Anda di halaman 1dari 37

BAB I

LAPORAN KASUS

IDENTITAS PRIBADI

NAMA : SITI SUMARLIK

JENIS KELAMIN : Perempuan

USIA : 65 Tahun

AGAMA : Islam

ALAMAT : Dsn. Mlerep Rt.01/Rw.01 Ds. Ketampa

Kuning, Ngusikan, Jombang.

SUKU BANGSA : Jawa

STATUS : Menikah

PEKERJAAN : Ibu Rumah Tangga

TANGGAL MASUK : 17 September 2019

TANGGAL KELUAR :-

ANAMNESIS

Keluhan Utama : Penurunan Kesadaran

Telaah : Pasien datang diantar keluarganya ke

RSUD RA BASOENI dengan keluhan penurunan kesadaran sejak 2 jam

sebelum masuk rumah sakit. Keluarga pasien menemukan pasien dalam

keadaan tergeletak di depan pintu dapur. Nyeri kepala (-), muntah (-),

kejang (-).

Riwayat Penyakit Terdahulu : Hipertensi (+), DM (-), Stroke Ringan (-)

1
Riwayat Penggunaan Obat :-

ANEMNESIS TRAKTUS

Traktus Sirkulatorius : Hipertensi

Traktus Respiratorius : Dalam Batas Normal

Traktus Digestivus : Dalam Batas Normal

Traktus Urogenitalis : Dalam Batas Normal

Penyakit terdahulu & kecelakaan : Hipertensi

Intoksikasi & Obat-obatan : Tidak Dijumpai

ANAMNESIS KELUARGA

Faktor Herediter :-

Faktor Familier :-

Lain-lain :-

PEMERIKSAAN FISIK

PEMERIKSAAN UMUM

Sensorium : koma, GCS (1,2,5)

Tekanaan Darah : 205/105 mmHg

Nadi : 97 x/menit

Frekuensi Nafas : 22 x/menit

Temperatur : 36,7 oC

2
KEPALA DAN LEHER

Bentuk dan posisi : Normocephali

Pergerakan : Normal

Kelainan Panca Indera : Sulit Dinilai

Rongga Mulut dan Gigi : Tidak Dilakukan Pemeriksaan

Kelenjar Parotis : Tidak Dilakukan Pemeriksaan

Desah : Tidak Ada

Dan lain-lain : Tidak Ada

RONGGA DADA DAN ABDOMEN

PARU-PARU

Inspeksi : Simetris kanan=kiri

Palpasi : Sulit dinilai

Perkusi : Sonor di kedua lapang paru

Auskultasi : Vesikuler

ABDOMEN

Inspeksi : Simetris

Palpasi : soeple

Perkusi : Timpani

Auskultasi : Peristaltik usus normal

3
GENITALIA

Toucher : Tidak Dilakukan Pemeriksaan

STATUS NEUROLOGI

SENSORIUM : Koma, GCS (1,2,5)

KRANIUM

Bentuk : Normocephali

Fontanella : Tertutup, Keras

Palpasi : krepitasi (-)

PERANGSANGAN MENINGEAL

Kaku Kuduk :-

Tanda Kernig :-

Tanda Brudzinski I :-

Tanda Brudzinski II :-

PENINGKATAN TEKANAN INTRA KRANIAL

Muntah :-

Sakit Kepala :-

Kejang :-

4
SARAF OTAK/NERVUS KRANIALIS

NERVUS I Meatus Nasi Dextra Meatus Nasi Sinistra

Normosmia : Sulit Dinilai

Anosmia : Sulit Dinilai

Parosmia : Sulit Dinilai

Hiposmia : Sulit Dinilai

NERVUS II Oculi Dextra (OD) Oculi Sinistra

(OS)

