Anda di halaman 1dari 17

Clinical Science Session

EPIGLOTITIS AKUT

Oleh :

Azia Putri Al Jamil

1740312439

Retno Putri Hafid

1740312256

Preseptor :

dr. Fachzi Fitri, Sp. THT-KL (K) MARS

BAGIAN ILMU PENYAKIT TELINGA HIDUNG TENGGOROK

KEPALA DAN LEHER

RSUP Dr. M. DJAMIL PADANG

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS

PADANG

2018

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah mencurahkan rahmat dan

hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus yang berjudul

“EPIGLOTITIS AKUT”. Laporan kasus ini ditujukan sebagai salah satu syarat

i
untuk menyelesaikan kepaniteraan klinik di bagian Ilmu Kesehatan Telinga,

Hidung, dan Tenggorok RSUP DR. M. Djamil Padang.

Penulis mengucapkan terimakasih kepada dr. Fachzi Fitri, Sp.THT-KL (K) MARS

sebagai preseptor. Penulis menyadari bahwa laporan kasus ini masih banyak kekurangan, oleh

karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak yang membaca demi

kesempurnaan makalah ini. Penulis juga berharap makalah ini dapat memberikan dan

meningkatkan pengetahuan serta pemahaman tentang “EPIGLOTITIS AKUT” terutama bagi diri

penulis dan bagi rekan-rekan sejawat lainnya.

Padang, 24 Juli 2018

Penulis

DAFTAR ISI

Halaman

Kata Pengantar.......................................................................................................i
Daftar Isi.................................................................................................................ii
Daftar Gmbar........................................................................................................iii

BAB 1 PENDAHULUAN......................................................................................1
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA.............................................................................3

ii
2.1 Anatomi............................................................................................3
2.2 Definisi.............................................................................................4
2.3 Epidemiologi....................................................................................5
2.4 Etiologi.............................................................................................5
2.5 Manifestasi Klinik............................................................................6
2.6 Diagnosis..........................................................................................6
2.7 Diagnosis Banding...........................................................................9
2.8 Tatalaksana.......................................................................................9
2.9 Komplikasi.....................................................................................11
2.10 Kesimpulan..................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................14

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1 Anatomi Epiglotis................................................................................3

Gambar 2.2 Perbedaan letak epiglotis pada anak-anak dan dewasa......................4

Gambar 2.3 Thumb Sign..........................................................................................7

Gambar 2.4 .Laringoskopi Direk Epiglotitis Akut...................................................8

Gambar 2.5 USG epiglotitis akut.............................................................................8

iii
iv
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Epiglotitis akut adalah suatu keadaan inflamasi akut yang terjadi pada daerah

supraglotis. Epiglotitis biasanya disebabkan karena adanya infeksi bakteri pada daerah

tersebut, dengan bakteri penyebab terbanyak adalah Haemophilus influenzae tipe b.1

Epiglotitis paling sering terjadi pada anak-anak berusia 2 – 4 tahun, namun akhir-

akhir ini dilaporkan bahwa prevalensi dan insidensinya meningkat pada orang dewasa
1

Diagnosis dapat dibuat berdasarkan riwayat perjalanan penyakit dan tanda serta

gejala klinis yang ditemui, dan dari foto Rontgen lateral leher yang memperlihatkan

edema epiglotis (“thumb sign”) dan dilatasi dari hipofaring.2


Tujuan utama dari tatalaksana pada pasien dengan epiglotitis akut adalah

menjaga agar saluran nafas tetap terbuka dan menangani infeksi penyebab atau

penyebab yang lainnya.2

Epiglotitis akut dapat menjadi keadaan yang mengancam jiwa karena dapat

menimbulkan obstruksi saluran nafas atas yang tiba-tiba. Karena itu, dokter harus

mewaspadai kemungkinan terjadinya epiglotitis pada pasien, mendiagnosis serta

memberikan tatalaksana secara cepat dan tepat agar tidak sampai menjadi keadaan

yang mengancam jiwa1

1.2 Batasan Masalah

Batasan penulisan ini membahas mengenai definisi, klasifikasi, epidemiologi,

manifestasi klinis, diagnosis, diagnosis banding, terapi, dankomplikasi Epiglotitis

