Anda di halaman 1dari 57

Tinjauan Kepustakaan

DIAGNOSIS MALFORMASI VASKULAR ORBITA

Oleh :
Dimas Budiharto, dr.

Pembimbing :
Delfitri Lutfi, dr., SpM (K)

Dibacakan pada:
11 Juli 2019

DEPARTEMEN / SMF ILMU KESEHATAN MATA


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
RSUD Dr. SOETOMO
SURABAYA
2019
LEMBAR PENGESAHAN

Telah disetujui dan disahkan Tinjauan Kepustakaan I dengan judul:

DIAGNOSIS MALFORMASI VASKULAR ORBITA

Surabaya, 5 Juli 2019

Pembimbing

Delfitri Lutfi, dr., SpM (K)


NIP. 19800627 201001 2 00 2

Mengetahui,

Koordinator Program Studi Departemen Ilmu Kesehatan Mata

Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga / RSUD dr. Soetomo Surabaya

Dr. Evelyn Komaratih, dr., SpM (K)


NIP. 19680110 199703 2 003

ii
PERNYATAAN TENTANG ANTI PLAGIATISME

Yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Dimas Budiharto

NIM : 011628016304

Program Studi : Ilmu Kesehatan Mata

Angkatan : Januari 2017

Jenjang : PPDS-1

Menyatakan bahwa saya tidak melakukan kegiatan plagiat dalam penulisan

makalah I saya berjudul:

DIAGNOSIS MALFORMASI VASKULAR ORBITA

Apabila suatu saat nanti terbukti saya melakukan tindakan plagiat, maka saya

bersedia menerima sanksi yang telah ditetapkan.

Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya.

Surabaya, 5 Juli 2019

Penulis

Dimas Budiharto , dr.


NIM. 011628016304

iii
UCAPAN TERIMA KASIH

Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT, karena hanya atas

limpahan rahmat dan hidayah-Nya, penulis dapat menyelesaikan tinjauan

kepustakaan ini. Bimbingan dan dorongan dari berbagai pihak selalu menjadikan

semangat kami selama persiapan hingga penyelesaian tinjauan kepustakaan II ini.

Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis menghaturkan ucapan

terima kasih yang sedalam-dalamnya dan penghargaan yang setinggi-tingginya

kepada :

1. Delfitri Lutfi, dr., SpM (K) sebagai pembimbing yang telah memberikan

bimbingan, arahan dan kepustakaan yang berharga dalam penyusunan tinjauan

kepustakaan kami

2. Dr. Nurwasis, dr., SpM (K) sebagai Kepala Departemen / SMF Ilmu

Kesehatan Mata Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga / RSUD Dr.

Soetomo Surabaya yang telah memberikan kesempatan untuk ditampilkannya

tinjauan kepustakaan ini.

3. Dr. Evelyn Komaratih, dr., SpM (K) sebagai Koordinator Program Studi

Departemen Ilmu Kesehatan Mata Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga

/ RSUD Dr. Soetomo Surabaya yang telah memberikan kesempatan kepada

kami untuk menampilkan tinjauan kepustakaan ini.

4. Indri Wahyuni, dr., SpM (K) sebagai dosen wali yang telah memberikan

dorongan, semangat dan nasehat dalam penyusunan tinjauan kepustakaan ini.

5. Para Guru Besar dan Staf Pengajar Departemen Ilmu kesehatan Mata

Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga/ RSUD Dr. Soetomo Surabaya,

iv
yang telah memberikan bantuan, saran dan dorongan dalam penyusunan

tinjauan kepustakaan ini.

6. Bapak/ Ibu Moderator dan Sekretaris sidang yang telah memimpin dan

membantu penyajian tinjauan kepustakaan ini.

7. Teman-teman sejawat PPDS I Departemen Ilmu Kesehatan Mata Fakultas

Kedokteran Universitas Airlangga/ RSUD Dr. Soetomo Surabaya yang telah

memberikan bantuan dan dorongan semangat dalam penyusunan tinjauan

kepustakaan ini.

8. Tim Audiovisual yang telah membantu kelancaran pementasan tinjauan

kepustakaan ini.

Serta semua pihak yang tidak dapat kami sebutkan satu persatu dan telah

banyak memberikan bantuan sehingga penulisan tinjauan kepustakaan ini dapat

terselesaikan, kami ucapkan terimakasih.

Semoga amal baik yang telah diberikan mendapat balasan yang setimpal

serta mendapatkan berkah dan rahmat Allah SWT.

Surabaya, 8 Juli 2019

Penulis

v
DAFTAR ISI

Halaman

LEMBAR PENGESAHAN………………………………………………. ii

PERNYATAAN ANTI PLAGIATISME………………………………… iii

UCAPAN TERIMA KASIH……………………………………………… iv

DAFTAR ISI…………………..…………………………………………... vi

DAFTAR GAMBAR……………………………………………………… viii

DAFTAR SINGKATAN…………………………………………………. x

RINGKASAN…………………………………………………………….. xi

ABSTRACT……………………………………………………………….. xii

BAB 1 PENDAHULUAN……………………………………………….. 1
BAB 2 KLASIFIKASI ANOMALI VASKULAR …..…………………... 3

2.1 Tumor Vaskular………….…………………..………………... 6

2.2 Malformasi Vaskular..……………………………..……………. 7

BAB 3 MALFORMASI VENA………….………………………………….. 12

3.1 Malformasi Vena Distensible……………………………………… 13

3.1.1 Epidemiologi……………………………………………… 14

3.1.2 Patogenesis……………………………………………….. 14

3.1.3 Gejala Klinis……………………………………………... 14

3.1.4 Pemeriksaan Penunjang………………………………….. 17

3.2 Malformasi Vena Cavernosa…………………………………. 20

3.2.1 Epidemiologi…………………………………………….. 21

3.2.2 Patogenesis……………………………………………… 21

3.2.3 Gejala Klinis…………………………………………….. 22

3.2.4 Pemeriksaan Penunjang………………………………… 23

vi
BAB 4 MALFORMASI LIMFATIK…… ………………….…………… 27

4.1 Epidemiologi………………………………………..……… ... 27

4.2 Patogenesis………………………………….……………...…. 28

4.3 Gejala Klinis……….………… ………… …………………… 29

4.4 Pemeriksaan Penunjang………………… …………………… 30

BAB 5 MALFORMASI ARTERIVENA…………………………………... 34

5.1 Epidemiologi…………………………………………………. 35

5.2 Patogenesis…………………………………………………… 36

5.3 Gejala Klinis…………………………………………………. 36

5.4 Pemeriksaan Penunjang……………………………………… 38

BAB 6 PENUTUP…………………………………………………………. 43

DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………… 44

vii
DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1 Klasifikasi anomali vaskular ISSVA 2018………………......... 4

Gambar 2.2 Lokasi malformasi vaskular orbita……………………………. 8

Gambar 3.1 Drainase vena orbita ………………………………………….. 12

Gambar 3.2 MV distensible pada orbita ……………………….................... 15

Gambar 3.3 MV intraoral dan MV Cutaneous fasial ……………………… 15

Gambar 3.4 Ultrasonografi MV distensible pada orbita …………………… 17

Gambar 3.5 Phleboliths merupakan patognomonis untuk MV (MRI)…… 18

Gambar 3.6 CT angiografi (CTA) MV dan manuver Valsalva……………. 19

Gambar 3.7 MV pada MRI……………………………………………….. 20

Gambar 3.8 MVC orbita pada CT………………………………………… 24

Gambar 3.9 Ultrasonografi MVC orbita……………………………………... 25

Gambar 3.10 Malformasi vena cavernosa………………………………... 26

Gambar 4.1 Gambaran keterlibatan konjungtiva pada ML orbita………... 30

Gambar 4.2 Ultrasonografi ML orbita…………………………………… 31

Gambar 4.3 Malformasi limfatik………………………………………… 32

Gambar 4.4 ML Orbitofasial…………………………………………….. 33

Gambar 5.1 Gambaran sagittal suplai arteri ke orbita dan bola mata…… 34

Gambar 5.2 Skema dan arteriogram malformasi arterivena …………….. 37

Gambar 5.3 MAV hemifasial massif……………………………………. 37

Gambar 5.4 Malformasi arterivena primer pada gadis 17 tahun………… 39

Gambar 5.5 MAV palpebra……………………………………………… 40

Gambar 5.6 MAV orbita pada MRI……………………………………... 41

viii
Gambar 5.7 Histologi MAV…………………………………………….. 42

ix
DAFTAR SINGKATAN

CLAVM Capillary lymphatic arteriovenous malformation

CT Computer Topography

CTA CT Angiografi

GLUT-1 Glucose transport protein

H&E Hematoxylin dan Eosin

ISSVA The Internasional Society for Study of Vascular Anomalies

MAV Malformasi arterivena

MLT Multifocal lymphangioendotheliomatosis with trombositopenia

MR Magnetic Resonance

MRA Magnetic Resonance Angiogram

MRI Magnetic Resonance Imaging

MV Malformasi vena

MVC Malformasi vena cavernosa

NICH Noninvoluting congenital hemngioma

RICH Rapid involuting congenital hemangioma

USG Ultrasonografi

VEGF Vascular endothelial growth factor

x
RINGKASAN

DIAGNOSIS MALFORMASI VASKULAR ORBITA

Dimas Budiharto, dr.

