Anda di halaman 1dari 54

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Landasan Teori


2.1.1 Lanjut Usia
A. Definisi Lansia
Lansia adalah bagian dari proses tumbuh kembang. Menurut
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1998 tentang kesejahteraan lansia,
yang dimaksud lansia adalah seseorang yang mencapai usia 60 tahun ke
atas (Azizah, 2011). Menurut Surini & Utomo (2003, dalam Azizah,
2011), lansia bukanlah suatu penyakit, namun merupakan tahap lanjut
dari suatu proses kehidupan yang akan dijalani semua individu, ditandai
dengan penurunan kemampuan tubuh untuk beradaptasi dengan stres
lingkungan.

B. Batasan Lansia
WHO (1999, dalam Azizah, 2011) menggolongkan lansia
berdasarkan usia kronologis atau biologis menjadi empat kelompok, yaitu
usia pertengahan (middle age) antara usia 45 sampai 59 tahun, lanjut usia
(elderly) berusia antara 60 sampai 74 tahun, lanjut usia tua (old) berusia
antara 75 sampai 90 tahun, dan usia sangat tua (very old) di atas 90 tahun.
Nugroho (2000) juga menyatakan bahwa lansia adalah orang atau
individu yang telah berumur 65 tahun ke atas. Undang-Undang Nomor 13
Tahun 1998 tentang kesejahteraan lansia juga menyatakan bahwa lansia
adalah seseorang yang mencapai usia 60 tahun ke atas (Azizah, 2011).
Depkes RI (2003, dalam Pangastuti, 2008) menggolongkan lansia dalam
tiga kategori, yaitu: lansia dini (55-64 tahun), lansia (65-70 tahun), dan
lansia resiko tinggi (lebih dari 70 tahun).

1
Universitas Muhammadiyah Palembang
2

C. Proses Menua
Menua (aging) adalah proses alamiah yang biasanya disertai
perubahan kemunduran fungsi dan kemampuan sistem yang ada di dalam
tubuh sehingga terjadi penyakit degeneratif. Proses menua adalah proses
menghilangnya secara perlahan-lahan kemampuan jaringan untuk
memperbaiki diri (Nugroho, 2000). Penuaan adalah proses normal dengan
perubahan fisik dan tingkah laku yang dapat terjadi pada semua orang
pada saat mereka mencapai usia tahap perkembangan kronologis tertentu.
Penuaan merupakan fenomena yang kompleks dan multidimensional
yang dapat di observasi dalam satu sel dan berkembang sampai pada
keseluruhan sistem (Stanley & Beare, 2006). Proses penuaan merupakan
akumulasi secara progresif dari berbagai perubahan fisiologi organ tubuh
yang berlangsung seiring berlalunya waktu. Proses penuaan akan
meningkatkan kemungkinan terserang penyakit bahkan kematian (Azizah,
2011).

D. Perubahan-Perubahan yang Terjadi pada Lansia


a. Perubahan Fisik
Perubahan fisik pada lansia mencakup perubahan pada sel,
sistem indra, sistem muskuloskeletal, sistem kardiovaskuler dan
respirasi, pencernaan dan metabolisme, perkemihan, sistem saraf, dan
sistem reproduksi (Azizah, 2011;Nugroho, 2000; Stanley & Beare,
2006).
1. Sel
Sel-sel pada tubuh lansia akan mengalami perubahan dari
keadaan awal. Ukuran sel pada lansia menjadi lebih besar namun
jumlahnya semakin sedikit. Jumlah sel otak juga akan
mengalami penurunan. Mekanisme perbaikan sel juga akan
terganggu (Nugroho, 2000).

Universitas Muhammadiyah Palembang


3

2. Sistem Indera
Perubahan penglihatan yang terjadi pada kelompok lanjut usia
erat kaitannya dengan adanya kehilangan kemampuan
akomodatif mata. Kerusakan kemampuan akomodasi terjadi
karena otot-otot siliaris menjadi lebih lemah dan lensa kristalin
mengalami sklerosis (Stanley & Beare, 2006). Kondisi ini dapat
diatasi dengan penggunaan kacamata dan sistem penerangan
yang baik (Azizah, 2011).
Peningkatan kekeruhan lensa dengan perubahan warna menjadi
menguning juga terjadi pada sistem penglihatan lansia. Hal ini
berdampak pada penglihatan yang kabur, sensitivitas terhadap
cahaya, penurunan penglihatan pada malam hari, dan kesukaran
dengan persepsi kedalaman Perubahan pendengaran pada lansia
erat kaitannya dengan Presbiakusis (gangguan pendengaran). Hal
ini berkaitan dengan hilangnya kemampuan pendengaran pada
telinga dalam, terutama terhadap nada-nada tinggi, suara yang
tidak jelas, dan kata-kata yang sulit dimengerti (Azizah, 2011).
3. Sistem Integumentum
Perubahan pada sistem integumen juga terjadi pada lansia. Kulit
lansia mengalami atrofi, kendur, tidak elastis, kering dan
berkerut. Perubahan yang terjadi pada kulit lansia lebih banyak
dipengaruhi oleh faktor lingkungan, yaitu: angin dan sinar
ultraviolet (Azizah, 2011).
4. Sistem Muskuloskeletal
Perubahan sistem muskuloskeletal pada lansia terjadi pada
jaringan penghubung, kartilago, tulang, otot, maupun sendi.
Kolagen sebagai pendukung utama pada kulit, tendon, tulang,
kartilago, dan jaringan. Pengikat mengalami perubahan menjadi
bentangan yang tidak teratur, perubahan pada kolagen tersebut
menimbulkan dampak berupa nyeri, penurunan kemampuan

Universitas Muhammadiyah Palembang


4

untuk meningkatkan kekuatan otot, dan hambatan dalam


melakukan kegiatan sehari-hari. Perubahan yang terjadi pada
jaringan kartilago mengakibatkan sendi mengalami peradangan,
kekakuan, nyeri, keterbatasan gerak, dan terganggunya aktivitas
sehari-hari (Azizah, 2011).
5. Sistem Kardiovaskuler dan Respirasi
Sistem kardiovaskuler mengalami perubahan dimana arteri
menjadi kehilangan elastisitasnya (Azizah, 2011). Efektifitas
pembuluh darah perifer dalam oksigenasi juga mengalami
penurunan (Nugroho, 2000). Pada sistem respirasi, terjadi
perubahan pada otot, kartilago, dan sendi toraks yang
mengakibatkan gerakan pernapasan menjadi terganggu dan
mengurangi kemampuan peregangan toraks (Azizah, 2011).
6. Sistem Pencernaan dan Metabolisme
Perubahan yang terjadi pada sistem pencernaan, yaitu sensitivitas
lapar menurun, asam lambung menurun, peristaltik melemah,
serta ukuran hati yang mengecil. Kehilangan gigi juga seringkali
terjadi pada lansia (Azizah, 2011). Hal ini disebabkan karena
periodontal disease ataupun kesehatan gigi maupun gizi yang
buruk pada lansia (Nugroho, 2000).
7. Sistem Perkemihan
Dalam sistem perkemihan, terjadi perubahan yang signifikan
meliputi: kemunduran dalam laju filtrasi, ekskresi, dan
reabsorbsi oleh ginjal. Hal ini akan memberikan efek dalam
pemberian obat pada lansia. Inkontinensia urin juga meningkat
pada lansia (Ebersole and Hess, 2001, dalam Azizah, 2011).
Aliran darah ke ginjal menurun sampai 50%. Fungsi tubulus
berkurang dan berat jenis urin menurun (Nugroho, 2000).

Universitas Muhammadiyah Palembang


5

8. Sistem Saraf
Surini & Utomo (2003, dalam Azizah, 2011) mengemukakan
bahwa lansia mengalami penurunan kemampuan dalam
beraktivitas. Penuaan menyebabkan penurunan persepsi sensori
dan respon motorik pada susunan saraf pusat serta penurunan
reseptor proprioseptif. Hal ini terjadi karena susunan saraf pusat
pada lansia mengalami perubahan morfologis dan biokimia.
9. Sistem Reproduksi
Perubahan sistem reproduksi lansia ditandai dengan mengecilnya
ovari dan uterus. Payudara pada lansia wanita juga mengalami
atrofi. Selaput lendir vagina menurun, permukaan menjadi halus,
sekresi menjadi berkurang, dan sifat reaksinya menjadi alkali.
Testis pada lansia pria masihdapat memproduksi spermatozoa,
meskipun terjadi penurunan secara berangsur-angsur (Watson,
2003, dalam Azizah, 2011).

b. Perubahan Kognitif
Lansia mengalami penurunan daya ingat, yang merupakan salah
satu fungsi kognitif. Ingatan jangka panjang kurang mengalami
perubahan, sedangkan ingatan jangka pendek memburuk. Lansia akan
kesulitan mengungkapkan kembali cerita atau kejadian yang tidak
begitu menarik perhatiannya (Azizah, 2011). Nugroho (2000)
mengungkapkan bahwa faktor yang mempengaruhi perubahan kognitif
pada lansia, yaitu: perubahan fisik, kesehatan umum, tingkat
pendidikan, keturunan, dan lingkungan.

c. Perubahan Spiritual
Agama atau kepercayaan makin berintegrasi dalam kehidupan
lansia (Azizah, 2011). lansia makin teratur dalam menjalankan

Universitas Muhammadiyah Palembang


6

rutinitas kegiatan keagamaannya sehari-hari. Lansia juga cenderung


tidak terlalu takut terhadap konsep dan realitas kematian.

d. Perubahan Psikososial
Perubahan psikososial yang dialami oleh lansia, yaitu masa
pensiun, perubahan aspek kepribadian, dan perubahan dalam peran
sosial di masyarakat. Pensiun adalah tahap kehidupan yang dicirikan
oleh adanya transisi dan perubahan peran yang menyebabkan stres
psikososial. Hilangnya kontak sosial dari area pekerjaan membuat
lansia pensiunan merasakan kekosongan. Menurut Budi Darmojo dan
Martono (2004, dalam Azizah, 2011).

