Anda di halaman 1dari 25

REFERAT

GLAUKOMA NEOVASKULAR

Disusun oleh :
Riyanti Devi W N (406181066)

Pembimbing
dr. Nanik Sri Mulyani, Sp.M

Kepanitraan Klinik Ilmu Mata


RSUD K.R.M.T Wongsonegoro Semarang
Periode 05 Agustus – 08 September 2019
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Jakarta
2019
LEMBAR PENGESAHAN

Nama mahasiswa : Riyanti Devi W N


NIM : 406181066
Bagian : Kepanitraan Klinik Ilmu Mata
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode : 05 Agustus – 08 September 2019
Judul : Glaukoma Neovaskular
Pembimbing : dr. Nanik Sri Mulyani, Sp.M

Telah diperiksa dan disahkan pada tanggal: …. Agustus 2019


Sebagai salah satu syarat dalam mengikuti dan menyelesaikan Kepanitraan Klinik Ilmu Mata
di RSUD K.R.M.T Wongsonegoro Semarang.

Semarang, …. Agustus 2019

dr. Nanik Sri Mulyani, Sp.M


NIP. 19580930 198610 2 001

ii
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 05 Agustus – 08 September 2019
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL............................................................................ i
LEMBAR PENGESAHAN……………………………………………. ii
DAFTAR ISI............................................................................................ iii
DAFTAR GAMBAR…………………………………………………... iv
KATA PENGANTAR…………………………………………………. v
BAB I. PENDAHULUAN....................................................................... 1
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA............................................................. 2
2.1 DEFINISI............................................................................................ 2
2.2 ANATOMI......................................................................................... 2
2.3 EPIDEMIOLOGI............................................................................... 6
2.4 ETIOLOGI ...................................................................................... 6
2.5 PATOFISIOLOGI ........................................................................... 7
2.6 GEJALA KLINIS........................................................................... 7
2.7 PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK....................................................... 8
2.7.1 ANAMNESIS……………………………………………… 8
2.7.2 PEMERIKSAAN FISIK…………………………………… 8
2.8 PEMERIKSAAN PENUNJANG…...........……………………….. 10
2.9 DIAGNOSIS BANDING................................................................. 12
2.10 PENATALAKSANAAN................................................................. 16
2.11 KOMPLIKASI................................................................................. 17
2.12 PROGNOSIS................................................................................... 17
BAB III. KESIMPULAN........................................................................ 18
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................. 19

iii
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 05 Agustus – 08 September 2019
DAFTAR GAMBAR

GAMBAR1 Kavum Orbita...................................................................... 3


GAMBAR 2 Mata Tampak anterior..………………………………….. 4
GAMBAR 3 Selulitis Orbita mata kiri…………………………………. 8
GAMBAR 4 Selulitis Orbita……………………………………………. 9
GAMBAR 5 Selulitis Orbita pada pasien anak 3 tahun………………… 9
GAMBAR 6 Selulitis Orbita pada pasien dewasa………………………. 9
GAMBAR 7 Swab konjungtiva…………………………………………. 10
GAMBAR 8 Pewarnaan gram kuman Streptococcus sp………………… 10
GAMBAR 9 Pewarnaan gram kuman Staph. Aureus…….……………… 10
GAMBAR 10 Pewarnaan gram kuman H. influenzae………..…………. 10
GAMBAR 11 CT Scan selulitis orbita………………………………….. 11
GAMBAR 12 MRI Selulitis orbita……………………………………… 11
GAMBAR 13 Selulitis preseptal……………………………..……….…… 13
GAMBAR 14 Rhabdomiosarkoma……………………..……..……….…… 13
GAMBAR 15 Pseudotumor…………………………….……..……….…… 14
GAMBAR 16 CT scan kontras mata kiri potongan sagital…...……….…… 15
GAMBAR 17 MRI selulitis Orbita ……..……….………………………..… 15

iv
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 05 Agustus – 08 September 2019
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas segala nikmat,
rahmat, dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan referat yang berjudul
“Glaukoma Neovaskular” dengan baik dan tepat waktu.
Referat ini disusun dalam rangka memenuhi tugas Kepaniteraan Ilmu Klinik Mata
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara di Rumah Sakit RSUD K.R.M.T
Wongsonegoro Semarang periode 05 Agustus – 08 September 2019. Di samping itu, referat ini
ditujukan untuk menambah pengetahuan bagi kita semua tentang Glaukoma Neovaskular.
Melalui kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar – besarnya
kepada dr. Nanik Sri Mulyani, Sp.M selaku pembimbing dalam penyusunan referat ini, serta
kepada dokter – dokter pembimbing lain yang telah membimbing penulis selama di
Kepaniteraan Klinik Ilmu Mata di Rumah Sakit RSUD K.R.M.T Wongsonegoro Semarang.
Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada rekan – rekan anggota Kepaniteraan Klinik Ilmu
Mata di Rumah Sakit RSUD K.R.M.T Wongsonegoro Semarang serta berbagai pihak yang
telah memberi dukungan dan bantuan kepada penulis.
Penulis menyadari bahwa referat ini masih jauh dari sempurna dan tidak luput dari
kesalahan. Oleh karena itu, penulis sangat berharap adanya masukan, kritik maupun saran yang
membangun. Akhir kata penulis ucapkan terimakasih yang sebesar – besarnya, semoga tugas
ini dapat memberikan tambahan informasi bagi kita semua.