Malformasi vaskular dan tumor vaskular merupakan dua kategori anomali


vaskular. Sebagian besar tenaga medis masih sering bingung dalam menggunakan
terminology dalam anomali vaskular, sehingga dapat menyebabkan manajemen
yang tidak benar terhadap pasien.
Pada tahun 2014, The Internasional Society for Study of Vascular
Anomalies (ISSVA) telah mengklasisifikasikan anomali vaskular, dan sekarang
telah digunakan secara luas untuk diagnose dan manajemen anomali vaskular.
Tumor vaskular adalah neoplasma endothelial yang ditandai dengan
meningkatnya endothelia turnover. Malformasi vaskular adalah kelainan akibat
kesalahan proses morfogenesis vaskular pada saat embriogenesis. Malformasi
vaskular dapat dikategorikan berdasarkan lokasi anatomi, karakteristik aliran
maupun komponen vaskular.
Malformasi vena terdiri atas malformasi vena distensible dan non-
distensible. Malformasi vena distensible adalah malformasi yang terhubung
dengan system vena dan dapat membesar dengan maneuver Valsalva. MRI adalah
modalitas penunjang pilihan pada malformasi vena distensible. Malformasi ini
dapat terlihat dengan CT, MRI dan USG dengan maneuver Valsalva. Phlebolith
yang merupakan patognomonis untuk lesi dapat dilihat dengan CT dan MRI.
Malformasi vena cavernosa dahulu disebut hemangioma cavernosa. Lesi ini
merupakan lesi vaskular orbita tersering pada orang dewasa, dan merupakan
bagian dari malformasi vena non-distensible. CT menjadi modalitas utama untuk
malformasi vena cavernosa. Lesi ini berbatas tegas dan memiliki pseudokapsul
fibrous
Malformasi limfatik dahulu disebut limfangioma. Lesi ini terdiri atas
pembuluh limfatik dan kista yang dibatasi oleh endotel limfatik. CT dan MRI
menunjukkan lesi kistik dan septa internal. MRI dapat menujukaan fluid-fluid
levels didalam kista.
Malformasi arterivena adalah lesi vaskular paling jarang. Lesi ini berasal
dari system vena, arteri atau keduanya. Malformasi arterivena memiliki
hemodinamik high-flow dan dapat terlihat flow-void pada MRI. Lesi ini
merupakan satu – satunya lesi vaskular yang membutuhkan angiografi untuk
diagnostic.

xi
ABSTRACT

DIAGNOSIS OF ORBITAL VASCULAR MALFORMATION

By : Dimas Budiharto, dr

Vascular malformations and vascular tumors are two categories in vascular


anomalies. A large number of medical personnel are still confused in the use of
terminology and result in management errors. Vascular malformation is a disorder
caused by vascular morphogenesis error during embryogenesis. A tumor is a
biological entity in which a pathological cell turnover takes place. Despite this,
many contemporary papers the word “tumor” is used in the context of cavernous
hemangioma, lymphangioma and other vascular malformation. A clear distinction
between tumors and malformations does not just have intellectual and academic
relevance, but also leads to wrong therapeutic approaches, with an evident burden
for the patient. An up-to-date appropriate description of a vascular anomaly must
adhere to the International Society for the Study of Vascular Anomalies (ISSVA)
classification. With ISSVA classification in 2018, help to understand vascular
anomalies better and help to perform better management for the patient.

Keywords: vascular malformation, vascular anomaly, vascular tumors,


lymphatic malformation, venous malformation, cavernous venous malformation,
arteriovenous malformation

xii
BAB 1

PENDAHULUAN

Malformasi vaskular dan tumor vaskular merupakan dua kategori utama

anomali vaskular. Malformasi vaskular dapat timbul dari vena, arteriovenosa,

limfatik, atau venular. Malformasi kombinasi juga dapat terjadi. Tidak seperti

neoplasma, malformasi vascular bersifat kongenital, tidak berproliferasi atau ber-

involusi, dan membesar perlahan melalui ektasia dan hipertrofi, tidak melalui

hiperplasia sel. Kadang-kadang, ekspansi cepat dapat terlihat dengan rangsangan

trauma, hormonal fluktuasi, dan infeksi pernafasan (Fay, A., et al., 2017).

Tumor vaskular dan malformasi vaskular orbita merupakan kelompok

penting dari orbital space-occupaying lesions. Banyak riset menunjukkan bahwa

lesi vaskular menyumbang 6.2–12.0% dari semua orbital space-occupaying

lesions yang terdokumentasikan secara histologis (Karcioglu Z.A.., et al., 2015).

Anomali vascular berakibat ambliopia, kebutaan, globe displacement bola mata,

deformitas orbita dan orbitofacial, nyeri dan ulserasi, morbiditas yang berat pada

kasus malformasi vaskular intrakranial yang tidak terdeteksi. Kehilangan daya

penglihatan juga bervariasi dari kronis hingga akut. Faktanya banyak ahli bedah

pada masa lalu kecewa dan tidak puas akan hasil dari manajemen bedah pada

kondisi yang menantang ini (Sundar G.,2018).

Para ahli patologi, dokter, dan radiologi secara umum bingung pada

diagnosis anomali vaskular dengan menggunakan terminologi medis yang tidak

spesifik. Diagnosis yang tepat dari banyak anomali ini telah membingungkan

sejumlah besar tenaga medis. Di sebuah studi terbaru, PubMed mendata publikasi

1
dengan kata "hemangioma" baik dalam judul ataupun abstrak. Dari 320 artikel

yang ditemukan, hemangioma salah digunakan pada 228 (71%) artikel. Dalam

artikel yang memasukkan rekomendasi manajemen, mereka menemukan bahwa

pada 13 dari 63 (21%) artikel yang menggunakan terminologi yang tidak tepat

pasien tidak dirawat dengan benar. Sedangkan dari 42 artikel yang menggunakan

terminologi yang tepat dilakukan manajemen dengan tepat pada pasien

(Sepulveda A., et al.,2014).

Mengingat terdapat pembaharuan klasifikasi dari anomali vaskular ini dan

masih banyaknya kesalahan penggunaan terminologi dan istilah oleh tenaga

kesehatan pada malformasi vaskular ini, penulis merasa perlu membahas tentang

bahasan malformasi vaskular. Penulis berharap karya ini dapat membantu para

tenaga medis khususnya dokter mata dalam mengenali dan mendiagnosa

malformasi vaskular orbita pada pasien.

2
BAB 2

KLASIFIKASI ANOMALI VASKULAR

Anomali vascular dapat dibagi menjadi dua kategori utama yaitu tumor

dan malformasi. Entitas klinis ini sangat berbeda, tetapi sering membingungkan,

sebagaimana dibuktikan oleh sejarah dan literatur medis. Riwayat medis dan

pemeriksaan sangatlah penting dalam menentukan anomaly vaskular apapun.

Penatalaksanaan anomali vaskular tergantung pada riwayat medis, diagnosis dan

yang terpenting adalah lokasi lesi (Sepulveda A., et al.,2014).

Berbagai macam istilah yang kurang tepat digunakan dalam bidang

anomali vaskular. Limphangioma orbita, dan hemangioma kavernosa orbita

adalah istilah yang paling sering salah digunakan. Hooper pada tahun 1828

menciptakan istilah melanoma dan mengusulkan agar akhiran "oma" hanya

digunakan untuk lesi tumor. Tumor adalah entitas biologis di mana terjadi cell

turnover patologis dan ini tidak terjadi pada malformasi vaskular. Meskipun

demikian, dalam banyak makalah terdahulu kata "tumor" digunakan dalam

konteks hemangioma kavernosa, limfangioma dan malformasi vaskular lainnya.

Perbedaan yang jelas antara tumor dan malformasi ini tidak hanya memiliki

relevansi intelektual dan akademis namun juga interpretasi suatu penyakit yang

salah sehingga sering mengarah pada pendekatan terapi yang salah dan merugikan

pasien (Colletti G, et al. 2018).

Tumor vaskuler adalah neoplasma endotelial yang ditandai dengan

meningkatnya endothelial turnover (Akmal E., 2017). Istilah "hemangioma" telah

3
digunakan untuk menggambarkan hampir setiap etiologi, morfologi, dan

perjalanan penyakit lesi vaskular (Fay, A., et al., 2017).

Pada tahun 1982 Glowacki dan Mulliken memulai riset modern

anomali vaskular dengan memperkenalkan skema klasifikasi biologis. Mereka

mendefinisikan hemangioma infantil berdasarkan gambaran klinis dan gambaran

mikroskop cahaya dan memisahkan tumor vaskular dari malformasi vaskular

(Tabel 2.1). Hampir dua dekade kemudian, North dan Mihm menunjukkan sel –

sel endothelial dari Hemangioma infantil mengekspresikan protein transport

glukosa (Glucose transport protein (GLUT-1) yang hanya diekspresikan dalam

plasenta dan jaringan sawar darah-otak. Mereka kemudian menemukan tiga

protein tambahan diekspresikan hanya pada hemangioma infantil dan plasenta

(Tabel 2.2) (Fay, A., et al., 2017).

Tabel 2.1 Tanda – tanda klinis dan histologis hemangioma dan malformasi vascular (Fay, A., et
al., 2017)

Hemangioma Malformasi
Absen saat lahir Ada saat lahir
Siklus hidup bebas Progress tanpa henti
Proliferasi cepat (+mitosis) Ekspansi lambat
Involusi lambat Tidak pernah involusi
Wanita > Pria Wanita = Pria
Kulit putih > coklat Kulit putih = coklat
Histologi bervariasi sesuai stadium Pembuluh darah atau limfe

Tabel 2.2 Profil imunohistokimia dari Hemangioma infantil dan Malformasi vaskular

Plasenta Hemangioma Malformasi


GLUT-1 + + -
Lewis Y + + -
Merosin + + -
FC-ƔRII + + -

4
Pada tahun 2014, the International Society for the Study of Vascular

Anomalies (ISSVA) mengadopsi dan memodifikasi klasifikasi awal Mulliken dan

Glowacki dan kemudian direvisi kembali pada tahun 2018 (Gambar 2.1). Sistem

klasifikasi ini sekarang secara luas diterima untuk mendiagnosis dan mengelola

anomali vaskular dengan benar (ISSVA ,2018).

Gambar 2.1 Klasifikasi anomali vaskular International Society for the Study of Vascular
Anomalies 2018(ISSVA ,2018).

Anomali vaskular terdiri dari tumor vaskular (proliferatif) dan

malformasi vaskular (nonproliferatif). Tumor vaskular selanjutnya

disubklassifikasian berdasarkan potensi keganasan. Sedangkan malformasi

vaskular disubklasifikasikan berdasarkan saluran vaskular yang terlibat (Steiner

J.E., et al, 2017). Dalam bahasa modern, hemangioma infantil menggambarkan

neoplasma vaskular spesifik yang menunjukkan perilaku biologis yang khas dan

mempunyai kecenderungan muncul di kepala dan leher. Di daerah periokuler,

hemangioma infantil dapat memengaruhi perkembangan penglihatan, kelopak

mata dan orbita (Fay, A., et al., 2017). Secara umum imbuhan “-oma” biasanya

diberikan untuk neoplasma jinak yang tumbuh dari hiperplasia endotel. Secara

klinis semua tumor vascular (kecuali hemangioma kongenital) tidak muncul saat

lahir. Tumor vaskular memiliki periode pertumbuhan cepat, dan involusi spontan

(kecuali Noninvoluting Congenital Hemangioma (NICH)). Malformasi vascular

5
ditandai dengan kesalahan pertumbuhan jaringan embriologi vascular. Malformasi

vascular dapat berasal dari kapiler, vena, limfatik, dan / atau arteri. Malformasi

tidak nampak saat lahir, tidak mengalami peningkatan endothelial turnover, dan

tumbuh proporsional berdasarkan pertumbuhan anak, fakta – fakta inilah yang

mendasari perbedaan malformasi dan tumor vascular. (Sepulveda A., et al.,2014)

Perbedaan antara tumor dan malformasi vaskular, secara radiologis,

tumor cenderung tampak berbatas tegas,dengan massa lobular yang hiperintens

dengan pemberian kontras, sedangkan malformasi memiliki batas yang kurang

tegas, patchy hyperintense dengan kontras dan dapat memiliki area - area

kalsifikasi focal di dalam lesi (Yen M.T., et al.,2016).

