Anda di halaman 1dari 20

PENDIDIKAN ISLAM DI PESANTREN, MADRASAH, DAN SEKOLAH

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas


Mata Kuliah Pemkiran Pendidikan Islam

Diampu Oleh: Dr. Muhammad Sali, S.Sos,I.M.Pd

Disusun Oleh:

Muhammad Thoriq Al-Ziyad Hasan 2111101096


Yumi Wilhani 2111101281
Shakyla Anina Dara Finka 2111101052

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN ISLAM


JURUSAN PENDIDIKAN ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN AJI MUHAMMAD IDRIS SAMARINDA
TAHUN 2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan
rahmat, inayah, Taufik, dan Hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan
penyusunan makalah ini dalam bentuk dan isinya yang sederhana.

Tidak lupa kami ucapkan terimakasih kepada bapak Dr. Muhammad Sali,
S.Sos,I.M.Pd selaku dosen pengampu mata kuliah Pemikiran Pendidikan Islam
yang telah membimbing kami dalam pengerjaan tugas makalah ini. Kami juga
berterima kasih kepada teman-teman yang selalu setia membantu dalam hal
mengumpulkan materi-materi dalam pembuatan makalah ini.

Mungkin dalam pembuatan makalah ini terdapat kesalahan yang belum


kami ketahui. Maka dari itu kami mohon saran dan kritik dari teman-teman dan
dosen. Demi tercapainya makalah yang sempurna. Semoga makalah ini dapat
menjadi salah satu acuan, petunjuk ataupun pedoman bagi pembaca.

Samarinda, 24 November 2022

Tim penyusun

i
Daftar Isi

KATA PENGANTAR...............................................................................................i
Daftar Isi...................................................................................................................ii
BAB I.........................................................................................................................1
Pendahuluan.............................................................................................................1
A. Latar Belakang..................................................................................................1
B. Rumusan Masalah.............................................................................................2
C. Tujuan Penulisan...............................................................................................2
BAB II........................................................................................................................3
Pembahasan..............................................................................................................3
A. Perkembangan Pendidikan Pesantren, Madrasah dan Sekolah.........................3
B. Keterpaduan Sistem Pendidikan Islam (Pesantren, Madrasah dan Sekolah)....6
C. Keterkaitan Pesantren, Madrasah dan Sekolah...............................................12
BAB III....................................................................................................................15
Penutup....................................................................................................................15
Kesimpulan..........................................................................................................15
Daftar Pustaka........................................................................................................16