Akut

1
1.3 Tujuan Penulisan

Tujuan penulisan ini adalah untuk menambah pengetahuan pembaca dan penulis

mengenai Epiglotitis Akut

1.4 Metode Penulisan


Penulisan Clinical Science Session Epiglotitis Akut ini menggunakan metode

tinjauan kepustakaan yang merujuk pada berbagai literatur.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Laring

Gambar 2.1 Anatomi epiglotis3

2
Epiglotis adalah salah satu kartilago yang membentuk kerangka laring.

Epiglotis merupakan sebuah fibrokartilago elastis yang berbentuk seperti daun,

dengan fungsi utama sebagai penghalang masuknya benda yang ditelan ke aditus

laring. Saat menelan, laring bergerak ke arah anterosuperior. Hal ini membuat

epiglotis mengenai pangkal lidah, sehingga epiglotis terdorong kearah posterior dan

menempatkannya pada aditus laring. Epiglotis memiliki dua tempat perlekatan di

bagian anterior. Secara superior, epiglotis melekat pada tulang hioid melalui

ligamenhioepiglotika. Secara inferior pada bagian stem, epiglotis melekat pada

permukaan dalam dari kartilago tiroid tepat di atas komisura anterior melalui ligamen

tiroepiglotika. Permukaan kartilago epiglotis memiliki banyak lubang yang berisi

kelenjar mukus.3

Epiglotis dapat dibagi menjadi bagian suprahioid dan bagian infrahioid.

Bagian suprahioid bebas baik pada permukaan laringeal nya maupun permukaan

lingualnya, dengan permukaan mukosa laring lebih melekat dibandingkan dengan

permukaan lingual. Akibat permukaan mukosa laring melipat kearah pangkal lidah,

terbentuk tiga lipatan: dua buah lipatan glosoepiglotika lateral dan sebuah lipatan

glosoepiglotika medial. Dua lekukan yang terbentuk dari ketiga lipatan tersebut

disebut dengan valekula (dalam bahasa Latin berarti “lekukan kecil”). Bagian

infrahioid hanya bebas pada permukaan laringea lnya atau permukaan posterior.

Permukaan ini memiliki tonjolan kecil yang disebut tuberkel. Di antara permukaan

anterior dan membran tirohioid dan kartilago tiroid terdapat celah pre-epiglotika yang

berisi lapisan lemak. Yang melekat secara lateral adalah membran kuadrangular yang

memanjang ke aritenoid dan kartilago kornikulata, membentuk lipatan ariepiglotika.3

3
Gambar 2.2 Perbedaan letak epiglotis pada (A) anak-anak dan (B) dewasa2

Seperti pada aspek lain dari saluran napas pediatrik, epiglotis pada anak

berbeda secara signifikan dibandingkan dengan pada orang dewasa. Pada anak-anak,

epiglotis terletak lebih ke anterior dan superior dibandingkan pada orang dewasa, dan

berada pada sudut terbesar dengan trakea. Epiglotis pada anak juga lebih terkulai dan

berbentuk “omega shaped” dibandingkan dengan epiglotis yang lebih kaku dan

berbentuk “U-shaped” pada orang dewasa.

2.1 Definisi

Epiglotitis akut adalah suatu keadaan inflamasi akut yang terjadi pada daerah

supraglotis dari laring, meliputi epiglotis, valekula, aritenoid,dan lipatan ariepiglotika,

sehingga sering juga disebut dengan supraglotitis atau laryngitis supraglotik.1

2.2 Epidemiologi

Di Amerika Serikat, epiglotitis merupakan penyakit yang jarang ditemui,

dengan insidensi pada orang dewasa sekitar 1 kasus per 100.000 penduduk per tahun,

dengan rasio pria - wanita sekitar 3:1, dan terjadi pada usia dekade kelima dengan