Semarang, Agustus 2019


Penulis

Riyanti Devi

v
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 05 Agustus – 08 September 2019
BAB I
PENDAHULUAN

Glaukoma neovaskular (NVG) adalah glaukoma sekunder yang berpontensi


menimbulkan kebutaan, ditandai dengan perkembangan neovaskularisasi di iris,
peningkatan tekanan intra okular (TIO) dan pada kebanyakan kasus menimbulkan
penurunan penglihatan. Kasus pertama glaukoma neuvaskular ditemukan pada tahun 1871.
Pada awalnya, disebut glaukoma hemoragik karena berhubungan dengan perdarahan ruang
anterior, disebut juga sebagai glaukoma kongertif, glaukoma rubeotik, dan glaukoma
hemoragik diabetes. Pada tahun 1963, Weiss et al mengusulkan istilah “glaukoma
neuvaskular”, dideskripsikan dengan glaukoma berat yang berhubungan dengan adanya
pembuluh daah iris dan sudut kornea-iris.
Patogenesis penyakit ini ini pada kebanyakan kasus adalah iskemik pada segmen
posterior, pada kasus retinopati proliperatif diabetes atau oklusi vena sentral retina. Iskemik
akibat oklusi vena sentral retina merupakan penyebab NVG pada lebih dari 50% kasus. Pada
umumnya, glaukoma terjadi 3 bulan setelah terjadi oklusi (glaukoma 100 hari). Ini
dikarenakankan adanya pembentukan pembuluh darah akibat hipoksik jaringan retina untuk
merevaskularisasi karena hipoksik. Faktor yang memiliki kemungkinan paling penting
adalah mediator vascular endhothelial growth factor (VEGF). Mediator ini menginduksi
neovaskularisasi dari retina dan segmen anterior, menimbulkan gangguan pada jalur aqueous
humor sehingga tampak adanya sudut terbuka pada awalnya dan semakin lama menjadi
glaukoma sudut tertutup.
Diagnosis awal pada kasus ini melalui pemeriksaan slit-lamp pada iris, sudut korna
iris dan retina dapat menghindari perkembangan dari goniosynechia dan obstruksi dari aliran
aqueous humor, dengan peningkatan pada TIO. Pada awalnya pengobatan NVG difokuskan
menurunkan proses iskemik segmen posterior yang menyebabkan pembentukan pembuluh
darah baru menggunakan fotokoagulasi panretinal. Baru-baru ini beberapa studi telah
menginvestigasi bahwa terapi anti VEGF via intravitreal. Jika pengobatan secara klinik
menggunakan drop topical hipotensi tidak baik, maka laser atau prosedur bedah perlu
dilakukan untuk mengontrol TIO. Kunci utama pengobatan adekuat pada penyakit ini adalah
mengetahui dan mengerti patogenesisnya.

1
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 05 Agustus – 08 September 2019
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi dan Fisiologi Aqueous Humor


Aqueous humor diproduksi dari plasma oleh epitel siliaris yang berasal dari
badan siliar pars plicata, menggunakan kombinasi dari sekresi aktif dan pasif. Protein
terfiltrasi melewati kapiler (ultrafiltrasi) masuk ke stroma dari prosessus siliar,
dimana transpor aktif dari solut melewat epitel siliar yang memiliki 2 lapis. Gradien
osmotik memfasilitasi aliran air secara pasif kedalam ruang posterior. Sekresi
tersebut merupakan akibat dari kerja sistem saraf simpatis, dengan kerja berlawanan
yang dimediasi oleh reseptor β2 (meningkatkan sekresi) dan reseptor α2 (menurunkan
sekresi). Faktor kerja enzimatik juga penting, anhidrase karbonik merupakan salah
satu enzim yang berperan penting.4

2.1.1 Anatomi
1. Jaringan trabekular (trabekulum) merupakan struktur seperti pembungkus
pada sudut ruang anterior, dimana 90% aqueous humor keluar dari mata. Adapun
meliputi 3 komponen:
a. Jaringan uveal adalah bagian paling dalam, meliputi helaian yang dilapisi
oleh sel endotel seperti tali, yang berasal dari iris dan stroma badan siliar.
Ruangan intertrabekular relatif besar dan menimbulkan resistensi kecil
untuk aliran aqueous.
b. Jaringan korneaskleral berada di luar dari jaringan uveal membentuk bagian
paling tebal dari trabekulum. Tersusun dari lapisan jaringan pengikat
dilapisi sel yang mirip endotel. Ruangan intertrabekular lebih kecil
dibandingkan dengan jaringan uveal, menyebabkan resistensi besar untuk
aliran.
c. Jaringan juxtakanalikular (cribriform) adalah bagian terluar dari
trabekulum, dan menghubungkan jaringan korneoskleral dengan endotel
dari dinding bagian dalam kanalis Schlemm. Tersusun dari sel yang melekat
pada matriks ekstraseluler yang tebal dengan ruang interseluler sempit,
menimbulkan resistensi normal dari aliran aqueous.4
2. Kanalis Schlemm adalah saluran sirkumferential dalam sklera perilimbal.
Dinding dalam dilapisi oleh sel endotel seperti kumparan berisi lipatan kedalam
2
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 05 Agustus – 08 September 2019
(vakuol besar) yang dikatakan untuk membawa aqueous via formasi pori trans-
seluler. Dinding luar dilapisi oleh sel datar polos dan berisi pembuka dari saluran
kolektor, yang meninggalkan kanal pada sudut miring dan menghubungakan
langsung dan secara tidak langsung dengan vena episkleral. Septa biasanya
membagi lumen menjadi 2-3 lumen.4
Gambar 2.1 Pemindaian mikrografi elektron dari jaringan trabekular

2.1.2 Fisiologi
Aliran aqueous dari ruang posterior melewati pupil menuju ke ruangan
anterior, keluar dari mata lewat 3 jalur:
1. Aliran trabekular (90%): aliran aqueous melewati trabekulum ke kanalis

schlemm dan masuk ke vena episkleral. Bagian ini merupakan area yang sensitif
dengan tekanan sehingga jika terjadi peningkatan TIO akan meningkatkan aliran
juga.
2. Drainase uveoskleral (10%): aqueous berjalan melewati permukaan badan
siliar masuk ke ruangan suprakoroidal, dan diserap oleh sirkulasi vena didalam
badan siliar, koroid, dan sklera.