e. Penurunan Fungsi dan Potensi Seksual


Penurunan fungsi dan potensi seksual pada lansia seringkali
berhubungan dengan berbagai gangguan fisik. Menurut Kuntjoro
(2002), faktor psikologis yang menyertai lansia berkaitan dengan
seksualitas, yaitu: rasa tabu atau malu bila mempertahankan kehidupan
seksual pada lansia. Sikap keluarga dan masyarakat juga kurang
menunjang serta diperkuat oleh tradisi dan budaya (Azizah, 2011).

f. Perubahan Pola Tidur dan Istirahat


Perubahan otak akibat proses penuaan menghasilkan eksitasi dan
inhibisi dalam sistem saraf. Bagian korteks otak dapat berperan
sebagai inhibitor pada sistem terjaga dan fungsi inhibisi ini menurun
seiring dengan pertambahan usia. Korteks frontal juga mempengaruhi
alat regulasi tidur (Bliwise, 1994, dalam Maas, 2011). Penurunan
aliran darah dan perubahan dalam mekanisme neurotransmiter dan
sinapsis memainkan peran penting dalam perubahan tidur dan terjaga
yang dikaitkan dengan faktor pertambahan usia. Faktor ekstrinsik,
seperti pensiun, juga dapat menyebabkan perubahan yang tiba-tiba

Universitas Muhammadiyah Palembang


7

pada kebutuhan untuk beraktivitas dan kebutuhan energi sehari-hari


serta mengarah pada perubahan pada kebutuhan tidur. Keadaan sosial
dan psikologis yang terkait dengan faktor kehilangan dapat menjadi
faktor predisposisi terjadinya depresi pada lansia, yang kemudian
dapat mempengaruhi pola tidur-terjaga lansia. Pola tidur dapat
dipengaruhi oleh lingkungan, bukan seluruhnya akibat proses penuaan
(Maas, 2011).

2.1.2. Tekanan Darah


A. Definisi Tekanan Darah
Tekanan darah hampir selalu diukur dalam millimeter air raksa
(mmHg) karena manometer air raksa telah digunakan sebagai referensi
standar untuk mengukur tekanan darah di sepanjang sejarah fisiologi.
Sebenarnya, Tekanan darah berarti tenaga yang digunakan oleh darah
terhadap setiap satuan daerah dinding pembuluh tersebut. Bila orang
mengatakan bahwa tekanan darah dalam suatu pembuluh adalah 50
mmHg, ini berarti tenaga yang digunakan tersebut akan cukup untuk
mendorong suatu kolom air raksa ke atas setinggi 50 mm. jika
tekanannya 100 mmHg, ia akan mendorong kolom air raksa tersebut
sampai setinggi 100 mm (Guyton, 2013).
Tekanan darah, gaya yang ditimbulkan oleh darah terhadap
didnding pembuluh, bergantung pada volume darah yang terkandung
di dalam pembuluh dan compliance, atau distensibilitas dinding
pembuluh (seberapa muda pembuluh tersebut diregangkan). Jika
volusme darah yang masuk ke arteri sama dengan volume yang keluar
dari arteri Selama periode yang sama maka tekanan darah arteri akan
konstan. Namun, pada kenyataannya tidaklah demikian. Sewaktu sistol
ventrikel, satu isi sekuncup darah masuk ke arteri dari ventrikel,
sementara hanya sepertiga dari jumlah tersebut yang meninggalkan
arteri untuk masuk ke arteriol. Selama diastol, tidak ada darah yang

Universitas Muhammadiyah Palembang


8

masuk ke arteri, sementara darah terus keluar dari arteri, didorong oleh
recoil elastik. Tekanan maksimal yang ditimbulkan pada arteri sewaktu
darah disemprotkan ke dalam pembuluh tersebut selama sistol disebut
tekanan sistolik, rerata adalah 120 mmHg. Tekanan minimal didalam
arteri ketika darah mengalir keluar menuju ke pembuluh yang lebih
kecil di hilir sewaktu diastole disebut tekanan diastole, rerata adalah
80 mmHg. Meskipun tekanan ventrikel turun ke 0 mmHg sewaktu
diastol namun tekanan arteri tidak turun hingga 0 mmHg karena terjadi
kontraksi jantung berikutnya dan mengisi kembali arteri sebelum
semua darah keluar dari sistem arteri (Sherwood, 2014).

B. Fisiologi Tekanan Darah


Organ-organ yang ada dalam tubuh mengisi kembali nutrisi dan
mengeluarkan zat-zat sisa metabolisme dari darah menerima
persentase curah jantung yang lebih besar dari pada yang di perlukan
untuk menenuhi kebutuhan metabolik. Darah tersebut mengalir dalam
lengkung tertutup antara jantung dan jaringan. Arteri mengangkut
darah dari jantung keseluruh tubuh dan vena mengembalikan darah
dari jaringan kembali ke jantung. Dimana laju aliran darah melalui
sebuah pembuluh berbanding lurus dengan gradien dan berbanding
terbalik dengan resistensi. Hal ini menyatakan pentingnya tekanan
darah yang stabil agar darah dapat mencapai tujuan (Sherwood, 2001).
Curah jantung dapat berubah-ubah oleh perubahan pada
kecepatan denyut jantung atau isi sekuncup. Kecepatan jantung
terutama dikontrol oleh persarafan jantung, stimulasi simpatis
meningkatkan kecepatan dan stimulasi parasimpatis menurunkannya.
Isi sekuncup sebagian juga ditentukan oleh input saraf, rangsang
simpatis menyebabkan serat otot miokardium berkontraksi lebih kuat
untuk setiap panjang sedangkan rangsang parasimpatis menimbulkan
efek sebaliknya. Kekuatan kontraksi otot jantung bergantung pada

Universitas Muhammadiyah Palembang


9

preload dan afterload-nya. Preload adalah derajat peregangan


miokardium sebelum miokardium berkontraksi dan afterload adalah
resistensi yang dihadapi darah sewaktu dikeluarkan (Ganong, 2008).
Tekanan di dalam aorta dan dalam arteri brankialis dan arteri
besar lain pada orang dewasa muda meningkatkan mencapai nilai
puncak (tekanan sistolik) kira-kira 120 mmHg selama tiap siklus
jantung dan turun ke nilai minimal (tekanan diastolik) sekitar 70
mmHg. Tekanan ini didapat pada posisi duduk, istirahat, atau
berbaring. Cukup kelihatan lebih rendah pada malam hari dan pada
perempuan lebih rendah dibanding dengan laki-laki. Secara umum,
peningkatan curah jantung meningkatkan tekanan sistolik, sedangkan
peningkatan tahanan perifer meningkatkan tekanan diastolik (Ganong,
2008).

C. Klasifikasi Tekanan Darah


Dalam lingkungan masyarakat modern, baik tekanan darah
sistolik maupun diastolik cenderung meninggi, sampai kira-kira usia
60 tahun. Setelah usia tersebut, tekanan darah sistolik dapat terus naik,
sedangkan tekanan diastolik cenderung tetap atau menurun.
Sebaliknya, dalam lingkungan masyarakat desa, baik tekanan darah
sistolik maupun diastolik tidak meningkat dengan bertambahnya usia.
Hal ini telah diperkirakan karena asupan jumlah natrium yang lebih
rendah (< 60 meq per hari) pada populasi tersebut.
Sedangkan menurut World Health Organization (WHO), tekanan
darah dikategorikan menjadi enam yaitu, optimal, normal, normal
tinggi, hipertensi grade 1, hipertensi grade 2, hipertensi grade 3.

Universitas Muhammadiyah Palembang


10

Tabel 2.1. Klasifikasi tekanan darah menurut WHO


Kategori Sistolik Diastolik
Optimal <120 <80
Normal <130 <85
Normal Tinggi 130-139 85-89
Hipertensi grade 1 140-159 90-99
Hipertensi grade 2 160-179 100-109
Hipertensi grade 3 >180 >110
Sumber : WHO, 1999

Menurut The Seventh Report Of The Joint National Committee On


Prevention, Detection, Evaluation And Treatment Of High Blood
Pressure (JNC 7), tekanan darah dibagi menjadi normal, prehipertensi,
hipertensi stage 1, dan hipertensi stage 2.

Tabel 2.2. Klasifikasi Tekanan darah menurut JNC 7


Tekanan Darah Sistol / Tekanan Kategori
Darah Diastol
<120/80 Normal
120-139/80-89 Prehipertensi
>=140/90 Hipertensi
140-159/90-99 Hipertensi stage 1
>=160/100 Hipertensi stage 2
Sumber : JNC 7, 2004

D. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Tekanan Darah


a. Usia
Penuaan dikaitkan dengan kurangnya adaptasi ke posisi berdiri dan
resiko yang lebih besar dari vegal sinkop. Karena variabilitas
tekanan darah meningkat dengan tingkat tekanan darah,
‘’fisiologis’’ usia terkait peningkatan tekanan darah mungkin
menjadi faktor yang dalam penentuan umum efek pada tekanan
darah (Fluckiger, Laurence. Et all, 1999).
Kardiovaskular pada lansia, terjadi penebalan katup jantung dan

Universitas Muhammadiyah Palembang


11

kaku, kemampuan memompa darah menurun (menurunnya


kontraksi dan volume), elastisitas pembuluh darah menurun, serta
meningkatnya resisitensi pembuluh darah perifer sehingga tekanan
darah meningkat (Maryam, 2008). Tekanan darah sangat bervariasi
tergantung pada keadaan, akan meningkat saat aktifitas fisik, emosi,
dan stress, dan turun selama tidur (Gray, 2007).
b. Jenis Kelamin
Secara klinis tidak ada perbedaan yang signifikan dari tekanan
darah pada laki-laki atau perempuan. (Potter & Perry, 2005).
Wanita umumnya memiliki tekanan darah lebih rendah dari pada
pria yang berusia sama, hal ini cenderung akibat variasi hormon.
Setelah menopause, wanita umumnya memiliki tekanan darah lebih
tinggi dari sebelumnya (Berman, 2009).
c. Stres
Ansietas, takut, nyeri dan stress emosi mengakibatkan stimulasi
simpatis, yang meningkatkat frekuensi darah,curah jantung dan
tahanan vaskuler perifer (Potter & Perry, 2005).
d. Medikasi
Banyak medikasi yang secara langsung maupun tidak langsung,
mempengaruhi tekanan darah, seperti diuretik dan vasodilator.
Golongan lain yang mempengaruhi tekanan darah adalah analgesik
narkotik, yang dapat menurunkan tekanan darah (Potter & Perry,
2005).
e. Ras
Data dari Thierd National hearth and Nutriti survey ( NHANES III,
1988-1991) menunjukkan bahwa orang dengan ras kulit hitam
cenderung memiliki tekanan darah tinggi dibandingkan dengan
yang berkulit putih. Diantara orang berusia 18 tahun keatas,
perbandingan jumlah penderita hipertensinya adalah 32,4% berkulit
hitam dan 23,3% berkulit putih (Sheps, 2005).