usia rata - rata sekitar 45 tahun. Namun akhir-akhir ini terdapat bukti yang

menyatakan bahwa prevalensi dan insidensi epiglotitis akut pada orang dewasa

meningkat, dibandingkan dengan pada anak-anak yang relatif menurun. Rasio

insidensi antara anak - anak dengan orang dewasa pada tahun 1980 adalah 2,6 : 1, dan

menurun menjadi 0,4 : 1 pada tahun 1993. Penurunan angka kejadian epiglotitis pada

anak-anak ini terjadi sejak diperkenalkannya vaksin untuk Haemophilus influenzae

tipe B (Hib). Epiglotitis akut paling sering terjadi pada anak-anak usia 2 - 4 tahun. 2

2.3 Etiologi

Pada orang dewasa organisme terbanyak yang menyebabkan epiglottitis akut

adalah Haemophilus influenza (25%) diikuti oleh H parainfluenzae, Streptococcus

4
pneumonia dan group A streptococci. Penyebab infeksi lain yang jarang ditemukan

seperti yang disebabkan Staphylococcus aureus, mycobacteria, Bacteroides

melaninogenicus, Enterobacter cloacae, Escherichia coli, Fusobacterium

necrophorum, Klebsiella pneumoniae, Neisseria meningitidis, Pasteurella multocida,

Herpes simplex virus (HSV) dan virus lainnya, infeksi mononucleosis, Candida dan

Aspergillus (pada pasien dengan immunocompromised).1

Penyebab non-infeksi dari epiglotitis akut dapat berupa penyebab termal

(makanan atau minuman yang panas, rokok, penggunaan obat-obatan terlarang seperti

kokain dan mariyuana) dan benda asing yang tertelan.Epiglotitis juga dapat terjadi

sebagai reaksi dari kemoterapi pada daerah kepala dan leher.1

2.4 Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis dari epiglotitis adalah demam tinggi, suara serak dan sulit

menelan. Pasien biasanya duduk dengan posisi membungkuk ke depan agar aliran

udara tidak terganggu. Istilah ini dinamakan dengan tripod position (duduk dengan

bersandar pada tangan, lidah keluar dan kepala condong ke bawah). Biasanya dapat

ditemukan drooling atau air liur yang keluar terus menerus dikarenakan rasa sakit dan

kesulitan saat menelan. Sulit bernapas dan stridor merupakan gejala epiglotitis yang

sering ditemukan pada anak-anak, tetapi jarang pada dewasa. Gejala utama yang

ditemukan pada pasien dewasa adalah odinofagia (100%), disfagia (85%), dan

perubahan suara (75%). Pada dewasa, adanya stridor menandakan warning sign untuk

oklusi jalan napas atas. Gejala gangguan jalan napas akan lebih terlihat lebih akut

pada anak-anak daripada dewasa. 3,4

2.5 Diagnosis

a. Anamnesis

5
Pasien dengan epiglotitis akan mengeluhkan demam tinggi, nyeri

tenggorokan yang berat dan sulit menelan, serta saat duduk biasanya posisi pasien

akan condong ke depan.3 Selain itu pada anamnesis didapatkan muffle voice (mulut

pasien seperti berisi makanan panas) dan pada dewasa dapat dimulai dengan gejala

infeksi saluran napas atas.4


b. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan stridor inspirasi, takikardi dan

takipnea.3 Selain itu dapat ditemukan: 4


 Tripod position
 Drooling
 Stridor
 Muffled Voice
 Adenopati servikal
 Demam
 Hipoksia
 Distres napas
 Nyeri tekan pada laring dan tulang hioid
 Batuk ringan
 Iritabilitas
c. Pemeriksaan Penunjang
Radiografi yang dianjurkan adalah rontgen anteroposterior leher untuk

mengonfirmasi diagnosis dan untuk menyingkirkan diagnosis banding adanya

benda asing di saluran napas. Pada epiglotitis akut akan ditemukan thumb sign

yang mengindikasikan inflamasi yang berat pada epiglotitis yang berpotensi utnuk

menyebabkan tidak adekuatnya aliran udara. 3

Gambar 2.3 Thumb sign

6
Pemeriksaan laboratorium tidak terlalu berguna dalam menentukan diagnosis.

Jika tidak ditemukan kelainan pada radiologi, maka diindikasikan untuk pemeriksaan

