Anda di halaman 1dari 31

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi Otak


Otak memperoleh darah melalui dua sistem yakni sistem karotis
(arteri karotis interna kanan dan kiri) dan sistem vertebral. Arteri koritis
interna, setelah memisahkan diri dari arteri karotis komunis, naik dan
masuk ke rongga tengkorak melalui kanalis karotikus, berjalan dalam
sinus kavernosum, mempercabangkan arteri oftalmika untuk nervus
optikus dan retina, akhirnya bercabang dua: arteri serebri anterior dan
arteri serebri media. Untuk otak, sistem ini memberi darah bagi lobus
frontalis, parietalis dan beberapa bagian lobus temporalis. Sistem vertebral
dibentuk oleh arteri vertebralis kanan dan kiri yang berpangkal di arteri
subklavia, menuju dasar tengkorak melalui kanalis tranversalis di kolumna
vertebralis servikal, masuk rongga kranium melalui foramen magnum, lalu
mempercabangkan masing-masing sepasang arteri serebeli inferior. Pada
batas medula oblongata dan pons, keduanya bersatu arteri basilaris, dan
setelah mengeluarkan 3 kelompok cabang arteri, pada tingkat
mesensefalon, arteri basilaris berakhir sebagai sepasang cabang: arteri
serebri posterior, yang melayani darah bagi lobus oksipitalis, dan bagian
medial lobus temporalis. Ke 3 pasang arteri serebri ini bercabang-cabang
menelusuri permukaan otak, dan beranastomosis satu bagian lainnya.
Cabang- cabang yang lebih kecil menembus ke dalam jaringan otak dan
juga saling berhubungan dengan cabang-cabang arteri serebri lainya.1
Untuk menjamin pemberian darah ke otak, ada sekurang-
kurangnya 3 sistem kolateral antara sistem karotis dan sitem vertebral,
yaitu: Sirkulus Willisi, yakni lingkungan pembuluh darah yang tersusun
oleh arteri serebri media kanan dan kiri, arteri komunikans anterior (yang
menghubungkan kedua arteri serebri anterior), sepasang arteri serebri
media posterior dan arteri komunikans posterior (yang menghubungkan

30
31

arteri serebri media dan posterior) kanan dan kiri. Anyaman arteri ini
terletak di dasar otak. Anastomosis antara arteri serebri interna dan arteri
karotis eksterna di daerah orbita, masing-masing melalui arteri oftalmika
dan arteri fasialis ke arteri maksilaris eksterna.Hubungan antara sitem
vertebral dengan arteri karotis ekterna (pembuluh darah
ekstrakranial).Selain itu masih terdapat lagi hubungan antara cabang-
cabang arteri tersebut, sehingga menurut Buskrik tak ada arteri ujung (true
end arteries) dalam jaringan otak. Darah vena dialirkan dari otak melalui 2
sistem: kelompok vena interna, yang mengumpulkan darah ke vena Galen
dan sinus rektus, dan kelompok vena eksterna yang terletak dipermukaan
hemisfer otak, dan mencurahkan darah ke sinus sagitalis superior dan
sinus-sinus basalis laterales, dan seterusnya melalui vena-vena jugularis
dicurahkan menuju ke jantung.1

Gambar 2.1 Anatomi Otak


32

2.2 Fisiologi Otak


Sistem karotis terutama melayani kedua hemisfer otak, dan sistem
vertebrabasilaris terutama memberi darah bagi batang otak, serebelum dan
bagian posterior hemisfer. Aliran darah di otak (ADO) dipengaruhi
terutama 3 faktor. Dua faktor yang paling penting adalah tekanan untuk
memompa darah dari sistem arteri-kapiler ke sistem vena, dan tahanan
(perifer) pembuluh darah otak. Faktor ketiga, adalah faktor darah sendiri
yaitu viskositas darah dan koagulobilitasnya (kemampuan untuk
membeku).1 Dari faktor pertama, yang terpenting adalah tekanan darah
sistemik (faktor jantung, darah, pembuluh darah, dll), dan faktor
kemampuan khusus pembuluh darah otak (arteriol) untuk menguncup bila
tekanan darah sistemik naik dan berdilatasi bila tekanan darah sistemik
menurun. Daya akomodasi sistem arteriol otak ini disebut daya otoregulasi
pembuluh darah otak (yang berfungsi normal bila tekanan sistolik antara
50-150 mmHg).1
Faktor darah, selain viskositas darah dan daya membekunya, juga
di antaranya seperti kadar/tekanan parsial CO2 dan O2 berpengaruh
terhadap diameter arteriol. Kadar/tekanan parsial CO2 yang naik, PO2 yang
turun, serta suasana jaringan yang asam (pH rendah), menyebabkan
vasodilatasi, sebaliknya bila tekanan darah parsial CO2 turun, PO2 naik,
atau suasana pH tinggi, maka terjadi vasokonstriksi. Viskositas/kekentalan
darah yang tinggi mengurangi ADO. Sedangkan koagulobilitas yang besar
juga memudahkan terjadinya trombosis, aliran darah lambat, akibat ADO
menurun.1
Jika terjadi kerusakan gangguan otak maka akan mengakibatkan
kelumpuhan pada anggota gerak, gangguan bicara, serta gangguan dalam
pengaturan nafas dan tekanan darah. Gejala di atas biasanya terjadi karena
adanya serangan stroke.1
33

Sistem saraf terdiri dari susunan saraf pusat (SSP), yang mencakup
otak dan medulla spinalis, dan susunan saraf tepi (SST) yang mencakup
serat-serat saraf yang membawa informasi ke divisi aferen dan dari divisi
eferen SSP. Tiga kelas fungsional neuron-neuron aferen, neuron eferen, dan
antarneuron membentuk sel-sel peka rangsang sistem saraf. Neuron aferen
memberitahu SSP tentang kondisi di lingkungan eksternal dan internal.
Neuron eferen membawa perintah dari SSP ke organ efektor, yaitu otot dan
kelenjar. Antarneuron berperan mengintegrasikan informasi aferen dan
memformulasikan respons eferen, serta untuk fungsi-fungsi mental yang
lebih tinggi yang berkaitan dengan fungsi luhur.2
1. Korteks Serebri
Korteks serebri adalah lapisan luar (substansia grisea) yang
menutupi bagian di bawahnya yaitu substansia alba. Substansia alba
terdiri dari berkas-berkas saraf yang menghubungkan berbagai regio
korteks dengan bagian lain. Korteks terdiri dari badan sek saraf,
dendrit, dan sel glia. Tanggung jawab utama berbagai fungsi tertentu
terlokalisasikan di regio korteks tertentu sebagai berikut:
1) Lobus occipitalis mengandung korteks penglihatan
2) Lobus temporalis mengandung korteks pendengaran
3) Lobus parietalis berperan dalam penerimaan dan pemrosesan
perseptual masukan somatosensorik (somestetik dan proprioseptif)
4) Gerakan motorik volunter dijalankan oleh lobus frontalis tempat
korteks motorik primer dan daerah motorik luhur berbeda
34