Universitas Muhammadiyah Palembang


12

f. Obesitas
Dari banyak penelitian yang dilakukan ternyata ditemukan bahwa
kebanyakan masalah gizi pada lansia berupa masalah gizi lebih atau
kegemukan (obesitas) yang pada gilirannya memacu timbulnya
penyakit-penyakit degeneratif seperti penyakit jantung koroner,
hipertensi, diabetes, batu empedu, Gout (rematik), penyakit ginjal,
sirosis hati, dan penyakit-penyakit keganasan (kanker). Lansia yang
mengalami obesitas lebih sering pada wanita dibanding pria yaitu
sebesar 26,1% : 15,6% (Survei IMT, Depkes 1997).
g. Merokok 
Fakta otentik menunjukkan bahwa merokok dapat menyebabkan
tekanan darah tinggi. Kebanyakan efek ini berkaitan dengan
kandungan nikotin (Lovastatin, 2005).
h. Kurangnya Aktifitas Fisik
Menurut Kingwell dan Jennings (1993) aktivitas fisik yang
dilakukan secara teratur diketahui dapat mengurangi kekakuan
pembuluh darah dan meningkatkan daya tahan jantung serta paru-
paru sehingga mampu menurunkan tekanan darah (Joewono, Boedi
Soesetyo. 2003).

E. Pengukuran Tekanan Darah


Untuk mengukur tekanan darah maka perlu dilakukan
pengukuran tekanan darah secara rutin. Pengukuran tekanan darah
dapat dilakukan secara langsung atau tidak langsung. Pada metode
langsung, kateter arteri di masukkan ke dalam arteri. Walaupun
hasilnya sangat tepat, akan tetapi metode pengukuran ini sangat
berbahaya dan dapat menimbulkan masalah kesehatan lain (Smeltzer
& Bare, 2001).

Universitas Muhammadiyah Palembang


13

Menurut Ganong (2008), metode pengukuran tekanan darah ada


3 yaitu :
1. Mengukur secara langsung
Bila kanula dimasukkan ke arteri, tekanan arteri dapat diukur
secara langsung dengan manometer air raksa atau strain gauge
yang telah dikalibrasi dan suatu osiloskop diatur untuk menulis
secara lansung pada potongan kertas yang bergerak.
2. Metode auskultasi
Sebuah manset yang dapat dikembangkan (manset Riva-Rocci)
yang terhubung pada manometer air raksa (sfingmomanometer),
dililitkan di sekitar lengan dan stetoskop diletakan di atas arteri
brakialis di siku. Manset secara cepat dipompa sampai besar
tekanan di dalamnya melebihi besar perkiraan tekanan sistolik di
arteri brakialis. Arteri dioklusi oleh manset, dan tidak ada suara
yang terdengar melalui stetoskop. Kemudian tekanan dalam
manset diturunkan secara perlahan. Pada saat ketika tekanan
sistolik tepat melampaui tekanan manset, setiap denyut jantung
menyebabkan semburan darah yang melewati arteri dan, secara
sinkron dengan tiap denyut, terdengar bunyi ketukan/detak
dibawah manset. Tekanan manset pada saat bunyi pertama kali
terdengar adalah tekanan sistolik. Saat tekanan semakin
menurun, suara menjadi lebih keras, lalu menjadi tidak jelas dan
samar-samar. Akhirnya, pada kebanyakan individu, suara ini
menghilang. Bunyi ini adalah bunyi Korotkoff. Bunyi Korotkoff
dibagi menjadi lima fase. Fase 1 dimulai pada saat bunyi
terdengar, disebut tekanan sistolik. Pada fase 1, tekanan sistolik
hanya cukup untuk membuka pembuluh darah untuk sementara
waktu saja dan menimbulkan bunyi ketukan nyaring, yang makin
lama makin meningkat intensitasnya. Jika tekanan dalam manset
makin diturunkan, aliran yang melewati pembuluh darah

Universitas Muhammadiyah Palembang


14

meningkat, menimbulkan bunyi mendesir yang merupakan ciri


khas fase 2. Bunyi tersebut menjadi lebih keras dan lebih nyaring
pada fase 3. Pada fase 4, bunyi tiba-tiba meredup, lemah dan
meniup. Fase 5 adalah saat dimana bunyi sama sekali tak
terdengar. Saat ini biasanya dianggap sebagai tekanan diastolik.
3. Metode palpasi
Tekanan sistolik dapat ditentukan dengan memompa manset
lengan dan kemudian membiarkan tekanan menurun sambil
menentukan tekanan saat denyut radialis pertama kali teraba.
Karena adanya kesukaran untuk menentukan secara pasti kapan
denyut pertama teraba, besar tekanan yang diperoleh dengan
metode palpasi biasanya 2-5 mmHg lebih rendah dibandingkan
dengan tekanan yang diukur dengan metode auskultasi.

F. Mekanisme Pemeliharaan Tekanan Darah


Pemeliharaan tekanan darah agar tidak terlalu tinggi ataupun
terlalu rendah merupakan factor yang penting, beberapa system yang
terlibat dalam pengontrolan tekanan darah yaitu jantung, arteri, ginjal,
berbagai hormone, enzim dan juga system saraf (Sheps, 2005).
Untuk mengatur aliran darah yang dating dari jantung, arteri
dilapisi otot halus yang memungkinkan arteri mengembang dan
mengerut pada saat darah mengalir, makin lentur arteri semakin sedikit
tahanannya terhadap aliran darah sehingga sedikit tenaga dibebankan
pada dindingnya, jika arteri kehilangan kelenturannya atau terjadi
penyempitan maka tahanan terhadap aliran darah meningkat dan
diperlukan tenaga yang lebih besar untuk memompa darah keseluruh
tubuh. Peningkatan ini dapat berperan pada kenaikan tekanan darah
(Sheps, 2005).

Universitas Muhammadiyah Palembang


15

2.1.3 Denyut Nadi


A. Definisi Denyut Nadi
Denyut nadi adalah suatu gelombang yang teraba pada arteri bila
darah di pompa keluar jantung. Denyut ini mudah diraba di suatu tempat
dimana ada arteri melintas (Sandi, 2016). Darah yang didorong ke arah
aorta sistol tidak hanya bergerak maju dalam pembuluh darah, tapi juga
menimbulkan gelombang bertekanan yang berjalan sepanjang arteri
(Kasenda, Marunduh & Wungouw, 2014). Gelombang yang bertekanan
meregang di dinding arteri sepanjang perjalanannya dan regangan itu
dapat diraba sebagai denyut nadi. Pada jantung manusia normal, tiap-
tiap denyut berasal dari nodus SA (irama sinus normal). Semakin besar
metabolisme dalam suatu organ, maka makin besar aliran darahnya. Hal
ini menyebabkan kompensasi jantung dengan mempercepat denyutnya
dan memperbesar banyaknya aliran darah yang dipompakan dari jantung
ke seluruh tubuh (Herru & Priatna, 2015). Sedangkan menurut
Hermawan, Subiyono & Rahayu (2012) kerja jantung dapat dilihat dari
denyut nadi yang merupakan rambatan dari denyut jantung, denyut
tersebut dihitung tiap menitnya dengan hitungan repetisi (kali/menit)
atau dengan denyut nadi maksimal dikurangi umur. Menurut Nurse
(2012) letak perabaan denyut nadi yang sering dilakukan yaitu :
1) Arteri Radialis
Terletak sepanjang tulang radialis, lebih mudah teraba diatas
pergelangan tangan pada sisi ibu jari. Relative mudah dan sering
dipakai secara rutin.
2) Arteri Brankialis
Terletak di dalam otot biceps dari lengan atau medial di lipat siku
(fossa antekubital) biasanya digunakan untuk mengukur tekanan
darah.

Universitas Muhammadiyah Palembang


16

3) Arteri Karotid
Terletak dileher dibawah lobus telinga, dimana terdapat arteri
carotid berjalan diantara trakea dan otot strenokleidomastoideus.
Sering digunakan untuk bayi dan untuk memantau sirkulasi darah
ke otak.

B. Macam Macam Denyut Nadi


Menurut (Aaronson & Ward, 2007) denyut nadi ada 3 macam yaitu:
1) Denyut Nadi Basal
Denyut nadi basal adalah denyut nadi pada saat bangun tidur
sebelum melakukan aktifitas.
2) Denyut Nadi Istirahat
Denyut nadi istirahat adalah denyut nadi pada istirahat atau sedang
santai tanpa melakukan pekerjaan dan dalam kondisi rileks tanpa
emosi.
3) Denyut Nadi Latihan
Denyut nadi latihan adalah denyut nadi ketika sedang melakukan
aktifitas kerja atau latihan.

C. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Denyut Nadi


Ada beberapa factor yang mempengaruhi frekuensi denyut nadi
seseorang seperti halnya :
1) Usia
Frekuensi nadi secara bertahap akan menetap memenuhi kebutuhan
oksigen selama pertumbuhan. Usia seseorang sangat berpengaruh
terhadap denyut nadi, denyut nadi maksimum pada orang lanjut usia
sangat menurun (penurunan 50% dari usia remaja pada usia 80
tahun). Hal ini disebabkan berkurangnya massa otot, dan daya
maksimum otot yang dicapai sangat berkurang 2. Pada anak umur 5
tahun denyut nadi istirahat antara 96-100 denyut permenit, pada

Universitas Muhammadiyah Palembang


17

usia 10 tahun mencapai 80-90 denyut permenit, dan pada orang


dewasa mencapai 60-100 denyut permenit (Sandi, 2013).
2) Jenis Kelamin
Denyut nadi pada wanita lebih tinggi apabila dibandingkan dengan
laki-laki. Pada laki-laki dengan kerja 50% maksimal rata-rata nadi
kerja mencapai 128 denyut per menit, pada wanita 138 denyut per
menit (Potter & Perry, 2010).
3) Indeks Massa Tubuh (IMT)
Denyut nadi juga dipengaruhi oleh berat badan dengan
perbandingan berbanding lurus, sedangakan berat badan berkaitan
dengan IMT. Makin tinggi berat badan semakin tinggi IMT, begitu
sebaliknya makin rendah berat badan IMT semakin rendah.
Sehingga makin tinggi IMT denyut nadi istirahat semakin tinggi
(Sandi, 2013).
4) Aktifitas Fisik
Kurangnya aktivitas fisik meningkatkan risiko kelebihan berat
badan. Orang yang tidak aktif juga cenderung mempunyai frekuensi
denyut jantung yang lebih tinggi sehingga otot jantungnya harus
bekerja lebih keras pada setiap kontraksi. Makin keras dan sering
otot jantung memompa, dan makin tinggi tekanan yang dibebankan
pada arteri (Naesilla, Argarini & Mukono, 2016).
5) Rokok dan Kafein
Rokok dan kafein juga dapat meningkatkan denyut nadi. Pada suatu
studi yang merokok sebelum bekerja denyut nadinya meningkat 10
sampai 20 denyut per menit dibanding dengan seorang yang dalam
bekerja tidak didahului merokok. Hal tersebut dikarenakan, rokok
dapat mengakibatkan vasokonstriksi pada pembuluh darah
(Suwitno, 2015).

Universitas Muhammadiyah Palembang


18

2.1.4. Senam Lansia


A. Pengertian
Senam lansia adalah serangkaian gerak nada yang teratur dan
terarah serta terencana yang dilakukan secara tersendiri atau
berkelompok dengan maksud meningkatkan kemampuan fungsional
raga untuk mencapai tujuan tersebut. Dalam bahasa inggris terdapat
istilah exercise atau aerobic yang merupakan suatu aktivitas fisik yang
dapat memacu jantung dan peredaran darah serta pernafasan yang
dilakukan dalam jangka waktu yang cukup lama sehingga
menghasilkan perbaikan dan menfaat kepada tubuh. Senam berasal
dari bahasa yunani yaitu gymnastic (gymnos) yang berarti telanjang,
dimana pada zaman tersebut orang yang melakukan senam harus
telanjang, dengan maksud agar keleluasaan gerak dan pertumbuhaan
badan yang dilatih dapat terpantau (Suroto, 2004).
Senam merupakan bentuk latihan-latihan tubuh dan anggota
tubuh untuk mendapatkan kekuatan otot, kelentukan persendian,
kelincahan gerak, keseimbangan gerak, daya tahan, kesegaran jasmani,
dan stamina. Dalam latihan senam semua anggota tubuh (otot-otot)
mendapat suatu perlakuan. Otot-otot tersebut adalah gross muscle (otot
untuk melakukan tugas berat) dan fine muscle (otot untuk melakukan
tugas ringan) (Sumintrarsih, 2006).
Senam lansia dibuat oleh Mentri Negara Pemuda dan Olaraga
(MENPORA) merupakan upaya peningkatan kesegaran jasmani
kelompok lansia yang jumlahnya semakin bertambah. Senam lansia
sekarang sudah diberdayakan diberbagai tempat seperti di panti
wredha, posyandu, klinik kesehatan, dan puskesmas (Suroto, 2004).
Senam lansia adalah olahraga ringan dan mudah dilakukan, tidak
memberatkan yang diterapkan pada lansia. Aktifitas olahraga ini akan
membantu tubuh agar tetap bugar dan tetap segar karena melatih
tulang tetap kuat, mendorong jantung bekerja optimal dan membantu

Universitas Muhammadiyah Palembang


19

menghilangkan radikal bebas yang berkeliaran di dalam tubuh. Jadi


senam lansia adalah serangkaian gerak nada yang teratur dan terarah
serta terencana yang diikuti oleh orang lanjut usia yang dilakukan
dengan maksud meningkatkan kemampuan fungsional raga untuk
mencapai tujuan tersebut (Suroto, 2004).
Latihan atau olahraga pada usia lanjut harus disesuaikan secara
individual untuk tujuan yang khusus dapat diberikan pada jenis dan
intensitas latihan tertentu. Latihan menahan beban yang intensif,
misalnya dengan berjalan merupakan cara yang paling aman, murah,
dan mudah serta sangat bermanfaat bagi sebagian besar usia lanjut.
Salah satu olahraga yang aman dan dapat menurunkan perubahan fisik
pada lansia adalah senam. Aktivitas fisik seperti senam pada usia
lanjut yang dilakukan secara rutin akan meningkatkan kebugaran fisik,
sehingga secara tidak langsung senam dapat meningkatkan fungsi
jantung dan menurunkan tekanan darah serta mengurangi resiko
penumpukan lemak pada dinding pembuluh darah sehingga
akanLatihan atau olahraga pada usia lanjut harus disesuaikan secara
individual untuk tujuan yang khusus dapat diberikan pada jenis dan
intensitas latihan tertentu. Latihan menahan beban yang intensif,
misalnya dengan berjalan merupakan cara yang paling aman, murah,
dan mudah serta sangat bermanfaat bagi sebagian besar usia lanjut.
Salah satu olahraga yang aman dan dapat menurunkan perubahan fisik
pada lansia adalah senam. Aktivitas fisik seperti senam pada usia
lanjut yang dilakukan secara rutin akan meningkatkan kebugaran fisik,
sehingga secara tidak langsung senam dapat meningkatkan fungsi
jantung dan menurunkan tekanan darah serta mengurangi resiko
penumpukan lemak pada dinding pembuluh darah sehingga akan
menjaga elastisitasnya. Disisi lain akan melatih otot jantung dalam
berkontraksi sehingga kemampuan pemompaannya akan selalu terjaga
(Suroto, 2004).

Universitas Muhammadiyah Palembang


20

B. Manfaat Senam Lansia


Semua senam dan aktifitas olahraga ringan tersebut sangat
bermanfaat untuk menghambat proses degeneratif atau penuaan.
Senam ini sangat dianjurkan untuk mereka yang memasuki usia
pralansia (45 tahun) dan usia lansia (65 tahun ke atas). Orang
melakukan senam secara teratur akan mendapatkan kesegaran jasmani
yang baik yang terdiri dari unsur kekuatan otot, kelentukan persendian,
kelincahan gerak, keluwesan, cardiovascular fitness dan
neuromuscular fitness. Apabila orang melakukan senam, peredaran
darah akan lancar dan meningkatkan jumlah volume darah. Selain itu
20% darah terdapat di otak sehingga akan terjadi proses indorfin
hingga terbentuk hormon norepinefrin yang dapat menimbulkan rasa
gembira, rasa sakit hilang, adiksi (kecanduan gerak) dan
menghilangkan depresi. Dengan mengikuti senam lansia efek
minimalnya adalah lansia merasa berbahagia, senantiasa bergembira,
bisa tidur lebih nyenyak, pikiran tetap segar (Ilkafah, 2014).
Senam lansia disamping memiliki dampak positif terhadap
peningkatan fungsi organ tubuh juga berpengaruh dalam meningkatkan
imunitas dalam tubuh manusia setelah latihan teratur. Tingkat
kebugaran dievaluasi dengan mengawasi kecepatan denyut jantung
waktu istirahat yaitu kecepatan denyut nadi sewaktu istirahat. Jadi
supaya lebih bugar, kecepatan denyut jantung sewaktu istirahat harus
menurun. Manfaat senam lainnya yaitu terjadi keseimbangan antara
osteoblast dan osteoclast. Apabila senam terhenti maka pembentukan
osteoblast berkurang sehingga pembentukan tulang berkurang dan
dapat berakibat pada pengeroposan tulang. Senam yang diiringi
dengan latihan stretching dapat memberi efek otot yang tetap kenyal
karena ditengah-tengah serabut otot ada impuls saraf yang dinamakan
muscle spindle, bila otot diulur (recking) maka muscle spindle akan
bertahan atau mengatur sehingga terjadi tarik-menarik, akibatnya otot

Universitas Muhammadiyah Palembang


21

menjadi kenyal. Orang yang melakukan stretching akan menambah


cairan sinoval sehingga persendian akan licin dan mencegah cedera
(Suroto, 2004).
Olahraga yang bersifat aerobik seperti senam merupakan usaha-
usaha yang akan memberikan perbaikan pada fisik atau psikologis.
Faktor fisiologi dan metabolik yang dikalkulasi termasuk penambahan
sel-sel darah merah dan enzim fosforilase (proses masuknya gugus
fosfat kedalam senyawa organik), bertambahnya aliran darah sewaktu
latihan, bertambahnya sel-sel otot yang mengandung mioglobin dan
mitokondria serta meningkatnya enzim- enzim untuk proses oksigenasi
jaringan (Kusmana, 2006). Sedangkan menurut Depkes RI (2008)
olahraga dapat memberi beberapa manfaat, yaitu: meningkatkan
peredaran darah, menambah kekuatan otot, dan merangsang
pernafasan dalam. Selain itu dengan olahraga dapat membantu fungsi
pencernaan, ginjal, membantu kelancaran pembuangan bahan sisa,
meningkatkan fungsi jaringan, menjernihkan dan melenturkan kulit,
merangsang kesegaran mental, membantu mempertahankan berat
badan, memberikan tidur nyenyak, memberikan kesegaran jasmani.

