TINJAUAN PUSTAKA
B. Batasan Lansia
WHO (1999, dalam Azizah, 2011) menggolongkan lansia
berdasarkan usia kronologis atau biologis menjadi empat kelompok, yaitu
usia pertengahan (middle age) antara usia 45 sampai 59 tahun, lanjut usia
(elderly) berusia antara 60 sampai 74 tahun, lanjut usia tua (old) berusia
antara 75 sampai 90 tahun, dan usia sangat tua (very old) di atas 90 tahun.
Nugroho (2000) juga menyatakan bahwa lansia adalah orang atau
individu yang telah berumur 65 tahun ke atas. Undang-Undang Nomor 13
Tahun 1998 tentang kesejahteraan lansia juga menyatakan bahwa lansia
adalah seseorang yang mencapai usia 60 tahun ke atas (Azizah, 2011).
Depkes RI (2003, dalam Pangastuti, 2008) menggolongkan lansia dalam
tiga kategori, yaitu: lansia dini (55-64 tahun), lansia (65-70 tahun), dan
lansia resiko tinggi (lebih dari 70 tahun).
1
Universitas Muhammadiyah Palembang
2
C. Proses Menua
Menua (aging) adalah proses alamiah yang biasanya disertai
perubahan kemunduran fungsi dan kemampuan sistem yang ada di dalam
tubuh sehingga terjadi penyakit degeneratif. Proses menua adalah proses
menghilangnya secara perlahan-lahan kemampuan jaringan untuk
memperbaiki diri (Nugroho, 2000). Penuaan adalah proses normal dengan
perubahan fisik dan tingkah laku yang dapat terjadi pada semua orang
pada saat mereka mencapai usia tahap perkembangan kronologis tertentu.
Penuaan merupakan fenomena yang kompleks dan multidimensional
yang dapat di observasi dalam satu sel dan berkembang sampai pada
keseluruhan sistem (Stanley & Beare, 2006). Proses penuaan merupakan
akumulasi secara progresif dari berbagai perubahan fisiologi organ tubuh
yang berlangsung seiring berlalunya waktu. Proses penuaan akan
meningkatkan kemungkinan terserang penyakit bahkan kematian (Azizah,
2011).
2. Sistem Indera
Perubahan penglihatan yang terjadi pada kelompok lanjut usia
erat kaitannya dengan adanya kehilangan kemampuan
akomodatif mata. Kerusakan kemampuan akomodasi terjadi
karena otot-otot siliaris menjadi lebih lemah dan lensa kristalin
mengalami sklerosis (Stanley & Beare, 2006). Kondisi ini dapat
diatasi dengan penggunaan kacamata dan sistem penerangan
yang baik (Azizah, 2011).
Peningkatan kekeruhan lensa dengan perubahan warna menjadi
menguning juga terjadi pada sistem penglihatan lansia. Hal ini
berdampak pada penglihatan yang kabur, sensitivitas terhadap
cahaya, penurunan penglihatan pada malam hari, dan kesukaran
dengan persepsi kedalaman Perubahan pendengaran pada lansia
erat kaitannya dengan Presbiakusis (gangguan pendengaran). Hal
ini berkaitan dengan hilangnya kemampuan pendengaran pada
telinga dalam, terutama terhadap nada-nada tinggi, suara yang
tidak jelas, dan kata-kata yang sulit dimengerti (Azizah, 2011).
3. Sistem Integumentum
Perubahan pada sistem integumen juga terjadi pada lansia. Kulit
lansia mengalami atrofi, kendur, tidak elastis, kering dan
berkerut. Perubahan yang terjadi pada kulit lansia lebih banyak
dipengaruhi oleh faktor lingkungan, yaitu: angin dan sinar
ultraviolet (Azizah, 2011).
4. Sistem Muskuloskeletal
Perubahan sistem muskuloskeletal pada lansia terjadi pada
jaringan penghubung, kartilago, tulang, otot, maupun sendi.
Kolagen sebagai pendukung utama pada kulit, tendon, tulang,
kartilago, dan jaringan. Pengikat mengalami perubahan menjadi
bentangan yang tidak teratur, perubahan pada kolagen tersebut
menimbulkan dampak berupa nyeri, penurunan kemampuan
8. Sistem Saraf
Surini & Utomo (2003, dalam Azizah, 2011) mengemukakan
bahwa lansia mengalami penurunan kemampuan dalam
beraktivitas. Penuaan menyebabkan penurunan persepsi sensori
dan respon motorik pada susunan saraf pusat serta penurunan
reseptor proprioseptif. Hal ini terjadi karena susunan saraf pusat
pada lansia mengalami perubahan morfologis dan biokimia.