Gambar 2.2 Area fungsional cortex cerebri

Kemampuan bahasa bergantung pada aktivitas terintegrasi dua


daerah bahasa primer-daerah Broca dan daerah Wernicke biasanya
hanya terletak di bagian otak yang dominan. Daerah asosisasi adalah
bagian-bagian korteks yang tidak secara spesifik dikaitkan dengan
pemrosesan masukan sensorik atau perintah motorik atau kemampuan
bahasa. Daerah-daerah ini merupakan penghubung integratif antara
berbagai informasi sensorik dan tindakan bertujuan, serta peran kunci
dalam fungsi-fungsi otak yang lebih tinggi misalnya ingatan dan
pengambilan keputusan. Daerah asosiasi mencakup korteks asosiasi
prefrontal, korteks asosiasi parietal-temporal-oksipital serta korteks
asosiasi limbik.2
35

Gambar 2.3 Homunculus cerebri

2. Nucleus Basal, Thalamus, dan Hipotalamus


Struktur-struktur otak pada subkorteks - nucleus basal, talamus,
dan hipotalamus berinteraksi secara ekstensif dengan korteks dalam
melakukan fungsinya. Nucleus basal menghambat tonus otot,
mengkoordinasikan kontraksi postural yang lambat dan menetap, dan
menekan pola-pola gerakan yang tidak bermanfaat. Talamus berfungsi
sebagai stasiun pemancar untuk pemrosesan awal masukan sensorik
dalam perjalanannya ke korteks, Bagian ini juga berperan dalam
kesadaran kasar akan sensasi dan beberapa tingkat kesadaran.
Hipotalamus mengatur banyak fungsi homeostatik, sebagian melalui
kontrolnya yang ekstensif pada sistem saraf otonom dan sistem
endokrin.2

2.3 Stroke
2.3.1 Definisi
36

Definisi stroke menurut WHO adalah tanda-tanda klinis


gangguan fungsi otak fokal atau global yang berkembang dengan
tiba-tiba, berlangsung lebih dari 24 jam atau menyebabkan
kematin, tanpa penyebab lain yang jelas selain dari vaskular.
Definisi lain stroke menurut American Heart Association (AHA)
istilah stroke harus digunakan secara luas untuk mencakup semua
hal berikut:3,4
1. Infark sistem saraf pusat adalah kematian otak, medula spinalis,
atau sel retina akibat iskemia, berdasarkan pada patologi,
imaging (pencitraan), atau bukti objektif lainnya dari cedera
iskemik fokal otak, medula spinalis, atau retina dalam distribusi
vaskular yang jelas, atau bukti klinis dari cedera iskemik fokal
dari otak, medula spinalis, atau retina berdasarkan gejala yang
bertahan ≥ 24 jam atau sampai kematian, dan etiologi lainnya
disingkirkan.
2. Definisi stroke iskemik adalah episode disfungsi neurologis
disebabkan oleh infark fokal dari cerebral, spinal, atau retina.
3. Definisi infark sistem saraf pusat “silent” adalah bukti imaging
(pencitraan) atau neuropatologis dari infark sistem saraf pusat,
tanpa riwayat disfungsi neurologis akut akibat lesi.
4. Definisi perdarahan intraserebral adalah perkembangan tanda
klinis disfungsi neurologis yang tiba-tiba disebabkan oleh
pengumpulan secara fokal dari darah di parenkim otak atau
sistem ventrikular yang tidak disebabkan oleh trauma.
5. Definisi perdarahan intraserebral “silent” adalah kumpulan
fokus dari darah yang kronis pada parenkim otak, ruang
subarachnoid, atau sistem ventrikel pada pemeriksaan
neuroimaging atau neuropatologi yang tidak disebabkan oleh
trauma dan tanpa riwayat disfungsi neurologis akut yang
disebabkan oleh lesi.
37

6. Definisi perdarahan subarachnoid adalah perdarahan ke dalam


ruang subarachnoid.
7. Definisi stroke akibat perdarahan subarachnoid perkembangan
tanda klinisi disfungsi neurologis dan atau nyeri kepala yang
tiba-tiba disebabkan oleh perdarah ke ruang subarachnoid yang
tidak disebabkan oleh trauma.
8. Definisi stroke akibat trombosis vena serebral adalah infark
atau perdarahan pada otak, medula spinalis, atau retina
disebabkan oleh trombosis dari struktur vena serebral. Tanda
dan gejala disebabkan oleh edema reversibel tanpa infark atau
perdarahan tidak dikategorikan sebagai stroke.
9. Definisi stroke yang tidak disebabkan secara spesifik adalah
episode disfungsi neurologis akut yang diduga disebabkan oleh
iskemia atau perdarahan, bertahan ≥ 24 jam atau sampai mati,
tetapi tanpa bukti yang cukup untuk diklasifikasikan sebagai
salah satu di atas.

2.3.2 Epidemiologi
Di seluruh dunia, stroke merupakan penyebab kedua
kematian dan urutan ketiga penyebab disabilitas. Sekitar 10% dari
55 kematian di dunia yang terjadi setiap tahun di dunia disebabkan
oleh stroke. Selama dekade ini, kejadian stroke telah menurun
sebanyak 42% di negara-negara berpenghasilan tinggi, sedangkan
selama empat dekade terakhir, insiden stroke di negara
berpenghasilan rendah dan menengah menjadi meningkat lebih
dari dua kali lipat.4
Prevalensi stroke berdasarkan diagnosis pada penduduk
umur ≥ 15 tahun di Indonesia pada tahun 2018 berdasarkan
diagnosis dokter sebanyak 10,9 per mil, jumlah ini meningkat
dibandingkan tahun 2013 berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan
sebanyak 7 per mil. Prevalensi stroke pada tahun 2013 berdasarkan
38

diagnosis tenaga kesehatan tertinggi di Sulawesi Utara (10,8 per


mil), diikuti oleh D.I Yogyakarta (10,3 per mil). Prevalensi stroke
berdasarkan terdiagnosis tenaga kesehatan dan gejala tertinggi
terdapat di Sulawesi Selatan (17,9 per mil), D.I Yogyakarta (16,9
per mil), Sulawesi Tengah (16,6 per mil), kemudian diikuti oleh
Jawa Timur (16 per mil). Prevalensi stroke cenderung lebih tinggi
pada masyarakat dengan pendidikan rendah baik yang terdiagnosis
tenaga kesehatan (16,5 per mil) maupun diagnosis tenaga
kesehatan atau gejala (32,8 per mil). Prevalensi stroke di perkotaan
lebih tinggi daripada pedesaan, Prevalensi juga lebih tinggi pada
masyarakat yang tidak bekerja dibandingkan yang bekerja. Stroke
juga meningkat seiring dengan bertambahnya umur, tertinggi pada
umur ≥ 75 tahun. Prevalensi stroke menurut Riskesdas terjadi sama
tinggi pada laki-laki dan perempuan.5