laringoskopi dengan fleksibel fiberoptik. Namun tindakan ini harus dilakukan pada

tempat dan peralatan yang memadai dikarenakan dapat menginduksi spasme laring

dan atau obstruksi total jalan napas (idealnya dilakukan di ruang operasi). Hasil yang

dapat ditemukan adalah edema aritenoid, lipatan ariepiglotis dan epiglotitis.

Pemeriksaan USG dapat dilakukan melalui membran tirohioid dan gambaran yang

didapatkan adalah alphabet P sign yang muncul sebagai acustic shadow dari tulang

hyoiddan epiglotis yang bengkak.3

Gambar 2.4 .Laringoskopi Direk Epiglotitis Akut

Gambar 2.5 USG epiglotitis akut

Kultur darah dapat dilakukan, biasanya dilakukan jika pasien dengan gangguan

hemodinamik. Kultur dapat ditemukan positif pada sekitar 25% kasus dewasa. Jika

7
jalan napas aman, maka kultur dari epiglotis dapat dilakukan. Gambaran hasil kultur

yang mungkin didapat adalah Hemofilus influenza tipe B dan streptokokus

pneumoniae dan Streptokokus grup A. 4

2.5 Diagnosis Banding

Diagnosis banding yang paling umum adalah croup atau adanya benda asing di

saluran napas. Croup disebabkan oleh virus yang menyebabkan laringotrakeo

bronkitis yang menyebabkan pembengkakan mukosa di area subglotis. Biasanya

croup terjadi pada musim dingin, dan onsetnya gradual. Hal ini yang membedakan

dengan epiglotitis akut yang kejadiannya tidak terkait musim dan onsetnya akut.

Meskipun croup dan epiglotitis akut menunjukkan gejala klinis yang mirip yaitu

stridor inspirasi, retraksi suprasternal, interkostal dan substernal, serta sakit

tenggorok, membedakannya pada tahap awal penyakit dapat dilakukan dengan

mengobservasi batuk menggonggong tanpa adanya drooling dan disfagia pada croup.

Sedangkan pada epiglotitis terdapat drooling dan disfagia tanpa batuk menggonggong

pada epiglotitis. Diagnosis banding lainnya adalah trakeitis bakterial, benda asing

laring dan abses retrofaring,3

2.6 Penatalaksanaan

Pasien epiglotitis akut dengan obstruksi jalan napas yang lanjut harus

ditatalaksana secara emergensi. Saat keadaan distres pernapasan, prosedur diagnosis

dan radiografi tidak dianjurkan terlebih dahulu dikarenakan penyelamatan jalan napas

harus diprioritaskan. Intubasi endotrakea akan sulit dilakukan sehingga perlu

dilakukan di ruang operasi dengan memonitor ventilasi spontan. Tim yang

berkompeten dalam trakeostomi harus dipersiapkan.3


Terapi dengan deksametason atau budesonid dapat diberikan untuk mengurangi

edema faring sehingga dapat mengurangi obstruksi. Penggunaan kortikosteroid telah

8
dihubungkan dengan sedikitnya pasien ke ICU dan pengurangan lama rawat inap di

ICU yaitu rata-rata 3,8 hari pada pasien dewasa. 3


Referensi lain menyebutkan bahwa pasien epiglotitis akut digolongkan menjadi

dua yaitu pasien yang stabil dan yang tidak stabil.4


a. Pasien yang tidak stabil
Pasien yang digolongkan tidak stabil yaitu distres napas, stridor, sulit

menelan, drooling, duduk tripod, pada rontgen didapatkan thumb sign. Pada pasien

ini harus dilakukan management jalan napas segera dengan intubasi atau

trakeostomi atau krikotirotomi segera.


b. Pasien stabil
Pasien stabil adalah pasien tanpa tanda kompresi jalan napas, tanpa distres

napas, stridor atau drooling dan hanya dengan pembengkakan sedikit pada

laringoskopi. Pasien ini hanya dilakukan monitoring di intensive care unit.