C. Gerakan Senam Lansia


Tahapan latihan kebugaran jasmani adalah rangkaian proses
dalam setiap latihan, meliputi pemanasan, kondisioning (inti), dan
penenangan (pendinginan) (Sumintarsih, 2006).
1) Pemanasan
Pemanasan dilakukan sebelum latihan. Pemanasan bertujuan
menyiapkan fungsi organ tubuh agar mampu menerima
pembebanan yang lebih berat pada saat latihan sebenarnya.
Penanda bahwa tubuh siap menerima pembebanan antara lain
detak jantung telah mencapai 60% detak jantung maksimal, suhu

Universitas Muhammadiyah Palembang


22

tubuh naik 1ºC - 2ºC dan badan berkeringat. Pemanasan yang


dilakukan dengan benar akan mengurangi cidera atau kelelahan.
2) Kondisioning
Setelah pemanasan cukup dilanjutkan tahap kondisioning atau
gerakan inti yakni melakukan berbagai rangkaian gerak dengan
model latihan yang sesuai dengan tujuan program latihan.
3) Penenangan
Penenangan merupakan periode yang sangat penting dan
esensial. Tahap ini bertujuan mengembalikan kondisi tubuh
seperti sebelum berlatih dengan melakukan serangkaian gerakan
berupa stretching. Tahapan ini ditandai dengan menurunnya
frekuensi detak jantung, menurunnya suhu tubuh, dan semakin
berkurangnya keringat. Tahap ini juga bertujuan mengembalikan
darah ke jantung untuk reoksigenasi sehingga mencegah
genangan darah diotot kaki dan tangan.

2.1.5. Hubungan Senam Lansia Dengan Tekanan Darah dan Denyut Nadi
Seseorang yang tingkat kebugaraan fisiknya baik maka dengan
sendirinya organ-organ yang ada juga mempunyai kebugaran yang
maksimal (Wijayanti, Yuwono & Pujianto, 2014). Organ tubuh yang
dimaksud adalah organ tubuh yang ada hubunganya langsung dengan
aktivitas fisik seperti sistem peredaran berupa jantung dan pembuluh
darah. Secara fisiologi jantung akan memompa darah dari kedua bilik ke
seluruh tubuh dan paru-paru. Jumlah darah yang dipompa ke seluruh
tubuh dan paru-paru tergantung pada jumlah sekuncup dan denyut
jantung dalam satu menit. Curah jantung saat istirahat sekali denyut
jantung akan memompa darah sekitar 70-80 ml dari ke dua balik jantung
dan frekuensi denyut jantung rata-rata 70 kali satu menit (Arovah, 2013).
Pada orang yang memiliki aktifitas ringan, maka sirkulasi oksigen
ke dalam darah akan meningkat. Peningkatan konsumsi oksigen dapat

Universitas Muhammadiyah Palembang


23

dicapai melalui peningkatan curah jantung. Ada beberapa perubahan pada


jumlah darah yang dikeluarkan oleh jantung yang menyebabkan
penurunan denyut jantung pada seseorang yang memiliki tingkat
kebugaran jasmani yang baik (Guyton & Hall,2014) yaitu : kekuatan dari
jantung waktu memompa, jumlah darah yang dipompa pada sekali
denyut, mengurangi frekuensi denyut jantung, meningkatkan ukuran
ventrikel bilik kiri jantung, penambahan penebalan otot jantung. Aktivitas
fisik yang dilakukan secara teratur akan mempengaruhi fungsi fisiologi
jantung dimana jantung akan mampu memompa lebih baik dengan
demikian dapat memompa lebih banyak darah dan lebih banyak oksigen
sehingga dapat menurunkan frekuensi denyut jantung baik pada kondisi
istirahat maupun kondisi pelatihan. Seseorang yang terlatih rutin
melakukan aktifitas fisik denyut nadi normal dapat mencapai 50-60
denyut kali per menit (Khasan, Rustiadi & Annas. 2013) selain itu,
pemulihan kondisi jantung ke kondisi jantung sebelum pelatihan lebih
cepat. Secara umum dapat disimpulkan bahwa seseorang yang memiliki
curah jantung dengan denyut jantung yang rendah dan volume sekuncup
yang lebih besar akan memiliki tingkat kebugaraan jasmani yang baik
(Indrawagita, 2010).
Sedangkan Pengaruh senam terhadap perubahaan tekanan darah
Berdasarkan teori yang telah dijelaskan diatas dapat diambil kesimpulan
bahwa dengan latihan olaraga secara teratur dapat meningkatkan fungsi
tubuh terutama fungsi jantung. Jantung yang merupakan salah satu organ
vital tubuh sudah seharusnya dijaga kesehatanya. Kerusakaan pada
jantung akan mempengaruhi semua sistem tubuh. Sebagai contoh
penyakit hipertensi, berawal dari hipertensi jika tidak tertanggani secara
baik akan berakibat fatal salah satunya dapat menyebabkan penyakit
stroke yang dapat berakhir dengan kematian. Salah satu cara untuk
menjaga kesehatan jantung adalah dengan olaraga yang teratur. Olaraga
ringan yang mudah dilakukan adalah senam. Senam memiliki banyak

Universitas Muhammadiyah Palembang


24

menfaat diantaranya adalah melancarkan predaran darah dan


meningkatkan jumlah volome darah. Sehingga dengan melakukan senam
secara teratur dan terus menerus maka katup-katup jantung yang tadinya
mengalami sklerosis dan penebalan berangsur kembali normal, miokard
tidak terjadi kekakuan lagi, adanya kontraksi otot jantung, isi sekuncup
dan curah jantung tidak lagi mengalami peningkatan. Dan dapat
mencegah terjadinya penyakit jantung terutama hipertensi.
Frekuensi latihan fisik 3-5 kali seminggu dengan latihan 20-60
menit sekali latihan. Penurunan tekanan darah ini antara lain terjadi
karena pembuluh darah mengalami pelebaran dan relaksasi. Lama-
kelamaaan, latihan fisik dapat melemaskan pembuluh darah sehingga
tekanan darah menurun. Dalam hal ini, senam lansia dapat mengurangi
tahanan perifer. Penurunan takanan darah juga dapat terjadi akibat
aktivitas memompa jantung berkurang. Otot jantung pada orang yang
rajin berolaraga berkontraksi lebih sedikit dari pada otot jantung orang
yang jarang berolaraga untuk memompa volume darah yang sama, karena
latihan fisik senam dapat menyebabkan penurunan denyut jantung maka
akan menurunkan cardiac output, yang pada akhirnya menyebabkan
penurunan tekanan darah. Peningkatan efesiensi kerja jantung
dicerminkan dengan penurunan tekanan diastolik, sedangkan penurunan
tahan perifer dicerminkan dengan penurunan tekanan sistolik (Harber,
2009).

Universitas Muhammadiyah Palembang


25

2.2 Kerangka Teori

Lanjut usia Perubahan sistem dan fungsi tubuh

Penumpukan lemak Penurunan elasitas


pada pembuluh darah pembuluh darah

Terganggunya jantung pada


saat memompa darah

farmakologis
Tidak normalnya
tekanan darah terapi
dan denyut nadi Non-
farmakologis

Latihan fisik ringan ( senam lansia) secara teratur

Meningkatkan kebugaran fisik, meningkatkan fungsi jantung , menurunkan


tekanan darah dan denyut nadi, dan mengurang resiko penumpukan lemak.

Melatih otot jantung Terjaganya elastis pembuluh


berkontraksi darah

Memompa darah akan selalu terjaga

Stabilnya tekanan darah dan denyut nadi

Universitas Muhammadiyah Palembang


26

2.3 Hipotesis

Berdasarkan latar belakang dan landasan teori diatas, maka dapat diambil
hipotesis :
H0 : Tidak terdapat pengaruh senam lansia terhadap tekanan darah dan denyut
nadi pada lansia di panti tresna werdha teratai palembang.
Ha : Terdapat pengaruh senam lansia terhadap tekanan darah dan denyut nadi
pada lansia di panti tresna werdha teratai palembang.

Universitas Muhammadiyah Palembang


27

BAB III
METODE PENELITIAN

3.1. Desain Penelitian


Penelitian ini merupakan pendekatan studi kuantitatif dengan desain
penelitian Quasi Eksperimen. Rancangan penelitian ini adalah one group pre
test and post test design (Nursalam, 2008).

3.2. Waktu dan Tempat Penelitian


3.2.1. Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada bulan 1 November 2018 sampai 6
Desember 2018

3.2.2. Tempat Penelitian


Penelitian ini dilakukan di Panti Tresna Werdha Teratai Palembang.

3.3. Populasi dan Sampel Penelitian


3.3.1. Populasi Target
Populasi pada penelitian ini adalah semua lansia di Palembang.

3.3.2. Populasi Terjangkau


Populasi terjangkau pada penelitian ini adalah lansia di Panti Tresna
Werdha Palembang.

3.3.3. Sampel Penelitian dan Besar Sampel


Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah seluruh lansia
yang berada di panti Tresna Werdha Palembang. Besar sample diambil

Universitas Muhammadiyah Palembang


28

dengan Total Sampling, yaitu seluruh lansia yang memenuhi kriteria


inklusi dijadikan dalam sample penelitian.

3.3.4. Kriteria Inklusi dan Eksklusi


A. Kriteria inklusi
Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah :
1. Dapat melihat dan mendengar dengan baik.
2. Lansia yang mampu untuk mengikuti senam.

B. Kriteria Eklusi
Kriteria eklusi dalam penelitian ini adalah :
1. Lansia yang mengalami kelemahan fisik.
2. Lansia yang mengalami depresi.
3. Lansia yang dalam terapi pengobatan sehingga tidak dapat
melakukan aktivitas fisik ringan.