9. Sistem Reproduksi
Perubahan sistem reproduksi lansia ditandai dengan mengecilnya
ovari dan uterus. Payudara pada lansia wanita juga mengalami
atrofi. Selaput lendir vagina menurun, permukaan menjadi halus,
sekresi menjadi berkurang, dan sifat reaksinya menjadi alkali.
Testis pada lansia pria masihdapat memproduksi spermatozoa,
meskipun terjadi penurunan secara berangsur-angsur (Watson,
2003, dalam Azizah, 2011).
b. Perubahan Kognitif
Lansia mengalami penurunan daya ingat, yang merupakan salah
satu fungsi kognitif. Ingatan jangka panjang kurang mengalami
perubahan, sedangkan ingatan jangka pendek memburuk. Lansia akan
kesulitan mengungkapkan kembali cerita atau kejadian yang tidak
begitu menarik perhatiannya (Azizah, 2011). Nugroho (2000)
mengungkapkan bahwa faktor yang mempengaruhi perubahan kognitif
pada lansia, yaitu: perubahan fisik, kesehatan umum, tingkat
pendidikan, keturunan, dan lingkungan.
c. Perubahan Spiritual
Agama atau kepercayaan makin berintegrasi dalam kehidupan
lansia (Azizah, 2011). lansia makin teratur dalam menjalankan
d. Perubahan Psikososial
Perubahan psikososial yang dialami oleh lansia, yaitu masa
pensiun, perubahan aspek kepribadian, dan perubahan dalam peran
sosial di masyarakat. Pensiun adalah tahap kehidupan yang dicirikan
oleh adanya transisi dan perubahan peran yang menyebabkan stres
psikososial. Hilangnya kontak sosial dari area pekerjaan membuat
lansia pensiunan merasakan kekosongan. Menurut Budi Darmojo dan
Martono (2004, dalam Azizah, 2011).
masuk ke arteri, sementara darah terus keluar dari arteri, didorong oleh
recoil elastik. Tekanan maksimal yang ditimbulkan pada arteri sewaktu
darah disemprotkan ke dalam pembuluh tersebut selama sistol disebut
tekanan sistolik, rerata adalah 120 mmHg. Tekanan minimal didalam
arteri ketika darah mengalir keluar menuju ke pembuluh yang lebih
kecil di hilir sewaktu diastole disebut tekanan diastole, rerata adalah
80 mmHg. Meskipun tekanan ventrikel turun ke 0 mmHg sewaktu
diastol namun tekanan arteri tidak turun hingga 0 mmHg karena terjadi
kontraksi jantung berikutnya dan mengisi kembali arteri sebelum
semua darah keluar dari sistem arteri (Sherwood, 2014).
f. Obesitas
Dari banyak penelitian yang dilakukan ternyata ditemukan bahwa
kebanyakan masalah gizi pada lansia berupa masalah gizi lebih atau
kegemukan (obesitas) yang pada gilirannya memacu timbulnya
penyakit-penyakit degeneratif seperti penyakit jantung koroner,
hipertensi, diabetes, batu empedu, Gout (rematik), penyakit ginjal,
sirosis hati, dan penyakit-penyakit keganasan (kanker). Lansia yang
mengalami obesitas lebih sering pada wanita dibanding pria yaitu
sebesar 26,1% : 15,6% (Survei IMT, Depkes 1997).
g. Merokok
Fakta otentik menunjukkan bahwa merokok dapat menyebabkan
tekanan darah tinggi. Kebanyakan efek ini berkaitan dengan
kandungan nikotin (Lovastatin, 2005).
h. Kurangnya Aktifitas Fisik
Menurut Kingwell dan Jennings (1993) aktivitas fisik yang
dilakukan secara teratur diketahui dapat mengurangi kekakuan
pembuluh darah dan meningkatkan daya tahan jantung serta paru-
paru sehingga mampu menurunkan tekanan darah (Joewono, Boedi
Soesetyo. 2003).
3) Arteri Karotid
Terletak dileher dibawah lobus telinga, dimana terdapat arteri
carotid berjalan diantara trakea dan otot strenokleidomastoideus.
Sering digunakan untuk bayi dan untuk memantau sirkulasi darah
ke otak.
2.1.5. Hubungan Senam Lansia Dengan Tekanan Darah dan Denyut Nadi
Seseorang yang tingkat kebugaraan fisiknya baik maka dengan
sendirinya organ-organ yang ada juga mempunyai kebugaran yang
maksimal (Wijayanti, Yuwono & Pujianto, 2014). Organ tubuh yang
dimaksud adalah organ tubuh yang ada hubunganya langsung dengan
aktivitas fisik seperti sistem peredaran berupa jantung dan pembuluh
darah. Secara fisiologi jantung akan memompa darah dari kedua bilik ke
seluruh tubuh dan paru-paru. Jumlah darah yang dipompa ke seluruh
tubuh dan paru-paru tergantung pada jumlah sekuncup dan denyut
jantung dalam satu menit. Curah jantung saat istirahat sekali denyut
jantung akan memompa darah sekitar 70-80 ml dari ke dua balik jantung
dan frekuensi denyut jantung rata-rata 70 kali satu menit (Arovah, 2013).