Visus : Sulit Dinilai

Lapangan Pandang

 Normal : Sulit Dinilai

 Menyempit : Sulit Dinilai

 Hemianopsia : Sulit Dinilai

Reflek Ancaman : Sulit Dinilai

Fundus Oculi

 Warna : Tidak Dilakukan Pemeriksaan

 Batas : Tidak Dilakukan Pemeriksaan

 Ekscavatio : Tidak Dilakukan Pemeriksaan

 Arteri : Tidak Dilakukan Pemeriksaan

 Vena : Tidak Dilakukan Pemeriksaan

5
NERVUS III, IV, VI Kanan Kiri

Gerakan Bola mata : Sulit Dinilai

Nistagmus : Sulit Dinilai

Pupil

 Lebar : 2mm 2mm

 Bentuk : bulat/isokor bulat/isokor

 Reflek Cahaya Langsung : + +

 Reflek Cahaya Tak Langsung: + +

 Rima Palpebra : DBN DBN

 Deviasi Konjugate : - -

 Fenomena Dolls Eye : + +

 Strabismus : - -

NERVUS V Kanan Kiri

Motorik

 Membuka & Menutup Mulut : Sulit Dinilai

 Palpasi Otot Masetter & Temporalis: Sulit Dinilai

 Kekuatan Gigitan : Sulit Dinilai

Sensorik

 Kulit : Sulit Dinilai

 Selaput Lendir : Sulit Dinilai

Refleks Masetter : Sulit Dinilai


6
Reflek Bersin : Sulit Dinilai

NERVUS VII Kanan Kiri

Motorik

 Mimik : Sulit Dinilai

 Kerut Kening : Sulit Dinilai

 Menutup mata : Sulit Dinilai

 Meniup sekuatnya : Sulit Dinilai

 Memperlihatkan gigi : Sulit Dinilai

 Sudut Mulut : Sudut Mulut Simetris

Sensorik

 Pengecapan 2/3 depan Lidah : Tidak Dilakukan Pemeriksaan

 Produksi Kelenjar Ludah : Sulit Dinilai

 Hiperakusis : Sulit Dinilai

 Reflek Stapedial : Sulit Dinilai

NERVUS VIII Kanan Kiri

Auditirius

 Pendengaran : Tidak Dilakukan Pemeriksaan

 Test Rinne : Tidak Dilakukan Pemeriksaan

 Test Weber : Tidak Dilakukan Pemeriksaan

7
 Test Schwabach : Tidak Dilakukan Pemeriksaan

Vestibularis

 Nistagmus : Tidak Dilakukan Pemeriksaan

 Reaksi Kalori : Tidak Dilakukan Pemeriksaan

 Vertigo : Tidak Dilakukan Pemeriksaan

 Tinnitus : Tidak Dilakukan Pemeriksaan

NERVUS IX, X

Palatum Mole : Sulit Dinilai

Uvula : Sulit Dinilai

Disfagia : Sulit Dinilai

Disartria : Sulit Dinilai

Disfonia : Sulit Dinilai

Reflek Muntah : Sulit Dinilai

Pengecapan 1/3 Belakang Lidah : Sulit Dinilai

NERVUS XI

Mengangkat bahu : Sulit Dinilai

Fungsi Otot SCM : Sulit Dinilai

NERVUS XII

Lidah

8
 Tremor : Sulit Dinilai

 Atrofi : Sulit Dinilai

 Fasikulasi : Sulit Dinilai

Ujung Lidah sewaktu istirahat : Sulit Dinilai

Ujung lidah sewaktu dijulurkan : Sulit Dinilai

SISTEM MOTORIK Kanan Kiri

Trofi : Normotrofi Normotrofi

Tonus Otot : Normotonus Normotonus

Kekuatan Otot : Lateralisasi ke kiri

ESD : SDN ESS: SDN

EID : SDN EIS : SDN

Sikap (duduk, berdiri, berbaring) : Berbaring

Gerakan Spontan Abnormal

 Tremor :-

 Khorea :-

 Ballismus :-

 Mioklonus :-

 Atetosis :-

 Distonia :-

 Spasme :-

 TIC :-

9
 Dan lain-lain :-

TES SENSIBILITAS

Eksteroseptif : Nyeri (TDP), Suhu (TDP), Raba (TDP)

Propioseptif : Gerak (-), Posisi (berbaring), Tekanan

(TDP), Getar (TDP)

