Pembimbing:
Dr.dr. Rodiah Rahmawaty Lubis, M.Ked(Oph), Sp.M(K)
Disusun Oleh:
Lailatul Mardhiyah
173307020033
PAPER
“INTRA CAPSULAR CATARACT EXTRACTION”
OLEH:
LAILATUL MARDHIYAH
173307010033
Nilai :
i
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat-
Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Paper ini, sebagai salah satu syarat
untuk menyelesaikan Program Studi Profesi Dokter di Stase Mata Fakultas
Kedokteran Prima Indonesia.
Paperini berjudul “Intra Capsular Cataract Extraction”. Dalam penyelesaian
penulisan Paper ini, penulis banyak menerima bantuan dari berbagai pihak. Untuk
ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada:
1. Dr.dr.Rodiah Rahmawaty Lubis, M.Ked(Oph), Sp.M(K)selaku Dosen
Pembimbing yang telah menyediakan sarana dan prasarana bagi penulis serta
meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan dan saran selama dari awal
penulisan hingga selesainya penulisan Paper ini.
Penulis menyadari bahwa Paper ini masih banyak kekurangan dan kesalahan,
oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritikan yang bersifat
membangun demi perbaikan dan penyempurnaan Paper ini.
Akhir kata penulis mengucapkan Terima Kasih banyak kepada semua pihak
yang telah terlibat dalam penyelesaian Paper ini. Semoga Paper ini dapat
bermanfaat bagi pembaca.
Lailatul Mardhiyah
ii
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN....................................................................................i
KATA PENGANTAR............................................................................................ii
DAFTAR ISI.........................................................................................................iii
DAFTAR TABEL.................................................................................................iv
DAFTAR GAMBAR..............................................................................................v
DAFTAR LAMPIRAN........................................................................................vii
DAFTAR SINGKATAN.....................................................................................viii
BAB 1PENDAHULUAN.......................................................................................1
1.1 Latar Belakang.........................................................................................1
BAB 2TINJAUAN PUSTAKA..............................................................................3
2.1 Anatomi...................................................................................................3
2.2 Fisiologi...................................................................................................5
2.3 Terminologi dan Definisi Glaukoma Kongenital....................................6
2.4 Genetik....................................................................................................7
2.5 Epidemiologi Glaukoma Kongenital.......................................................8
2.6 Patogenesis..............................................................................................9
2.7 Patofisiologi Glaukoma Kongenital......................................................10
2.8 Klasifikasi Glaukoma Kongenital.........................................................12
2.9 Manifestasi Klinis Glaukoma Kongenital.............................................15
2.10Diagnosis Glaukoma Kongenital...........................................................15
2.11Diagnosis Banding Glaukoma Kongenital............................................22
2.12Penatalaksanaan Glaukoma Kongenital................................................23
2.13Prognosis Glaukoma Kongenital...........................................................34
2.14Komplikasi Glaukoma Kongenital........................................................35
BAB 3KESIMPULAN.........................................................................................36
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................37
LAMPIRAN..........................................................................................................40
iii
DAFTAR TABEL
iv
DAFTAR GAMBAR
2
3
Tidak aman untuk penderita dewasa mda (kurang dari 20 tahun) karena
dapat terjadi prolapse korpus vitreum. Sering terjadi komplikasi karena
vitreus (blok pupil vitreous touch syndrome). Insiden edema macular kostoid
dan ablstio retina lebih tinggi dari pada ECCE.
ekstraksi lensa. Perdarahan dari iris yang normal jarang terjadi, biasanya
timbul bila terdapat rubeois iridis, heterokronik dan iridosiklistik.
Iridodialisis
Clayman mengemukakan bahwa iridodialisis yang kecil tidak
menimbulkan gangguan visus dan bisa berfungsi sebangai iridektomi
perifer, tetapi iridodialisis yang parah dapat menimbulkan gangguan pada
visus. Keadaan ini bisa terjadi pada waktu memperlebar luka operasi,
iridektomi, atau ekstraksi lensa. Perbaikan harus dilakukan segera dengan
menjahit iris perifer pada luka.