ii
BAB I
Pendahuluan
A. Latar Belakang
Kajian tentang perbandingan madrasah, pondok pesantren, dan sekolah,
sebagai tiga “bentuk pendidikan” yang terbesar di Indonesia khususnya terkait dengan
implementasi Pendidikan Agama Islam bukan sebuah hal baru. Diskusi tentang itu
sesungguhnya telah ada sejak pemerintah Indonesia meresmikan “madrasah” melalui
SKB Tiga Menteri Tahun 1975 sebagai lembaga pendidikan yang diakui sebagaimana
sekolah umum. Lalu pada akhir-akhir inipun pesantren –sebagai corak pendidikan asli
milik masyarakat Indonesia– pasca disahkan UU Sisdiknas No. 20 Tahun 2003 juga
telah mendapat tempat yang “sejajar” dengan lembaga pendidikan lainnya di mata
pemerintah. Mesikipun keberadaan pesantren “murni” di mata pemerintah diletakkan
pada jalur pendidikan nonformal. Oleh sebab itu wajar bila setelahnya terjadi
penilaian, perbandingan, dan pembaharuan terhadap masing-masing (tiga) bentuk
pendidikan tersebut.
Diakui atau tidak, perkembangan yang dilakukan secara terencana maupun
secara “alami” oleh ketiga bentuk pendidikan tersebut tidak lepas dar fenomena di
luar. Di antaranya semakin bertambahnya jumlah penduduk, semakin kritisnya orang
tua murid, dan semakin kompleksnya permasalahan (konteks sosial) masyarakat.
Tentu intervensi pemerintah juga memiliki peranan, melalui peraturan (Undang-
undang, Peraturan Pemerintah, dll). Dari keadaan tersebut mulai muncul kesadaran,
bahwa pendidikan nonformal saja terlebih lagi informal dipandang tidak cukup. Hal
ini bisa dilihat ketika ada seseorang yang punya keahlian tertentu yang tidak
diragukan, tapi bila tidak memiliki ijazah maka ia tidak bisa “melamar” atau berkarir
pada bidang pekerjaan formal. Misalnya menjadi PNS, menjadi bupati, melamar
caleg, dan bahkan untuk melanjutkan ke jenjang pendidikan selanjutnya. Oleh karena
itu, formalisasi pendidikan Islam, khususnya di pesantren pada akhir-akhir ini
merupakan sebuah keniscayaan. Salah satunya dengan cara mendirikan pesantren
formal, mendirikan madrasah atau sekolah “umum” yang berada di bawah naungan
pesantren. Bisa juga dengan melaui program paket A, B, dan C terlebih dahulu untuk
mendapatkan ijazah formal.
Oleh sebab itu, kajian ini dipandang masih tetap layak untuk dibahas, terutama
dalam menghadapai dinamika masyarakat yang senantiasa terus berjalan cepat.
Dengan demikian, idealnya mempelajari dan mendalami dunia pendidikan berarti juga
harus mempelajari ilmu lain, yakni ilmu politik, sosiologi, antropologi, psikologi,
ilmu informasi, dan yang relevan. Di mana, dalam konteks ini kajian ilmu tersebut
sangat penting untuk digunakan. Yakni, sebagai dasar analisis keadaan sosio-
psikologis masyarakat dalam memilih lembaga pendidikan. Oleh karena itu, sebagai
sebuah konsep dasar, maka “mengkritisi” bentuk pendidikan –madrasah, pondok
pesantren, dan sekolah– secara detail merupakan modal awal yang sangat penting.
Apabila melihat pada keadaan sebelum lahirnya UU Sisdiknas No. 20 Tahun
2003, sesungguhnya posisi pesantren diasingkan dan terdiskriminasi dari sistem
pendidikan Nasional. Pada waktu itu pesantren dipandang bukanlah sebagai lembaga
1
pendidikan yang “pantas” untuk disandingkan dengan lembaga sekolah umum. Meski
demikian, peran pesantren dalam pembangunan bangsa Indonesia sangat besar,
utamanya dalam mendidik moral anak bangsa yang sebagian besar dari kalangan
“miskin” dan termarjinalkan. Dari sudut pandang itu dapat dirasakan jasa mencolok
pesantren selama ini adalah meningkatkan keimanan, ketakwaan, dan akhlak mulia.
Adapun dari sudut perbandingan, secara istilah (terminologi), antara madrasah
dan pesantren tidak memiliki perbedaan. Artinya, keduanya sama-sama sebagai
lembaga pendidikan yang ciri utamanya adalah untuk mendalami dan mengamalkan
nilai-nilai Islam. Namun demikian, sesungguhnya tetap ada perbedaan. Utamanya dari
tinjauan historis, bahwa awal berdirinya madrasah di Indonesia ditengarai banyak
keinginan untuk mengadakan pembaruan (transformasi) sistem pendidikan Islam yang
lama, yaitu pesantren. Pada akhirnya, tujuan secara terperinci dan metode pengelolaan
(manajemen) dari kedua bentuk lembaga pendidikan Islam tersebut benar-benar
berbeda.

B. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dalam penulisan ini adalah sebagai berikut.


1. Bagaimana perkembangan pendidikan pesantren, madrasah dan sekolah?
2. Bagaimana keterpaduan sistem pendidikan islam (pesantren, madrasah dan
sekolah)?
3. Bagaimana keterkaitan antara pesantren, madrasah dan sekolah?

C. Tujuan Penulisan

Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut.