3.4. Variabel Penelitian


3.4.1 Variabel Bebas (Independent)
Variabel bebas pada penelitian ini adalah senam lansia.

3.4.2 Variabel Terikat (Dependent)


Variabel terikat pada penelitian ini adalah tekanan darah dan
denyut nadi.

Universitas Muhammadiyah Palembang


29

3.5. Definisi Operasional


Tabel 3.1 Definisi Operasional
Variabel Definisi Cara Ukur Alat Ukur Skala Ukur Hasil
yang Ukur
diukur
1. Senam Serangkaian gerak Melakukan
Lansia nada yang teratur senam lansia
dan terarah serta selama 3 kali
terencana yang seminggu
dilakukan secara selama 20-60
tersendiri atau menit selama
berkelompok sekali latihan.
dengan maksud
meningkatkan
fungsional raga
untuk mencapai
tujuan tersebut.

2. Tekana Tekanan darah Responden Sphymoma Numeri Nilai tekanan


n didalam arteri diukur tekanan nometer, k darah sistolik
Darah yang diukur darahnya Stetoskop dan diastolik
dengan sebelum dan dan lembar dalam satuan
menggunakan sesudah observasi mmHg
spygmomanomete melakukan
r. senam lansia.
Tekanan
maksimal yang
ditimbulkan pada
arteri sewaktu
darah
disemprotkan ke
dalam pembuluh
tersebut selama
sistol disebut
tekanan sistolik,
rerata adalah 120
mmHg. Tekanan
minimal didalam
arteri ketika darah
mengalir keluar
menuju ke
pembuluh yang
lebih kecil di hilir
sewaktu diastole
disebut tekanan
diastole, rerata
adalah 80 mmHg.

Universitas Muhammadiyah Palembang


30

3. Denyut Denyut nadi Gunakan Stetoskop, Numerik Nilai


Nadi adalah suatu stetoskop jam dan denyut
gelombang yang untuk lembar nadi
teraba pada arteri mendengarkan observasi pada
bila darah di denyut lansia
pompa keluar nadi/palpasi dalam
jantung. bagian arteri satuan
kemudian x/menit.
rasakan denyut
nadi.
kemudian lihat
jam kemudian
hitung denyut
nadi dalam 1
menit.dilakuka
n sebelum dan
sesudah
melakukan
senam lansia.

3.6. Cara Pengumpulan Data


Data penelitian adalah data primer berupa tekanan darah dan denyut nadi
sebelum dan sesudah dilakukan senam lansia.
Langka pengumpulan data sebagai berikut:
1. Mengukur tekanan darah dan denyut nadi sebelum dilakukan senam
lansia kemudian dicatat hasilnya.
2. Melakukan senam lansia yang dipimpin oleh instruktur senam lansia
dengan langkah sebagai berikut :
a. Pemanasan
Pemanasan dilakukan sebelum latihan. Pemanasan bertujuan
menyiapkan fungsi organ tubuh agar mampu menerima pembebanan
yang lebih berat pada saat latihan sebenarnya. Penanda bahwa tubuh
siap menerima pembebanan antara lain detak jantung telah mencapai
60% detak jantung maksimal, suhu tubuh naik 1ºC - 2ºC dan badan
berkeringat. Pemanasan yang dilakukan dengan benar akan
mengurangi cidera atau kelelahan.

Universitas Muhammadiyah Palembang


31

b. Kondisioning
Setelah pemanasan cukup dilanjutkan tahap kondisioning atau gerakan
inti yakni melakukan berbagai rangkaian gerak dengan model latihan
yang sesuai dengan tujuan program latihan.
c. Penenangan
Penenangan merupakan periode yang sangat penting dan esensial.
Tahap ini bertujuan mengembalikan kondisi tubuh seperti sebelum
berlatih dengan melakukan serangkaian gerakan berupa stretching.
Tahapan ini ditandai dengan menurunnya frekuensi detak jantung,
menurunnya suhu tubuh, dan semakin berkurangnya keringat. Tahap
ini juga bertujuan mengembalikan darah ke jantung untuk reoksigenasi
sehingga mencegah genangan darah diotot kaki dan tangan.
3. Mengukur tekanan darah dan denyut nadi sesudah dilakukan senam lansia
dan dicatat kembali hasilnya.

3.7 Cara Pengolahan


Langkah-langkah dalam pengolahan data sebagai berikut:
1. Editing adalah setiap lembar kuesioner diperiksa untuk memastikan bahwa
setiap pertanyaan yang terdapat dalam kuesioner telah terisi semua.
2. Coding adalah pemberian kode pada setiap jawaban yang terkumpul dalam
checklist untuk memudahkan proses pengolahan data.
3. Processing adalah melakukan pemindahan atau memasukan data dari
checklist kedalam komputer untuk diproses secara komputerisasi.
4. Cleaning adalah proses yang dilakukan setelah data masuk ke komputer, data
akan diperiksa apakah ada kesalahan atau tidak.
5. Tabulating pada tahap ini jawaban-jawaban responden yag sama dikelompok
dengan teliti dan teratur lalu dihitung dan dijumlahkan, kemudian dituliskan
dalam betuk tabel-tabel.

Universitas Muhammadiyah Palembang


32

3.8 Analisis Data


Analisis data menggunakan analisis statistik komputer. Setelah data
terkumpul kemudian dilakukan pengelolaan data. Analisis data dilakukan dengan
dua tahap yaitu analisis univariat dan analisis bivariat:
1. Analisis Univariat
Analisis univariat dilakukan untuk mendeskripsikan variasi seluruh
variabel berupa tekanan darah sebelum dilakukan senam lansia, tekanan
darah sesudah dilakukan senam lansia, denyut nadi sebelum dan denyut
nadi sesudah dilakukan senam lansia dengan cara membuat tabel distribusi
frekuensi.
2. Analisis Bivariat
Analisis bivariat dilakukan untuk melihat perbedaan bermakna antara
variabel sebelum dan variabel sesudah, sehingga ada atau tidaknya
perbedaan antara perlakuan sebelum senam lansia dan perlakuan sesudah
senam senam lansia . Uji statistik yang dilakukan pada analisis ini adalah
Paired Sample T-Test jika P <0,05 maka terdapat perbedaan bermakna
antara kedua variabel. jika data tidak berdistribusi normal gunakan uji
alternatif Wilcoxon.

Universitas Muhammadiyah Palembang


33

3.9 Alur Penelitian

Populasi : lansia yang berada di


Panti Tresns werdha Palembang

Kriteria inklusi dan


ekslusi

Sampel

Pengukuran tekanan darah dan


denyut nadi sebelum senam
lansia

Senam lansia

Pengukuran tekanan
darah dan denyut nadi
sesudah senam lansia

Analisis data

Hasil dan pembahasan

Universitas Muhammadiyah Palembang


34

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian


Penelitian ini merupakan penelitian survey analitik dengan menggunakan
metode pendekatan Quasy Experiment, yang bertujuan untuk mengetahui
pengaruh senam lansia terhadap tekanan darah dan denyut nadi pada lansia di
Panti Sosial Tresna Werdha Teratai Palembang. Sampel yang digunakan
dalam penelitian ini adalah lansia yang bersedia untuk membantu proses
penelitian.
Dalam rancangan penelitian ini, Responden eksperimental diberi
perlakukan yaitu senam lansia. Penelitian ini dilaksanakan 3 kali seminggu
yaitu pada hari minggu, rabu dan jum’at selama 5 minggu. Pengukuran
tekanan darah dan denyut nadi dilakukan sebelum perlakuan yaitu pada hari
pertama penelitian dan sesudah perlakuan yaitu setelah 5 minggu perlakuan.
Pada survei awal penelitian ini telah didapatkan data awal dengan jumlah
lansia di Panti sosial Tresna Werdha Teratai sebanyak 62 lansia, laki-laki 25
orang dan perempuan 37 orang, yang memenuhi kreteria inklusi ada 37 orang.
Namun pada penelitian selanjutnya ada 9 orang yang mengundurkan diri atau
tidak hadir pada saat senam lansia dilakukan sehingga sampel berjumlah 28
orang yang terdiri 11 orang laki-laki dan 17 orang perempuan.

Universitas Muhammadiyah Palembang


35

4.1.1 Analisis Univariat


a. Usia dan Jenis Kelamin Responden
Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Usia dan Jenis Kelamin
Responden

Karakteristik Responden Frekuensi Presentase


(n=21) (%)
Usia
≥ 60 28 100
Jenis Kelamin
Laki-laki 11 39
Perempuan 17 60,7

Berdasarkan Tabel 4.1 diatas, usia responden dari 28


responden didapatkan hasil sebanyak 28 orang (100%) yang
berusia ≥ 60 tahun, dan jenis kelamin laki-laki sebanyak 11 orang
(39.2%), dan Jenis kelamin perempuan sebanyak 17 orang
(60.7%).

b. Pengukuran Tekanan Darah Dan Denyut Nadi Sebelum dan


Sesudah Senam Lansia 3 kali Seminggu Selama 5 Minggu.
Tabel 4.2 Rerata Tekanan Darah Dan Denyut Nadi Sistolik dan
Diastolik Sebelum dan Setelah senam lansia

Mean ± Std. P
Deviation
(mmHg)
Sebelum
- Sistolik 125.00 ± 21.688 0.018
- Diastolik 82.86 ± 12.724 0.031
Sesudah
- Sistolik 122.50 ± 16.245 0.085
- Diastolik 78.21± 8.630 0.004

Universitas Muhammadiyah Palembang


36

Berdasarkan Tabel 4.2 di atas, dapat diketahui bahwa dari


28 responden tekanan darah sistolik sebelum senam lansia
didapatkan rata-rata 125.00 ± 21.688 mmHg dan tekanan darah
sistolik sesudah senam didapatkan rata-rata 122.50 ± 16.245
mmHg. Sedangkan Tekanan darah diastolik sebelum senam lansia
didapatkan rata-rata 82.86 ± 12.724 mmHg, dan tekanan darah
diastolik sesudah senam lansia didapatkan rata-rata 78.21± 8.630
mmHg.
Dari hasil uji menggunakan Shapiro-wilk didapatkan nilai
sig. sistolik sebelum 0,018, sistolik sesudah 0,085, diastolik
sebelum 0,031, yang berarti data terdistribusi normal. dimana
didapatkan nilai p>0,05. Dan diastolik sesudah 0.004, yang berarti
tidak terdistribusi normal dimana didapatkan p<0,05.