2.3.3 Klasifikasi
Menurut Perdossi stroke dapat diklasifikasikan berdasarkan
gambaran klinik, patologi anatomi, sistem pembuluh darah, dan
stadiumnya. Dasar klasifikasi yang berbeda-beda ini perlu, sebab
setiap jenis stroke mempunyai cara pengobatan, preventif, dan
prognosis yang berbeda, walaupun patogenesisnya serupa.6
1. Berdasarkan patologi anatomi dan penyebabnya
1) Stroke iskemik
a. Serangan iskemik sepintas (Transient Ischemic
Attack/TIA)
b. Trombosis serebri
c. Emboli serebri

2) Stroke hemoragik
a. Perdarahan intraserebral
39

Perdarahan intraserebral paling sering terjadi akibat


cedera vaskular yang dipicu oleh hipertensi dan ruptur
salah satu dari banyak arteri kecil yang menembus jauh
ke dalam jaringan otak. Apabila perdarahan terjadi pada
individu yang tidak mengidap hipertensi, maka
diperlukan pemeriksaan untuk mengetahui kausa lain
dari perdarahan tersebut seperti gangguan perdarahan,
malformasi arteriovena, dan tumor yang menyebabkan
erosi. Stroke yang disebabkan oleh perdarahan
intraserebrum paling sering terjadi pada saat pasien
terjaga dan aktif, sehingga kejadian sering disaksikan
orang lain.7
Karena lokasinya berdekatan dengan arteri-arteri
dalam, basal ganglia dan kapsula interna sering
menerima beban terbesar tekanan dan iskemia yang
disebabkan stroke tipe ini. Dengan mengingat bahwa
basal ganglia memodulasi fungsi motorik volunter dan
bahwa semua serat saraf aferen dan eferen di separuh
korteks mengalami pemadatan untuk masuk dan keluar
dari kapsula interna, maka dapat dilihat bahwa stroke di
salah satu bagian ini diperkirakan dapat menimbulkan
defisit yang sangat merugikan. Biasanya perdarahan di
dalam jarungan otak menyebabkan defisit neurologis
fokal yang cepat dan memburuk secara progresif dalam
beberapa menit sampai kurang dari 2 jam. Hemiparesis
di sisi yang berlawanan dari letak perdarahan merupakan
tanda khas pertama pada keterlibatan kapsula interna.7

b. Perdarahan subarachnoid
40

Perdarahan subarachnoid memiliki dua kausa utama


yaitu ruptur suatu aneurisma vaskular dan trauma kepala.
Karena perdarahan dapat masif dan ekstravasasi darah ke
dalam ruang subarachnoid lapisan meningen dapat
berlangsung cepat, maka angka kematian sangat tinggi
sekitar 50% pada bulan pertama setelah perdarahan.
Penyebab tingginya angka kematian ini adalah bahwa
empat penyulit utama dapat menyebabkan iskemia otak
serta morbiditas dan mortalitas tipe lambat yang dapat
terjadi lama setelah perdarahan terkendali. Penyulit-
penyulit tersebut adalah vasospasme reaktif disertai
infark, ruptur ulang, hiponatremia, dan hidrosefalus.
Bagi pasien yang bertahan hidup setelah perdarahan
awal, ruptur ulang atau perdarahan ulang adalah penyulit
paling berbahaya pada masa pascaperdarahan dini.
Vasospasme adalah penyulit yang terjadi 3 sampai 12
hari setelah perdarahan awal. Seberapa luas spasme
arteru menyebabkan iskemia dan infark bergantung pada
keparahan dan distribusi pembuluh-pembuluh yang
terlibat.7

2. Berdasarkan stadium/pertimbangan waktu


1) TIA
2) Stroke-in-evolution
3) Completed stroke

3. Berdasarkan sistem pembuluh darah


1) Sistem karotis
2) Sistem vertebro-basilar

Stroke mempunyai tanda klinik spesifik, tergantung daerah otak


yang mengalami iskemia atau infark. Serangan pada beberapa
41

arteri akan memberikan kombinasi gejala yang lebih banyak pula.


Bamford (1992) mengajukan klasifikasi klinis stroke sebagai
berikut:6
1. Total Anterior Circulation Infarct (TACI)
Gambaran klinik:
a. Hemiparesis dengan atau tanpa gangguan sensorik
(kontralateral sisi lesi)
b. Hemianopia (kontralateral sisi lesi)
c. Gangguan fungsi luhur: misalnya afasia, gangguan visuo-
spasial, hemineglect, agnosia, apraxia.

Infark tipe TACI ini penyebabnya adalah emboli kardiak


atau trombus arteri ke arteri, maka dengan segera pada
penderita ini dilakukan pemeriksaan fungsi kardiak dan jika
pemeriksaan ke arah emboli arteri ke arteri mendapatkan hasil
normal, maka dipertimbangkan untuk pemeriksaan
elektrokardiografi.

2. Partial Anterior Circulation Infark (PACI)


Gejela lebih terbatas pada daerah yang lebih kecil dari
sirkulasi serebral pada sistem karotis, yaitu:
a. Defisit motorik/sensorik dan hemianopia
b. Defisit motorik/sensorik disertai dengan gejala fungsi luhur
c. Gejala fungsi luhur dan hemianopia
d. Defisit motorik/sensorik murni yang kurang ekstensif
dibanding infark lakunar (hanya monoparesis-monosensorik)
e. Gangguan fungsi luhur saja

Gambaran klinis PACI terbatas secara anatomik pada daerah


tertentu dan percabangan arteri serebri media bagian kortikal,
atau pada percabangan arteri serebri media pada penderita
dengan kolateral kompensasi yang baik atau pada arteri serebri
42

anterior. Pada keadaan ini kemungkinan embolisasi sistematik


dari jantung menjadi penyebab stroke terbesar dan pemeriksaan
tambahan dilakukan seperti pada TACI.