2.1 Tumor Vaskular

Mulliken dan Glowacki, melaporkan tumor vaskular (kemudian disebut

sebagai hemangioma) menunjukkan aktivitas mitosis spesifik dan berakhir pada

proses involusi, dan ini adalah ciri yang membedakan dengan malformasi

vaskular. Tumor vaskular Ini terdiri dari hemangioma infantil dan hemangioma

kongenital yang cepat involusi dan noninvolusi, serta tumor yang lebih agresif,

seperti Tufted angioma, Kaposiform hemangioendothelioma, dan angiosarkoma

(Nosher JL., et al.,2014).

Hemangioma infantil adalah tumor tersering pada bayi dan anak – anak.

Tumor ini menjangkit sampai dengan 12 % populasi anak – anak dengan

kecenderungan lebih besar terjadi pada wanita. Secara histologi, lesi ini terwarnai

positif pada pewarnaan (GLUT-1). Khas pada tumor ini muncul antar minggu ke-

6
2 hingga bulan ke-2 kehidupan kemudian diikuti fase proliferasi, fase involusi dan

sampai involusi sempurna (Nosher JL., et al.,2014).

Hemangioma kongenital adalah tumor yang menunjukkan pertumbuhan

intra-uteri, dan mencapai puncaknya saat kelahiran. Lesi ini sering menjangkit

ekstrimitas yang dekat dengan persendian, atau pada kepala dan daerah leher yang

berdekatan dengan telinga. Berbeda dengan hemangioma infantil, lesi ini

terwarnai negative untuk GLUT-1. Hemangioma kongenital dibagi menjadi dua

kategori berdasarkan aktivitas biologi, yaitu: Rapidly involuting congenital

hemngioma (RICH) dan noninvoluting congenital hemangioma (NICH). RICH

biasanya regresi dalam 6-14 bulan kehidupan sedangkan NICH tidak regresi dan

biasanya membutuhkan operasi eksisi (Nosher JL., et al.,2014).

Kapasiform hemangioendothelioma adalah tumor vaskular yang

jarang. Tumor ini biasanya muncul pada kulit dan semakin lama semakin meng-

infiltrasi jaringan dibawahnya. Pada banyak kasus sering dikaitkan dengan

kelainan pembekuan darah, sindroma Kasabach-Merritt dan lymfangiomatosis

(Nosher JL., et al.,2014).

2.2 Malformasi Vaskular

Malformasi vaskular adalah kelainan yang disebakan karena

kesalahan pada morfogenesis vaskular pada saat embriogenesis, misalnya terjadi

kesalahan proses pensinyalan yang mengontrol apoptosis, maturasi, dan

pertumbuhan sel – sel vaskular (Cox J. A. et al, 2014). Malformasi vaskular

kepala dan orbita berasal dari pembuluh – pembuluh vaskular otak dengan

7
demikian tidak jarang malformasi ini memiliki komponen intrakranial (Rootman

J., et al.,2014).

2.2.1 Klasifikasi Berdasarkan Anatomi

Malformasi dapat diklasifikasikan berdasarkan lokasi anatomi. Lesi

superfisial biasanya mengenai hanya palpebra dan konjungtiva. Lesi dalam

biasanya terdapat pada rongga orbita tanpa ada komponen lesi yang terlihat dari

luar. Lesi kombinasi memiliki komponen superfisial dan dalam. Lesi yang

kompleks dapat terjadi multi fokal pada orbita, intrakranial, dan komponen

sistemik yang dapat dilihat pada sindrom – sindrom multisistemik (Yen M.T., et

al.,2016).

Gambar 2.2 Kiri, lokasi malformasi vaskular orbita: superficial (kuning), dalam (biru), dan
kombinasi (merah). Lesi superficial terbatas pada palpebra dan konjungtiva. Lesi dalam terdapat di
retrobulbar dan peribulbar. Lesi kombinasi adalah gabungan superfisial dan dalam. Malformasi
vaskular kompleks dapat meluas diluar orbita sampai dengan kranial, sinus, dan wajah, juga dapat
menjadi multisistem (tengah, kanan). Gambaran axial (tengah) menunjukkan perluasan lesi
kearah temporal dan medial fossa kranialis dan sinus ethmoidalis (Rootman J., et al.,2014).

2.2.2 Klasifikasi Berdasarkan Karakteristik aliran

Pada tahun 1999 Orbital Society menyarankan klasifikasi malformasi

vaskular berdasarkan karakteristik aliran. Dalam sistem klasifikasi ini, malformasi

dapat dibagi menjadi lesi no-flow, lesi low-flow (vena), dan lesi high-flow (arteri).

8
Pembagian lesi berdasarkan karakteristik aliran ini sangat membantu dalam

mengidentifikasi, dan memilih tatalaksana untuk lesi ini. Ciri klinis dan radiologis

dapat digunakan untuk membedakan aliran hemodinamik dari malformasi

vaskular. Ciri klinis meliputi perubahan lesi saat posisi tubuh tertentu, manuver

Valsalva, adanya bruits atau denyutan, dan penyakit yang menyertai (Yen M.T., et

al.,2016).

Ada beberapa cara untuk memeriksa aliran lesi. Yang paling sering

dengan melakukan manuver Valsalva. Manuver ini paling baik dilakukan saat

pasien duduk dan badan agak membungkuk dan menundukkan kepala untuk

meningkatkan tekanan intraabdomen. Kecepatan dan derajat perubahan proptosis

dan atau globe displacement kemudian dicatat atau direkam. Pengisian atau

pengempisan yang lambat dari lesi menunjukkan bahwa lesi ini merupakan

malformasi dengan saluran yang kecil dan atau memiliki saluran keluar yang

sempit. Sedangkan pengisisan dan pengempisan yang cepat menunjukkan saluran

keluar yang besar (Rootman J., et al.,2014).

2.2.3 Klasifikasi Berdasarkan Komponen

Malformasi vaskular disubkategorikan menurut morfologi saluran,

yaitu, variasi kapiler, vena, arteri, atau limfatik yang mendominasi. Mengingat

keseragaman asal dari vaskular sistemik, keberadaan fenotip campuran juga dapat

terjadi. Ciri - ciri klinis lesi ini umumnya ditentukan oleh subtype saluran yang

dominan, dan jarang membutuhkan perawatan khusus untuk lebih dari satu

subtipe. Klasifikasi menyeluruh lesi vaskular direvisi pada tahun 2014 oleh

9
International Society for the Study of Vascular Anomalies (Fay, A., et al., 2017),

dan direvisi kembali tahun 2018 (ISSVA ,2018).

Kebanyakan malformasi vaskular simple terdiri dari satu tipe kanal

vaskular, dan dinamai sesuai dengan tipe vaskular yang ada (malformasi kapiler,

malformasi vena, malformasi limfatik), kecuali pada malformasi arteriovenous

dan fistula arteriovenous, dimana terdapat kombinasi antara komponen arteri,

vena, dan kapiler. Karena beberapa dari malformasi ini terdiri atas beberapa tipe

vaskular, maka saat ini mereka lebih akurat diklasifikasikan sebagai malformasi

vaskular simple (Steiner J.E., et al, 2017).

Malformasi vaskular kombinasi didefinisikan sebagai lesi yang

mempunyai dua atau lebih tipe malformasi vaskular dalam satu lesi. Nama untuk

malformasi vaskular kombinasi adalah dengan mengurutkan komponen

malformasi yang ada sesuai urutan alfabet, dengan pengecualian malformasi

arteriovenous, dimana penempatannya selalu dibelakang. Sebagai contoh,

malformasi yang terdiri dari komponen limfatik, arteriovenous, dan kapiler akan

dinamai dengan capillary-lymphatic-arteriovenous malformation dan disingkat

dengan CLAVM (Steiner J.E., et al, 2017).

Malformasi dapat mengenai vascular besar dan vascular kecil.

Terminologi “major named vassels” adalah untuk kelainan pada vaskular besar.

Arteri, vena dan limfatik semuanya dapat terkena. Anomali – anomali ini dapat

berupa abnormalitas vaskular pada asal, perjalanan, jumlah, panjang, diameter

(contoh, hipoplasia, ectasia, atau stenosis) dan atau katup – katup nya. Salah satu

contohnya adalah coarctions dari aorta. Anomali juga dapat terlihat pada

komunikasi abnormal, seperti fistula arteriovenous atau persistent embryonal

10
vessels. Desain subklasifikasi ini mirip dengan malformasi vaskular “truncular”

dan :channel-type” yang terdeskripsikan pada klasifikasi lama. Malformasi

vaskular truncal mempunyai ciri stabil dan berpotensi untuk diperbaiki tanpa ada

rekurensi (Steiner J.E., et al, 2017).

Malformasi vaskular dari semua tipe (simpel, atau kombinasi) dapat

berhubungan dengan anomali – anomali nonvaskular, yang tersering adalah

tulang, jaringan lunak, atau visceral overgrowth. Kebanyakan dari malformasi ini

bercirikan sindrom eponim(dinamai sesuai nama penemunya) (Steiner J.E., et al,

2017).

Pengetahuan tentang patofisiologi dan genetic dari tumor dan

malformasi terus berkembang. Namun demikian, terdapat beberapa anomali yang

belum dapat dimengerti. Lesi seperti ini belum dapat diklasifikasikan kedalam

klasifikasi ISSVA saat ini. Lesi ini termasuk hemangioma verrucous, multifocal

lymphangioendotheliomatosis with thrombocytopenia (MLT)/cutaneovisceral

angiomatosis with thrombocytopenia, kaposiform lymphangiomatosis, dan PTEN-

type hemartoma dari jaringan lunak. Pencarian genetik lesi ini terus berlangsung,

dan hasilnya diharapakan dapat memasukkan lesi ini pada klasifikasi yang ada

atau dapat menjadi dasar modifikasi pada sistem klasifikasi ini (Steiner J.E., et al,

2017).