Perdarahan ekspulsif
Descemet Fold
Keadaan ini paling sering disebabkan oleh operasi pada endotel
kornea. Pencegahannya adalah penggunaan cairan viskoelastik untuk
melindungi kornea. Pada umumnya akan hilang spontan beberapa hari
setelah operasi.
sekunder. Apabila yang tertinggal potongan nuklear yang besar dan keras,
dapat merusak endotel kornea, penanganannya dengan ekspresi atau
irigasi nukleus.
Prolaps iris
Komplikasi ini paling sering terjadi satu sampai lima hari setelah
operasi dan penyebab tersering adalah jahitan yang longgar, dapat juga
terjadi karena komplikasi prolapse vitreus selama operasi. Keadaan ini
merupakan penanganan (jahitan ulang) untuk menghindari timbulnya
komplikasi seperti penyembuhan luka yang lama, epithelial downgrowth,
konjungtivitis kronis, endoftalmitis, edema macular kistoid dan kadang –
kadang ophtalmia simpatika.
Dekompensasi kornea
Penyebab tersering edema kornea menetap yang diakibatkan
perlekatan vitreus atau hialoid yang intak pada endotel kornea. Pemberian
agent hiperosmotik sistemik akan menimbulkan dehidrasi vitreus,
sehingga dapat melepaskan perlekatan.
Hifema
Bisa terjadi 1 – 3 hari setelah operasi, biasanya berasal dari luka
insisi atau iris, pada umumnya hilang spontan dalam waktu 7- 10 hari.
Perdarahan berasal dari pembuluh darah kecil pada luka. Bila perdarahan
cukup banyak dapat menyebabkan glaukoma sekunder dan corneal
staining, dan TIO harus diturunkan dengan pemberian asetazolamid 250
mg 4 kali sehari, serta parasintesis hifema dengan aspirasi-irigasi.
Glaukoma sekunder
Peningkatan TIO yang ringan bisa timbul 24 – 48 jam setelah
operasi, mungkin berkaitan dengan penggunaan zonulolyzis dan tidak
memerlukan terapi spesifik. Peningkatan TIO yang berlangsung lama,
dapat disebabkan oleh hifema, blok pupil, sinekia anterior perifer karena
8
Endoftalmitis
Endoftalmitis kronis dapat timbul dalam beberapa bulan sampai 1
tahun atau lebih setelah operasi. Endoftalmitis kronis ditandai dengan
reaksi inflamasi kronik atau uveitis (granulomatosus) dan penurunan
visus. Umumnya organisme dapat menyebabkan endoftalmitis bila
jumlahnya cukup untuk inokulasi, atau sistem pertahanan mata terganggu
oleh obat-obat imunosupresan, penyakit, trauma, atau bedah, dimana
COA lebih resisten terhadap infeksi dibandingkan dengan kavum vitreus.
Organisme penyebab endoftalmitis kronik mempunyai virulensiyang
rendah, penyebab tersering adalah Propionibacterium acnes organisme
tersebut menstimulasi reaksi imunologik yang manifestasinya adalah
inflamasi yang menetap.
Epithelial Ingrowth
Komplikasi ini jarang terjadi, tetapi sangat mengganggu,
disebabkan masuknya epitel konjungtiva melalui defek luka. Sel – sel
epitel masuk segmen anterior dan trabekular meshwork sehingga
menimbulkan glaukoma. Faktor predisposisi adalah tiap konjungtiva
fornix-base, penyembuhan luka yang tidak baik dan prolaps iris. Tanda –
tanda yang menyertai meliputi uveitis anterior pasca operasi menetap,
fistula (50% dari kasus), membran transparan dengan tepi berlipat pada
bagian superior endotel kornea, pupil distorsi dan membran pupilar.
Penanganannya adalah cryodestruction sel epitel dan eksisi epitel yang
terlihat pada iris dan vitreus anterior.
9
Ablasi retina
Mekanisme pasti timbulnya ablasi retina masih belum diketahui.