Fungsi Kortikal untuk sensibilitas

 Stereognosis : Sulit Dinilai

 Pengenalan dua titik : Sulit Dinilai

 Grafestesia : Sulit Dinilai

REFLEK

Reflek Fisiologis Kanan Kiri

 Biceps : ++ +++

 Triceps : ++ ++

 APR : ++ ++

 KPR : ++ ++

 Strumple : + +

Reflek Patologis Kanan Kiri

 Babinski : - -

 Oppenheim : - -

 Chaddock : - -
10
 Gordon : - +

 Schaefer : - -

 Hoffman-Tromner : + -

Reflek Primitif : Tidak Dilakukan Pemeriksaan

KOORDINASI

Lenggang : Sulit Dinilai

Bicara : Sulit Dinilai

Menulis : Sulit Dinilai

Percobaan Apraksia : Sulit Dinilai

Mimik : Sulit Dinilai

Tes Telunjuk-Telunjuk : Sulit Dinilai

Test Telunjuk-Hidung : Sulit Dinilai

Diadokokhinesia : Sulit Dinilai

Test Tumit-Lutut : Sulit Dinilai

Test Romberg : Sulit Dinilai

VEGETATIF

Vasomotorik : Tidak Dilakukan Pemeriksaan

Sudomotorik : Berkeringat

Pilo-erektor : Tidak Dilakukan Pemeriksaan

Miksi :+

Defekasi :+
11
Potensi dan Libido : Tidak Dilakukan Pemeriksaan

VERTEBRA

Bentuk

 Normal :+

 Scoliosis :-

 Hiperlordosis :-

Pergerakan

 Leher :-

 Pinggang :-

TANDA PERANGSANGAN RADIKULER

Laseque :-

Cross Laseque :-

Test Lhermitte :-

Test Naffziger :-

GEJALA-GEJALA SEREBELAR

Ataksia :-

Disatria :-

Tremor :-

Nistagmus :-

12
Fenomena rebound :-

Vertigo :-

Dan lain-lain :-

GEJALA-GEJALA EKSTRAPIRAMIDAL

Tremor :-

Rigiditas :-

Bradikinesia :-

Dan lain-lain :-

FUNGSI LUHUR

Kesadaran Kuantitatif : Koma

Ingatan Baru : Sulit Dinilai

Ingatan Lama : Sulit Dinilai

Orientasi

 Diri : Sulit Dinilai

 Tempat : Sulit Dinilai

 Waktu : Sulit Dinilai

 Situasi : Sulit Dinilai

Intelegensia : Sulit Dinilai

Daya pertimbangan : Sulit Dinilai

Reaksi emosi : Sulit Dinilai

Afasia

13
 Ekspresif : Sulit Dinilai

 Represif : Sulit Dinilai

Apraksia : Sulit Dinilai

Agnosia

 Agnosia visual : Sulit Dinilai

 Agnosia jari-jari : Sulit Dinilai

 Akalkulia : Sulit Dinilai

 Disorientasi kanan-kiri : Sulit Dinilai

PEMERIKSAAN PENUNJANG

LABORATURIUM

Jenis pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Rujukan

HEMATOLOGI

Darah Rutin

Hemoglobin 11,6 g/dl 12-16


Hitung eritosit 4.47 10^6/μL 3.9-5.6
Hitung Leukosit 15.100 /μL 4.000-11.000
Hematokrit 35.5 % 36-47
Hitung Trombosit 287.000 /μL 150.000-450.000
Indek eritrosit

MCV 79 fL 80-96
MCH 26 Pg 27-31
MCHC 32.9 % 30-34

14
Hitung Jenis Leukosit

Eusinofil 0.4 % 0.0-0.9


Basofil 0.1 % 0.0-0.2
N.Stab - % 2-6
N. Segmen 88.1 % 28-78
Limfosit 0.9 % 0.7-5.1
Monosit 0.5 % 0.0-0.9
Laju Endap Darah - mm/jam 0-20

KIMIA KLINIK

Glukosa Darah

Glukosa Darah Sewaktu 139 mg/dL <140

Fungsi Ginjal

Ureum 18 mg/dL 20-40

Kreatinin 0.6 mg/dL 0.6-1.1

Elektrolit

Natrium (Na) - mEq/L 135-155

Kalium (K) - mEq/L 3.5-5.5

Chloride (Cl) - mEq/L 98-106

Fungsi hati

Bilirubin total - mg/dl 0.3~1

Bilirubin direk - mg/dl <0.25

AST (SGOT) 18 U/I <40

ALT (SGPT) 14 U/I <40

15
ECG

FOTO THORAX (terbacakan)

16
KESIMPULAN PEMERIKSAAN

Keluhan Utama : Penurunan Kesadaran

Telaah: Pasien datang diantar keluarganya ke RSUD RA BASOENI dengan

keluhan penurunan kesadaran sejak 2 jam sebelum masuk rumah sakit.

Keluarga pasien menemukan pasien dalam keadaan tergeletak di depan

pintu dapur. Nyeri kepala (-), muntah (-), kejang (-).

Riwayat Penyakit Terdahulu : Hipertensi (+), DM (-), Stroke Ringan (-)

Tanda Perangsangan Meningeal : (-)

Pemeriksaan Tanda Vital : TD: 205/105 mmHg, HR :97 x/i

Pemeriksaan Tonus Otot didapatkan didapatkan lateralisasi ke kiri.

Pemeriksaan Refleks Patologis didapatkan Gordon (+) pada kaki sebelah kiri,

dan Hoffman tromer pada lengan sebelah kanan.

Pemeriksaan Penunjang, Darah rutin didapatkan peningkatan leukosit sebesar

15.100/µL, Foto thorax didapatkan kesan kardiomegali.

DIAGNOSIS

DIAGNOSIS FUNGSIONAL : Hemiparese Sinistra

DIAGNOSIS ETIOLOGIK : susp. Aneurisma

DIAGNOSIS ANATOMIK : Sub Korteks

DIAGNOSIS KERJA : Hemiparese sinistra e.c dd

1. Stroke Hemoragik,

2. Stroke Iskemik

17
PENATALAKSANAAN

- O2 masker 4-6 lpm

- NGT dan Kateter terpasang

- IVFD RL 15 gtt/i

- Inj. Mecobalamin 3x1 amp

- Inj. Ranitidin 2x1amp

- Inj. Piracetam 3x3gr

- Inj. Manitol 5x100cc

- Inj. Antrain 3x1amp

18
FOLLOW UP

TD HR RR T
TANGGAL GCS KETERANGAN
(mmHg) (x/i) (x/i) (oC)

17/9/2019 1,2,5 205/105 97 22 36,7 - IVFD RL 15 gtt/i

- Inj. Mecobalamin

3x1 amp

- Inj. Ranitidin

2x1amp

- Inj. Piracetam

3x3gr

- Inj. Manitol

5x100cc

- Inj. Antrain

3x1amp

18/9/2019 1,1,1 237/99 114 20 38,2 Terapi lanjutkan

19/9/2019 1,1,1 - - - - Px upnea, tensi tidak

terukur, nadi tidak teraba,

pupil midriasis maksimal,

px dinyatakan meninggal

jam 07.50 WIB

19
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Stroke

2.1.1. Definisi Stroke

Menurut World Health Organization (WHO), stroke adalah suatu tanda

klinis yang berkembang cepat akibat gangguan fokal atau global dengan gejala-

gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih dan dapat menyebabkan

kematian tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain vaskuler. Sekitar 80%

sampai 85% stroke adalah stroke iskemik,yang terjadi akibat obstruksi atau

bekuan disatu atau lebih arteri besar pada sirkulasi serebrum.