Dalam makalah ini kami membahas malformasi vaskular berdasarkan

komponen pada bab – bab selanjutnya.

11
BAB 3

MALFORMASI VENA

Secara anatomi, aliran keluar vena okuli dimulai dari vena retina, yang

keluar menuju vena retina sentralis dan vena koroid, kemudian keluar menuju

sklera melalui vena – vena vortex. Di anterior, plexus vena episklera menampung

darah dari sirkulasi uvea anterior dan humor aqueous dari kanal Schlemm.

Drainase vena primer ini mengalir ke vena oftalmika superior. Vena oftalmika

superior berjalan di superomedial orbita menuju apex orbita. Di apex, vena ini

menyilang ke lateral dan masuk ke sinus kavernosus dan menuju fisura orbita

superior (Gambar 3.1) (Foroozan R., et al., 2016).

Gambar 3.1 Drainase vena orbita. Potongan sagital sirkulasi vena orbita dan bola mata. v= vena.
(Foroozan R., et al., 2016).

Malformasi vena adalah kesalahan perkembangan dari sistem vena

yang dapat terlihat pada regio ekstrimitas, badan, kepala-leher (Fay, A., et al.,

2017). Malformasi vena (MV) dapat bersifat distensible (dapat dilembungkan)

12
atau nondistensible. MV distensible biasa juga disebut “orbital varices”

(Rootman J., et al.,2014).

Malformasi vena cavernosa (MVC), yang dahulu disebut “hemangioma

cavernosa”, masuk dalam kategori malformasi vena nondistensible low-flow

dalam klasifikasi ISSVA (Calandriello L., et al. 2017). Terdapat beberapa

perbedaan profil imunohistokimia antara hemangioma infantil dan MVC,

termasuk Ki-67 yang rendah dan GLUT-1 yang negative pada MVC. Hal ini

menunjukkan MVC lebih cocok dikategorikan sebagai malformasi vena

dibandingkan neoplasma jinak (Sullivan T. J., 2018).

Menurut kejadiannya MV dapat dibagi menjadi MV sporadis (94%),

MV cutaneomucosal diwariskan-dominan (1%), dan malformasi glomuvenous

(5%) diwariskan-dominan dan tidak diwariskan. Malformasi vena dapat terjadi

dibagian tubuh manapun, namun dominan terjadi di regio kepala dan leher (40%

dari semua kasus), badan (20%), dan ekstrimitas (40%) (Behravesh S, et al.,

2016).

3.1 Malformasi Vena Distensible

Malformasi vena distensible adalah malformasi yang terhubung dengan

sistem vena melalui pembuluh normal ataupun dismorfik. Malformasi vena ini

secara klinis dapat membesar dengan manuver Valsalva dan mengempis dengan

kecepatan yang bervariasi tergantung pada hemodinamik inflow dan outflow

(Rootman J., et al.,2014).

13
3.1.1 Epidemiologi

Angka kejadian MV distensible adalah 2% dari semua lesi pada orbita.

Lesi ini sudah ada sejak lahir, namun biasanya manifes pada decade ke-2 hingga

ke-3 kehidupan. Prevalensi kejadian lesi ini sama antara pria dan wanita (Fay, A.,

et al., 2017).

3.1.2 Patogenesis

Malformasi vena terbentuk dari hasil rangsangan abnormal pada tahap

akhir fase retiform plexus. Fase ini adalah fase kedua pembentukan vaskular yang

menghasilkan bentuk kapiler (minggu ke-7 hingga minggu ke-12). MV orbita

diperkirakan merupakan hasil dari kelemahan kongenital di dinding vena post-

kapiler, kemudian terjadi proliferasi dari komponen vena dan dilatasi massif dari

vena orbita yang tak-berkatub. Lesi – lesi ini merupakan malformasi low-flow

yang seringkali bermuara ke sinus cavernosus (Fay, A., et al., 2017)

3.1.3 Gejala Klinis

Malformasi vena distensible atau orbital varises terhubung dengan

sistem vena melalui pembuluh – pembuluh yang normal ataupun dismorfik.

Secara klinis lesi ini akan membesar saat manuver Valsalva dan mengempis

dengan kecepatan yang bervariasi, bergantung pada dinamika inflow dan terutama

outflow. Lesi ini dapat menimbulkan nyeri mendadak karena thrombosis spontan

dan atau perdarahan atau bahkan dilatasi mendadak yang berhubungan dengan

aktifitas fisik (Rootman J., et al.,2014).

14
Pada pemeriksaan klinis, sekitar 60% MV distensible dapat diketahui

dengan manuver Valsalva. Sisanya 40% tidak memperlihatkan penggelembungan

(distention) secara klinis, tetapi terlihat pada pencitraan radiologi (Yen M.T., et

al.,2016).

Pasien dengan MV distensible orbita yang sangat besat dapat menjadi

enopthalmos, karena perluasan gradual tulang- tulang orbita dan disertai atrofi

lemak orbita. Lesi ini biasanya dapat menyebabkan terjadinya proptosis atau

globe displacement dengan manuver Valsalva (Gambar 3.2) (Rootman J., et

al.,2014). MV distensible juga dapat menyebabkan terjadiny proptosis saat

aktifitas fisik, dan enoftalmos yang nyeri saat posisi tegak beristirahat.

Enoftalmos ini sering terukur dengan perbedaan lebih dari 10 mm antar kedua sisi

dengan Hertel exophthalmometer. MV orbita sering berhubungan dengan anomali

vena intrakranial atau MV hemifasial pada kulit kepala, jalan nafas, rongga

buccal, dan masseter. Pada kasus seperti ini, penegakan diagnosis menjadi lebih

mudah, hal ini ditandai dengan warna kebiruan dari kelopak mata, pipi, pelipis,

kulit kepala, atau mulut yang terkena (Gambar 3.3). MV intraoral dapat

menyebabkan perdarahan, gangguan pertumbuhan gigi, gangguan bicara, dan

obstruksi jalan nafas (Fay, A., et al., 2017).

15
Gambar 3.2 A MV distensible pada orbita menunjukkan enoftalmos pada posisi tegak, B dan
eksoftalmos yang nyeri saat ada peningkatan tekanan orbita. C MV Orbitofasial pada posisi tegak,
D lesi membesar dramatis, memperlihatkan perluasan dari lesi ketika pasien menunduk (Fay, A.,
et al., 2017).

Gambar 3.3 A MV intraoral, B MV Cutaneous fasial mengenai kelopak mata, pipi, hidung dan
bibir atas, C lesi ini dapat melibatkan mukosa dan submucosa dari bibir, pipi, lidah dan dasar
mulut (pasien berbeda) (Fay, A., et al., 2017).

16
3.1.4 Pemeriksaan Penunjang

Pasien dengan kecurigaan ke arah MV utamanya dilakukan

pemeriksaan pencitraan. Sedangkan tes serologi dilakukan pada keadaan –

keadaan tertentu. Biomarker MV yang baru ditemukan adalah D-dimer, dan

bermakna diagnosis jika nilainya tinggi (Fay, A., et al., 2017).

Saat manuver Valsalva ultrasonografi dapat menunjukkan lesi anechoic

intermiten dengan aliran intrinsic. Namun modalitas pencitraan ini terbatas pada

lapang pandangan, kedalaman penetrasi dan ketergantungan pada kemampuan

operator. Pencitraan ultrasonografi Doppler sangat penting untuk membedakan

MV dari anomali vaskular yang lain, dimana pada ultrasonografi Doppler dapat

menunjukkan aliran balik menuju transducer saat manuver Valsalva dilakukan.

Pada umumnya, ultrasonografi Doppler menunjukkan monophasic, kecepatan

aliran lambat pada 20% lesi. Jika tidak ditemukan maka kemungkinan terjadi

trombosis (Fay, A., et al., 2017).

Gambar 3.4 Ultrasonografi memakai transverse (cross-sectional) scan dengan pancaran suara
menyarah ke inferior, menunjukkan pola relatif normal pada jaringan lunak orbita saat pasien
tegak (supine) (A), dan muncul gambaran bentuk ireguler, lesi reflektifitas rendah (panah) saat
pasien membungkuk (B) (Ko F., et al., 2011)

Saat pasien berbaring (supine), pencitraan CT biasanya menunjukan

gambaran normal atau sedikit perbesaran vena yang terkena. Setelah injeksi

17
kontras dilakukan, MV akan menunjukkan lesi heterogen dan kurang jelas

(hypoattenuating), dan lambat terwarnai kontras. MV menunjukkan gambaran

kontur halus, clublike, segitiga, dilatasi segmental, atau suatu kumpulan

pembuluh. Pada CT juga sering terlihat Phlebolith yang merupakan patognomonis

untuk MV (Gambar 3.5). Kemampuan mengembang dari MV lebih jelas terlihat

pada pencitraan MRI dibandingkan CT (Gambar 3.6). Pemeriksaan CT

mengandung radiasi sehingga seharusnya dihindari untuk anak- anak (Fay, A., et

al., 2017).

Gambar 3.5 Phleboliths merupakan patognomonis untuk MVdan paling baik terlihat pada CT. Ini
dapat pula terlihat pada MRI, seperti pada MV masseter kiri ini.

18
Gambar 3.6 Potongan axial CT angiografi (CTA) kavitas malformasi vena sebelum (A) dan
sesudah (B) manuver Valsalva. Perhatikan ekspansi dan enhancement yang hamper komplit
setelah Valsalva juga biasanya batas posterior lonjong mengarah ke apex. Potongan Coronal CTA
sebelum (C) dan sesudah (D) manuver Valsalva. Perhatikan ekspansi lesi setelah Valsalva dengan
pendorongan jaringan sekitar. Juga perhatikan bahwa vena oftalmika superior (D, panah)
terdilatasi selama Valsalva (Rootman J., et al.,2014).

MRI adalah modalitas penunjang pilihan pada MV. Namun pada MRI,

MV dapat terlihat ataupun tidak, tergantung pada posisi pasien dan tekanan vena.

Maka dari itu MRI sebaiknya dilakukan dengan kontras dan peningkatan tekanan

vena. MRI tanpa manuver Valsalva dapat gagal menunjukkan lesi sama sekali.