3. Lacunar Infarct (LACI)


Disebabkan oleh infark pada arteri kecil dalam otak (small
deep infarct) yang lebih sensitif dilihat dengan MRI dari pada
CT-scan otak. Adapun tanda-tanda klinisnya:
a. Tidak ada defisit visual
b. Tidak ada gangguan fungsi luhur
c. Tidak ada gangguan fungsi batak otak
d. Defisit maksimum pada satu cabang arteri kecil
e. Gejalanya:
- Pure motor stroke (PMS)
- Pure sensory stroke (PSS)
- Ataksik hemiparesis (termasuk ataxia dan paresis
unilateral, dysarthria-hand syndrome)
Jenis infark ini bukan disebabkan karena proses emboli
karena biasanya pemeriksaan jantung dan arteri besar normal,
sehingga tidak diperlukan pemeriksaan khusus untuk mencari
emboli kardiak.

4. Posterior Circulation Infarct (POCI)


Terjadi oklusi pada batang otak dan atau lobus oksipitalis.
Penyebabnya sangat heterogen dibanding dengan tiga tipe
sebelumnya. Adapun gejala klinisnya adalah:
a. Disfungsi saraf otak, satu atau lebih sisi ipsilateral dan
gangguan motorik/sensorik kontralateral
b. Gangguan motorik/sensorik bilateral
c. Gangguan gerakan konjugat mata (horizontal atau vertikal)
d. Disfungsi serebelar tanpa gangguan long-tract ipsilateral
43

e. Isolated hemianopia atau buta kortikal

Heterogenesitas penyebab POCI menyebabkan


pemeriksaan kasus harus lebih teliti dan lebih mendalam. Salah
satu jenis POCI yang sering disebabkan emboli kardiak adalah
gangguan batang otak yang timbulnya serentak dengan
hemianopia homonym.

2.3.4 Faktor Risiko


Faktor risiko stroke dibagi menjadi faktor risiko yang dapat
diubah (modifiable risk factors) dan faktor risiko yang tidak dapat
diubah (non-modifiable risk factors) adalah sebagai berikut:7
1. Faktor risiko yang dapat diubah
1) Behavioral risk factors
a. Merokok
b. Unhealthy diet: lemak, garam berlebihan, asam urat,
kolesterol
c. Alkoholik
d. Obat-obatan: narkoba (kokain), antikoagulan,
antiplatelet, obat kontrasepsi
2) Physiological risk factors
a. Penyakit hipertensi
b. Penyakit jantung
c. Diabetes mellitus
d. Infeksi
e. Gangguan ginjal
f. Kegemukan
g. Polisitemia
h. Kelainan anatomi pembuluh darah
44

Dalam beberapa kasus, merokok dapat menyebabkan stroke,


serangan jantung, penyakit paru-paru, dan berbagai macam jenis
kanker. Penggunaan tembakau memiliki efek pada radikal bebas dan
terdapat racun yang merusak pembuluh darah dan berkontribusi
untuk membentuk “sumbatan” (trombus). Studi menunjukkan bahwa
salah satu bagian dari bagian dari rokok dapat meningkatkan denyut
jantung dan tekanan darah, serta membuat arteri menyempit.
Sejumlah penelitian telah menunjukkan potensi rokok berefek pada
faktor-faktor risiko stroke lainnya seperti peningkatan tekanan darah
dan penggunaan kontrasepsi oral. Tanpa diduga, perokok pasif
memiliki perkiraan terbesar dari risiko perokok aktif.7
Hipertensi adalah faktor risiko yang paling kuat dan sering
memicu ICH. Lebih dari 12,7 juta penderita stroke juga menderita
hipertensi. Pada kasus stroke hemoragik, sekitar 60% kasus ICH
menderita hipertensi. Risiko ICH diketahui meningkat berhubungan
dengan tingkat tekanan darah sistolik. Hipertrofi ventrikel kiri juga
berhubungan dengan peningkatan stroke hemoragik sebanyak dua
sampai tujuh kali.7
Rendahnya sosioekonomi, penyakit mental, dan stres psikososial
juga merupakan faktor risiko stroke. Depresi, adanya stres hidup
kronik dan gangguan panik meningkatkan risiko terjadinya stroke.
Obat-obatan lain seperti kontrasepsi oral dan terapi pengganti
hormon juga meningkatkan risiko stroke. Faktor risiko lainnya, yaitu
konsumsi alkohol, diketahui apabila konsumsi alkohol satu hingga
dua gelas per hari dapat menurunkan risiko sebanyak 30%. Namun,
peminum berat dapat merusak miokardium.7
Tingginya kadar kolesterol total, LDL, dan trigliserida, dan
rendahnya kadar kolesterol HDL meningkatkan risiko stroke. Hal
yang sama juga terjadi pada merokok. Merokok secara pasif
merupakan faktor risiko tambahan untuk stroke. Kurangnya aktivitas
45

fisik akan meningkatkan risiko stroke dan penyakit jantung koroner


sebanyak 50%.7
Dalam tubuh menghasilkan energi dari pemecahan gula menjadi
glukosa yang berasal dari karbohidrat yang kita makan. Glukosa
dalam darah yang tinggi terus menerus mengakibatkan diabetes
melitus. Glukosa darah diuji setelah 8 sampai 10 jam saat puasa.
Kadar puasa tidak boleh melebihi 110 mg/dl. Diabetes melitus
seperti kadar kolesterol tinggi menyebabkan aterosklerosis. Diabetes
melitus dapat dikontrol dengan diet dan olahraga, serta jika
diperlukan dilakukan pengobatan.7

2. Faktor risiko yang tidak dapat diubah


1) Usia
2) Jenis kelamin
3) Genetik
Usia, jenis kelamin, ras, etnis, dan keturunan diketahui
merupakan pertanda risiko stroke. Walaupun faktor risiko ini tidak
dapat dimodifikasi, apabila diketahui adanya faktor risiko ini,
memungkinkan untuk diidentifikasinya pasien dengan risiko yang
tinggi, sehingga dapat dilakukan terapi yang lebih cepat terhadap
faktor risiko yang dapat dimodifikasi.7

Umur merupakan faktor kemungkinan paling sering terjadi


stroke. Risiko stroke dua kali lipat untuk setiap berturut-turut
dalam 10 tahun pada usia >55 tahun. Hal ini juga berlaku untuk
stroke iskemik, sedangkan usia yang berkaitan untuk
intracerebral hemorrhage (ICH) paling sedikit dan paling banyak
terjadi pada subarachnoid hemorrhage (SAH) dengan usia sekitar
45-55 tahun. Stroke adalah penyakit yang terjadi pada laki-laki
dan perempuan, tetapi lebih umum pada pria dalam rentang 45-84
tahun. Usia merupakan faktor risiko tunggal yang berperan pada
penyakit stroke, Setiap kenaikan 10 tahun setelah usia 55 tahun.7
46