2.1.2. Anatomi Pembuluh Darah Otak

Menurut American Heart Association (AHA) dalam Family Guide to

Stroke, otak adalah organ manusia yang kompleks. Setiap area dari otak

mempunyai fungsi khusus. Otak merupakan organ tubuh yang ikut berpartisipasi

pada semua kegiatan tubuh, yang dapat berupa bergerak, merasa, berfikir,

berbicara, emosi, membaca, menulis, berhitung, melihat, mendengar, dan lain-

lain. Bila bagian-bagian dari otak ini terganggu, misalnya suplai darah

berkurang, maka tugasnya pun dapat terganggu.

Otak membutuhkan banyak oksigen. Berat otak hanya 2,5% dari berat

badan seluruhnya, namun oksigen yang dibutuhkan hampir mencapai 20% dari

kebutuhan badan seluruhnya. Oksigen ini diperoleh dari darah. Pada keadaan

normal, darah yang mengalir ke otak (CBF = Cerebro Blood Flow) adalah 50-60

20
ml/100 g otak/menit. Ada 3 selaput yang melapisi otak, yaitu duramater, araknoid

dan pia mater.

Suplai darah ke otak melalui dua pasang arteri, yaitu arteri vertebralis

(kanan dan kiri) dan arteri karotis interna (kanan dan kiri). Arteri vertebralis

menyuplai darah ke area belakang dan area bawah dari otak, sampai di

tempurung kepala dan arteri karotis interna menyuplai darah ke area depan dan

area atas otak.

Cabang-cabang dari arteri vertebralis dan arteri karotis interna bersatu

membentuk sirkulus willisi. Sistem ini memungkinkan pembagian darah di dalam

kepala untuk mengimbangi setiap gerakan leher jika aliran darah dalam salah

satu pembuluh nadi leher mengalami kegagalan.

Gambar 2.1 Sirkulus Willisi

21
Ada dua hemisfer serebri (belahan otak), yaitu hemisfer serebri sinistra

(kiri) dan hemisfer serebri dextra (kanan). Hemisfer serebri sinistra (kiri)

berfungsi dalam mengendalikan gerakan sisi kanan tubuh, seperti berbicara,

berhitung dan menulis, sedangkan hemisfer serebri dextra (kanan) berfungsi

dalam mengendalikan gerakan sisi kiri tubuh, seperti perasaan, kemampuan seni,

keterampilan dan orientasi.

2.1.3 Klasifikasi Stroke

a. Stroke non hemoragik ( cerebral infarction )

 TIA (Transient Ischemic Attack)

 RIND (Reversible Ischemic Neurologic Deficit)

 Progressing stroke = stroke in evolusion

 Complete stroke

b. Stroke hemoragik.

 PSD (Perdarahan Sub Dural )

 PSA (Perdarahan Sub Araknoid )

 PIS (Perdarahan Intra Serebral )

2.2. Stroke Hemoragik

2.2.1. Definisi Stroke Hemoragik

Stroke hemoragik disebabkan oleh perdarahan ke dalam jaringan otak

(disebut hemoragia intraserebrum atau hematom intraserebrum) atau kedalam

ruang subaraknoid, yaitu ruang sempit antara permukaan otak dan lapisan
22
jaringan yang menutupi otak (disebut hemoragia subaraknoid). Ini adalah jenis

stroke yang paling mematikan dan merupakan sebagian kecil dari stroke total

yaitu 10-15% perdarahan intraserebrum dan sekitar 5% untuk perdarahan

subaraknoid.

Stroke hemoragik merupakan 15% sampai 20% dari semua stroke,

dapat terjadi apabila lesi vaskular intraserebrum mengalami ruptur sehingga

terjadi perdarahan ke dalam ruang subaraknoid atau langsung ke dalam jaringan

otak. Sebagian dari lesi vascular yang dapat menyebabkan perdarahan

subaraknoid (PSA) adalah aneurisma sakular dan malformasi arteriovena (MAV).

2.2.2. Klasifikasi Stroke Hemoragik

a. Perdarahan Sub Dural (PSD)

Perdarahan subdural terjadi diantara duramater dan araknoid.

Perdarahan dapat terjadi akibat robeknya vena jembatan (bridging veins) yang

menghubungkan vena di permukaan otak dan sinus venosus di dalam dura mater

atau karena robeknya araknoid.

b. Perdarahan Sub Araknoid (PSA)

Perdarahan Subaraknoid (PSA) adalah keadaan akut dimana

terdapatnya/masuknya darah ke dalam ruangan subaraknoid, atau perdarahan

yang terjadi di pembuluh darah di luar otak, tetapi masih di daerah kepala seperti

di selaput otak atau bagian bawah otak. PSA menduduki 7-15% dari seluruh

kasus Gangguan Peredaran Darah Otak (GPDO). PSA paling banyak disebabkan

oleh pecahnya aneurisma (50%).

