama infeksi, dan


memuncak sekitar empat minggu, dan kembali normal dalam delapan
minggu. 

Masa inkubasi sekitar 28 hari

Gelaja chills, myalgia, arthralgia, cough, constipation, diarrhea,


pruritus, and urticaria

Fase hepatitis akut diawali dengan fase preikterik (terkait dengan


influenza like symptom: anoreksia, nausea, fatigue, dan malaise) yang
dilanjutkan dengan fase ikterik hepatitis (demam, nyeri pada perut
kuadran kanan atas, alcoholic stools,perburukan simptomatik

Bilirubin terkonjugasi meningkat pada periode ikteri

Konsentrasi virus terlihat mulai menurun sejak jaundice. Kondisi


non-infeksius terjadi sekitar 1 minggu setelah janudice

Farmakoterapi
Hepatitis B
Pasien yang direkomendasikan untuk memperoleh terapi adalah pasien
yang HBsAgnya positif lebih dari 6 bulan dan mengalami peningkatan
serum aminotransferase, terdeteksi adanya replikasi virus, terdeteksi
hepatitis kronis melalui biopsi.
Interferon (IFN α-2b)
Lamivudin
Adefovir dipivoxil

Hepatitis D
arena Hepatiis D Membutuhkan HBV untuk replikasi, maka faktor
risiko terjadinya hepatitis D adalah pasien yang menderita HBV 
Penularan sama dengan hepatitis B
Pencegahannya sama dengan pencegaan hepatitis B
Pasien yang sudah mengalami hepatitis B maka sebaiknya melakukan
pemeriksaan hepatitis D
Terapi sama dengan hepatitis B yaitu dengan menggunakan lamivudin.
Dosis yang diberikan lebih besar pada Hepatitis D. Terapai dihentikan
jika sudah ditemukan antibodi-HBeAg 
Monitoring sama dengan serology 

 erabut saraf afere

Anda mungkin juga menyukai