Faktor predisposisinya meliputi prolaps vitreus, myopia tinggi perlekatan
vitreo-retinal dan degenarasi latis. Ablasi retina pada mata afakia khas
ditandai adanya tear kecil berbentuk “U” yang pertama kali mengenai
makula. Apabila ablasi retina terjadi pada mata afakia, resiko terjadinya
ablasi retina pada satunya bila belum dioperasi adalah 7%, sedangkan
insiden pada mata satunya yang sudah afakia adalah 25%.
Inflamasi
19
10
11
DAFTAR PUSTAKA
1. Ilyas, H.S., dan Yulianti, S.R. Ilmu Penyakit Mata. Edisi-5. Jakarta: Badan
Penerbit FKUI; 2015. hh.222-229.
2. American Academy of Ophthalmology. 2018-2019 Basic and Clinical Science
Course. Section 6: Pediatric Ophthalmology and Strabismus. Chapter 22:
Pediatric Glaucomas. Singapore: LEO; 2018.
3. Sergio, C., Sacca and Alberto, I. Chapter 1: Oxidative Stress in Anterior
Segment of Primary Open Angle Glaucoma. In: Gunvant, P., editor. Glaucoma –
Current Clinical and Research Aspect. Croatia: Intech; 2011. p.3.
4. Jurnal Oftalmologi Indonesia. Glaucoma Caused Blindness with Its
Characteristic in Cipto Mangunkusumo Hospital. Jurnal Oftalmologi Indonesia
2011; 7(5): 189-193.
5. Krishnadas, R. and Ramakrishnan, R. Congenital Glaucoma – A Brief Review.
Journal of Current Glaucoma Practice 2008; 2(2): 17-25.
6. Mandal, A.K., and Chakrabarti, D. Update on Congenital Glaucoma. Indian
Journal of Ophthalmology 2011; 59(1): 148-157.
7. Salmon, J.F. Bab 11: Glaukoma. Dalam: Eva, P.R., dan Whitcher, J.P., editor.
Vaughan & Asbury Oftalmologi Umum. Edisi-17. Jakarta: EGC; 2012. hh.212-
226.
8. Eunice, Shitrai. Congenital Glaucoma. Medula Unila 2014; 2(3): 111-117.
9. Girgis, N.M., and Frants, K.A. A Case of Primary Congenital Glaucoma: A
Diagnostic Dilemma. Optometry 2007; 78(4): 167-175.
10. Khurana, A.K. Comprehensive Ophthalmology. 4th Edition. Chapter 9
Glaucoma. India: New Age International (P) Ltd.; 2007. pp.205-214.
11. Bowling, Brad. Kanski’s Clinical Ophthalmology – A Systematic Approach. 8 th
Edition. Chapter 10 Glaucoma. China: Elsevier; 2016. pp.306-316.
12. Tsai, J.C., Denniston, A.K.O., Murray, P.I., Huang, J.J., and Aldad, T.S. Oxford
American Handbook of Ophthalmology. Chapter 10 Glaucoma. New York:
Oxford University Press; 2011. pp.262-263.
13. Yanoff, Myron et al. Ophthalmic Diagnosis and Treatment. 3rd Edition. Chapter
61: Glaucoma Congenital, Philadelphia: Jaypee Brothers Medical Publishers (P)
Ltd; 2014. pp.206-210.
14. Junior, J.G., and Giampani, A.S.B. Chapter 24: Congenital Glaucoma. In:
Rumelt, Shimon, editor. Glaucoma – Basic and Clinical Concepts. Croatia:
Intech; 2011. pp.483-498.
15. American Academy of Ophthalmology. 2011-2012 Basic and Clinical Science
Course. Section 6: Pediatric Ophthalmology and Strabismus. Chapter 20:
Pediatric Glaucomas. Singapore: LEO; 2011. pp.233-244.
16. Nurwasis, Komaratih, E., dan Primitasari, Y. Bab 3: Glaukoma. Dalam:
Budiono, S., Saleh, TT., Moestidjab dan Eddyanto, editor. Buku Ajar Ilmu
Kesehatan Mata. Surabaya: Airlangga University Press; 2013. hh.66-71.