23
c. Perdarahan Intra Serebral (PIS)

Perdarahan Intraserebral (PIS) adalah perdarahan yang primer berasal dari

pembuluh darah dalam parenkim otak dan bukan disebabkan oleh trauma, dimana

70% kasus PIS terjadi di kapsula interna, 20% terjadi di fosa posterior (batang

otak dan serebelum) dan 10% di hemisfer (di luar kapsula interna). PIS

terutama disebabkan oleh hipertensi (50-68%). Angka kematian untuk perdarahan

intraserebrum hipertensif sangat tinggi, mendekati 50%. Perdarahan yang terjadi

diruang supratentorium (diatas tentorium cerebeli) memiliki prognosis yang

baik apabila volume darah sedikit. Namun, perdarahan kedalam ruang

infratentorium didaerah pons atau cerebellum memiliki prognosis yang jauh lebih

buruk karena cepatnya timbul tekanan pada struktur–struktur vital dibatang otak.

2.3. Epidemiologi Stroke Hemoragik

2.3.1. Distribusi Frekuensi Stroke Hemoragik

Di Amerika Serikat, sekitar 28% penderita stroke berusia lebih dari

65 tahun. Hasil penelitian Aliah A. dan Widjaja D. di empat Rumah Sakit di

Makasar (2000) dengan desain Case Series diperoleh bahwa proporsi penderita

stroke pada kelompok umur < 40 tahun sebesar 3%, kelompok umur 40-49 tahun

sebesar 20%, kelompok umur 50-59 tahun sebesar 26%, kelompok umur 60-69

tahun sebesar 41% dan kelompok umur ≥ 70 tahun sebesar 10%. Jumlah

penderita stroke laki-laki sebanyak 58 orang dan penderita stroke wanita

sebanyak 42 orang. Menurut WHO (2005), stroke menjadi penyebab kematian

dari 5,7 juta jiwa diseluruh dunia dan diperkirakan meningkat menjadi 6,5 juta

24
penderita pada tahun 2015 dan 7,8 juta penderita pada tahun 2030. Berdasarkan

penelitian Wiwid di Rumah Sakit Stroke Nasional Bukit Tinggi Tahun 2005-

2007, menunjukkan bahwa jumlah penderita stroke hemoragik tahun 2005

sebanyak 66 0rang, tahun 2006 sebanyak 54 orang, tahun 2007 sebanyak 59

orang.

2.3.2. Faktor Risiko Stroke Hemoragik

Faktor risiko stroke adalah faktor yang menyebabkan seseorang menjadi

lebih rentan atau mudah terkena stroke, antara lain :

a. Usia

Usia merupakan faktor risiko yang paling penting bagi semua stroke.

Insiden stroke meningkat secara eksponsial dengan bertambahnya usia.

Setelah umur 55 tahun risiko stroke iskemik meningkat 2 kali lipat setiap 10

tahun (risiko relatif).

b. Jenis Kelamin

Pada pria memiliki kecendrungan lebih besar untuk terkena

stroke dibandingkan dengan wanita, dengan perbandingan 2:1. Walaupun para

pria lebih rawan dari pada wanita pada usia yang lebih muda, tetapi para wanita

akan menyusul setelah usia mereka mencapai menopause. Hasil-hasil penelitian

menyatakan bahwa hormon berperan dalam hal ini, yang melindungi para

wanita sampai mereka melewati masa-masa melahirkan anak.

c. Ras / Suku Bangsa

Orang kulit hitam lebih banyak menderita stroke dari pada orang kulit

putih. Hal ini disebabkan oleh pengaruh lingkungan dan gaya hidup.
25
d. Riwayat Keluarga dan genetika

Kelainan turunan sangat jarang menjadi penyebab langsung stroke.

Namun, gen memang berperan besar dalam beberapa faktor risiko stroke,

misalnya hipertensi, penyakit jantung, diabetes, dan kelainan pembuluh

darah.

e. Riwayat Stroke

Bila seseorang telah mengalami stroke, hal ini akan meningkatkan

terjadinya serangan stroke kembali/ulang. Dalam waktu 5 tahun, kemungkinan

akan terjadi stroke kembali sebanyak 35-42%.

f. Diabetes Mellitus

Gula darah yang tinggi dapat mengakibatkan kerusakan endotel pembuluh

darah yang berlangsung secara progresif. Pada orang yang menderita Diabetes

Mellitus risiko untuk terkena stroke 1,5-3 kali lebih besar (risiko relatif).

g. Hipertensi

Hipertensi sering disebut sebagai penyebab utama terjadinya stroke. Hal

ini disebabkan peningkatan tekanan darah dapat menyebabkan pecahnya

pembuluh darah.

26
2.4 Patofisiologi Stroke Hemoragik

Gambar 2.4.1 Stroke Hemoragik

1. Perdarahan Intra cerebral

Pecahnya pembuluh darah otak terutama karena hipertensi mengakibatkan

darah masuk ke dalam jaringan otak, membentuk massa atau hematom yang

menekan jaringan otak dan menimbulkan oedema di sekitar otak. Peningkatan

TIK yang terjadi dengan cepat dapat mengakibatkan kematian yang mendadak

karena herniasi otak. Perdarahan intracerebral sering dijumpai didaerah putamen,

thalamus, subkortikal, nucleus caudatus, pons, dan cerebellum. Hipertensi kronis

mengakibatkan perubahan struktur dinding pembuluh darah berupa lipohyalinosis

atau nekrosis fibrinoid.