3
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 05 Agustus – 08 September 2019
3. Iris: beberapa aqueous juga diserap lewat iris.4

Gambar 2.2 Anatomi saluran aliran keluar: A. Jaringan trabekular; B. Jaringan


korneoskleral; C. Garis Schwalbe; D. Kanalis Schlemm; E. Saluran penghubung; F. Otot
longitudinal badan siliar; G. Tonjolan sklera

Gambar 2.3 Rute aliran keluar aqueous: A. Trabekular; B. Uveoskleral; C. Iris

2.2 Etiologi
Terdapat banyak penyakit sistemik dan kondisi okular yang menyebabkan
glaukoma neovaskular, tetapi semuanya memiliki etiologi yang sama, yaitu iskemi
retina dan hipoksia yang memicu kaskade pro-angiogenik sehingga terjadi
pertumbuhan pembuluh darah defektif dengan permeabilitas yang terganggu.

4
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 05 Agustus – 08 September 2019
Terdapat tiga penyebab NVG yang paling sering yaitu retinopati diabetik proliferatif,
oklusi vena sentral retina, dan sindroma iskemik okular.2
2.2.1 Oklusi Vena Sentral Retina (CRVO)
Gambaran iskemik ditemukan pada 1/3 kasus CRVO, sedangkan 2/3 lainnya
merupakan non iskemik, tetapi dengan rasio berubah menjadi iskemik sebanyak
10%. CRVO menyebabkan 28% kasus rubeosis iridis. Insiden rubeosis iridis dan
glaukoma neovaskular pada pasien CRVO berhubungan secara signifikan dengan
kapiler retina nonperfusi. Semakin besar area kapiler yang non-perfusi, semakin
tinggi resiko untuk mengalami NVG, terutama pada 18 bulan pertama.1,5 Sepertiga
kasus mata CRVO non iskemik dapat menjadi iskemik, jika diameter disc lebih besar
dari 10 dalam waktu 3 tahun.

2.2.2 Retinopati Diabetik


Glaukoma neovaskuler merupakan manifestasi lambat dari retinopati
diabetik proliferatif, diakibatkan oleh iskemia, sebelum proses neovaskularisasi
retina atau optic disc muncul. Lama proses dari neovaskularisasi iris menuju
glaukoma neovaskular belum dapat dijelaskan dengan baik, karena pada beberapa
kasus, prosesnya dapat terjadi cepat, dan pada kasus lain, dapat bertahan hingga
bertahun-tahun. Insiden rubeosis iridis dilaporkan sebanyak 50% terjadi pada pasien
PDR.2,5
Mata disertai dengan pembuluh darah baru pada optic disc juga
meningkatkan resiko neovaskularisasi pada sudut kornea-iris. Terbentuknya
pembuluh darah baru di sudut kornea-iris menyebabkan terjadi sinekia anterior dan
sudut tertutup sekunder. Kelanjutan dari neovaskularisasi sudut kornea-iris dapat
meningkatkan resiko TIO yang tinggi, tetapi hal ini juga ditentukan oleh anatomi
jaringan trabekular secara individual. Peningkatan TIO tergantung oleh jumlah ruang
yang tersisa dalam jaringan trabekular ketika terjadi neovaskularisasi kornea-iris dan
terbentuknya sinekia anterior. Iridopati diabetik telah dibagi berdasarkan oleh
rubeosis (Laatikainen, 1979):
Grade I. Dilatasi pembuluh darah peripupilaris
Grade II. Neovaskularisasi kornea-iris awal (pembuluh darah kecil dan iregular
yang terbentuk pada sudut kornea-iris
Grade III. Rubeosis menyolok, dengan atau tanpa NVG (pembuluh darah tumbuh
keluar dari sudut, mengenai permukaan iris

5
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 05 Agustus – 08 September 2019
Grade IV. Rubeosis yang luas (berasosiasi dengan penutupan sudut)

2.2.3 Sindroma Okular Iskemik (OIS)


Sindroma okular iskemik (OIS) disebabkan oleh penurunan aliran darah ke
bola mata dan bermanifestasi sebagai iskemi segmen anterior dan/ atau posterior.
Pada banyak kasus disebabkan oleh penyakit oklusif arteri karotid (CAOD), yang
menimbulkan 13% dari keseluruhan kasus NVG. Penyakit ini didiagnosa dengan
ultrasonografi doppler karotid dan angiografi karotid. Terlepas dari OIS, CAOD juga
dapat menyebabkan iskemi otak (transient ischemic attack atau cedera
serebrovaskular) dan emboli oklusi arteri retina. Hal penting untuk membedakan
antara OIS, CRVO, dan retinopati diabetik adalah tekanan arteri retina rendah
(Mendrinos, 2010) dan ini telah diuji secara klinis menggunakan penekanan jari pada
mata secara pelan. Uji ini akan menginduksi pulsasi arteri retina pada mata dengan
OIS. Penting untuk dicatat bahwa nyeri pada OIS tidak selalu berhubungan dengan
NVG, nyeri iskemik terjadi pada 40% pada mata dengan OIS.6