Posisi tengkurap lebih bisa menunjukkan lesi MV orbita atau fasialis. Gambaran

MV pada MRI menunjukkan lesi hipointens sampai hiperintens pada pencitraan

T1-weighted. Pencitraan T2-weighted menunjukkan lesi hyperintense dan

terwarnai kontras dengan kuat (Fay, A., et al., 2017).

19
Gambar 3.7 MV pada seorang wanita 33 tahun. (a) Gambaran MR T1-weighted diambil saat
pasien tegak (supine) dan menunjukkan lesi retrobulbar berbatas tegas, segitiga, homogen,
hipointens (titik). (b, c) Gambaran coronal T1-weighted fat-suppressed dengan kontras pada posisi
pasien tegak (b) dan tengkurap (c) menunjukkan enhancement yang intens dan homogen dari lesi
(b) dan pembesaran lesi (c), temuan ini membantu dalam konfirmasi diagnosis MV oftalmika
inferior (Smoker W.R.K., et al., 2008).

3.2 Malformasi Vena Cavernosa

Malformasi vena cavernosa (MVC) orbita sebelumnya dikenal sebagai

hemangioma cavernosa. Dahulu lesi ini ditengarai sebagai tumor jinak, namun

bukti – bukti ilmiah membuktikan bahwa MVC lebih tepat didefinisikan sebagai

malformasi vena. Dengan alasan ini, ISSVA menempatkan MVC sebagai

malformasi vena non-distensible low-flow. Pembaharuan klasifikasi ini memiliki

konsekuensi terhadap pemahaman yang lebih baik terhadap sifat biologis MVC

(Calandriello L., et al. 2017).

20
3.2.1 Epidemiologi

Malformasi vena cavernosa merupakan lesi orbita jinak tersering pada

orang dewasa. Pada survei yang melibatkan 1264 lesi orbita pasien dewasa, MVC

merepresentasikan diagnosa ke-3 terbanyak setelah tumor limfoid dan inflamasi

orbita idiopatik. MVC dilaporkan terdapat pada bayi dengan bentuk

hemangiomatosis yang difus, dan lesi tetap tidak menimbulkan gejala hingga

dewasa. Lesi ini paling sering dikeluhkan pada dekade ke-4 hingga ke-5. MVC

lebih sering menjangkit wanita (sekitar 60%), dan bukti bukti terbaru mensinyalir

terdapat pengaruh hormon kewanitaan dalam perjalanan klinis MVC (Calandriello

L., et al. 2017).

3.2.2 Patogenesis

Patogenesis Malformasi vena cavernosa belum diketahui dengan tepat.

Lesi ini berkembang membentuk percabangan endothelial dari vena cavernosa

utama di intertisium. Selanjutnya lesi ini dilapisi oleh sel – sel miofibroblastik

(Fay, A., et al., 2017). Pada pemeriksaan histokimia, terdapat keadaan

hiperselular di sekitar area trombosis dan ditemukan pula reseptor VEGF

(VEGFr2) pada area yang sama. Temuan ini mendukung teori bahwa rangsangan

neoangiogenic disebabkan trombosis intralumen. Hal ini menjelaskan progress

perkembangan lambat dari MVC (Rootman D.B., et al., 2014). Malformasi vena

cavernosa mengalami perkembangan saat pubertas dan kehamilan, hal ini

menandakan bahwa hormon dan faktor angiogenik termediasi-sitokin

mempengaruhi perkembangan lesi. Reseptor progesteron yang terekspresikan

pada sel – sel epitel MVC dapat menjelaskan prevalensi kejadian lebih besar pada

21
wanita, walaupun hubungaannya secara langsung belum dapat dibuktikan. Efek

hormonal pada MVC tidaklah sehebat pada malformasi limfatik, yang seirng

eksaserbasi saat pubertas (Fay, A., et al., 2017). Pada wanita yang terdiagnosis

MVC, setelah menopause dan tingkat hormon telah berkurang, MVC tidak

berkembang, dengan ukuran lesi tetap stabil atau mengecil (Calandriello L., et al.

2017).

3.2.3 Gejala Klinis

Kecenderungan lokasi anatomis dari Malformasi vana cavernosus

adalah sepertiga tengah orbita, dan muncul lebih banyak pada spasial intraconal.

Beberapa studi menyatakan bahwa insiden lesi intraconal ini, lebih tinggi pada

posisi lateral dari saraf optik (Calandriello L., et al. 2017).

Lesi intraconal menyebabkan proptosis axial, yang merupakan gejala

paling sering pada MVC (terhitung sekitar 70% kasus). Proptosis juga dapat

disertai dengan globe displacement, terutama kearah bawah. Derajat

perkembangan proptosis bervariasi, terhitung sekitar 2 mm pertahun. Saat

pemeriksaan klinis proptosis terukur rata – ratu sekitar 5 mm (Calandriello L., et

al. 2017).

Gangguan visus adalah tanda tersering MVC setelah proptosis. Pada

beberapa studi, gangguan visus terjadi pada 50% pasien, dan biasanya tidak lebih

buruk dari 20/40. Pada MVC seringkali terjadi perubahan (shift) ke arah

hyperopia akibat dari penekanan posterior bola mata. Gangguan gerak bola mata

dan strabismus ditemukan pada 20-30% pasien. Choroidal fold (retinal striae) dan

perubahan diskus optikus dapat juga terjadi. Akibat efek massa MVC terjadi

22
perubahan diskus optikus yang bervariasi, mulai dari elevasi diskus optikus dan

dilatasi vena diskus optikus sampai dengan papil atrofi. Nyeri dilaporkan dengan

angka yang bervariasi mulai dari 6.5% sampai dengan lebih dari sepertiga pasien.

Pasien MVC sering mengeluhkan sensasi penekanan, terutama pada pasien pria

muda (Calandriello L., et al. 2017).

Gejala yang jarang meliputi pandangan dobel, edema palpebra, dan

sensasi benjolan. Gaze-evoke amaurosis adalah gejala yang jarang terjadi. Gaze-

evoke amaurosis dihubungkan dengan keberadaan lesi orbita intrakonal dan

extrakonal, yang menyebabkan inhibisi akson transien atau iskemik saraf optik

(Calandriello L., et al. 2017). Remodeling tulang dan kalsifikasi intralesi dapat

muncul pada MVC (Fay, A., et al., 2017).

3.2.4 Pemeriksaan Penunjang

Malformasi vena cavernosa tampak berbatas tegas pada pencitraan CT

(Computed Tomography) dan MRI (Magnetic Resonance Imaging). CT menjadi

pilihan utama pencitraan MVC karena lebih murah dan cepat. CT juga dapat

membantu menentukan rencana tindakan operasi karena dapat memnunjukkan

hubungan anatomis dan penanda tulang sekitar lesi. Gambaran MVC pada CT

adalah lesi berbatas tegas, berbentuk bulat hingga oval, lebih terang

(hyperattenuating), dan homogen. Lesi dapat mendorong bola mata dan struktur

sekitarnya (Fay, A., et al., 2017). Gambaran CT dengan kontras bervariasi, mulai

dari pewarnaan fokal pada fase dini, hingga tampak heterogen dan diffuse pada

fase intermediet dan fase lanjut. Bentukan nodular dengan CT kontras dapat

terjadi pada fase dini yang menunjukkan pembuluh kecil yang menyuplai lesi.

23
Pemeriksaan dengan Valsalva manuver tidak menunjukkan kemampuan

membesar (distensible). Pada CT, MVC tidak menunjukkan perlekatan pada otot

bola mata ataupun nervus optikus, meskipun mungkin dapat muncul perlekatan

dengan jaringan sekitar dan tulang orbita (Calandriello L., et al. 2017).

Gambar 3.8 MVC pada wanita 39 tahun dengan proptosis progresif dan tidak nyeri. Gambaran
CT axial dengan kontras menunjukkan massa intraconal peningkatan kontras (titik) dan
berbatasan langsung dengan muskulus rektus lateralis (panah hitam). Massa menyebabkan
deviasi medial pada nervus optikus (panah putih) (Smoker W.R.K., et al., 2008).

Ultrasonografi (USG) akan memberikan gambaran lesi berbentuk bulat

dan berbatas tegas karena memiliki pseudokapsul. USG juga memberikan

gambaran echoreflektifitas internal sedang sampai tinggi dan attenuation moderat.

Penekanan bola mata dapat disebabkan oleh lesi yang besar, namun sulit terlihat

pada USG. USG Doppler dapat menolong membedakan dengan malformasi vena

distensible (Calandriello L., et al. 2017).

24
Gambar 3.9 (A) dan (B): Echogram B-scan pada gambaran axial horizontal dan vertical
menunjukkan massa lesi intraconal berbatas tegas (panah) . Massa ini menyebabkan lekukan bola
mata (mata panah). Vector A-scan menunjukkan spikes lesi yang ber-reflektifitas tinggi dan
attenuation moderat. Massa terbukti sebagai MVC secara histologi (Bhende M., et al., 2013).

MRI pada lesi MVC hanyalah pemeriksaan tambahan untuk persiapan

operasi. Pada MRI, MVC menunjukkan lesi yang berbatas tegas, homogen,

isointensitas atau sedikit hipointensitas pada pencitraan T1-weighted dan

hiperintensitas otot pada pencitraan T2- weighted (Gambar 4.10) (Calandriello L.,

et al. 2017).

Secara patologi MVC adalah lesi berbatas tegas dan dilapisi oleh

pseudokapsul fibrous dengan ketebalan yang bervariasi. Di dalam lesi dapat

terlihat septa – septa dan lumen vaskularnya menunjukkan separasi sel – sel darah

merah dari plasma serum sebagai hasil darah yang stagnan (gambar 3.10) (Fay,

A., et al., 2017).

25
Gambar 3.10 Malformasi vena cavernosa. Operasi pengangkatan total lesi biasa dilakukan,
kecuali lesi pada apeks orbita dimana pengambilan ekstensif dapat menyebabkan kerusakan
pembuluh, saraf optic dan retina. A. Laki- laki 60 tahu dengan proptosis yang berkembang
gradual, globe displacement ke arah depan, pseudoptosis, dan hyperopia. B. Irisan sagittal MRI
T2-weighted menunjukkan massa ukuran 24 mm, bulat, retrobulbar, dengan globe displacement
kearah superior dan anterior. C. Irisan coronal MRI T2-weighted tanpa kontras, menunjukkan
septa – septa halus intralesi. D. spesimen makros menunjukkan pseudokapsul fibros dengan nodul
– nodul halus dan karakteristik warna merah hingga ungu gelap. E dan F. pewarnaan H&E pada
pemeriksaan histologi (Fay, A., et al., 2017).