17. Barliana, J.D., dan Sitorus, R.S. Bab 7: Glaukoma Kongenital Primer. Sitorus,
R.S., Sitompul, R., Widyawati, S., dan Bani, A.P., editor. Buku Ajar
Oftalmologi. Edisi-1. Jakarta: Badan Penerbit FKUI; 2017. hh.373-375.
18. American Academy of Ophthalmology. 2018-2019 Basic and Clinical Science
Course. Section 10: Glaucoma. Chapter 6: Glaucoma in Childrenand
Adolescents. San Fransisco: LEO; 2018.
19. Chan, Julia Y.Y., Choy, B.N.K., Ng Alex, L.K., and Shum, Jennifer W.H.
Review on the Management of Primary Congenital Glaucoma. Journal of
Current Glaucoma Practice 2015; 9(3): 92-99.
20. Sampaolesi, R., Zarate, J., and Sampaolesi, JR. Pediatric Glaucomas. Volume 1.
Chapter 1. Primary Congenital Glaucoma. Berlin: Springer; 2009. pp.1-7.
21. Marchini, G., Toscani, M., and Chemello, F. Pediatric Glaucoma: Current
Perspectives. Pediatric Health, Medicine and Therapeutics 2014; 2014(5): 15-27.
22. Trattler, W., Kaiser, P.K., and Friedman, N.J. Review of Ophthalmology.
Chapter 5: Glaucoma. Philadephia: Elsevier Saunders; 2012. pp.108-109.
23. Gandhi, N.G., and Freedman, S.F. Chapter 12: Glaucoma in Infants and
Children. In: Nelson, L.B. and Olitsky, S.E., editor. Harley’s Pediatric
Ophthalmology. 6th Edition. Philadelphia: LIPPINCOTT WILLIAMS &
WILKINS, WOLTERS KLUWER Health; 2014. pp.258-282.
24. Brandt, J.D., Tompson, S.W., and Liu, Yao. Part 10: Glaucoma. Section 3
Specific Types of Glaucoma. Congenital Glaucoma. In: Yanoff, Myron, and
Duker, J.S., editor. Ophthalmology. 1st Edition. China: Elsevier, Inc; 2019.
pp.1106-1111.
LAMPIRAN
Teknik operasi implan drainase glaukoma pada anak. Prosedur ini mungkin juga
dilakukan melalui insisi forniks, tanpa merubah bagian lain dari prosedur. A.
Pandangan ahli beda pada mata kanan. Benang bedah traksi vicryl 7-0 telah
ditempatkan melalui jaringan limbus/perifer kornea pada posisi jam 2 dan 8.
Peritomi konjungtiva dibuat dari arah jam 9 ke 12, dengan sayap radial pada tiap
ujung. Pengait otot ditempatkan dibawah otot rektus superior dan lateral untuk
mengekspos kuadran superotemporal. B. Implan glaukoma Baerveldt (berukuran
250 mm2) ditempatkan pada kuadran superotemporal dari sklera. Tube dari
implant telah diligasi secara sempurna 1 mm dari tepi anterior reservoir,
menggunakan benang bedah vicryl 6-0. Pengait otot menarik konjungtiva dan
kapsul tenon, bersamaan dengan sayap superior dari reservoir memasuki ruang
tepat dibelakang insersi rektus superior. C. Posisi akhir dari reservoir Baerveldt,
diamankan pada tempatnya dengan benang bedah nylon 8-0 melalui lubang
pemosisi anterior pada bidang, 6 sampai 8 mm dari limbus. D. Mata distabilisasi
dengan forceps pada limbus, sementara jarum 23 G masuk ke bilik parallel
terhadap iris, dan hampir parallel terhadap limbus superior. Tube dari implant
Baerveldt dipotong sesuai dengan panjang yang diinginkan dengan bevel up. E.
Tube Baerveldt telah ditempatkan pada bilik anterior melalui traksi jarum 23 G,
dan diamankan di tempat dengan benang bedah nylon 9-0. F. Patch graft dari
donor sklera digunakan untuk menutup tube Baerveldt pada tempat masuknya ke
dalam mata, dikuatkan dengan benang bedah vicryl 8-0 (Sumber: Gandhi and
Freedman, 2014).