Stroke lebih sering terjadi pada pria dibandingkan pada


perempuan. Sebagian besar akan terjadi lebih banyak pada pria
dibandingkan wanita akan mengalami stroke pada tahun tertentu.
Namun, lebih dari setengah dari total kematian stroke yang terjadi
adalah pada wanita. Berdasarkan umur, lebih banyak perempuan
lebih banyak meninggal karena dibandingkan laki-laki. Insidens
stroke ditemukan 1,25 lebih banyak pada pria.7
Peningkatan insidens stroke dalam keluarga disebabkan
karena beberapa hal antara lain kecenderungan genetik, dan
paparan lingkungan hidup atau gaya hidup yang mirip. Pada
penelitian Framingham, menunjukkan bahwa riwayat dari ayah
dan ibu berhubungan dengan peningkatan risiko stroke. Risiko
stroke juga meningkat apabila ditemukan saudara derajat satu
mempunyai penyakit jantung koroner atau stroke sebelum usia 55
tahun (laki-laki) atau 65 tahun (wanita). Riwayat seseorang pernah
mengalami gejala stroke (TIA/ Transient Ischemic Attack)
meningkatkan risiko 10 kali dibandingkan seseorang yang tidak
memiliki riwayat stroke. Riwayat penyakit jantung sebelumnya
juga memiliki risiko yang sama.7

2.3.5 Patofisiologi Stroke Non Hemoragik


Banyak faktor yang menyebabkan terjadinya stroke iskemik, salah
satunya adalah aterosklerosis, dengan mekanisme thrombosis yang
menyumbat arteri besar dan arteri kecil, dan juga melalui mekanisme
emboli. Pada stroke iskemik, penyumbatan bisa terjadi di sepanjang
jalur arteri yang menuju ke otak. Aterosklerosis dapat menimbulkan
bermacam-macam manifestasi klinik dengan cara: 8,9
1. Menyempitkan lumen pembuluh darah dan mengakibatkan
insufisiensi aliran darah.
2. Oklusi mendadak pembuluh darah karena terjadinya trombus atau
perdarahan aterom.
47

3. Merupakan terbentuknya trombus yang kemudian terlepas sebagai


emboli yang menyebabkan dinding pembuluh menjadi lemah dan
terjadi aneurisma yang kemudian dapat robek.

Pada embolus yang terdiri dari agregasi platelet, thrombus,


platelet-thrombi, cholesterol, calcium, bacteria. Tidak ada
mekanisme tunggal terjadi kardioemboli. Emboli sekunder misalnya
kelainan katub (seperti atrial fibrilasi, acute myocard infark) terjadi
akibat stasis. Saat emboli mencapai sirkulasi serebri, akan
menyebabkan obstruksi arteri yang memvaskularisasi otak sehingga
terjadi iskemik.8
Suatu penyumbatan total dari aliran darah pada sebagian otak akan
menyebabkan hilangnya fungsi neuron yang bersangkutan pada saat
itu juga. Bila anoksia ini berlanjut sampai 5 menit maka sel tersebut
dengan sel penyangganya yaitu sel glia akan mengalami kerusakan
ireversibel sampai nekrosis beberapa jam kemudian yang diikuti
perubahan permeabilitas vaskular disekitarnya dan masuknya cairan
serta sel-sel radang.8
Di sekitar daerah iskemi timbul edem glia, akibat berlebihannya
H+ dari asidosis laktat. K+ dari neuron yang rusak diserap oleh sel
glia disertai rentensi air yang timbul dalam empat hari pertama
sesudah stroke. Edem ini menyebabkan daerah sekitar nekrosis
mengalami gangguan perfusi dan timbul iskemi ringan tetapi
jaringan otak masih hidup. Daerah ini adalah iskemik penumbra. Bila
terjadi stroke, maka di suatu daerah tertentu dari otak akan terjadi
kerusakan (baik karena infark maupun perdarahan). Neuron-neuron
di daerah tersebut tentu akan mati, dan neuron yang rusak ini akan
mengeluarkan glutamat, yang selanjutnya akan membanjiri sel-sel
disekitarnya. Glutamat ini akan menempel pada membran sel neuron
di sekitar daerah primer yang terserang. Glutamat akan merusak
membran sel neuron dan membuka kanal kalsium (calcium
48

channels). Kemudian terjadilah influks kalsium yang mengakibatkan


kematian sel. Sebelumnya, sel yang mati ini akan mengeluarkan
glutamat, yang selanjutnya akan membanjiri lagi neuron-neuron
disekitarnya. Terjadilah lingkaran setan. Neuron-neuron yang rusak
juga akan melepaskan radikal bebas, yaitu charged oxygen molecules
(seperti nitric acida atau NO), yang akan merombak molekul lemak
didalam membran sel, sehingga membran sel akan bocor dan
terjadilah influks kalsium. Stroke iskemik menyebabkan
berkurangnya aliran darah ke otak yang menyebabkan kematian sel.8

2.3.6 Diagnosis Stroke Non Hemoragik


1. Gambaran Klinis
a) Anamnesis
Stroke harus dipertimbangkan pada setiap pasien yang
mengalami defisit neurologi akut (baik fokal maupun global)
atau penurunan tingkat kesadaran. Tidak terdapat tanda atau
gejala yang dapat membedakan stroke hemoragik dan non
hemoragik meskipun gejala seperti mual muntah, sakit kepala
dan perubahan tingkat kesadaran lebih sering terjadi pada
stroke hemoragik. Beberapa gejala umum yang terjadi pada
stroke meliputi hemiparese, monoparese, atau qudriparese,
hilangnya penglihatan monokuler atau binokuler, diplopia,
disartria, ataksia, vertigo, afasia, atau penurunan kesadaran
tiba-tiba. Meskipun gejala-gejala tersebut dapat muncul sendiri
namun umumnya muncul secara bersamaan. Penentuan waktu
terjadinya gejala-gejala tersebut juga penting untuk
menentukan perlu tidaknya pemberian terapi trombolitik.
Beberapa faktor dapat mengganggu dalam mencari gejala atau
onset stroke seperti:10
 Stroke terjadi saat pasien sedang tertidur sehingga kelainan
tidak didapatkan hingga pasien bangun (wake up stroke).
49