Pada orang yang memiliki aktifitas ringan, maka sirkulasi oksigen
ke dalam darah akan meningkat. Peningkatan konsumsi oksigen dapat
farmakologis
Tidak normalnya
tekanan darah terapi
dan denyut nadi Non-
farmakologis
2.3 Hipotesis
Berdasarkan latar belakang dan landasan teori diatas, maka dapat diambil
hipotesis :
H0 : Tidak terdapat pengaruh senam lansia terhadap tekanan darah dan denyut
nadi pada lansia di panti tresna werdha teratai palembang.
Ha : Terdapat pengaruh senam lansia terhadap tekanan darah dan denyut nadi
pada lansia di panti tresna werdha teratai palembang.
BAB III
METODE PENELITIAN
B. Kriteria Eklusi
Kriteria eklusi dalam penelitian ini adalah :
1. Lansia yang mengalami kelemahan fisik.
2. Lansia yang mengalami depresi.
3. Lansia yang dalam terapi pengobatan sehingga tidak dapat
melakukan aktivitas fisik ringan.
b. Kondisioning
Setelah pemanasan cukup dilanjutkan tahap kondisioning atau gerakan
inti yakni melakukan berbagai rangkaian gerak dengan model latihan
yang sesuai dengan tujuan program latihan.
c. Penenangan
Penenangan merupakan periode yang sangat penting dan esensial.
Tahap ini bertujuan mengembalikan kondisi tubuh seperti sebelum
berlatih dengan melakukan serangkaian gerakan berupa stretching.
Tahapan ini ditandai dengan menurunnya frekuensi detak jantung,
menurunnya suhu tubuh, dan semakin berkurangnya keringat. Tahap
ini juga bertujuan mengembalikan darah ke jantung untuk reoksigenasi
sehingga mencegah genangan darah diotot kaki dan tangan.
3. Mengukur tekanan darah dan denyut nadi sesudah dilakukan senam lansia
dan dicatat kembali hasilnya.
Sampel
Senam lansia
Pengukuran tekanan
darah dan denyut nadi
sesudah senam lansia
Analisis data
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Mean ± Std. P
Deviation
(mmHg)
Sebelum
- Sistolik 125.00 ± 21.688 0.018
- Diastolik 82.86 ± 12.724 0.031
Sesudah
- Sistolik 122.50 ± 16.245 0.085
- Diastolik 78.21± 8.630 0.004
Tabel 4.3 Rerata Denyut Nadi Sistolik dan Diastolik Sebelum dan
Setelah senam lansia
Mean ± Std. P
Deviation
(x/menit)
Denyut Nadi
- Sebelum 76.14 ±12.625 0.030
- Sesudah 76.54± 11.952 0.097
4.2 Pembahasan
Berdasarkan Tabel 4.3 dan Tabel 4.4 dapat diketahui bahwa dari 28
responden tekanan darah sistolik sebelum senam lansia didapatkan rata-rata
144,10±11,636mmHg tekanan darah sistolik sesudah senam lansia didapatkan
rata-rata 135,71±9,778mmHg, dan pada hasil uji alternatif wilcoxon dari
tekanan darah sistolik sebelum dan sesudah senam lansia didapatkan p-value
0,167 (p>0,05). Sedangkan Tekanan darah diastolik sebelum senam lansia
didapatkan rata-rata 86,14±4,983mmHg, dan tekanan darah diastolik sesudah
sebelum senam lansia didapatkan rata-rata 81,74±5,636mmHg, dan pada hasil
uji alternatif wilcoxon dari tekanan darah diastolik sebelum dan sesudah
senam lansia didapatkan p-value 0,066 (p>0,05). Dan denyut nadi sebelum
senam lansia didapatkan rata-rata 76.14± 12.625 x/menit, dan denyut nadi
sesudah sebelum senam lansia didapatkan rata-rata 76.54± 11.952 x/menit, dan
pada hasil uji alternatif wilcoxon dari denyut nadi sebelum dan sesudah
senam lansia didapatkan p-value 0,0347(p>0,05).
Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian Irmawati (2013) yang
menunjukkan bahwa ada perbedaan yang signifikan pada tekanan darah
sistolik maupun diastolik responden kelompok intervensi sebelum dan
sesudah diberikan senam lansia pada penderita hipertensi di desa Leyangan,
Kecamatan Ungaran Timur, Kabupaten Semarang.
Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian Sukartini (2010)
tentang menfaat senam terhadap kebugaran lansia dimana menunjukan bahwa
senam dapat mempengaruhi tidak hanya stabilitas nadi, namun juga stabilitas
tekanan darah sistolik dan diastolik, pernapasan, dan kadar immunoglobulin
pada tubuh.
seseorang yang memiliki curah jantung dengan denyut jantung yang rendah
dan volume sekuncup yang lebih besar akan memiliki tingkat kebugaraan
jasmani yang baik (Indrawagita, 2010).
Sedangkan Pengaruh senam terhadap perubahaan tekanan darah
Berdasarkan teori yang telah dijelaskan diatas dapat diambil kesimpulan
bahwa dengan latihan olaraga secara teratur dapat meningkatkan fungsi tubuh
terutama fungsi jantung. diantaranya melancarkan peredaran darah dan
meningkatkan volume darah. Jantung yang merupakan salah satu organ vital
tubuh sudah seharusnya dijaga kesehatanya. Kerusakaan pada jantung akan
mempengaruhi semua sistem tubuh. Sebagai contoh penyakit hipertensi,
berawal dari hipertensi jika tidak tertanggani secara baik akan berakibat fatal
salah satunya dapat menyebabkan penyakit stroke yang dapat berakhir dengan
kematian. Salah satu cara untuk menjaga kesehatan jantung adalah dengan
olaraga yang teratur. Olaraga ringan yang mudah dilakukan adalah senam.
Sehingga dengan melakukan senam secara teratur dapat mencegah terjadinya
penyakit jantung terutama hipertensi. Frekuensi latihan fisik 3-5 kali
seminggu dengan latihan 20-60 menit sekali latihan. Lama-kelamaaan, latihan
fisik dapat melenturkan pembuluh darah sehingga tekanan darah menurun,
karena latihan fisik senam dapat menyebabkan penurunan denyut jantung
maka akan menurunkan cardiac output, yang pada akhirnya menyebabkan
penurunan tekanan darah. Peningkatan efesiensi kerja jantung dicerminkan
dengan penurunan tekanan diastolik, sedangkan penurunan tahan perifer
dicerminkan dengan penurunan tekanan sistolik. Penurunan tekanan darah ini
terjadi karena pembuluh darah mengalami pelebaran dan relaksasi (Harber,
2009).
Pada penelitian ini tidak terdapat perbedaan bermakna pengaruh senam
lansia terhadap tekanan darah dan denyut nadi pada lansia di panti sosial
tresna werdha teratatai palembang. Hal ini disebabkan karna banyak faktor
yang mempengaruhi antara lain, Perubahan fisik pada lansia mencakup
perubahan pada sistem indra, sistem muskuloskeletal, sistem kardiovaskuler
BAB V
5.1 Ksimpulan
1. Tekanan darah responden sebelum dilakukan senam lansia rata-rata tekanan
darah sistolik sebesar 125.00±21.688mmHg dan diastolik
82.86±12.724mmHg.
2. Tekanan darah responden setelah dilakukan senam lansia rata-rata tekanan
darah sistolik sebesar 122.50±16.245mmHg dan diastolik
78.21±8.630mmHg.
3. Tidak ada pengaruh yang bermakna terhadap tekanan darah pada lansia di
Panti Sosial Tresna Werdha Teratai Palembang.
4. Denyut nadi responden rata-rata sebelum dilakukan senam lansia
76.14±12.625x/menit .
5. Denyut nadi responden rata-rata setelah dilakukan senam lansia
76.54±11.952x/menit
6. Tidak ada pengaruh yang bermakna terhadap denyut nadi pada lansia di
Panti Sosial Tresna Werdha Teratai Palembang.
5.2 Saran
1. Bagi responden
Diharapkan untuk tetap, atau mulai melakukan program latihan fisik ringan
seperti senam lansia dan mengikuti gerakan senam sebaik mungkin.
2. Bagi institusi kesehatan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi rumah sakit untuk
menggunakan hasil penelitian ini sebagai edukasi pengobatan non
farmakologi yaitu olahraga senam lansia secara teratur dalam jangka waktu
lama.
LAMPIRAN
Lampiran 1
Saudara/i diberikan kesempatan untuk menanyakan semua hal yang belum jelas
sehubungan dengan penelitian ini.
Lampiran 2
(INFORMED CONSENT)
Responden
Lampiran 3
Hasil Pengukuran Tekanan Darah Dan Denyut Nadi Sebelum Dan Sesudah
Melakukan Senam.
Hasil Pengukuran Tekanan Darah Dan Denyut Nadi Sebelum Dan Sesudah
Melakukan Senam terhadap 28 respomden, didapatkan hasil sebagai berikut :
a.Hasil Pengukuran Tekanan Darah Sistolik Sebelum Dan Sesudah Melakukan
Senam Lansia
c. Hasil Pengukuran Denyut Nadi Sebelum Dan Sesudah Melakukan Senam Lansia
Lampiran 4
Hasil Uji t-paired test
Lampiran 5
Dokumentasi