2.3 Epidemiologi
Di seluruh dunia, glaukoma dianggap sebagai penyebab kebutaan yang
tinggi. Sekitar 2% dari penduduk berusia lebih dari 40 tahun menderita glaukoma.
Pria lebih banyak diserang daripada wanita. Menurut data World Health
Organization (WHO) tahun 2004, glaukoma adalah penyebab kebutaan secara global
nomor dua setelah katarak. Tanpa menyebutkan jumlah penderita glukoma, publikasi
tersebut menerangkan temuannya bahwa orang keturunan Asia lebih cenderung
menderita glaukoma sudut tertutup, sementara orang keturunan Afrika atau Eropa
lebih cenderung mengalami glaukoma primer sudut tertutup (primary open-angle
glaucoma, POAG).7
Cook dan Foster (2012) menyatakan bahwa diperkirakan saat ini enam puluh
juta orang di seluruh dunia memiliki neuropati optik glaukomatus, dan 8,4 juta yang
menjadi buta akibat glaukoma. Sumber yang sama juga memperkirakan bahwa angka
ini akan meningkat menjadi delapan puluh juta dan 11,2 juta pada tahun 2020, dan
tetap menjadi penyebab kedua yang terutama yang menyebabkan kebutaan secara
global. Sepertiga pasien dengan glaucoma neovascular terdapat pada penderita
retinopati diabetika. Frekuensi timbulnya hal tersebut berhubungan oleh adanya
tindakan bedah pada mata. Insiden terjadinya glaucoma ini dilaporkan sekitar 25% –

6
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 05 Agustus – 08 September 2019
42 % setelah tindakan bedah mata. Dan 10 % - 23 % terjadi pada 6 bulan pasca
operasi bedah mata. 8
2.4 Patogenesis
Glaukoma neovaskuler adalah bentuk glaukoma yang berat, ditandai dengan
pembentukan pembuluh darah baru, menghambat aliran aqueous humor, akibat dari
iskemia pada segmen posterior. Hal ini berhubungan dengan pembentukan membran
fibrovaskuler pada permukaan anterior iris dan ruang sudut korneairis anterior. Invasi
yang dilakukan oleh membran fibrovaskuler pada ruang anterior menyebabkan
obstruksi aliran aqueous dalam sudut terbuka, kemudian memjadi sudut tertutup
dengan TIO tinggi karena sinekia. Pembuluh darah baru di iris dan sudut hampir
selalu terbentuk sebelum adanya peningkatan TIO. Hipoksia retina merupakan
patogenesis yang utama dari NVG. Iskemik memicu pelepasan faktor-faktor yang
menghambat dan menyebabkan neovaskularisasi. Faktor-faktor vasoproliferatif
meliputi vascular endothelial growth factor (VEGF), fibroblast growth factor
(FGF), dan lainnya. Konsentrasi VEGF intraokular ditemukan meningkat pada
pasien PDR yang aktif, CRVO dan retinopati pada prematur. Pembentukan
pembuluh darah baru pada mata disebabkan oleh perbedaan yang besar antara faktor
pro-angiogenik (seperti VGEF) dan faktor anti-angiogenik (seperti pigment-
epithelium-derived factor).1,6
Vascular endothelial growth factor adalah sel endotel spesifik mitogen, dan
dapat disintesis dari beberapa tipe sel retina, sumber utama berasal dari sel Muller.
Neovaskularisasi konsisten dengan peningkatan faktor insulin growth-1 dan induksi
dari VGEF dalam sel glial retina. Faktor insulin growth-1 yang berakumulasi dalam
aqueous humor dapat menyebabkan rubeosis iridis dan adesi antara kornea dengan
iris yang menyebabkan terhambatnya drainase aqueous humor. Epitel siliar yang
tidak terpigmentasi merupakan tempat penting untuk sintesis VGEF pada pasien
NVG. Faktanya, penelitian baru-baru ini mempertimbangkan bahwa epitel siliar
menjadi salah fokus tambahan pada pasien NVG, tertama pada mata yang tidak
responsif pada terapi fotokoagulasi panretinal.1,6
Faktor-faktor pro-angiogenik lain yang berpotensi menginisiasi proses ini
seperti interleukin-6 (IL-6), basic fibroblast growth factor (bFGF), dan lain.
Konsentrasi sitokin pro-inflamasi IL-6 didalam aqueous humor meningkat secara
spasial dan sementara, berhubungan dengan derajat neovaskularisasi iris pada pasien
NVG akibat oklusi vena sentral retina. Ditemukan juga adanya kemungkinan
7
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 05 Agustus – 08 September 2019
keterlibatan bFGF pada patogenesis kelainan pada segmen anterior, seperti NVG.
Peningkatan level transforming growth factor-β1 dan -β2, nitric oxide (NO) dan
endothelin-1 dalam aqueous humor pada pasien NVG. Pada studi lain menyarankan
bahwa ada hubungan kuat dengan radikal bebas seperti superoksida dalam aqueous
humor pada pasien NVG.1 Penyakit ini berkembang dalam 3 tahap:
1. Neovaskularisasi iris (NVI): tumbuh pembuluh darah baru yang kecil dan sedikit
pada permukaan anterior iris pada mayoritas kasus.
2. Glaukoma sudut terbuka sekunder (SOAG): NVI berkembang hingga mencakup
sudut dan diikuti oleh fibrosis, tidak terlihat pada gonioscopy, menghambat
jaringan trabekular dan menyebabkan hipertensi okular dan SOAG. Jaringan
neovaskular yang ditemukan pada ruangan trabekular mungkin merupakan salah
satu faktor yang bertanggungjawab pada peningkatan TIO dalam mata dengan
NVG.
3. Glaukoma sudut tertutup sekunder (SACG): Miofibroblas dalam jaringan
fibrovaskular berproliferasi dan berikatan,membentuk sinekia anterior perifer
(PAS), dan sudut tertutup sekunder, mengakibatkan peningkatan TIO.