1. Mahasiswa/i mengetahui perkembangan pendidikan pesantren, madrasah dan
sekolah.
2. Mahasiswa/i mengetahui keterpaduan sistem pendidikan islam (pesantren,
madrasah dan sekolah).
3. Mahasiswa/i mengetahui keterkaitan antara pesantren, madrasah dan sekolah.

2
BAB II
Pembahasan
D. Perkembangan Pendidikan Pesantren, Madrasah dan Sekolah

1. Pesantren

Pesantren memiliki akar sejarah yang jelas sebagai lembaga pendidikan


Islam tertua di Indonesia.1 Maulana Malik Ibrahim disebut-sebut sebagai peletak
dasar pertama berdirinya Pesantren pada masa Raden Rahmat. Putranya sebagai
wali pertama di Jawa Timur. Pesantren sudah ada di Nusantara sebelum bangsa
Eropa datang ke Nusantara sekitar abad ke-16. Asal muasal pesantren sebagai
lembaga pendidikan Islam dapat dikatakan berada pada proses islamisasi tradisi
Hindu-Buddha oleh Kiyai, seperti yang dilakukan Wali Songo dalam Islamisasi
budaya Hindu-Buddha yang telah berkembang sebelumnya. Berakar pada
masyarakat Indonesia. Misalnya: Tradisi Secaten, Wayang dll.2

Dari hal diatas dapat dikatakan yang menjadi ciri khas pesantren dan
sekaligus menunjukkan unsur unsur pokoknya, yang membedakannya dengan
pendidikan lainnya, yaitu:

1. Pondok
Pondok mengandung makna sebagai tempat tinggal, sebuah pesantren
harus memiliki asrama tempat tinggal santri dan kyai, dan ditempat inilah
terjadi komunikasi antara santri dan kyai. Dengan ada nya perkembangan,
terdapat pondok perempuan dan pondok laki-laki. Sehingga pesantren yang
tergolong besar dapat menerima santri laki-laki dan santri perempuan, dengan
memilahkan pondok-pondok berdasarkan jenis kelamin dengan peraturan yang
ketat.3
2. Masjid
Masjid merupakan elemen penting yang harus dimiliki pesantren, karena
dimasjidlah akan dilangsungkan proses pendidikan dalam bentuk komunikasi
belajar mengajar antara kyai dan santri.

1
Herman, DM, “ Sejarah Pesantren Di Indonesia”, dalam Jurnal Al-Ta’dib edisi No. 2, Vol. VI, Juli –
Desember 2013.
2
Rika Mahrisa, Siti Aniah, Haidar Putra Daulay, Zaini Dahlan, “Pesantren Dan Sejarah Perkembangannya Di
Indonesia”, edisi No. 2, Vol. XIII, Desember 2020
3
Adi Sudrajat, “Pesantren Sebagai Transformasi Pendidikan Islam Di Indonesia” dalam Jurnal Pendidikan
Islam edisi No. 2, Vol. II, 2017.

3
3. Santri
Santri merupakan siswa yang belajar di pesantren, menurut Haidar, santri
dapat digolongkan kedalam dua kelompok, yaitu: Santri Mukmin dan Santri
Kalong.
4. Kyai
Kyai merupakan tokoh sentral dalam pesantren yang melakukan
pengajaran. Pertumbuhan pesantren baik itu maju maupun mundurnya suatu
pesantren tergantung oleh wibawa, karisma ataupun kemampuan dari sang
kyai.
5. Pengajaran kitab-kitab Islam klasik
Kitab-kitab Islam klasik yang lebih populer dikenal dengan sebutan “kitab
kuning”. Kitab ini ditulis oleh para ulama Islam pada zaman pertengahan.
Kepintaran dan kemahiran seorang santri diukur dari kemampuannya
membaca serta menjelaskan isi kitab-kitab tersebut.

Seiring perjalanan waktu, pesantren berkembang terus sambil menghadapi


berbagai rintangan. Kemudian, pada masa kemerdekaan, pesantren merasakan
nuansa baru Kemerdekaan merupakan momentum bagi seluruh sistem pendidikan
untuk berkembang lebih bebas, terbuka, dan demokratis.Ada beberapa hal yang
menuntut adanya perkembangan dari sistem pendidikan di pesantren.