 Stroke mengakibatkan seseorang sangat tidak mampu untuk


mencari pertolongan.
 Penderita atau penolong tidak mengetahui gejala-gejala
stroke.
 Terdapat beberapa kelainan yang gejalanya menyerupai
stroke seperti kejang, infeksi sistemik, tumor serebral,
subdural hematom, ensefalitis, dan hiponatremia.10
b) Pemeriksaan Fisik
Tujuan pemeriksaan fisik adalah untuk mendeteksi
penyebab stroke ekstrakranial, memisahkan stroke dengan
kelainan lain yang menyerupai stroke, dan menentukan
beratnya defisit neurologi yang dialami. Pemeriksaan fisik
harus mencakup pemeriksaaan kepala dan leher untuk mencari
tanda trauma, infeksi, dan iritasi menings. Pemeriksaan juga
dilakukan untuk mencari faktor resiko stroke seperti obesitas,
hipertensi, kelainan jantung, dan lain-lain.10
c) Pemeriksaan Neurologi
Tujuan pemeriksaan neurologi adalah untuk
mengidentifikasi gejala stroke, memisahkan stroke dengan
kelainan lain yang memiliki gejala seperti stroke, dan
menyediakan informasi neurologi untuk mengetahui
keberhasilan terapi. Komponen penting dalam pemeriksaan
neurologi mencakup pemeriksaan status mental dan tingkat
kesadaran, pemeriksaan nervus kranial, fungsi motorik dan
sensorik, fungsi serebral, gait, dan refleks tendon profunda.
Tengkorak dan tulang belakang pun harus diperiksa dan tanda-
tanda meningimus pun harus dicari. Adanya kelemahan otot
wajah pada stroke harus dibedakan dengan Bell’s palsy di
mana pada Bell’s palsy biasanya ditemukan pasien yang tidak
mampu mengangkat alis atau mengerutkan dahinya.10,11
Tabel 2.2 Gejala-gejala neurologi yang timbul biasanya bergantung pada arteri yang tersumbat:12
50

Sirkulasi terganggu Sensomotorik Gejala klinis lain


Sindrom Sirkulasi Anterior
A.Serebri media (total) Hemiplegia kontralateral Afasia global (hemisfer dominan),
(lengan lebih berat dari Hemi-neglect (hemisfer non-
tungkai) hemihipestesia dominan), agnosia, defisit
kontralateral. visuospasial, apraksia, disfagia
A.Serebri media Hemiplegia kontralateral Afasia motorik (hemisfer
(bagian atas) (lengan lebih berat dari dominan), Hemi-negelect
tungkai) hemihipestesia (hemisfer non-dominan),
kontralateral. hemianopsia, disfagia
A.Serebri media Tidak ada gangguan Afasia sensorik (hemisfer
(bagian bawah) dominan), afasia afektif (hemisfer
non-dominan), kontruksional
apraksia
A.Serebri media dalam Hemiparese kontralateral, Afasia sensoris transkortikal
tidak ada gangguan sensoris (hemisfer dominan), visual dan
atau ringan sekali sensoris neglect sementara
(hemisfer non-dominan)
A.Serebri anterior Hemiplegia kontralateral Afasia transkortikal (hemisfer
(tungkai lebih berat dari dominan), apraksia (hemisfer non-
lengan) hemiestesia dominan), perubahan perilaku dan
kontralateral (umumnya personalitas, inkontinensia urin dan
ringan) alvi
Sindrom Sirkulasi Posterior
A.Basilaris (total) Kuadriplegia, sensoris Gangguan kesadaran samapi ke
umumnya normal sindrom lock-in, gangguan saraf
cranial yang menyebabkan
diplopia, disartria, disfagia,
disfonia, gangguan emosi
A.Serebri posterior Hemiplegia sementara, Gangguan lapang pandang bagian
berganti dengan pola gerak sentral, prosopagnosia, aleksia
chorea pada tangan,
hipestesia atau anestesia
terutama pada tangan
Pembuluh Darah Kecil
Lacunar infark Gangguan motorik murni,
gangguan sensorik murni,
hemiparesis ataksik, sindrom
clumsy hand

2. Gambaran Laboratorium
51

Pemeriksaan darah rutin diperlukan sebagai dasar


pembelajaran dan mungkin pula menunjukkan faktor resiko stroke
seperti polisitemia, trombositosis, trombositopenia, dan leukemia).
Pemeriksaan ini pun dapat menunjukkan kemungkinan penyakit
yang sedang diderita saat ini seperti anemia.13
Pemeriksaan kimia darah dilakukan untuk mengeliminasi
kelainan yang memiliki gejala seperti stoke (hipoglikemia,
hiponatremia) atau dapat pula menunjukkan penyakit yang
diderita pasien saat ini (diabetes, gangguan ginjal). Pemeriksaan
koagulasi dapat menunjukkan kemungkinan koagulopati pada
pasien. Selain itu, pemeriksaan ini juga berguna jika digunakan
terapi trombolitik dan antikoagulan. Biomarker jantung juga
penting karena eratnya hubungan antara stroke dengan penyakit
jantung koroner. Penelitian lain juga mengindikasikan adanya
hubungan anatara peningkatan enzim jantung dengan hasil yang
buruk dari stroke.13
3. Gambaran Radiologi
a) CT scan kepala non kontras
Modalitas ini baik digunakan untuk membedakan stroke
hemoragik dan stroke non hemoragik secara tepat kerena
pasien stroke non hemoragik memerlukan pemberian
trombolitik sesegera mungkin. Selain itu, pemeriksaan ini
juga berguna untuk menentukan distribusi anatomi dari stroke
dan mengeliminasi kemungkinan adanya kelainan lain yang
gejalahnya mirip dengan stroke (hematoma, neoplasma,
abses).15
52

Gambar 2.3 CT Scan pada stroke non hemoragik

Adanya perubahan hasil CT scan pada infark serebri akut


harus dipahami. Setelah 6-12 jam setelah stroke terbentuk
daerah hipodense regional yang menandakan terjadinya
edema di otak. Jika setelah 3 jam terdapat daerah hipodense
yang luas di otak maka diperlukan pertimbangan ulang
mengenai waktu terjadinya stroke. Tanda lain terjadinya
stroke non hemoragik adalah adanya insular ribbon sign,
hiperdense MCA (oklusi MCA), asimetris sulkus, dan
hilangnya perberdaan gray-white matter.13
CT perfusion merupakan modalitas baru yang berguna
untuk mengidentifikasi daerah awal terjadinya iskemik.
Dengan melanjutkan pemeriksaan scan setelah kontras,
perfusi dari region otak dapat diukur. Adanya hipoatenuasi
menunjukkan terjadinya iskemik di daerah tersebut.13
Pemeriksaan CT scan non kontras dapat dilanjutkan dengan
CT angiografi (CTA). Pemeriksaan ini dapat
mengidentifikasi defek pengisian arteri serebral yang
menunjukkan lesi spesifik dari pembuluh darah penyebab
stroke. Selain itu, CTA juga dapat memperkirakan jumlah
perfusi karena daerah yang mengalami hipoperfusi
memberikan gambaran hipodense.13

b) MR angiografi (MRA)
53

MRA juga terbukti dapat mengidentifikasi lesi vaskuler dan


oklusi lebih awal pada stroke akut. Sayangnya, pemerikasaan
ini dan pemeriksaan MRI lainnya memerlukan biaya yang
tidak sedikit serta waktu pemeriksaan yang agak panjang.
Protokol MRI memiliki banyak kegunaan untuk pada stroke
akut.13