Dikarenakan progresifitas obstruksi jalan napas yang cepat, sehingga diperlukan

pemeriksaan berkala pada pasien yang stabil.


Terapi antibiotik diberikan segera setelah hasil kultur darah dan epiglotis. Terapi

empiris untuk Streptokokus grup A, Streptokokus pyogen dan Hemofilus influenza

harus diberikan seperti sefalosporin generasi ketiga, amoksisilin/asam klavulanar).

Biasanya yang dipakai adalah sefalosporin generasi ketiga dikarenakan peningkatan

resistensi terhadap ampisilin. Antibiotik of choice untuk epiglotitis adalah ceftriaxon

yang merupakan broad spektrum untuk Gram negatif, efikasi rendah untuk Gram

positif dan efikasi yang tinggi melawan organisme yang resisten. Jika pasien alergi

terhadap ampisilin dan sefalosporin, dapat diberikan kloramfenikol. Untuk

menghilangkan gejala lemah, malaise dan demam, dapat diberikan analgesik-

antipiretik seperti asetaminofen, aspirin atau ibuprofen.4

2.7 Komplikasi

Komplikasi intra epiglotis yang paling sering terjadi adalah abses epiglotis yang

mengancam jiwa karena menyebabkan pembengkakan epiglotis, dan kemudian diikuti

9
blokade jalan nafas hingga kematian. Abses epiglotis ditemukan pada hampir 24% kasus

epiglotitis akut pada pasien dewasa.6 Abses terbentuk melalui proses inflamasi epiglotis atau

dari mukokel epiglotis,7dan paling sering ditemukan pada permukaan lingual epiglotis8 Pasien

dengan abses epiglotis akan datang dengan keluhan disfagia, odinofagia, disfonia dan stridor.

Penanganan pasien dengan abses epiglotis adalah pemberian antibiotik dan kontrol jalan

nafas yang dapat dilakukan dengan intubasi ataupun trakeostomi. Selain itu dapat dilakukan

drainase pus dengan aspirasi atau insisi epiglotis shingga dapat mengurangi pembengkakan.9

Konrtikosteroid biasanya diberikan untuk menurunkan inflamasi supraglotis dan obstruksi

jalan nafas, namun akan meningkatkan durasi rawatan.

Komplikasi extraepiglotis dari akut epiglotitis dilaporkan terjadi berkisar dari

1-37% kasus10,11 Komplikasi ini dibagi menjadi komplikasi infeksius dan non

infeksius, seperti dalam tabel dibawah ini:

Infeksius Non-Infeksius
Bakteremia Obstruksi jalan

Patofisiologi sistemik nafas regional


Pneumonia Henti napas
Meningitis Henti jantung
Adenitis Ensefalopati

servikal anoksia
Syokseptik Edema paru
Mekanisme patofisiologi yang terjadi berbeda sehingga pencegahan kejadian

komplikasi pun berbeda. Komplikasi non-infeksius merupakan kejadian sekunder dari

kelainan regional dan obstruksi saluran napas atas akut. Komplikasi ini akan mudah

dikenali dan dapat dicegah dengan kontrol jalan napas. Edema paru dilaporkan terjadi

pada 7-12% kasus epiglotitis pada anak12,13 Komplikasi ini harus diantisipasi setelah

obstruksi jalan napas atas berat ditangani.