2. Perdarahan Subarachnoid

Pecahnya pembuluh darah karena aneurisma atau MVA. Aneurisma paling

sering didapat pada percabangan pembuluh darah besar di Sirkulus Wilisi. MVA
27
dapat dijumpai pada jaringan otak dipermukaan piamater dan vertikel otak

ataupun didalam ventrikel otak dan ruang subarachnoid. Pecahnya arteri dan

keluarnya darah ke ruang subarachnoid mengakibatkan terjadinya peningkatan

TIK yang mendadak, meregangnya struktur peka nyeri, sehingga timbul nyeri

kepala hebat. Sering dijumpai kaku kuduk dan tanda-tanda rangsangan selaput

otak lainnya. Peningkatan TIK yang mendadak juga mengakibatkan perdarahan

subarachnoid pada retina dan penurunan kesadaran. Perdarahan subarachnoid

dapat mengakibatkan vasospasme pembuluh darah sereberal. Vasospasme ini

sering terjadi 3-5 hari setelah timbulnya perdarahan, mencapai puncaknya hari ke

5-9 dan dapat menghilang setelah minggu ke 2-5. Timbulnya vasospasme diduga

karena interaksi antara bahan-bahan yang berasal dari darah dan dilepaskan

kedalam cairan serebrospinal dengan pembuluh arteri di ruang subarachnoid.

Vasospasme ini dapat mengakibatkan disfungsi otak global (nyeri kepala,

penurunan kesadaran) maupun fokal (hemiparase, gangguan hemisensorik, afasia,

dan lain-lain). Otak dapat berfungsi jika kebutuhan O2 dan glukosa otak dapat

terpenuhi. Energi yang dihasilkan didalam sel saraf hamper seluruhnya melalui

proses oksidasi. Otak tidak punya cadangan O2 jadi kerusakan, kekurangan aliran

darah otak walaupun sebentar akan menyebabkan gangguan fungsi. Demikian

pula dengan kebutuhan glukosa sebagai bahan bakar metabolism otak, tidak boleh

kurang dari 20 mg% karena akan menimbulkan koma. Kebutuhan glukosa

sebanyak 25 mg% dari kebutuhan glukosa tubuh, sehingga bila kadar glukosa

plasma turun sampai 70% akan terjadi gejala disfungsi serebral. Pada saat otak

28
hipoksia, tubuh berusaha memenuhi O2 melalui metabolik anaerob yang dapat

menyebabkan dilatasi pembuluh darah otak.

2.5. Gejala Stroke Hemoragik

2.5.1. Perdarahan Sub Dural

Gejala-gejala perdarahan sub dural adalah nyeri kepala progresif,

ketajaman penglihatan mundur akibat edema papil yang terjadi, tanda-

tanda defisiensi neorologik daerah otak yang tertekan.

2.5.2. Perdarahan Sub Araknoid

a. Gejala prodormal : nyeri kepala hebat dan akut hanya 10%, 90%

tanpa keluhan sakit kepala.

b. Kesadaran sering terganggu, dari tidak sadar sebentar, sedikit delirium

sampai koma.

c. Fundus okuli : 10% penderita mengalami papil edema beberapa jam

setelah perdarahan.

d. Gangguan fungsi saraf otonom, mengakibatkan demam setelah 24 jam

karena rangsangan meningeal, muntah, berkeringat, menggigil, dan

takikardi.

e. Bila berat, maka terjadi ulkus peptikum disertai hamtemesis dan

melena (stress ulcer), dan sering disertai peningkatan kadar gula darah,

glukosuria dan albuminuria.

29
2.5.3. Perdarahan Intra Serebral

Gejala prodormal tidak jelas, kecuali nyeri kepala karena hipertensi.

Serangan seringkali di siang hari, waktu bergiat atau emosi/marah. Pada

permulaan serangan sering disertai dengan mual, muntah dan hemiparesis.

Kesadaran biasanya menurun dan cepat masuk koma (65% terjadi kurang dari

setengah jam, 23% antara ½-2 jam, dan 12% terjadi setelah 2 jam sampai 19 hari).

2.6. Letak Perdarahan Stroke Hemoragik

2.6.1. Hemisfer Serebri

Hemisfer serebri dibagi menjadi dua belahan, yaitu hemisfer serebri

sinistra kiri) dan hemisfer serebri dextra (kanan). Hemisfer serebri kiri

mengendalikan kemampuan memahami dan mengendalikan bahasa serta

berkaitan dengan berpikir ”matematis” atau ”logis”, sedangkan hemisfer

serebri dextra berkaitan dengan ketrampilan, perasaan dan kemampuan seni.

2.6.2. Ganglion Basalis

Fungsional peranan umum ganglion basal adalah untuk bekerja

sebagai stasiun-stasiun pemrosesan yang menghubungkan korteks serebrum

dengan nukleus- nukleus thalamus tertentu dan akhirnya berproyeksi ke korteks

serebrum. Kerusakan pada ganglion basalis akan mengakibatkan penderita

mengalami kesukaran untuk memulai gerak yang diingini.

2.6.3. Batang Otak

Batang otak adalah bagian otak yang masih tersisa setelah hemisfer

serebri dan serebelum diangkat. Medula oblongota, pons dan otak tengah
30
merupakan bagian bawah atau bagian infratentorium batang otak. Kerusakan pada

batang otak akan mengakibatkan gangguan berupa nyeri, suhu, rasa kecap,

pendengaran, rasa raba, raba diskriminatif, dan apresiasi bentuk, berat dan

tekstur.