26
BAB 4

MALFORMASI LIMFATIK

Orbita normalnya tidak memiliki sistem limfatik yang signifikan dan

tidak memiliki sistem limfatik seperti pada kulit, konjungtiva, kelenjar lakrimal

dan area perineural. Oleh sebab itu orbita merupakan lokasi yang unik untuk lesi

limfatik (Rootman J., et al.,2014).

Malformasi limfatik (ML) terdiri dari pembuluh limfa yang terdilatasi

atau kista yang dibatasi oleh endotel limfatik. Seringkali lesi ini dikelompokkan

menjadi makrokistik, mikrokistik, dan campuran (Steiner J.E., et al, 2017). Lesi

ini muncul dari perkembangan sistem limfatik yang abnormal selama fase awal

angiogenesis (Nosher JL., et al.,2014). Malformasi limfatik orbita (dahulu disebut

limfangioma) adalah tipe malformasi no-flow hingga low-flow dengan spektrum

tergantung pada komponen yang ada, apakah murni limfatik atau kombinasi

dengan malformasi vena (Rootman J., et al.,2014).

4.1 Epidemiologi

Malformasi limfatik adalah malformasi vaskular jinak dengan insidensi

internasional sekitar 1 per 6000 sampai dengan 1 per 16.000 kelahiran. Enam

puluh persen malformasi limfatik muncul di regio kepala dan leher, 35% muncul

di palpebra, konjungtiva, dan orbita. 43% ML terdiagnosis sebelum usia 6 tahun

dan 60% terdiagnosis sebelum usia 16 tahun. Malformasi ini sedikit lebih sering

muncul pada wanita dibandingkan pada pria. ML terdapat kira- kira 3% dari

semua massa orbita dan perlu dipikirkan resiko terjadinya malformasi vaskular

27
intrakranial. ML orbita dapat juga merupakan bagian dari ML hemifacial atau

cervicofacial yang lebih ekstensif (Fay, A., et al., 2017).

4.2 Patogenesis

Perkembangan sistem limfatik didasarkan pada tiga teori. Teori pertama

adalah teori perkembangan “sentrifugal”. Teori ini berhipotesis bahwa endotel

limfatik berasal dari endotel vena yang mengalami perkembangan sentrifugal ke

arah perifer (Renton J.P., dan Smith R.J.H., 2011).

Teori kedua adalah teori perkembangan “sentripetal”. Teori ini

berpendapat bahwa sistem limfatik berasal dari sel progenitor mesenkimal atau

lymphangioblast dan berkembang terpisah dari sistem vena. Kemudian fusi terjadi

anatar sistem limfatik dan sistem vena sejalan dengan perkembangan sentripetal

limfatik. Teori ini juga diperkuat dengan ditemukannya lymphangioblast sebelum

terbentuknya jugulo-axillary lymph sacs (Renton J.P., dan Smith R.J.H., 2011).

Teori ketiga ,adalah penggabungan dari dua teori diatas. Teori ini

berpendapat kombinasi vena-mesenkimal inilah yang membentuk sistem limfatik.

Pembuluh limfa sentral muncul dari kantung limfatik yang berawal dari sistem

vena, sedangkan pembuluh limfa perifer berasal dari sel progenitor mesenkimal

(Renton J.P., dan Smith R.J.H., 2011).

Malformasi limfatik terbentuk dari perkembangan anomali dari

pembuluh limfa dalam minggu ke-6 hingga ke-7 embriogenesis. Beberapa ahli

percaya bahwa defek primer lebih mungkin terjadi pada pembuluh limfa daripada

kelenjar limfa dan menyebabkan limfaedema, dengan dilatasi pembuluh limfa dan

pembentukan massa terjadi kemudian. Teori lain berpendapat bahwa ML berasal

28
dari kesalahan diferensiasi dari jaringan kapiler sehingga membentuk malformasi

vaskular yang terisolasi secara hemodinamik. Teori terakhir ini lebih banyak

diterima (Fay, A., et al., 2017).

4.3 Gejala klinis

Malformasi limfatik bisa muncul sejak lahir, namun biasanya manifes

saat bayi atau anak – anak. Keluhan yang paling sering muncul pada ML orbita

yaitu, gangguan gerak bola mata, Blepharoptosis, proptosis dan gangguan yang

menyertai, penurunan visus, dan nyeri. Gejala nyeri pada ML sering dikaitkan

dengan perdarahan. ML tidak berkapsul, difus dan multi kompartemen, seringkali

memiliki komponen intrakonal dan extrakonal yang menyusup diantara struktur

orbita. ML tidak terbatasi oleh barrier anatomi seperti septum intermuskular

orbita, ataupun tulang- tulang orbita (Gambar 3.3 dan Gambar 3.4). ML biasanya

unilateral, berlobus – lobus dengan komponen mikrokistik (ukuran kista <2 cm 3)

dan makrokistik (ukuran kista ≥2 cm3). Pemeriksaan intraoral dapat ditemukan

vesikula patognomonis pada palatum molle dan palatum durum (Fay, A., et al.,

2017).

ML dapat membesar saat infeksi viral dan perubahan hormonal atau

dapat membesar mendadak karena perdarahan intralesi (secara spontan atau

karena trauma minor). Perdarahan ini disebut kista coklat karena terlihat berwarna

coklat gelap saat operasi eksplorasi. Perdarahan intralesi dapat menimbulkan

penarikan atau penekanan saraf optik dengan resiko kehilangan kemampuan

penglihatan permanen yang merupakan salah satu kedaruratan mata (Fay, A., et

al., 2017).

29
ML seringkali memiliki komponen superfisial yang terlihat pada

konjungtiva dan palpebra (gambar 4.1), sedangkan pada lesi orbita yang dalam

tanpa keterlibatan konjungtiva dapat tersembunyi selama bertahun – tahun

(Wiegand S., et al. 2013).

Gambar 4.1 gambaran keterlibatan konjungtiva pada ML orbita. A, B, D Gambaran vesikula


seperti “Frosh egg” pada area medial konjungtiva. C Perdarahan subkonjungtiva dan vesikula
kecil yang menutupi konjungtival. E dan F Kista multipel berisi limfa berwarna ungu karena
rupture dari kapiler berulang (Wiegand S., et al. 2013).

4.4 Pemeriksaan penunjang

Pencitraan orbita sangat penting dalam penentuan diagnosis yang tepat

dan mengidentifikasi perluasan dari lesi. CT dan MRI menampakkan gambaran

sebuah gugusan lesi kistik “seperti-anggur” non-enhancing dengan septa – septa

internal. Pada MRI dapat tergambarkan fluid-fluid levels di dalam kista yang

menunjukkan lapisan darah dari perdarahan intralesi berulang (Gambar 3.3). Hal

ini merupakan tanda patognomonis dan biaasanya dapat lebih jelas terlihat pada

pencitraan T2-weighted (Fay, A., et al., 2017). ML menunjukkan lesi yang tak

berkapsul dan sering menunjukkan pola pertumbuhan infiltrative ke arah struktur

orbita sekitarnya, bahkan menembus batas – batas anatomi. Orbital Society

mengklasifikasikan ML murni kedalam malformasi no-flow karena terisolasi dari

30
sistem vaskular. Oleh karena terisolasi, ML tidak menunjukkan peningkatan

dengan pemberian kontras. Namun lesi kombinasi vena dan limfatik dapat

menunjukkan beberapa derajat peningkatan kontras dan gambaran feeder vessel

yang menghubungkan lesi ke sistem vena (Perry C.B., et al., 2015).

Ultrasonografi adalah modalitas pencitraan lain yang dapat membantu

proses diagnostik ML. karakteristik yang ditunjukkan ML pada ultrasonografi

adalah lesi berbentuk ireguler dengan batas yang tidak tegas, area high reflectivity

tanpa perubahan dengan manuver Valsalva dan tanpa koneksi vaskular (Perry

C.B., et al., 2015). Ultrasonografi dapat mengidentifikasi septa – septa internal

dan dapat membedakan lesi mikrokistik dan lesi makrokistik. Echo internal yang

rendah biasanya terlihat pada komponen lesi, meskipun gumpalan intrakistik juga

dapat hyperechoic (Gambar 4.2). CT dapat mengidentifikasi perluasan ke tulang –

tulang orbita tanpa kerusakan tulang, namun kurang baik dalam membedakan

komponen jaringan lunak. Lesi – lesi ini sering terjadi pada anak – anak, dimana

paparan radiasi dari CT sebaiknya dihindari (Fay, A., et al., 2017).

Gambar 4.2 Ultrasonografi mode-B menunjukkan lesi kistik retrobulbar (panah) (Mishra A., et
al., 2009)

31
Pada pemeriksaan histologi, ML menunjukkan kondisi kista lifatik

berlapis endotel tipis, halus, tidak teratur, berisi cairan limfa dan memiliki

berbagai ukuran lumen (dari kapiler, kavernosa, atau sampai ke ukuran kista). ML

juga memiliki septa jaringan ikat antar-pembuluh yang berisi limfosit dan

pembuluh darah rapuh. Hal ini dipercaya sebagai sumber dari perdarahan. Sel

endotel limfatik dapat diidentifikas dengan D2-40, suatu antibodi monoklonal

selektif yang bereaksi terhadap podoplanin manusia. Podoplanin adalah

membrane glikoprotein podosit yang diekspresikan pada endotel limfatik namun

tidak diekspresikan pada pembuluh darah (Fay, A., et al., 2017).

Gambar 4.3 A, Malformasi limfatik. B, gambaran MRI T1-weighted setelah kontras dengan fat
suppression. Terlihat kista dengan fluid level (panah) dan berbentuk “grape-like” . C, Pewarnaan
hematoxylin dan eosin menunjukkan senter germinal dan pembuluh berisi limfa (Foster J.A, et al.
2016).

32
Gambar 4.4 ML Orbitofasial. A, tampak klinis ML pada orbita, pipi, dan hidung. B, vesikula
patognomonis pada palatum durum dan palatum molle (biasanya ipsilateral) mengkonfirmasi
diagnosis klinis. C, CT scan menunjukkan gambaran orbita yang terkena (Fay, A., et al., 2017).