8
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 05 Agustus – 08 September 2019
Gambar 2.4 Neovaskularisasi iris

Gambar 2.5 a,b. Neovaskularisasi sudut korneairis

Gambar 2.7 a,b. Sinekia anterior perifer

2.5 Fisiopatologi
2.5.1 Oklusi Vena Retina Sentral (CRVO)

9
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 05 Agustus – 08 September 2019
Sebuah studi dilakukan oleh Green menunjukkan bahwa adanya evolusi pada
karakteristik trombus pada CRVO. Pertama, adanya pengikatan trombus pada area
dinding vena yang tidak memiliki endotelium. Infiltrasi sel inflamatori menjadi
faktor kedua yang penting. Pada awal trombosis, neutrofil terlihat menempel pada
dinding vena, setelah beberapa minggu, berbagai derajat infiltrasi limfosit tampak
pada setengah kasus yang ada. Infiltrat tersebut tampak di tiga tempat: sekitar vena
(periphlebitis), didalam dinding vena (phlebitis), dan/atau pada area yang tersumbat.
Proliferasi sel endotelial menjadi bagian yang utuh dalam proses organisasi dan
rekanalisasi dari trombus, terjadi setelah beberapa hari.2
Studi Green menyatakan bahwa prevalensi rubeosis iridis dan NVG yang
tinggi, mencapai 82,8%. Penulis lain sebelumnya telah mendeskripsikan insiden
rubeosis iridis yang tinggi pada kasus CRVO, berasosiasi dengan faktor resiko
klinikal seperti tajam penglihatan kurang dari 6/60, lebih dari 10 cotton-wool spots
dan/atau edema retina berat terlihat menggunakan optalmoskopi. Beberapa temuan
angiografi fluorescein juga dideskripsikan, seperti oklusi kapiler berat, perpanjangan
waktu transit arteriovena (lebih dari 20 detik), kebocoran pembuluh darah. (Stephen
H. Sinclair, Evangelos S. Gragoudas, 1979). Semua tanda diatas merupakan tanda
dari hipoksi-iskemia dan meningkatkan produksi banyak faktor-faktor pertumbuhan
vaskular, yang terpenting adalah VEGF.2

2.5.2 Retinopati Diabetikum (DR)


Retinopati diabetikum secara luas diartikan menjadi komplikasi
mikrovaskular dari diabetes. Secara klinis, DR dapat diklasifikasikan menjadi DR
non proliferatif (NPDR) dan DR proliferatif (PDR). Dibandingkan dengan CRVO,
hipoksi-iskemia terjadi secara lambat dan transisi antara hal yang terjadi akibat
hipoksi-iskemia dalam DR direfleksikan dalam klasifikasi klinis. Faktor paling
penting yang menyebabkan hampir semua komplikasi vaskular adalah hiperglikemia
kronis, walaupun kejadian hipoksia-reperfusi kronis juga mungkin berperan
penting.2 (Shiba et al, 2011)
Patogenesis perkembangan DR merupakan suatu yang kompleks dan
mekanisme tepat dimana hiperglikemia mengawali gangguan neuronal atau vaskular
belum sepenuhnya dapat dijelaskan dengan baik. Hiperglikemia kronis membuat
membran basal endotelial kapiler menjadi lebih tebal dan menyebabkan kerusakan
endotel. Kerusakan endotel tidak dapat diganti dengan baik karena disfngsi perisit.

10
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 05 Agustus – 08 September 2019
Sel ini memiliki fungsi stabilitas vaskular dan kontrol proliferasi endotel, yang
penting untuk maturasi dalam perkembangan pembuluh darah.2

2.6 Diagnosis
2.6.1 Tahap Prerubeosis
Pada tahap ini, pemeriksaan segmen anterior dengan TIO normal tidak dapat
dinilai. Penemuan klinis dihubungkan dengan awal terjadinya kelainan iskemik
retina seperti PDR atau CRVO. Mengidentifikasi pasien dengan resiko NVG pada
tahap ini penting, karena dapat dilakukan intervensi untuk mencegah NVG.5
2.6.2 Tahap Pre-glaukoma
Dengan adanya kondisi iskemik retina, neovaskularisasi iris berkembang,
tanpa ada perubahan pada TIO. Neovaskulari iris terlihat pertama sebagai umbaian
pembuluh darah yang tipis pada pinggir iris. Penemuan ini dapat terlewatkan dengan
mudah, terutama pada iris yang memiliki pigmen gelap, kecuali jika pemeriksa
memiliki kecurigaan yang besar dan memeriksa pinggir pupil dengan hati-hati,
menggunakan kaca pembesar dibawa lampu slit sebelum melebarkan pupil.
Pembuluh darah baru ini dapat terlihat berjalan secara radial di stroma iris.
Pertumbuhan pembuluh darah baru diikuti oleh jaringan ikat pendampingnya, yang
menjelaskan mengapa permukaan iris menjadi lebih halus dan perubahan pada pola
iris dapat terlihat pada tahap ini. Neovaskularisasi akan terjadi pada sudut ruang
anterior. NVA dapat dilihat menggunakan gonioskopi sebagai kumpulan vaskular
yang bertumbuh dari pinggir iris disepanjang tanduk sklera ke jaringan trabekular
dan tersebar seperti cabang pohon. Supaya NVA awal tidak terlewati, maka
diperlukan pemeriksaan lebih hati-hati pada sudut ruang anterior, menggunakan kaca
pembesar dengan cahaya yang terang, dan tekanan minimal pada lensa gonio
diperlukan untuk mencegah pemucatan pada pembuluh darah. Pada poin ini,
walaupun NVA ditemukan, TIO dapat saja tidak berubah hingga beberapa porsi
jaringan trabekular dipenuhi oleh pembuluh darah baru dan jaringan pengikatnya.1,5
2.6.3 Tahan Sudut Terbuka
Pada tahap ini, neovaskularisasi pada iris dan sudut menjadi lebih menonjol
dan terjadi peningkatan TIO, sering diikuti dengan perubahan warna jaringan
trabekular menjadi lebih merah. Pembuluh darah baru menutupi stroma iris mulai
dari pinggir pupil hingga ke dasar iris dan dapat berasosiasi dengan inflamasi dan
pendarahan. Didalam sudut ruang anterior, pembuluh darah baru lebih banyak, tetapi