Komplikasi infeksius epiglotitis akut terjadi karena episode bakteremia, dan

merupakan komplikasi sistemik. Pemberian terapi antibiotik intravena dosis tinggi

10
dapat menurunkan kejadian komplikasi. Meskipun tingginya insiden bakteremia

dengan kultur positif H-influenza tipe B pada pasien dengan epiglotitis akut, namun

angka kejadian komplikasi sistemik rendah. Komplikasi yang paling banyak terjadi

adalah pneumonia.14,15

2.8 Kesimpulan

Epiglotitis akut adalah suatu keadaan inflamasi akut yang terjadi pada daerah

supraglotis dari orofaring, meliputi epiglotis, valekula, aritenoid, dan lipatan

ariepiglotika, sehingga sering juga disebut dengan supraglotitis atau laringitis

supraglotik. Epiglotitis akut biasanya disebabkan oleh infeksi bakteri, yang paling

sering ditemukan adalah Haemophilus influenzae tipe b, namun dapat juga disebabkan

oleh bakteri lain, virus dan jamur. Selain itu juga terdapat penyebab non-infeksi,

seperti penyebab termal, penyebab kaustik, dan benda asing yang tertelan. Epiglotitis

juga dapat terjadi sebagai reaksi dari kemoterapi pada daerah kepala dan leher.

Biasanya pasien datang dengan keluhan nyeri tenggorok, nyeri menelan dan/

atau sulit menelan, dan sulit bernafas. Pada anak-anak, gejala yang nampak akan

terlihat lebih berat.

Epiglotitis dapat menjadi fatal jika terdiagnosis terlambat, karena dapat

menyebabkan obstruksi saluran nafas. Diagnosis biasanya dapat ditegakkan dari

riwayat perjalanan penyakit dan temuan klinis, serta pemeriksaan radiografi jika

memungkinkan.

Penatalaksanaan pada pasien dengan epiglotitis diarahkan kepada mengurangi

obstruksi saluran nafas dan menjaganya agar tetap terbuka, serta mengeradikasi agen

penyebab. Dapat dilakukan intubasi jika telah terjadi obstruksi, dengan ekstubasi setelah 48

– 72 jam, serta pemberian antibiotik yang adekuat.

11
DAFTAR PUSTAKA

1. Gompf, S.G. Epiglotitis 2011. Diakses dari:


http//emedicine.medscape.com.article/763612 (diakses 22 Mei 2018)

12
2. Chung, C.H. Case and Literature Review: Adult Acute Epiglottitis – Rising
Incidence or Increasing Awareness. Hong Kong J Emerg Med .. Tersedia di
: http://www.hkcem.com/html/publications/Journal/2001-3/227-231.pdf
[diakses 22 Mei 2018].
3. Snow, J.B., Ballenger, J.J. Ballenger’s Otorhinolaryngology Head and
Neck Surgery. 16th Ed. USA: BC Decker; 2003:1090-1093,1195-1199.
4. Abdallah, C. Acute epiglotitis: Trends, diagnosis and management. Saudi
Anasthesi J. 2012 Jul-Sep; 6(3):279-281.
5. Sandra GG. Epiglotitis. Medscape. Update: 10 April 2018. Diakses dari
https://emedicine.medscape.com/article/763612-overview (diakses tanggal
22 Mei 2018).
6. Berger G, Landau T, Berger S, et al. The rising incidence of adult acute
epiglottitits and epiglottic abscess. Am J Otolaryngol 2003;34:374–83.
7. Stack BC, Ridley MB. Epiglottic abscess. Case report. Head Neck
1995;17:263–5.
8. Heeneman H, Ward KM. Epiglottic abscess (its occurrence and
management). J Otolaryngol 1977;6:31–6.29
9. Baxter FJ, Dunn GL. Acute epiglottitis in adults. Can J Anaesth
1988;35:428–35.
10. Battaglia, J.O. and Lockhart, C.H., Management of acute epiglottitis by
nasotracheal intubation, Am.
11. J. Dis. Child., 128 (1975) 334-336.
12. Benjamin, B. and O'Reilly, B., Acute epiglottitis in infants and children,
Ann. Otol. Rhinol.
13. Laryngol., 85 (1976) 565-572.
14. Kanter, R.K. and Watchko, J.F., Pulmonary edema associated with upper
airway obstruction, Am. J. Dis. Child., 138 (1984) 356-358.
15. Molteni, R.A., Epiglottitis: incidence of extraepiglottic infection: report of
72 cases and review of the literature, Pediatrics, 58 (1976) 526-531.

13

Anda mungkin juga menyukai