Sejarah memperlihatkan bahwa pesantren bukan hanya mampu bertahan


dari terpaan zaman namun juga dapat merawat perkembangannya yang terus
menerus meningkat dari waktu kewaktu. Perkembangan yang berkelanjutan dari
pondok pesantren ini tidak bisa dilepaskan dari tradisi keilmuan yang memiliki
pola pendidikan yang bersifat transformatif.

Untuk mampu bertahan dari keadaan zaman yang berkembang seperti saat
ini, maka pesantren pun dituntut untuk mampu berkembang mengikuti zaman,
Setidaknya ada dua cara yang dapat dilakukan yaitu Pertama: merevisi
kurikulumnya dengan manambahkan semakin banyak mata pelajaran umum atau
bahkan keterampilan umum didalamnya, Kedua: membuka kelembagaan dan
fasilitas pendidikannya bagi kepentingan umum.

Aspek yang perlu diperhatikan dalam merekontruksi sistem pendidikan di


pesantren adalah tentang kurikulum. Kurikulum yang awalnya hanya berorientasi

4
pada kitab kuning yang menekankan pada bidang fiqih, tasawuf, akidah/akhlak
dan bahasa, kini juga mengembangkan ilmu-ilmu modern (umum) seperti
matematika, ilmu pengetahuan alam, kesehatan, ilmu-ilmu sosial, dan bahasa
Inggris disamping ilmu-ilmu agama.

2. Madrasah
Syalaby dalam Daulay menjelaskan madrasah merupakan lembaga
pendidikan yang tumbuh setelah masjid. Salah satu faktor yang menyebabkan
tumbuhnya madrasah adalah karena masjid telah penuh dengan tempat belajar,
hal ini dapat mengganggu aktivitas pelaksanaan ibadah shalat.4 Disamping itu
menurut beliau pengetahuan mengalami perkembangan disebabkan perubahan
zaman dan kemajuan peradaban manusia5
Perkembangan madrasah di Indonesia tidak dapat dipisahkan dengan
kebijakan pemerintah (penguasa) saat itu. Ketika berada di bawah kekuasan
Belanda, pemerintah selalu mengawasi perkembangan pendidikan Islam dengan
menerbitkan Ordonansi Guru (guru agama harus memiliki surat izin dari
pemerintah). Berbeda dengan Belanda. Jepang lebih koperatif dengan Islam untuk
memperoleh dukungan dari Umat Islam. Jepang mengeluarkan kebijakan yang
menawarkan bantuan untuk sekolah dan madrasah.
Menurut Timur Jaelani dalam Ramayulis, Perkembangan pendidikan
madrasah mendapat perhatian pemerintah setelah Indosesia merdeka. Badan
Pekerja Komite Nasional Pusat (BPKNP) tanggal 27 Desember 1945,
menyebutkan bahwa madrasah hakikatnya adalah sumber pendidikan dan
pencerdasan rakyat hendaknya mendapat perhatian dan bantuan dari pemerintah.6
Setelah runtuhnya Orde Baru dan digantikan Era Reformasi, menurut
Ramayulis perkembangan madrasah dapat dibagi dua periode:
1) Perkembangan madrasah masa reformasi dengan adanya Otonomi Daerar dan
Disentralisasi Pendidikan, terjadi perubahan dalam pengelolaan,
pemberdayaan dan partisifasi masyarakat.
2) Perkembangan madrasah dalam pelaksanaan Undang-Undang Nomor 20
tahun 2003 tentang SISDIKNAS.
4
Yayah Chairiyah, “Sejarah Perkembangan Sistem Pendidikan Madrasah Sebagai Lembaga Pendidikan Islam”,
dalam Jurnal Pendidikan Islam edisi No. 1, Vol. II, Juli 2021.
5
Haidar Putra Daulay, Sejarah Pertumbuhan dan Pembaruan Pendidikan Islam di Indonesia.
(Jakarta: Kencana Prenada Media Goup, 2007) 95
6
Ramayulis, Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta : Kalam Mulia, 2011)347