Tabel 4.3 Rerata Denyut Nadi Sistolik dan Diastolik Sebelum dan
Setelah senam lansia

Mean ± Std. P
Deviation
(x/menit)
Denyut Nadi
- Sebelum 76.14 ±12.625 0.030
- Sesudah 76.54± 11.952 0.097

Berdasarkan Tabel 4.3 di atas, dapat diketahui bahwa dari


28 responden denyut nadi sebelum senam lansia didapatkan rata-
rata 76.14 ± 12.625 x/menit dan denyut nadi sesudah senam
didapatkan rata-rata 76.54 ± 11.952 x/menit.
Dari hasil uji menggunakan Shapiro-wilk didapatkan nilai
sig. denyut nadi sebelum 0,030, denyut nadi sesudah 0,097, yang
berarti data terdistribusi normal. dimana didapatkan nilai p>0,05.

Universitas Muhammadiyah Palembang


37

4.1.2 Analisis Bivariat


Berdasarkan hasil uji menggunakan Shapiro-wilk didapatkan nilai
sig. denyut nadi sebelum 0,030, denyut nadi sesudah 0,097, sistolik
sebelum 0,018, sistolik sesudah 0,085, diastolik sebelum 0,031, yang
berarti data terdistribusi normal. dimana didapatkan nilai p>0,05. Dan
diastolik sesudah 0.004, yang berarti tidak terdistribusi normal dimana
didapatkan p<0,05. Karna salah satu uji shapiro-wilk tidak
terdistribusi normal maka digunakan uji alternatif wilcoxon.
a. Tabel 4.4 Perbedaan Tekanan Darah Dan Denyut Nadi Sebelum
dan Sesudah Senam Lansia

Tekanan Perlakuan p-value


Darah
Sebelum
Sistolik 0,167
Sesudah
Sebelum
Diastolik 0,066
Sesudah

Berdasarkan Tabel 4.4 di atas dapat diketahui bahwa dari 28


responden didapatkan nilai p>0,05 yang artinya tidak ada
pengaruh yang bermakna antara senam lansia terhadap tekanan
darah pada lansia sebelum dan sesudah perlakuan.

b. Tabel 4.4 Denyut Nadi Sebelum dan Sesudah Senam Lansia

Denyut Perlakuan p-value


Nadi
Sebelum
0,347
Sesudah

Universitas Muhammadiyah Palembang


38

Berdasarkan Tabel 4.4 di atas dapat diketahui bahwa dari 28


responden didapatkan nilai p>0,05 yang artinya tidak ada pengaruh
yang bermakna antara senam lansia terhadap denyut nadi pada lansia
sebelum dan sesudah perlakuan

4.2 Pembahasan
Berdasarkan Tabel 4.3 dan Tabel 4.4 dapat diketahui bahwa dari 28
responden tekanan darah sistolik sebelum senam lansia didapatkan rata-rata
144,10±11,636mmHg tekanan darah sistolik sesudah senam lansia didapatkan
rata-rata 135,71±9,778mmHg, dan pada hasil uji alternatif wilcoxon dari
tekanan darah sistolik sebelum dan sesudah senam lansia didapatkan p-value
0,167 (p>0,05). Sedangkan Tekanan darah diastolik sebelum senam lansia
didapatkan rata-rata 86,14±4,983mmHg, dan tekanan darah diastolik sesudah
sebelum senam lansia didapatkan rata-rata 81,74±5,636mmHg, dan pada hasil
uji alternatif wilcoxon dari tekanan darah diastolik sebelum dan sesudah
senam lansia didapatkan p-value 0,066 (p>0,05). Dan denyut nadi sebelum
senam lansia didapatkan rata-rata 76.14± 12.625 x/menit, dan denyut nadi
sesudah sebelum senam lansia didapatkan rata-rata 76.54± 11.952 x/menit, dan
pada hasil uji alternatif wilcoxon dari denyut nadi sebelum dan sesudah
senam lansia didapatkan p-value 0,0347(p>0,05).
Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian Irmawati (2013) yang
menunjukkan bahwa ada perbedaan yang signifikan pada tekanan darah
sistolik maupun diastolik responden kelompok intervensi sebelum dan
sesudah diberikan senam lansia pada penderita hipertensi di desa Leyangan,
Kecamatan Ungaran Timur, Kabupaten Semarang.
Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian Sukartini (2010)
tentang menfaat senam terhadap kebugaran lansia dimana menunjukan bahwa
senam dapat mempengaruhi tidak hanya stabilitas nadi, namun juga stabilitas
tekanan darah sistolik dan diastolik, pernapasan, dan kadar immunoglobulin
pada tubuh.

Universitas Muhammadiyah Palembang


39

Hasil penelitian sejalan dengan penelitian Astari (2014) tentang Pengaruh


Senam Lansia Terhadap Tekanan Darah Lansia dengan Hipertensi pada
Kelompok Senam lansia di Banjar Kaja Sesetan Denpasar Selatan, penelitian
menunjukkan bahwa senam lansia tidak berpengaruh secara signifikan
terhadap tekanan darah sistolik namun berpengaruh secara signifikan terhadap
tekanan darah diastolik.
Senam lansia merupakan suatu bentuk olahraga yang bermanfaat bagi
para lanjut usia. Senam lansia yang teratur dapat membantu menjaga
keseimbangan tekanan darah dan denyut nadi.
Dari berbagai penjelasan di atas dan penelitian-penelitian sebelumnya,
peneliti berpendapat bahwasenam lansia dapat membantu menstabilkan
tekanan darah dan denyut nadi. Namun dalam penelitian ini, tidak terdapat
pengaruh senam lansia terhadap tekanan darah sistolik , tekanan darah
diastolik dan denyut nadi.
Pada orang yang memiliki aktifitas ringan, maka sirkulasi oksigen ke
dalam darah akan meningkat. Peningkatan konsumsi oksigen dapat dicapai
melalui peningkatan curah jantung. Ada beberapa perubahan pada jumlah
darah yang dikeluarkan oleh jantung yang menyebabkan penurunan denyut
jantung pada seseorang yang memiliki tingkat kebugaran jasmani yang baik
yaitu kekuatan dari jantung waktu memompa, jumlah darah yang dipompa
pada sekali denyut, mengurangi frekuensi denyut jantung, meningkatkan
ukuran ventrikel bilik kiri jantung, penambahan penebalan otot jantung.
Aktivitas fisik yang dilakukan secara teratur akan mempengaruhi fungsi
fisiologi jantung dimana jantung akan mampu memompa lebih baik dengan
demikian dapat memompa lebih banyak darah dan lebih banyak oksigen
sehingga dapat menurunkan frekuensi denyut jantung baik pada kondisi
istirahat maupun kondisi pelatihan. Seseorang yang terlatih rutin melakukan
aktifitas fisik denyut nadi normal dapat mencapai 50-60 denyut kali per menit
(Annas. 2013) selain itu, pemulihan kondisi jantung ke kondisi jantung
sebelum pelatihan lebih cepat. Secara umum dapat disimpulkan bahwa

Universitas Muhammadiyah Palembang


40

seseorang yang memiliki curah jantung dengan denyut jantung yang rendah
dan volume sekuncup yang lebih besar akan memiliki tingkat kebugaraan
jasmani yang baik (Indrawagita, 2010).
Sedangkan Pengaruh senam terhadap perubahaan tekanan darah
Berdasarkan teori yang telah dijelaskan diatas dapat diambil kesimpulan
bahwa dengan latihan olaraga secara teratur dapat meningkatkan fungsi tubuh
terutama fungsi jantung. diantaranya melancarkan peredaran darah dan
meningkatkan volume darah. Jantung yang merupakan salah satu organ vital
tubuh sudah seharusnya dijaga kesehatanya. Kerusakaan pada jantung akan
mempengaruhi semua sistem tubuh. Sebagai contoh penyakit hipertensi,
berawal dari hipertensi jika tidak tertanggani secara baik akan berakibat fatal
salah satunya dapat menyebabkan penyakit stroke yang dapat berakhir dengan
kematian. Salah satu cara untuk menjaga kesehatan jantung adalah dengan
olaraga yang teratur. Olaraga ringan yang mudah dilakukan adalah senam.
Sehingga dengan melakukan senam secara teratur dapat mencegah terjadinya
penyakit jantung terutama hipertensi. Frekuensi latihan fisik 3-5 kali
seminggu dengan latihan 20-60 menit sekali latihan. Lama-kelamaaan, latihan
fisik dapat melenturkan pembuluh darah sehingga tekanan darah menurun,
karena latihan fisik senam dapat menyebabkan penurunan denyut jantung
maka akan menurunkan cardiac output, yang pada akhirnya menyebabkan
penurunan tekanan darah. Peningkatan efesiensi kerja jantung dicerminkan
dengan penurunan tekanan diastolik, sedangkan penurunan tahan perifer
dicerminkan dengan penurunan tekanan sistolik. Penurunan tekanan darah ini
terjadi karena pembuluh darah mengalami pelebaran dan relaksasi (Harber,
2009).
Pada penelitian ini tidak terdapat perbedaan bermakna pengaruh senam
lansia terhadap tekanan darah dan denyut nadi pada lansia di panti sosial
tresna werdha teratatai palembang. Hal ini disebabkan karna banyak faktor
yang mempengaruhi antara lain, Perubahan fisik pada lansia mencakup
perubahan pada sistem indra, sistem muskuloskeletal, sistem kardiovaskuler