11
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 05 Agustus – 08 September 2019
sudut masih terbuka. Membran fibrovaskular yang tidak terlihat pada gonioskopi,
dapat menyumbat jaringan trabekular sehingga terjadi peningkatan TIO akibat
gangguan aliran aqueous humor.1,5

Gambar
2.8

Penampakan pembuluh darah halus disekitar peripupil iris pada pasien dengan rubeosis
iridis menggunakan lampu slit.

2.6.4 Tahap Sudut Tertutup

Pada tahap ini, jaringan fibrovaskular mengalami kontraktur. Sinekia anterior


perifer terbentuk, dikarenakan kontraksi membran dan bergabung sehingga menutup
ruang anterior seperti resleting. Ketika sudut tertutup akibat sinekia terjadi, maka
jaringan trabekular menjadi terganggu secara permanen. Pada iris, ini terlihat secara
klinis dan histologi menjadi perataan pada stroma, menyeret epitel pigmen iris
melalui pupil, menyebabkan ectropion uvea, dilatasi pupil, dan perubahan letak pada
iris. Pada tahap lanjut seperti ini, NVA dan NVI mulai menghilang, dan membran
fibrovaskular halus bersama dengan garis Schwalbe dapat meniru sudut normal atau
pseudo angle. Mata biasanya nyeri dan fotofobia dengan penglihatan menurun.5

12
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 05 Agustus – 08 September 2019
Gambar 2.9 Pemeriksaan lampu slit pada pasien dengan tahap sudut tertutup pada NVG
menunjukkan banyak pembuluh baru di iris, dengan dilatasi pupil dan ectropion uvea
akibat kontraktur pada membran fibrovaskular.

Gambar 2.10 Pemeriksaan gonioskopi pada pasien dengan tahap sudut tertutup pada NVG
menunjukkan neovaskularisasi yang besar pada iris dan sinekia sudut ruang anterior dan
tidak terlihat struktur sudut.