2.6.4. Serebelum

Serebelum terbagi menjadi tiga bagian, yaitu archiserebelum berfungsi

untuk mempertahankan agar seseorang berorientasi terhadap ruangan. Kerusakan

pada daerah ini akan mengakibatkan ataxia tubuh, limbung dan terhuyung-

huyung. Paleoserebelum, mengendalikan otot-otot antigravitas dari tubuh, apabila

mengalami kerusakan akan menyebabkan peningkatan reflex regangan pada

otot-otot penyokong. Neoserebelum, berfungsi sebagai pengerem pada gerakan

dibawah kemauan, terutama yang memerlukan pengawasan dan penghentian,

serta gerakan halus dari tangan. Kerusakan pada neoserebelum akan

mengakibatkan dysmetria, intenton tremor dan ketidakmampuan untuk

melakukan gerakan mengubah-ubah yang cepat.

2.7. Tindakan Medis Stroke Hemoragik

Tindakan medis pada stroke hemoragik ditujukan agar penderita tetap

hidup dengan harapan pendarahan dapat berhenti secara spontan. Sekali terjadi

pendarahan maka terapi medikanmentosa tidak dapat menghentikannya. Tindakan

medis yang dilakukan pada penderita stroke hemoragik meliputi :

31
2.7.1. Tindakan Operatif

Pertimbangan untuk melakukan operasi biasanya bila perdarahan berada

di daerah superficial (lobar) hemisfer serebri atau perdarahan sereberal.

Penentuan waktu untuk operasi masih bersifat kontroversial. Berdasarkan data

mortalitas pasca operasi, disimpulkan bahwa waktu untuk operasi adalah antara 7-

9 pasca perdarahan. Tindakan operasi segera setelah terjadi perdarahan

merupakan tindakan berbahaya karena terjadinya retraksi otak yang dalam

keadaan membengkak. Sementara itu tindakan operasi yang dini dapat

menimbulkan komplikasi iskemi otak.

2.7.2. Tindakan Konservatif

a. Pencegahan peningkatan tekanan intrakranial lebih lanjut.

Upaya pencegahan peningkatan tekanan intrakranial (TIK) lebih lanjut

adalah pengendalian hipertensi dan pengobatan kejang. Hipertensi yang menetap

akan meningkatkan edema otak dan TIK. Pengendalian hipertensi harus hati-hati

karena apabila terjadi hipotensi maka otak akan terancam iskemia dan

kerusakan neuron. Pada stroke hemoragik akut pemberian obat antihipertensi

diberikan apabila tekanan darah sistol > 200 mmHg atau tekanan darah diastol >

110 mmHg atau MAP >130 mmHg, tekanan darah diturunkan dengan

menggunakan obat anti hipertensi Intra Vena kontinyu dipantau setiap 5 menit.

Tetapi jika sudah lebih dari fase akut maka obat anti hipertensi harus diberikan.

Kejang biasanya terjadi pada perdarahan otak sehingga pemberian anti konpulsan

secara rutin tidak dianjurkan. Pada hiperglikemia tidak diajurkan untuk diberi

difenilhidantoin karena glukosa darah akan meninggi dan kejang tidak terkontrol.

32
Secara umum antikonfulson yang dianjurkan adalah difenilhidantoin (bolus

intravena) dan diazepam.

b. Pengendalian peningkatan tekanan intrakranial.

Secara umum terapi untuk hipertensi intrakranial meliputi hiperventilasi,

diuretika, dan kortikosteroid. Hipertventilasi paling efektif untuk menurunkan

hipertensi intrakranial secara cepat, biasanya dalam beberapa menit untuk

mencapai tingkat hipokapnia antara 25-30 mmHg.

Urea intravena (0,30 gr/Kg BB), atau lebih umum dipakai manitol (0,25-

1,0 gr/Kg BB) dapat menurunkan TIK secara cepat, sering diberikan bersama-

sama dengan hiperventilasi pada kasus herniasi otak yang mengancam.

2.8. Diagnosis Stroke

Konsensus Nasional Pengelolaan Stroke di Indonesia 1999

mengemukakan bahwa diagnosis dapat ditegakkan dengan melakukan anamnesis,

pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.

2.8.1. Anamnesis

Anamnesis dapat dilakukan pada penderita sendiri, keluarga yang

mengerti tentang penyakit yang diderita. Anamnesis dilakukan dengan

mengetahui riwayat perjalanan penyakit, misalnya waktu kejadian, penyakit

lain yang diderita, faktor- faktor risiko yang menyertai stroke.

33
2.8.2. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik yang dilakukan antara lain : pemeriksaan fisik umum

(yaitu pemeriksaan tingkat kesadaran, suhu, denyut nadi, anemia, paru dan

jantung), pemeriksaan neurologis dan neurovaskuler.

2.8.3. Pemeriksaan Penunjang

Kemajuan teknologi kedokteran memberi kemudahan untuk membedakan

antara stroke hemoragik dan stroke iskemik diantaranya : Computerized

Tomograph scanning (CT Scan), Cerebral angiografi, Elektroensefalografi

(EEG), Magnetic Resonance Imaging (MRI), Elektrokardiografi (EKG),

pemeriksaan laboratorium dan lainnya.