Gambar 2.4 Gambaran MR Angiografi

c) USG, ECG, EKG, Chest X-Ray


Untuk evaluasi lebih lanjut dapat digunakan USG. Jika
dicurigai stenosis atau oklusi arteri karotis maka dapat
dilakukan pemeriksaan dupleks karotis. USG transkranial
dopler berguna untuk mengevaluasi anatomi vaskuler
proksimal lebih lanjut termasuk di antaranya MCA, arteri
karotis intrakranial, dan arteri vertebrobasiler. Pemeriksaan
ECG (ekhokardiografi) dilakukan pada semua pasien dengan
stroke non hemoragik yang dicurigai mengalami emboli
kardiogenik. Transesofageal ECG diperlukan untuk
mendeteksi diseksi aorta thorasik. Selain itu, modalitas ini juga
lebih akurat untuk mengidentifikasi trombi pada atrium kiri.
Modalitas lain yang juga berguna untuk mendeteksi kelainan
jantung adalah EKG dan foto thoraks.13

Rumus Siriraj Stroke Score


54

(2,5 x derajat kesadaran) + (2 x muntah) + (2 x nyeri kepala) +


(0,1 x tekanan darah diastolik) – (3 x tanda ateroma) – 12
1. Skor < -1 menunjukkan kemungkinan stroke iskemik
2. Skor > 1 menunjukkan kemungkinan stroke perdarahan
Catatan:
 Derajat kesadaran:
sadar = 0
Mengantuk/stupor = 2
Koma/semikoma = 2
 Nyeri kepala:
Tidak ada nyeri kepala = 0
Nyeri kepala= 1
 Tanda ateroma:
Tidak ada tanda ateroma = 0
Tanda ateroma (diabetes, angina, penyakit arteri perifer) =1

2.3.7 Tatalaksana

Terapi pada stroke iskemik dibedakan menjadi fase akut dan pasca
fase akut:14
1. Fase Akut (hari ke 0-14 sesudah onset penyakit)
Sasaran pengobatan pada fase ini adalah menyelamatkan neuron
yang menderita jangan sampai mati dan agar proses patologik
lainnya yang menyertai tidak mengganggu/mengancam fungsi
otak. tindakan dan obat yang diberikan haruslah menjamin
perfusi darah ke otak tetap cukup, tidak justru berkurang. Karena
itu dipelihara fungsi optimal:

 Respirasi
Jalan napas harus bersih dan longgar
 Jantung
55

Harus berfungsi baik, bila perlu pantau EKG


 Tekanan darah
Dipertahankan pada tingkat optimal, dipantau jangan sampai
menurunkan perfusi otak
 Gula darah
Kadar gula yang tinggi pada fase akut tidak boleh diturunkan
secara drastis, terutama bila pasien memiliki diabetes mellitus
kronis
 Balans cairan
Bila pasien dalam keadaan gawat atau koma balans cairan,
elektrolit, dan asam basa darah harus dipantau

Penggunaan obat untuk memulihkan aliran darah dan


metabolisme otak yang menderita di daerah iskemi (ischemic
penumbra) masih menimbulkan perbedaan pendapat. Obat-obatan
yang sering dipakai untuk mengatasi stroke iskemik akut:15
a) Mengembalikan reperfusi otak
1. Terapi Trombolitik
Tissue plaminogen activator (recombinant t-PA) yang
diberikan secara intravena akan mengubah plasminogen
menjadi plasmin yaitu enzim proteolitik yang mampu
menghidrolisa fibrin, fibrinogen dan protein pembekuan
lainnya. Pada penelitian NINDS (National Institute of
Neurological Disorders and Stroke) di Amerika Serikat, rt-
PA diberikan dalam waktu tida lebih dari 3 jam setelah
onset stroke, dalam dosis 0,9 mg/kg (maksimal 90 mg) dan
10% dari dosis tersebut diberikan secara bolus IV sedang
sisanya diberikan dalam tempo 1 jam. Tiga bulan setelah
pemberian rt-PA didapati pasien tidak mengalami cacat
atau hanya minimal. Efek samping dari rt-PA ini adalah
perdarahan intraserebral, yang diperkirakan sekitar 6%.
56

Penggunaan rt-PA di Amerika Serikat telah mendapat


pengakuan FDA pada tahun 1996.15
2. Antikoagulan
Warfarin dan heparin sering digunakan pada TIA dan
stroke yang mengancam. Suatu fakta yang jelas adalah
antikoagulan tidak banyak artinya bilamana stroke telah
terjadi, baik apakah stroke itu berupa infark lakuner atau
infark massif dengan hemiplegia. Keadaan yang
memerlukan penggunaan heparin adalah trombosis arteri
basilaris, trombosis arteri karotis dan infark serebral akibat
kardioemboli. Pada keadaan yang terakhir ini perlu
diwaspadai terjadinya perdarahan intraserebral karena
pemberian heparin tersebut.15
3. Antiplatelet (Antiaggregasi Trombosit)
 Aspirin
Obat ini menghambat sklooksigenase, dengan cara
menurunkan sintesis atau mengurangi lepasnya
senyawa yang mendorong adhesi seperti thromboxane
A2. Aspirin merupakan obat pilihan untuk pencegahan
stroke. Dosis yang dipakai bermacam-macam, mulai
dari 50 mg/hari, 80 mg/hari samapi 1.300 mg/hari. Obat
ini sering dikombinasikan dengan dipiridamol. Aspirin
harus diminum terus, kecuali bila terjadi reaksi yang
merugikan. Konsentrasi puncak tercapai 2 jam sesudah
diminum. Cepat diabsorpsi, konsentrasi di otak rendah.
Hidrolise ke asam salisilat terjadi cepat, tetapi tetap
aktif. Ikatan protein plasma: 50-80%. Waktu paro (half
time) plasma: 4 jam. Metabolisme secara konjugasi
(dengan glucuronic acid dan glycine). Ekskresi lewat
urine, tergantung pH.Sekitar 85% dari obat yang
diberikan dibuang lewat urin pada suasana alkalis.
57