13
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 05 Agustus – 08 September 2019
Gambar 2.11 Pemeriksaan lampu slit pada pasien NVG dengan segmen anterior
menunjukkan adanya rubeosis dan hifema.
2.7 Penatalaksanaan
2.7.1 Terapi Medikamentosa
Langkah pertama untuk mencegah hilangnya penglihatan dan melegakan rasa
nyeri yang berhubungan dengan NVG adalah menurunkan tingginya TIO. Salah satu
terapi medikamentosa NCG adalah obat penurun TIO, seperti topikal antagonis β-
adrenergik, agonis α-2 dan topikal atau oral inhibitor karbonik anhidrase. Obat-obat
ini bekerja dengan menekan produksi aqueous dan kemungkinan meningkatkan
aliran uveoskleral. Analog prostaglandin harus dihindari untuk mencegah kerusakan
sawar darah-aqueous lebih lanjut dengan inflamasi intraokular yang lebih berat.
Pilocarpine dan obat antikolinergik lainnya secara umum merupakan kontraindikasi,
karena dapat menyebabkan inflamasi, miosis, sinekia sudut tertutup memburuk dan
mengurangi aliran uveoskleral. Atropin topikal dapat digunakan untuk sikloplegi dan
mungkin menurunkan tekanan dengan cara meningkatkan aliran uveoskleral.
Atropin juga menurunkan insiden hifema. Karena pada pasien NVG, dapat terjadi
inflamasi intraokular, maka pemberian topikal steroid dapat membantu menurunkan
14
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 05 Agustus – 08 September 2019
komponen inflamasi yang ada. Oral inhibitor karbonik anhidrase, seperti
acetazolamide dan methazolamide dapat diberikan ketika terapi topikal tidak cukup
menurunkan TIO.1,6
2.7.2 Fotokoagulasi
Pengobatan dasar pada NVG adalah mengurangi iskemia segmen posterior
dan mengembalikan keseimbangan homeostatik antara faktor pro-angiogenik seperti
VEGF dan faktor anti-angiogenik seperti faktor pigment-epithelium-derived.
Fotokoagulasi panretinal digunakan untuk mengontrol penumbuhan pembuluh darah
baru dan dapat dipertimbangkan pada semua kasus NVG jika iskemia retina
terdeteksi. Karakteristik prosedur ini adalah fotokoagulasi pada perifer retina
menggunakan lampu slit atau laser indirek dengan kekuatan bakar 1200-1600 dan
ukuran titik sekitar 500 mikron. Fotokoagulasi panretinal biasanya dilakukan
sebanyak 1-3 sesi. Pada kasus NVG, setiap sesi harus dilakukan secepat mungkin.
Prosedur ini dilakukan menggunakan anestesi topikal. Fotokoagulasi panretinal
merupakan indikasi bukan hanya pada rubeosis, tetapi juga pada tahap akhir NVG
dengan sinekia. 1
Hasil dari terapi ini bergantung pada penyakit yang mendasari NVG dan juga
tahap ketika kasus ini terdiagnosa. Contoh pada DR, setelah fotokoagulasi panretinal,
pemulihan neovaskularisasi retina dapat tercapai pada 67-77% kasus, pencegahan
kehilangan penglihatan pada 59-73% kasus dan penurunan TIO dapat tercapai pada
42% kasus. Jika neovaskularisasi masih terjadi, maka dapat dilakukan terapi laser
tambahan hingga proses neovaskularisasi terhenti sempurna. Pada pasien CRVO,
fotokoagulasi panretinal diindikasi pada bentuk iskemik dari CRVO karena resiko
tinggi terjadinya NVG. Fotokoagulasi panretinal juga diinkasi pada kasus
neovaskularisasi iris, sudut kornea-iris dan retina.1
Pengobatan pada NVG sekunder akibat sindroma iskemik okular harus secara
multidisiplin dengan keikutsertaan spesialis jantung dan/atau bedah vaskular untuk
pencitraan arteri karotid dan endarterectomy karotid jika terindikasi. Fotokoagulasi
diindikasikan pada pasien OIC dengan neovaskularisasi iris dan segmen posterior
untuk mencegah terjadinya NVG sekunder. Perlu dicatat bahwa iskemia uveal sendiri
dapat menyebabkan neovaskularisasi dan fotokoagulasi panretinal harus dilakukan
jika angiografi fundus menggunakan fluorescein menunjukkan adanya iskemia retika
akibat hilangnya kapiler retina. Penelitian sebelumnya melaporkan bahwa
fotokoagulasi panretinal dapat meningkatkan TIO dan menyebabkan gangguan
15
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 05 Agustus – 08 September 2019
sirkulasi saraf optik kepala. Oleh karena itu, terapi bedah karotid dapat menjadi terapi
terbaik pada kasus tersebut.1
2.7.3 Inhibitor Faktor VEGF
Pada penelitian terbaru, penggunakan anti-VEGF pada penanganan NVG
telah diinvestigasi secara luas. Injeksi anti-VEGF dapat menyebabkan pemulihan
pada neovaskularisasi iris dan sudut kornea-iris, dan kontrol TIO ketika sudut masih
terbuka. Efek obat anti-VEGF hanyalah bersifat sementara, umumnya selama 4-6
minggu. Yazdani et al melaporkan efek dari pemberian bevacizumab secara
intravitreal pada pasien NVG menyatakan bahwa terjadi penurunan neovaskularisasi
iris dan TIO dan dapat dipertimbangkan untuk dilakukan bersama dengan prosedur
bedah. Sebagai tambahan, Wittstrom et al melaporkan bahwa efek dari pemberian
injeksi bevacizumab tunggal pada pasien NVG karena CRVO menyatakan bahwa
terapi ini baik untuk NVG karena meningkatkan resolusi dari neovaskularisasi. Liu
et al melaporkan keamanan dan efektifitas dari pemberian injeksi ranibizumab secara
intravitreal dikombinasikan dengan trabekulektomi bahwa TIO menurun secara
signifikan, dan terjadi peningkatan tajam penglihatan pada grup pasien yang
diberikan terapi tersebut.
Agen anti-VEGF baru seperti aflibercept dilaporkan telah digunakan pada
terapi NVG baru-baru ini. Penelitian yang dilakukan oleh Soohoo et al melaporkan
bahwa terjadi pemulihan yang cepat pada neovaskularisasi iris dan sudut korena-iris
dan penurunan TIO, dan disarankan baik untuk pengobatan NVG tahap 1 dan 2.
Kesimpulannya, masih banyak perdebatan tentang efektivitas dari anti VEGF.
Penelitian lebih lanjut perlu dilakukan untuk evaluasi jangka panjang dari
penggunaan obat ini terhadap kontrol TIO, tajam penglihatan pada terapi NVG.1,6
2.7.4 Terapi Bedah
Walaupun terapi iskemia retina menggunakan fotokoagulasi menjadi terapi
tetap pada NVG, tetapi intervensi bedah untuk mengontrol TIO mungkin diperlukan
karena penggunaan tetes mata mungkin tidak cukup menurunkan TIO untuk
mencegah kerusakan saraf optik. Terutama pada kasus dimana terjadi sinekia anterior
perifer dan sudut tertutup terjadi. Intervensi bedah pada NVG seperti trakulobektomi
dengan antimetabolit, alat drainase glaukoma, siklofotokoagulasi. NVG merupakan
glaukoma tipe refraktori yang membutuhkan kontrol TIO yang baik dan biasanya
diasosiasikan dengan peningkatan komplikasi post-operasi seperti hifema dan
kehilangan penglihatan.\
16
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 05 Agustus – 08 September 2019
1. Trakulobektomi
NVG telah diasosiasikan dengan tingginya kegagalan setelah trakulobektomi,
tetapi dengan adanya tambahan antimetabolit, meningkatkan rasio sukses dari
operasi tersebut. Trakulobektomi dengan tambahan 5-fluorourasil menunjukkan
tinggi kesuksesan operasi tetapi tidak untuk jangka panjang. Tetapi,
dibandingkan dengan tipe glaukoma lain, NVG dikenal sebagai faktor resiko
untuk kegagalan bedah. Hifema post operatif merupakan komplikasi paling
umum pada pasien NVG.1,3,6
2. Alat Drainase Glaukoma (GDI)
Alat drainase glaukoma biasanya dipertimbangkan sebagai opsi terapi pertama
pada glaukoma refraktori tetapi pasien NVG memiliki resiko lebih besar untuk
kegagalan bedah. Yalvac melaporkan sebayak 63,2% dan 56,2% kesuksesan
pada tahun pertama dan kedua setelah dilakukan pemasangan GDI. Netland et al
menemukan bahwa rasio kesuksesan secara signifikan menurun pada pasien
NVG dibandingkan dengan kontrol. Dilaporkan 81,8% pada pasien kontrol dan
20,6% pada pasien NVG memiliki tingkat keberhasilan pada 5 tahun. Oleh
karena itu, kontrol yang baik pada neovaskularisasi retina dengan adanya
trabekulektomi + mitomycin C atau implantansi GDI menjadi opsi terapi baik
untuk kontrol TIO pada pasien NVG.1,6
3. Prosedur Siklodestruktif
Pengaplikasian laser diode siklofotokoagulasi secara transkleral yang
menyebabkan hancurnya epitel dan stroma badan siliar menurunkan produksi
aqueous humor dan TIO. Siklofotokoagulasi transkleral dengan atau tanpa anti-
VEGF menunjukkan adanya efektivitas dalam menurunkan TIO dan
menghilangkan nyeri pada pasien NVG. Ketika dibandingkan dengan GDI pada
uji kontrol secara acak, tidak ditemukan perbedaan signifikan dalam 24 bulan .
Endosikofotokoagulasi menunjukkan adanya efektivitas pada pasien NVG,
dibuktikan dengan sebuah studi yang menunjukkan bahwa tingkat keberhasilan
pada 24 bulan sebesar 70,59% dan 73,53% untuk GDI.1,3,6