Universitas Muhammadiyah Palembang


41

dan respirasi, sistem saraf, dan perubahan psikososial (Beare,


2006).Peningkatan kekeruhan lensa dengan perubahan warna menjadi
menguning juga terjadi pada sistem penglihatan lansia. Hal ini berdampak
pada penglihatan yang kabur, sensitivitas terhadap cahaya. Perubahan sistem
muskuloskeletal pada lansia terjadi pada jaringan penghubung, kartilago,
tulang, otot, maupun sendi. perubahan pada kolagen dan jaringan kartilago
tersebut menimbulkan dampak berupa nyeri, keterbatasan gerak, dan
hambatan dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Sistem kardiovaskuler
mengalami perubahan dimana arteri menjadi kehilangan elastisitasnya
(Azizah, 2011). Efektifitas pembuluh darah perifer dalam oksigenasi juga
mengalami penurunan (Nugroho, 2000). Pada sistem respirasi, terjadi
perubahan pada otot, kartilago, dan sendi torax yang mengakibatkan gerakan
pernapasan menjadi terganggu dan mengurangi kemampuan peregangan torax.
Perubahan psikososial yang dialami oleh lansia, yaitu masa pensiun,
perubahan aspek kepribadian, dan perubahan dalam peran sosial di
masyarakat. Pensiun adalah tahap kehidupan yang dicirikan oleh adanya
transisi dan perubahan peran yang menyebabkan stres psikososial. Hilangnya
kontak sosial dari area pekerjaan membuat lansia pensiunan merasakan
kekosongan. Menurut Budi Darmojo dan Martono (Azizah, 2011). Perubahan
otak akibat proses penuaan menghasilkan eksitasi dan inhibisi dalam sistem
saraf. Bagian korteks otak dapat berperan sebagai inhibitor pada sistem terjaga
dan fungsi inhibisi ini menurun seiring dengan pertambahan usia. Korteks
frontal juga mempengaruhi alat regulasi tidur. Penurunan aliran darah dan
perubahan dalam mekanisme neurotransmiter dan sinapsis memainkan peran
penting dalam perubahan tidur dan terjaga yang dikaitkan dengan faktor
pertambahan usia. Faktor ekstrinsik, seperti pensiun, juga dapat menyebabkan
perubahan yang tiba-tiba pada kebutuhan untuk beraktivitas dan kebutuhan
energi sehari-hari serta mengarah pada perubahan pada kebutuhan tidur.
Keadaan sosial dan psikologis yang terkait dengan faktor kehilangan dapat
menjadi faktor predisposisi terjadinya depresi pada lansia, yang kemudian

Universitas Muhammadiyah Palembang


42

dapat mempengaruhi pola tidur-terjaga lansia. Pola tidur dapat dipengaruhi


oleh lingkungan, bukan seluruhnya akibat proses penuaan. pada penelitian ini
melibatkan sampel dengan hipertensi dan tidak hipertensi sehingga pada
penelitian ini tidak terdapat perbedaan bermakna terhadap tekanan darah dan
denyut nadi pada lansia di panti tresna werdha teratai palembang. Lansia yang
melakukan senam secara teratur dan terus-menerus maka katup-katup jantung
yang tadinya mengalami sklerosis dan penebalan berangsur kembali normal,
miokard tidak terjadi kekakuan lagi, adanya kontraksi otot jantung, isi
sekuncup dan curah jantung tidak lagi mengalami peningkatan. Hal ini
mengakibatkan tekanan darah tidak lagi meningkat atau mengalami penurunan
tekanan darah. Dan dapat mencegah terjadinya penyakit jantung terutama
hipertensi. Keterbatasn penelitian ini adalah pada saat penelitian responden
sulit mengikuti senam lansia dengan baikdan sungguh-sungguh. (Maas, 2011).

Universitas Muhammadiyah Palembang


43

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Ksimpulan
1. Tekanan darah responden sebelum dilakukan senam lansia rata-rata tekanan
darah sistolik sebesar 125.00±21.688mmHg dan diastolik
82.86±12.724mmHg.
2. Tekanan darah responden setelah dilakukan senam lansia rata-rata tekanan
darah sistolik sebesar 122.50±16.245mmHg dan diastolik
78.21±8.630mmHg.
3. Tidak ada pengaruh yang bermakna terhadap tekanan darah pada lansia di
Panti Sosial Tresna Werdha Teratai Palembang.
4. Denyut nadi responden rata-rata sebelum dilakukan senam lansia
76.14±12.625x/menit .
5. Denyut nadi responden rata-rata setelah dilakukan senam lansia
76.54±11.952x/menit
6. Tidak ada pengaruh yang bermakna terhadap denyut nadi pada lansia di
Panti Sosial Tresna Werdha Teratai Palembang.

5.2 Saran
1. Bagi responden
Diharapkan untuk tetap, atau mulai melakukan program latihan fisik ringan
seperti senam lansia dan mengikuti gerakan senam sebaik mungkin.
2. Bagi institusi kesehatan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi rumah sakit untuk
menggunakan hasil penelitian ini sebagai edukasi pengobatan non
farmakologi yaitu olahraga senam lansia secara teratur dalam jangka waktu
lama.

Universitas Muhammadiyah Palembang


44

3. Bagi peneliti selanjutnya


Diharapkan dapat mengembangkan penelitian lebih lanjut mengenai pengaruh
senam lansia terhadap pasien hipertensi di masyarakat.

Universitas Muhammadiyah Palembang


45

LAMPIRAN

Lampiran 1

Pengaruh Senam Lansia Terhadap Tekanan


Darah Dan Denyut Nadi Pada Lansia Di Panti
Sosial Tresna Werdha Teratai Palembang

LEMBAR PENJELASAN KEPADA CALON SUBJEK

Assalamu’alaikum, Saya Sri Nurheppi, Mahasiswa S1 Fakultas Kedokteran


Universitas Muhammadiyah Palembang, akan melakukan penelitian tentang
“Pengaruh SenaLansia Terhadap Tekanan Darah Dan Denyut Nadi Pada Lansia Di
Panti Tresna Werdha Teratai Palembang”
Saya mengajak Saudara/i ikut dalam penelitian ini dengan jangka waktu sekitar
60 menit.
a. Kesukarelaan untuk ikut penelitian
Keikutsertaan Saudara/i dalam penelitian ini adalah bersifat sukarela, dan dapat
menolak untuk ikut dalam penelitian ini atau dapat berhenti sewaktu-waktu
tanpa denda atau sesuatu apapun.
b. Prosedur Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan cara meminta responden untuk melakukan
senam lansia dilakukan 3 kali seminggu selama 5 minggu setiap kali senam
selama 60 menit. Setelah itu responden pada hari pertama sebelum senam
lansia diminta untuk melakukan pemeriksaan tekanan darah dan denyut nadi.
Dan pada hari terakhir senam dilakukan kembali pengukuran tekanan darah dan
denyut nadi.

Universitas Muhammadiyah Palembang


46

c. Risiko dan Efek Samping dan Penanganannya


Tidak ada resiko dan efek samping dalam penelitian ini.
d. Manfaat
Adapun manfaat yang bisa diperoleh dari penelitian ini adalah untuk
menjelaskan kepada masyarakat tentang pentingnya menjaga kesehatan dengan
cara senam lansia.
e. Kerahasiaan
Informasi yang didapatkan dari Saudara/i terkait dengan penelitian ini akan
dijaga kerahasiaanya dan hanya digunakan untuk kepentingan ilmiah (ilmu
pengetahuan).

Saudara/i diberikan kesempatan untuk menanyakan semua hal yang belum jelas
sehubungan dengan penelitian ini.

Universitas Muhammadiyah Palembang


47

Lampiran 2

Pengaruh Senam Lansia Terhadap Tekanan


Darah Dan Denyut Nadi Pada Lansia Di Panti
Sosial Tresna Werdha Teratai Palembang

(INFORMED CONSENT)

Saya yang bertanda tangan di bawah ini


Nama :
Umur :
Jenis Kelamin :
Menyatakan bahwa:

Saya bersedia menjadi responden pada penelitian yang bertujuan untuk


mengetahui Pengaruh Senam Lansia Terhadap Tekanan Darah Dan Denyut Nadi
Pada Lansia Di Panti Sosial Tresna Werdha Teratai Palembang. dilakukan oleh Sri
Nurheppi, Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Palembang.
Semua penjelasan tentang penelitian tersebut telah dijelaskan kepada saya dan
semua pertanyaan saya telah dijawab oleh peneliti.

Palembang November 2018

Responden

Universitas Muhammadiyah Palembang


48

Lampiran 3
Hasil Pengukuran Tekanan Darah Dan Denyut Nadi Sebelum Dan Sesudah
Melakukan Senam.
Hasil Pengukuran Tekanan Darah Dan Denyut Nadi Sebelum Dan Sesudah
Melakukan Senam terhadap 28 respomden, didapatkan hasil sebagai berikut :
a.Hasil Pengukuran Tekanan Darah Sistolik Sebelum Dan Sesudah Melakukan
Senam Lansia

Universitas Muhammadiyah Palembang


49

b. Hasil Pengukuran Tekanan Darah Diastolik Sebelum Dan Sesudah Melakukan


Senam Lansia

Universitas Muhammadiyah Palembang


50

c. Hasil Pengukuran Denyut Nadi Sebelum Dan Sesudah Melakukan Senam Lansia

Universitas Muhammadiyah Palembang


51

Lampiran 4
Hasil Uji t-paired test

hasil uji menggunakan t-paired test mengenai Pengaruh Senam Lansia


Terhadap Tekanan Darah Dan Denyut Nadi Pada Lansia Di Panti Tresna Werdha
Teratai Palembang menunjukkan hasil yang dapat dilihat pada tabel dibawah ini :

a. tekanan darah sistol sebelum dan sesudah dilakukan senam lansia

b. tekanan darah diastol sebelum dan sesudah dilakukan senam lansia

Universitas Muhammadiyah Palembang


52

c. denyut nadi sebelum dan sesudah melakukan senam lansia

Universitas Muhammadiyah Palembang


53

Lampiran 5
Dokumentasi

Universitas Muhammadiyah Palembang


54

Universitas Muhammadiyah Palembang

Anda mungkin juga menyukai