33
BAB 5

MALFORMASI ARTERIVENA

Secara anatomis, aliran darah utama menuju orbita dipenuhi oleh arteri

oftalmika, yang merupalan percabangan dari arteri carotis interna. Kontribusi

yang lain datang dari cabang – cabang arteri carotis eksterna, yaitu arteri maksilla

interna dan arteri – arteri facialis. Arteri oftalmika berjalan didalam nervus

optikus intrakranial menembus duramater sepanjang canalis optikus dan

memasuki orbita. Cabang - cabang besar dari arteri oftalmika yaitu cabang –

cabang ke otot – otot ekstraokuli, arteri retina centralis, dan arteri - arteri ciliaris

posterior (Foster J.A, et al. 2016).

Gambar 5.1 Gambaran sagittal suplai arteri ke orbita dan bola mata. a = arteri, ICA = internal
carotid arteri (Foroozan R., et al., 2016).

Malformasi arterivena (MAV) adalah lesi paling jarang diantara

malformasi vaskular. Lesi ini adalah kelainan congenital yang berasal dari sistem

arteri, sistem vena atau keduanya. MAV memiliki hemodinamik high-flow. MAV

memiliki hubungan dengan arteri dan vena yang mem-by pass jaringan kapiler

34
normal. MAV membentuk nidus sentral dengan banyak arteri penyuplai dan vena

drainase (Warrier S., et al.2008).

5.1 Epidemiologi

MAV sering mengenai pasien anak – anak dan dewasa muda, dengan

mayoritas usia pasien diantra 20 – 40 tahun. Wanita lebih sering terkena

dibandingkan pria, dengan rasio 1,5 : 1. Salah satu penelitian terbesar melibatkan

81 pasien dengan MAV kepala dan leher. Penelitian ini melaporkan lokasi MAV

tersering adalah pipi (31%), telinga (16%), hidung (11%) dan dahi (10%).

Penelitian ini juga melaporkan 59% pasien sudah muncul saat lahir, sepuluh

persen manifestasi saat anak – anak, 10 % pada usia remaja, dan 21 % lainnya

pada usia dewasa. Delapan pasien menyadari pertamakali saat pubertas dan 6

pasien lain mengalami kekambuhan saat pubertas. Lima belas pasien mengalami

ekspansi lesi selama kehamilan. Sementara pada 22 pasien terdapat keterlibatan

tulang, dengan tulang maksila dan mandibula sebagai yang paling sering terlibat

(Fay, A., et al., 2017).

MAV periokuler lebih sering pada palpebra dan jaringan lunak

periorbita dibanding pada orbita. MAV yang melibatkan tulang dan jaringan lunak

orbita sangatlah jarang. Pasien dengan aneurisma arterivena kongenital pada

retina dan otak tengah (sindroma Wyburn-mason) dapat menunjukkan lesi orbita

ipsilateral. MAV pada palpebra dan orbita dapat merupakan bagian dari lesi

hemifasial massif atau berdiri sendiri (Fay, A., et al., 2017).

35
5.2 Patogenesis

MAV merupakan lesi high-flow dimana MAV dapat membesar bukan

dengan hiperplasia selular, namun dengan mekanisme hemodinamik (penambahan

aliran darah). Lesi ini dipercaya sebagai hasil kesalahan pembentukan pembuluh

darah pada minggu ke 4 hingga 6 kehamilan. Etiologi lesi ini masih belum jelas.

Salah satu teori mengemukakan bahwa lesi ini hasil dari kegagalan regresi dari

pembuluh arterivena pada pleksus retiform primitive. Jaringan komunikasi

arterivena tetap ada, tetapi beberapa mungkin tidak mengalirkan darah selama

bertahun – tahun. Sementara teori yang lain berhubungan dengan iskemia. Teori

ini didasarkan pada fakta bahwa MAV akan bertambah besar dengan cepat jika

dilakukan ligasi dibagian proksimal. MAV dorman dapat terstimulasi dengan

berbagai kondisi (misalnya, trauma, kehamilan, operasi, dan hormone) (Fay, A., et

al., 2017).

5.3 Gejala Klinis

MAV memiliki ciri aliran arterial cepat pada nidus sentral menuju

drainase ke sirkulasi vena (gambar 5.2) (Rootman J., et al.,2014). Meskipun MAV

adalah lesi vaskular paling jarang, namun lesi ini masih menjadi yang paling rumit

dan destruktif. Biasanya MAV bersifat laten selama usia anak – anak dan berubah

menjadi lesi kulit merah muda kebiruan, hangat, dan berdenyut pada remaja.

Seiring berjalannya waktu lesi ini berkembang hingga menyebabkan perubahan

distrofi kulit distrofi, perdarahan, ulserasi dan jaringan nekrosis (Ganbar 5.3)

(Mulligan PR, et al., 2014). MAV kepala dan leher seringkali mendapat aliran

dari cabang karotis interna dan eksterna (Fay, A., et al., 2017).

36
Gambar 5.2 A. Gambaran skema malformasi arterivena dengan aliran arteri berasal dari arteri
oftalmika dan aliran vena melalui vena oftalmika superior ke sinus cavernosus dan vena angularis
ke wajah. B. sebuah arteriogram pasien dengan MAV menunjukkan arteri oftalmika lebar (panah
besar) dengan aliran keluar ke vena oftalmika superior (panah kecil) (Rootman J., et al.,2014).

Gambar 5.3 MAV. (A) seorang anak laki – laki dengan MAV terbatas pada palpebra dan dahi.
(B) Seorang wanita 24 tahun dengan MAV hemifasial massif yang juga mengenai palpebra dan
orbita (Fay, A., et al., 2017).

Perjalanan penyakit MAV dapat digolongkan menjadi beberapa tahapan

menurut klasifikasi Schobinger. Tahap pertama quiescence, berupa lesi berwarna

merah muda kebiruan, hangat, dan pintas (shunting) arterivena. Pada tahap ini

MAV menyerupai malformasi kapiler atau hemangioma involusi. Tahap kedua

ekspansi, berupa tahap satu dengan perbesaran, pulsasi, bruit, gambaran vena

berliku atau tegang. Tahap ketiga destruksi, tahap dua dengan perubahan kulit

distrofi, ulserasi, perdarahan, nyeri menetap, atau jaringan nekrosis. Pada tahap ini

dapat terjadi lesi yang merusak tulang. Tahap keempat dekompensasi, tahap tiga

37
dengan gagal jantung kongestif dan hipertrofi ventrikel kiri (Mulligan PR, et al.,

2014).

Lesi di area periocular bercirikan aliran high-flow. Sehingga lesi ini

dapat menyebabkan pembengkakan orbita, kemosis, eksoftalmos berdenyut, bruit,

peningkatan tekanan episklera dan intraokuli. Apabila nidus terletak pada orbita

bagian anterior, lesi ini dapat terlihat sebagai massa subkutan, berwarna biru dan

berdenyut. Gejala – gejala yang muncul dapat memburuk pada pagi hari dan

membaik pada siang hari. Gejala yang dapat timbul berupa Papiledema,

peningkatan tekanan intraokuli, dan gangguan lapang pandangan sebagai akibat

sindroma steal arteri oftalmika. Gejala pulsasi dan bruit dapat berkurang jika

dilakukan penekanan pada arteri carotis communis ipsilateral. MAV orbita dapat

tumbuh dengan cepat maupun lambat setelah periode quiescence. Perubahan

hemodinamik MAV berhubungan dengan trauma, kehamilan ataupun perubahan

hormon endokrin (seperti saat siklus menstruasi). Perubahan hemodinamik

tersebut dapat menyebabkan nyeri, pertumbuhan lesi, dan gangguan neurologis.

MAV semakin lama semakin membesar secara gradual seiring dengan semakin

banyaknya arteri yang memberi suplai darah (Fay, A., et al., 2017).

5.4 Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan CT kontras dapat menunjukkan peningkatan warna difus

pada fase akhir saat lesi terwarnai homogen (gambar 5.4). Sedangkan pada

pemeriksaan CT angiografi multidetector dual-phase terlihat untaian pembuluh

kusut saat fase awal (Rootman J., et al.,2014). Pada MRI, MVA meperlihatkan

arteri terdilatasi yang kusut dan vena yang terhubung pada lesi. Lesi ini juga

38
menunjukkan flow void pada pencitraan T1 dan T2-weighted spin echo dan

Nampak hiperintens pada pencitraan T2-weighted gradient echo. Gambaran ini

menandakan lesi memiliki sifat hemodinamik high-flow (Mulligan PR, et al.,

2014).

Gambar 5.4 (A) Malformasi arterivena primer pada gadis 17 tahun dengan riwayat proptosis
selama 3 tahun. Observasi klinis menunjukkan pulsasi orbita yang sinkron dengan denyut nadi. CT
menunjukkan klasifikasi didalam massa terwarnai kontras, berbatas kabur dan terlihat perbesaran
vena oftalmika superior. (B) Arteriografi pasien menunjukkan perbesaran arteri oftalmika
(tengah) dan cabang- cabang carotis eksterna (kiri) mensuplai jaringan pembuluh yang ganjil,
pada drainase awal menunjukkan perbesaran vena oftalmika superior (kanan) (Rootman J, et al.
2003).

MAV adalah satu -satunya malformasi yang membutuhkan diagnostik

angiografi. Angiografi dapat menunjukkan arteri proximal terdilatasi terisis

kontras dengan cepat dan perbesaran vena – vena drainase. Angiografi juga dapat

menunjukkan nidus dari MAV. Ketika embolisasi arteri penyuplai utama selesai

dilakukan dengan angiografi, biasanya akan terlihat arteri – arteri penyuplai

tambahan. Lesi orbita sering mendapat suplai dari arteri carotis eksterna dan

paling baik dilihat dengan angiografi kateter (gambar 5.4 dan Gambar 5.5).

Namun sebaiknya dilakukan pencitraan yang non invasif terlebih dahulu (Fay,

A., et al., 2017).

39
Gambar 5.5 MAV Palpebra. A. angiogram dari Arteri Carotis interna, tampak lateral,
menunjukkan pembuluh penyuplai ke MAV palpebra superior. B. angiogram dari Sirkulasi Carotis
eksterna juga menunjukkan suplai ke lesi. C. Angiogram setelam embolisasi menunjukkan
penyusutan nidus MAV palpebra superior. D. gambaran Fluoroskopi, sisi lateral, menunjukkan
materi emboli radiopaque menyumbat pembuluh – pembuluh penyupai (Fay, A., et al., 2017).