2.8 Kesimpulan
Glaukoma neovaskular merupakan glaukoma sekunder yang diasosiasikan
dengan prognosis penglihatan buruk, akibat adanya kerusakan saraf optik oleh TIO
tinggi dan juga komplikasi dari penyakit retinal. Salah satu terapi yang baik untuk

17
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 05 Agustus – 08 September 2019
NVG adalah dengan mengobati kondisi yang mendasari terjadinya NVG. Diabetes
yang tidak terkontrol, hipertensi sistemik, penyakit vaskular sehingga mengurangi
insiden terjadinya NVG. Meskpiun opsi terapi seperti fotokoagulasi dan anti-VEGF
dapat membantu mengontrol proses neovaskularisasi, tetapi pada beberapa kasus,
intervensi bedah perlu dilakukan untuk mencapai nilai TIO normal dan menghindari
cedera saraf lebih lanjut. Penanganan yang benar dan diagnosa awal pada kondisi ini
adlah penting, untuk mencegah terjadi gangguan penglihatan.1,3,4,6

2.1 FISIOLOGI AQUEOUS HUMOR

Gambar 2. Sirkulasi fisiologi queous humor

Tekanan intraokular ditentukan oleh kecepatan pembentukan aqueous humor dan tahanan
terhadap aliran ke luarnya dari mata.

18
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 05 Agustus – 08 September 2019
a. Komposisi Aqueous Humor
Aqueous humor adalah suatu cairan jernih yang mengisi bilik mata depan dan belakang.
Volumenya adalah sekitar 250 µl, dan kecepatan pembentukannya yang memiliki variasi
diurnal, adalah 2,5 µl/mnt. Tekanan osmotiknya sedikit lebih tinggi dibandingkan plasma.
Komposisi aqueous humor serupa dengan plasma, kecuali bahwa cairan ini memiliki
konsentrasi askorbat piruvat, dan laktat yang lebih tinggi; protein, urea, dan glukosa yang
lebih rendah.

b. Pembentukan & Aliran Aqueous Humor


Aqueous humor diproduksi oleh korpus siliaris. Ultrafiltrat plasma yang dihasilkan di stroma
processus siliaris dimodifikasi oleh fungsi sawar dan prosesus sekretorius epitel siliaris.
Setelah masuk ke bilik mata depan lalu ke anyaman trabekular di sudut bilik mata depan.
Selama itu, terjadi pertukaran diferensial komponen-komponen aqueous dengan darah di
iris. Peradangan atau trauma intraokular menyebabkan peningkatan kadar protein. Hal ini
disebut plasmoid aqueous dan sangat mirip dengan serum darah.

c. Aliran Keluar Aqueous Humor


Anyaman trabekular terdiri atas berkas-berkas jaringan kolagen dan elastik yang dibungkus
oleh sel-sel trabekular, membentuk suatu saringan dengan ukuran pori-pori yang semakin
mengecil sewaktu mendekati kanal Schlemm. Kontraksi otot siliaris melalui insersinya ke
dalam anyaman trabekular memperbesar ukuran pori-pori di anyaman tersebut sehingga
kecepatan drainase aqueous humor juga meningkat. Aliran ke dalam kanal Schlemm
bergantung pada pembentukan saluran-saluran transelular siklik di lapisan endotel. Saluran
eferen dari kanal Schlemm bergantung pada pembentukan saluran-saluran transelular siklik
di lapisan endotel. Saluran eferen dari kanal Schlemm (sekitar 30 saluran pengumpul dan 12
vena aqueous) menyalurkan cairan ke dalam sistem vena. Sejumlah kecil aqueous humor
keluar dari mata antara berkas otot siliaris ke ruang suprakoroid dan ke dalam sistem vena
corpus ciliare, koroid, dan sklera (aliran uveoskleral).
Tahanan utama aliran keluar aqueous humor dari bilik mata depan adalah jaringan
jukstakanalikular yang berbatasan dengan lapisan endotel kanal Schlemm, dan bukan sistem
vena. Namun, tekanan di jaringan vena episklera menentukan nilai minimum tekanan
intraokular yang dapat dicapai oleh terapi medis. 1

19
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 05 Agustus – 08 September 2019
20
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 05 Agustus – 08 September 2019

Anda mungkin juga menyukai