2.9. Letak Kelumpuhan

2.9.1. Kelumpuhan Sebelah Kiri (Hemiparese Sinistra)

Kerusakan pada sisi sebelah kanan otak (Hemispere kanan otak) yang

menyebabkan kelumpuhan tubuh bagian kiri. Pasien dengan kelumpuhan sebelah

kiri sering memperlihatkan ketidakmampuan persepsi visuomotor, kehilangan

memori visual dan mengabaikan sisi kiri. Penderita memberikan perhatian

hanya kepada sesuatu yang berada dalam lapang pandang yang dapat dilihatnya.

2.9.2. Kelumpuhan Sebelah Kanan (Hemiparese Dextra)

Kerusakan pada sisi sebelah kiri otak (Hemispere Kiri Otak) yang

menyebabkan kelumpuhan tubuh bagian kanan. Penderita ini biasanya

mempunyai kekurangan dalam komunikasi verbal. Namun persepsi dan memori


34
visuomotornya sangat baik, sehingga dalam melatih perilaku tertentu harus

dengan cermat diperlihatkan tahap demi tahap secara visual. Dalam komunikasi

kita harus lebih banyak menggunakan body language (bahasa tubuh).

2.9.3. Kelumpuhan Kedua Sisi (Paraparese)

Karena adanya sclerosis pada banyak tempat, penyumbatan dapat terjadi

pada dua sisi yang mengakibatkan kelumpuhan satu sisi dan diikuti sisi lain.

Timbul gangguan psedobulber (biasanya hanya pada vaskuler) dengan tanda-

tanda hemiplegi dupleks, sukar menelan, sukar berbicara dan juga mengakibatkan

kedua kaki sulit untuk digerakkan dan mengalami hiperaduksi.

2.10. Pencegahan Stroke

2.10.1. Pencegahan Premordial

Tujuan pencegahan premordial adalah mencegah timbulnya faktor risiko

bagi individu yang belum mempunyai faktor risiko. Pencegahan premordial dapat

dilakukan dengan cara melakukan promosi kesehatan, seperti berkampanye

tentang bahaya rokok terhadap stroke dengan membuat selebaran atau poster

yang dapat menarik perhatian masyarakat.

Selain itu, promosi kesehatan lain yang dapat dilakukan adalah program

pendidikan kesehatan masyarakat, dengan memberikan informasi tentang

penyakit stroke hemoragik melalui ceramah, media cetak, media elektronik.

35
2.10.2. Pencegahan Primer

Tujuan pencegahan primer adalah mengurangi timbulnya faktor risiko

stroke bagi individu yang mempunyai faktor risiko tetapi belum menderita

stroke dengan cara melaksanakan gaya hidup sehat bebas stroke, antara lain:

a. Menghindari merokok, stres mental, alkohol, kegemukan, konsumsi

garam berlebihan, obat-obatan golongan amfetamin, kokain dan

sejenisnya.

b. Mengurangi kolesterol, lemak dalam makanan seperti jerohan,

daging berlemak, goreng-gorengan.

c. Mengatur pola makan yang sehat seperti kacang-kacangan, susu dan

kalsium, ikan, serat, vitamin yang diperoleh dari makanan dan bukan

suplemen (vit C, E, B6, B12 dan beta karoten), teh hijau dan teh hitam

serta buah-buahan dan sayur-sayuran.

d. Mengendalikan faktor risiko stroke, seperti hipertensi, diabetes

mellitus, penyakit jantung dan lain-lain.

e. Menganjurkan konsumsi gizi yang seimbang dan berolahraga secara

teratur, minimal jalan kaki selama 30 menit, cukup istirahat dan check

up kesehatan secara teratur minimal 1 kali setahun bagi yang berumur 35

tahun dan 2 kali setahun bagi yang berumur di atas 60 tahun.

2.10.3. Pencegahan Sekunder

Untuk pencegahan sekunder, bagi mereka yang pernah mendapat

stroke, dianjurkan :

a. Hipertensi : diet, obat antihipertensi yang sesuai


36
b. Diabetes melitus : diet, obat hipoglikemik oral/ insulin

c. Penyakit jantung aritmik nonvalvular (antikoagulan oral)

d. Dislipidemia : diet rendah lemak dan obat

antidislipidemia

e. Berhenti merokok

f. Hindari alkohol, kegemukan dan kurang gerak

g. Polisitemia

h. Asetosal (asam asetil salisilat) digunakan sebagai obat antiagregasi

trombosit pilihan pertama. Tiklopidin diberikan pada penderita yang

tidak tahan asetosal.

i. Antikoagulan oral diberikan pada penderita dengan faktor risiko

penyakit jantung dan kondisi koagulopati yang lain

j. Tindakan bedah lainnya.

2.10.4. Pencegahan Tertier

Meliputi program rehabilitasi penderita stroke yang diberikan setelah

terjadi stroke. Rehabilitasi meningkatkan kembali kemampuan fisik dan mental

dengan berbagai cara. Tujuan program rehabilitasi adalah memulihkan

independensi atau mengurangi ketergantungan sebanyak mungkin. Cakupan

program rehabilitasi stroke dan jumlah spesialis yang terlibat tergantung pada

dampak stroke atas pasien dan orang yang merawat.

37

Anda mungkin juga menyukai