5
3. Sekolah
Pendidikan saat ini secara umum mungkin sudah dilakukan hampir di
seluruh wilayah Indonesia. Pendidikan ini biasa kita kenal dengan istilah
“sekolah” yaitu salah satu pendidikan formal yang ada di Indonesia.
Perkembangan pendidikan di Indonesia mengalami kemajuan yang sangat
pesat. Perkembangan ini ditandai dengan adanya beberapa ragam program
pendidikan, mulai dari program reguler, akselerasi, Sekolah Bertaraf
Internasional (SBI) dan Rintisan Sekolah Berstandar Internasional (RSBI). SBI
dan RSBI merupakan upaya pemerintah untuk menciptakan sekolah yang
berkualitas. Ragam program pendidikan disertai dengan keragaman kurikulum
dan tuntutan akademik tersendiri bagi siswa. Program-program reguler,
akselerasi, SBI dan RSBI diselenggarakan di tingkat sekolah dasar (SD), sekolah
menengah pertama (SMP) dan sekolah menengah atas (SMA).
Dalam ragam program pendidikan, aktivitas belajar merupakan aktivitas
utama yang menjadi fokus dari proses belajar mengajar, termasuk dalam program
Rintisan Sekolah Berstandar Internasional.

E. Keterpaduan Sistem Pendidikan Islam (Pesantren, Madrasah dan Sekolah)

Pendidikan dalam pandangan Islam merupakan upaya sadar, terstruktur serta


sistematis untuk mensukseskan misi penciptaan manusia sebagai abdullah dan
khalifah Allah di muka bumi.Maka, Pendidikan harus merupakan bagian yang tak
terpisahkan dari sistem hidup Islam.Sebagai bagian integral dari sistem kehidupan
Islam, sistem pendidikan memperoleh masukan dari supra sistem, yakni keluarga dan
masyarakat atau lingkungan, dan memberikan hasil/keluaran bagi suprasistem
tersebut. Sementara sub-subsistem yang membentuk sistem pendidikan antara lain
adalah tujuan pendidikan itu sendiri, anak didik, manajemen, struktur dan jadwal
waktu, materi, tenaga pendidik/pengajar dan pelaksana, alat bantu belajar, teknologi,
fasilitas, kendali mutu, penelitian dan biaya pendidikan.
Pada tulisan ini akan membahas sinergisitas pendidikan Islam. Maksud
sinergisitas dalam pendidikan Islam merupakan proses memadukan beberapa aktivitas
dalam rangka mencapai satu hasil dalam proses pendidikan Islam. Semua aktivitas
pendidikan Islam menghendaki supaya dalam pelaksanaan pendidikan mampu