Reaksi yang merugikan: nyeri epigastrik, muntah,


perdarahan, hipoprotrombinemia dan diduga: sindrom
Reye.15
 Tiklopidin (ticlopidine) dan klopidogrel (clopidogrel)
Pasien yang tidak tahan aspirin atau gagal dengan terapi
aspirin, dapat menggunakan tiklopidin atau clopidogrel.
Obat ini bereaksi dengan mencegah aktivasi platelet,
agregasi, dan melepaskan granul platelet, mengganggu
fungsi membran platelet dengan penghambatan ikatan
fibrinogen-platelet yang diperantarai oleh ADP dan
antraksi platelet-platelet. Berdasarkan sejumlah 7 studi
terapi tiklopidin, disimpulkan bahwa efikasi tiklopidin
lebih baik daripada plasebo, aspirin maupun indofen
dalam mencegah serangan ulang stroke iskemik. Efek
samping tiklopidin adalah diare (12,5 persen) dan
netropenia (2,4 persen). Bila obat dihentikan akan
reversibel. Pantau jumlah sel darah putih tiap 15 hari
selama 3 bulan. Komplikasi yang lebih serius, tetapi
jarang, adalah purpura trombositopenia trombotik dan
anemia aplastik.15
b) Anti-oedema otak
Untuk anti-oedema otak dapat diberikan gliserol 10% per
infuse 1gr/kgBB/hari selama 6 jam atau dapat diganti dengan
manitol 10%.
c) Neuroprotektif
Terapi neuroprotektif diharapkan meningkatkan ketahanan
neuron yang iskemik dan sel-sel glia di sekitar inti iskemik
dengan memperbaiki fungsi sel yang terganggu akibat oklusi
dan reperfusi.15
58

2. Fase Pasca Akut


Setelah fase akut berlalu, sasarn pengobatan dititiberatkan
pada tindakan rehabilitasi penderita, dan pencegahan
terulangnya stroke.16
 Rehabilitasi
Stroke merupakan penyebab utama kecacatan pada usia di atas
45 tahun, maka yang paing penting pada masa ini adalah
upaya membatasi sejauh mungkin kecacatan penderita, fisik
dan mental, dengan fisioterapi, terapi wicara, dan psikoterapi.
 Terapi preventif
Tujuannya untuk mencegah terulangnya atau timbulnya
serangan baru sroke, dengan jalan antara lain mengobati dan
menghindari faktor-faktor resiko stroke seperti:
1. Pengobatan hipertensi
2. Mengobati diabetes mellitus
3. Menghindari rokok, obesitas,
stress, dll
4. Berolahraga teratur

2.3.8 Komplikasi Stroke


 Fase Akut
- Neurologis: stroke susulan, edema otak, infrk berdarah,
hidrosefalus
- Non Neurologis: hipertensi/ hiperglikemia reaktif, edema paru,
gangguan jantung, infeksi, gangguan keseimbangan cairan dan
elektrolit
 Fase Lanjut
- Neurologis: gangguan fungsi luhur
- Non Neurologis: kontraktur, dekubitus, infeksi, depresi.17
2.3.9 Prognosis Stroke
59

Prognosis stroke meliputi: 17,18


 Ad vitam: tergantung berat stroke dan komplikasi yang timbul
 Ad functionam: penilaian dengan parameter
- Activity daily living (Barthel Index)
- NIH stroke scale (NIHSS)
Prognosis stroke adalah dubia. Prognosis stroke dapat dilihat dari 6
aspek yakni: death, disease, disability, discomfort, dissatisfaction,
dan destitution. Keenam aspek prognosis tersebut terjadi pada stroke
fase awal atau pasca stroke. Untuk menceah agar aspek tersebut tidak
menjadi lebih buruk maka semua penderita stroke akut harus
dimonitor dengan hati-hati terhadap keadaan umum, fungsi otak,
EKG, saturasi oksigen, tekanan darah dan suhu tubuh secara terus-
menerus selama 24 jam setelah serangan stroke.
Kehilangan fungsi yang terjadi setelah stroke sering digambarkan
sebagai impairments, disabilitas dan handicaps. Oleh WHO membuat
batasan sebagai berikut:
1. Impairments : menggambarkan hilangnya fungsi fisiologis,
psikologis dan anatomis yang disebabkan stroke. Tindakan
psikoterapi, fisioterapi, terapi okupasional ditujukan untuk
menetapkan kelainan ini.
2. Disabilitas adalah setiap hambatan, kehilangan kemampuan
untuk berbuat sesuatu yang seharusnya mampu dilakukan orang
yang sehat seperti: tidak bisa berjalan, menelan dan melihat
akibat pengaruh stroke.
3. Handicaps adalah halangan atau gangguan pada seseorang
penderita stroke berperan sebagai manusia normal akibat
”impairment” atau disability” tersebut. Pada berbagai penelitian
klinis, skala Barthel Index dan Modified Rankin Scale umumnya
digunakan untuk menilai outcome karena mudah digunakan,
pengukuran yang sensitif terhadap keparahan stroke dan
memperlihatkan interrater reliability.
60

2.3.10 Pencegahan Stroke


Pencegahan primer pada stroke meliputi upaya perbaikan gaya
hidup dan pengendalian berbagai faktor resiko. Upaya ini ditujukan
pada orang yang sehat dan kelompok risiko tinggi yang belum
pernah terserang stroke.17,18
a. Mengatur pola makanan yang sehat
Konsumsi makanan tinggi lemak dan kolesterol dapat
meningkatkan risiko terkena serangan stroke. Sebaliknya,
konsumsi makanan rendah lemak jenuh dan kolesterol dapat
mencegah terjadinya stroke.
b. Penanganan stress dan beristirahat yang cukup
1) Istirahat cukup dan tidur teratur antara 6-8 jam sehari
2) Mengedalikan stress dengan cara berfiki positif sesuai dengan
jiwa sehat
c. Pemeriksaan kesehatan secara teratur dan taat anjuran dokter
dalam hal diet dan obat
Faktor risiko seperti penyakit jantung, hipertensi, dislipidemia,
diabetes melitus (DM) harus dipantau secara teratur. Faktor-faktor
risiko ini dapat dikoreksi dengan pengobatan teratur, diet, dan
gaya hidup sehat.
d. Anamnesis keluarga dapat bermanfaat untuk skrining seseorang
mempunyai faktor risiko stroke genetik.
e. Merokok tidak direkomendasikan.
f. Peningkatan aktifitas fisik dianjurkan karena berhubungan dengan
penurunan risiko stroke.
g. Pada individu overweight dan obesitas, penurunan berat badan
dianjurkan untuk menurunkan tekanan darah.
h. Penghentian konsumsi alkohol dan penyalahgunaan obat.

Anda mungkin juga menyukai