Meskipun angiografi masih menjadi standar pemeriksaan pencitraan

pada MAV, angiografi non invasif kini menjadi lebih akurat. Magnetic resonance

angiogram (MRA) telah terbukti menjadi pemeriksaan penting yang dapat

digunakan untuk persiapan sebelum tindakan (pretreatment) pada MAV. MRA

memiliki resolusi tinggi, dapat menunjukkan arteri – arteri penyuplai, serta dapat

menunjukkan lokasi nidus. MRA juga dapat digunakan setelah embolisasi dengan

menunjukkan waktu pengisian (filling time) vena (Mulligan PR, et al., 2014).

40
Gambar 5.6 Gambaran MR (T1, dengan kontras) dari orbita. (A) Potongan axial menunjukkan
malformasi vaskular di superotemporal orbita dengan ciri flow void (panah). (B) Potongan coronal
menunjukkan malformasi vaskular di superotemporal kanan dengan pembuluh darah di intraconal
(Warrier S., et al. 2008).

Ultrasonografi dan pencitraan Doppler dapat menunjukkan aliran high-

flow sistolik dan diastolic, shunting arterivena dan gambaran gelombang arteri

pada vena yang merupakan tanda aliran berdenyut (Mulligan PR, et al., 2014).

Secara histologi, MAV terdiri atas elemen arteri – arteri dan vena –

vena yang saling terhubung, dengan nidus dari sel – sel stroma ditengahnya, dan

tanpa perantara jaringan kapiler. Pertumbuhan terjadi dengan penambahan arteri

penyuplai dan perbesaran vena (Fay, A., et al., 2017).

Gambar 5.7 Potongan histologi dengan vena, arteri ukuran sedang, sesuai dengan gambaran
malformasi arterivena (hematoxylin-eosin perbesaran 20x) (Warrier S., et al. 2008).

41
BAB 6

PENUTUP

Demikian telah disampaikan dalam tinjauan kepustakaan ini mengenai

diagnosis pada malformasi vaskular orbita yakni tentang bagaimana klasifikasi

terbaru malformasi ini telah berkembang dan menggantikan terminologi lama dan

menjelaskan kembali batasan dan perbedaan tumor vaskular dan malformasi

vaskular. Besar harapan kami bahwa dengan tinjauan kepustakaan ini dapat

memberi manfaat dalam menambah wawasan pengetahuan dan keilmuan bagi

PPDS I Ilmu Kesehatan Mata. Saran dan kritik yang membangun kami harapkan

demi kesempurnaan tinjauan kepustakaan ini.

42
DAFTAR PUSTAKA

Akmal E., 2017. Pendekatan Diagnosis dan Penatalaksanaan Tumor Vaskuler,


Universitas Sumatera Utara / RSUP H. Adam Malik, Medan, Indonesia,
pp. 249-265

Arat Y.O., Mawad M.E., Boniuk M., 2004. Orbital Venous Malformation.
Current Multidisciplinary Treatment Approach, Arch Ophthalmol.
2004;122:1151-1158, doi:10.1001/archopht.122.8.1151

Behravesh S, Yakes W, Gupta N, Naidu S, Chong BW, Khademhosseini A, Oklu


R., 2016. Venous malformations: clinical diagnosis and treatment,
Cardiovasc Diagn Ther 2016;6(6):557-569, doi: 10.21037/cdt.2016.11.10

Bhende M., Kamat H., Shanta B., Khetan V., Krishna T., Sen P., Pradeep S.,
2013. Atlas of ophthalmic ultrasound and ultrasound biomicroscopy,
Jaypee Brothers Medical Publishers Ltd., New Delhi, India, pp. 254-274

Calandriello L., Grimaldi G., Petrone G., Rigante M., Petroni S., Riso M., Savino
G., 2017. Cavernous venous malformation (cavernous hemangioma) of the
orbit: Current concepts and a review of the literature. Survey of
Ophthalmology , Volume 62 , Issue 4 , 393 – 403, doi:
https://doi.org/10.1016/j.survophthal.2017.01.004

Colletti G, Biglioli F, Poli T, Dessy M, Cucurullo M, Petrillo M, Tombris S,


Waner M, Sesenna E, 2018. Vascular malformations of the orbit
(lymphatic, venous, arteriovenous): Diagnosis, management and results,
Journal of Cranio-Maxillofacial Surgery , doi: https://
doi.org/10.1016/j.jcms.2018.09.009.

Cox J.A., Bartlett E., Lee E.I., 2014. Vascular Malformation: A Review, Seminars
in Plastics Surgery Vol. 28 No, 2, 2014, DOI http://dx.doi.org/10.1055/s-
0034-1376263

Fay A., Dolman, P., 2017. Diseases and disorders of the orbit and ocular adnexa,
Elsevier, Boston, USA, pp. 959-1087

Foroozan R., Bhatti M.T, Falardeau J., Gordon L.K., Lee M. S., Subramanian P.
S., Kawasaki A., 2016. Basic and Clinical Science Course. Section 5.
Neuro - Ophthalmology, American Academy of Ophthalmology, San
Francisco, California, USA, pp.47-54

Foster J.A., Carter K.D., Durairaj V.D., Kavanagh M.C., Korn B.S., Nelson C.C.,
Hartstein M. E., 2016. Basic and Clinical Science Course. Section 7.
Orbit, Eyelids, and Lacrimal System, Amarican Academy of
Ophthalmology, San Francisco, California, USA, pp.47-54

43
ISSVA Classification of Vascular Anomalies,2018. International Society for the
Study of Vascular Anomalies, Tersedia di "issva.org/classification"
diakses [28/11/18]

Karcioglu Z.A. (ed.), Gunduz K., 2015. Vascular tumor, Orbital Tumors:
Diagnosis and Treatment, Springer Science+Business Media, New York,
USA, pp.155-181

Ko F., DiBernardo C.W., Oak J., Miller N.R., Subramanian P.S., 2011.
Confirmation of and differentiation among primary vascular lesions using
ultrasonography, Ophthal Plast Reconstr Surg. 2011 Nov-Dec;27(6):431-
5, DOI: 10.1097/IOP.0b013e31822323af

Mishra A., Alsawidi K., Abuhajar R., Ehtuish E.F., 2009. Orbital venous-
lymphatic malformation: Role of imaging, Oman J Ophthalmol. 2009 Sep-
Dec; 2(3): 141–142, doi: 10.4103/0974-620X.57316: 10.4103/0974-
620X.57316

Mulligan PR, Prajapati HJS, Martin LG, Patel TH., 2014. Vascular anomalies:
classification, imaging characteristics and implications for interventional
radiology treatment approaches, Br J Radiol 2014;87:20130392. Atalanta,
GA, USA.

Nosher JL, Murillo PG, Liszewski M, Gendel V, Gribbin CE., 2014. Vascular
anomalies: A pictorial review of no menclature, diagnosis and treatment.
World J Radiol; 6(9), pp 677-692, Tersedia di: URL:
http://www.wjgnet.com/1949-8470/full/v6/ i9/677.htm DOI:
http://dx.doi.org/10.4329/wjr.v6.i9.677. diakses [28/11/18]

Perry C.B., Lenci L., Shriver E.M., 2015. Orbital Lymphatic Malformation
(Lymphangioma); Tersedia di " http://EyeRounds.org/cases/201-
Lymphatic-Malformations.htm ". diakses [28/11/18]

Renton J.P., Smith R.J.H., 2011. Current Treatment Paradigms in the


Management of Lymphatic Malformations. The Laryngoscope, The
American Laryngological, Rhinological and Otological Society. Inc, doi:
10.1002/lary.20768

Rootman D.B., Heran M.K.S., Rootman J., White V.A., Luemsamran P. Yucel
Y.H., 2014. Cavernous venous malformations of the orbit (so-called
cavernous haemangioma): a comprehensive evaluation of their clinical,
imaging and histologic nature, Br J Ophthalmol,
doi:10.1136/bjophthalmol-2013-304460

Rootman J., Heran M.K.S., Graeg D.A., 2014. Vascular Malformation of the
Orbit: Classification and the Role of Imaging in Diagnosis and Tretment
Strategies, Ophthal Plast Reconstr Surg 2014;30:91–104, doi:
10.1097/IOP.0000000000000122

44
Rootman J., Marotta T.R., Graeb D.A., 2003. Vascular lesions, Diseases of the
orbit, A multidisciplinary approach, 2nd Edition, Lippincott Williams and
Wilkins, Philadelphia, USA, pp.507-554

Sepulveda A., Buchanan E.P., Lee E.I.(ed), 2014. Vascular Tumor, Vascular
Anomalies, Seminars in Plastic Surgery Vol. 28 No. 2/2014, Thieme
Medical Publishers, New York, USA, pp.49-57, doi:
http://dx.doi.org/10.1055/s-0034-1376260

Smoker W.R.K., Gentry L.R., Yee N.K., Reede D.L., Nerad J.A., 2008. Vascular
lesions of the orbit: more than meets the eye, RadioGraphics 2008;
28:185–204, doi: 10.1148/rg.281075040

Steiner J.E., Drolet B.A., 2017. Classification of Vascular Anomalies: An Update,


Seminars in Interventional Radiology, Thieme Medical Publishers, New
York, USA, pp. 225-232, doi: https://doi.org/10.1055/s-0037-1604295

Sullivan T. J., 2018. Vascular Anomalies of the Orbit-A Reappraisal, Asia-Pac J


Ophthalmol 2018;7:356–363, doi: 10.22608/APO.2017151

Sundar G., 2018. Vascular lesion of the orbit: Conceptual approach and recent
advance. Indian Journal of Ophthalmology;66:3-6, doi:
10.4103/ijo.IJO_1272_17

Warrier S., Prabhakaran V.C., Valenzuela A., Sullivan T.J., Davis G., Selva D.,
2008. Orbital Arteriovenous Malformations, Arch Ophthalmol.
2008;126(12):1669-1675, doi: 10.1016/j.ad.2013.04.013

Wiegand S., Eivazi B., Bloch L.M., Zimmermann A.P., Sesterhenn A.M., Schulze
S., Werner J.A., 2013. Lymphatic Malformation of The Orbit. Clinical and
Experimental Otorhinolaryngology, Vol. 6, No. 1: 30-35, March 2013.
http://dx.doi.org/10.3342/ceo.2013.6.1.30

Yen M.T.(ed), Thyparampil P.J., Marx D.P., Mukherji S.K., Pimpalwar S.A., Poll
P., Wu W., Yen K.G., Yuen H.K., 2016. Vascular Lesions of the Orbit and
Face : Imaging and Management, Springer Internasional Publishing.
Swiss, pp. 1-67

45

Anda mungkin juga menyukai