6
mewarnai suasana keislaman pada semua unsur dalam pendidikan Islam. Sebagai
landasan dasar penulisan ini berangkat dari berbagai macam jenis-jenis lembaga
pendidikan Islam yang telah dilaksanakan baik pada sekolah, madrasah, pesantren,
pendidikan tinggi sebagai lembaga formal dan keluarga, majelis taklim sebagai
penddikan non formal. Pada sisi yang lain, bahwa sinergisitas pendidikan Islam yang
dimaksud adalah upaya memadukan semua sistem pendidikan Islam sebagai lembaga
pendidikan yang betul-betul memberikan dampak pada nilai-nilai pendidikan Islam
yang utuh, tidak parsial dan sampai pada tujuan dan hasil yang menjadi harapan
dalam menumbuhkan generasi muslim dalam kehidupan umat Islam.
Membangun sinergitas baik dalam bentuk pengelolaan, pengajaran maupun
manajemen pendidikan Islam menjadi model pendidikan yang ideal. Selanjutnya
sinergisitas akan diarahkan pada konsep keterpaduan pendidikan Islam sebagai jalur
formal dan non formal sebagai sebuah sistem baik sekolah, keluarga dan masyarakat
dengan konsep melalui paradigma model koordinasi-komunikatif,
integrasiholistik(integrative-holistic), Sehingga besar harapan dalam membangun
pendidikan Islam tersebut menjadi peluang agar sistem pendidikan Islam dalam
membangun sumber daya manusia (SDM) yang berperadaban.
Pada konsep koordinasi-komunikasi pendidikan yang integral melibatkan tiga
unsur pelaksana: yaitu keluarga, sekolah dan masyarakat. Membangun komunikasi
menggambarkan bahwa pendidikan Islam, di mana ketiga unsur pelaksana tersebut
berjalan secara sinergis.sinergisitas koordonasi-komunikasi sebenarnya sama dengan
menggagas suatu sistem pendidikan alternative yang bersendikan pada dua cara yang
lebih bersifat strategis dan fungsional, yakni:
1. Pertama, membangun komunikasi antar lembaga pendidikan unggulan (sekolah,
madrasah dan pondok pesantren) dimana semua komponen berbasis paradigma
Islam, yaitu: (1) kurikulum yang paradigmatik, (2) guru/tenaga pendidik yang
profesional, amanah dan kafa‟ah, (3) proses belajar mengajar secara Islami, dan
(4) lingkungan dan budaya sekolah yang kondusif bagi pencapaian tujuan
pendidikan secara optimal. Dengan melakukan optimasi proses belajar mengajar
serta melakukan upaya meminimasi pengaruh-pengaruh negatif yang ada, dan
pada saat yang sama meningkatkan pengaruh positif pada anak didik, diharapkan
pengaruh yang diberikan pada pribadi anak didik adalah positif sejalan dengan
arahan Islam.

7
2. Kedua, membuka lebar ruang interaksi dengan sekolah dan pesantren agar
keduanya dapat berperan optimal dalam menunjang proses pendidikan Islam.
Sinergi pengaruh positif dari faktor pendidikan tersebut yang akan membuat
pribadi anak didik terbentuk secara utuh sesuai dengan kehendak Islam.Misalkan
ketika peserta didik di sekolah terpengaruh dengan moral dan karakter yang tidak
baik (narkoba, miras, perkelahian, dll), sekolah menjalin komunikasi dengan
pesentren agar peserta dik tersebut dimasukkan ke dalam pesantren untuk dibina
iman, ibadah dan diperbaiki moral dan akhlaknya. Oleh karena itu, penyelesaian
problem pendidikan yang mendasar harus dilakukan pula secara fundamental, dan
itu hanya dapat diwujudkan dengan melakukan perbaikan secara menyeluruh
yang diawali dari perubahan paradigma pendidikan sekuler menjadi paradigma
Islam. Sementara pada tataran derivatnya, kelemahan ketiga faktor di atas
diselesaikan dengan cara memperbaiki strategi fungsionalnya sesuai dengan
arahan Islam.

Lahirnya penyelenggaraan pendidikan yang terpadu merupakan upaya membangun


sinergisitas terhadap proses pelaksanaan pendidikan Islam yang sesungguhnya untuk
diterapkan dalam lembaga pendidikan Islam, antara lain:

1. Pendidikan Umum berbasis Pesantren


Sekolah Berbasis Pesantren atau yang disebut dengan (SBP) secara nasional
mulai dideklarasikan tahun 2008, dengan tujuan mengintegrasikan kebenaran
nash (Al-Quran dan Hadits) dengan sains (ilmu pengetahuan dan teknologi)
melalui pengembangan tiga dimensi pendidikan unggul. Hal ini sbagai upaya
Pemilikanlandasanmoralitaskeagamaanyangkuat,penguasaanilmu pengetahuan
dan teknologi, serta memiliki dan menguasai bentuk-bentuk keterampilan-
keterampilan bekerja yang akan menunjang keilmuan. Pesantren yang
menyelenggarakan Sekolah Berbasis Pesantren telah melakukan perubahan
karena kebutuhan pesantren untuk menanggapi arus globalisasi, yang berawal
dari penghayatan dan pemahaman keagamaan kiyai, kemudian diaktualisasikan
sebagai amal saleh. Dinamika pesantren semakin adaptif dengan perkembangan
zaman dengan menyelenggarakan sekolah umum berbasis pesantren, menjadikan
pesantren memiliki peluang sebagai lembaga pendidikan Islam yang akan
menciptakan manusia seutuhnya, dan membentuk masyarakat madani yang
bercirikan masyarakat religius, demokratis, egalitarian, toleran, berkeadilan, dan

8
berilmu. Sekolah berbasis pesantren mengintegrasikan kebenaran nash (Al-Quran
dan Hadits) dengan sains (ilmu pengetahuan dan teknologi) melalui
pengembangan tiga dimensi pendidikan unggul. Pemilikan landasan moralitas
keagamaan yang kuat, penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta
memiliki dan menguasai bentukbentuk keterampilan-keterampilan bekerja yang
akan menunjangkehidupannya setelah selesai mengikuti pendidikan. Sekolah
Berbasis Pesantren (SBP) merupakan model pendidikan yang mampu
mengembangkan multiple intelligence (kecerdasan majemuk), spiritual-
keagamaan, kecakapan hidup, dan penguatan karakter kebangsaaan. Sekolah
Berbasis Pesantren (SBP) merupakan model sekolah yang mengintegrasikan
keunggulan sistem pendidikan yang diselenggarakan di sekolah dan keunggulan
sistem pendidikan di pesantren.Pada tataran implementasinya, SBP merupakan
model pendidikan unggulan yang mengintegrasikan pelaksanaan sistem
persekolahan yang menitikberatkan pada pengembangan kemampuan sains dan
keterampilan dengan pelaksanaan sistem pesantren yang menitikberatkan pada
pengembangan sikap dan praktik keagamaan, peningkatan moralitas dan
kemandirian dalam hidup.Perubahan sosial ini mengacu pada perubahan sistem
sosial dan budaya yang memadukan sistem pendidikan sekolah dan sistem
pendidikan pesantren, sehingga meluluskan ilmuwan yang agamawan.Sekolah
berbasis pesantren memadukan sistem pendidikan di sekolah formal dan di
pondok pesantren, ini dikembangkan setelah melihat danmengamati secara
seksama mutu pendidikan yang dilahirkan oleh masing-masing sistem.
2. Pendidikan Madrasah berbasis Pesantren
Sistem pengelolaan madrasah di pesantren harus diarahkan menuju terciptanya
out-comes dengan tingkat pencapaian yang memadai, baik dari sisi kognitif,
afektif, maupun psikomotor, dengan tekanan pembinaan moral sebagai ciri
khasnya. Substansi perubahan kebijakan madrasah dan sekolah yang
mengkhususkan konsentrasinya pada kajian agama (tafaqquh fi ad-dîn) menjadi
sekolah umum dengan karakter khusus agama Islam, adalah dalam rangka
mengarahkan, membimbing, membina, dan melahirkan out-put pendidikan
madrasah yang qualified, sanggup mengemban pandangan hidup (kognitif), sikap
hidup (afektif) dan vocational(psikomotor) dalam konteks ke-Islaman, sehingga
tercipta manusia Indonesia paripurna. Pada prinsipnya, proses kependidikan
termasuk di dalamnya pesantren dan madrasah, dalam praktek

9
penyelenggaraannya memiliki tiga dimesi. Ketiga proses ini harus berjalan secara
simultan, yaitu sebagai proses belajar, proses ekonomi, dan sebagai proses
budaya. Sebagai proses belajar, pendidikan harus mampu memproduksi kualitas
individu dan masyarakat yang relijius, dan secara personal diharapkan memiliki
integritas, kecerdasan dan keterampilan (vocational) serta keimanan. Secara
ekonomi, pendidikan merupakan investasi jangka panjang, terutama dari sektor
penyiapan dan peningkatan kualitas SDM. Sedangkan dalam kapasitasnya
sebagai proses sosial budaya, pendidikan menjalankan fungsi transmisi dan
pemeliharaan nilai-nilai budaya dan tradisi. Dengan demikian, suatu sistem
budaya diharapkan akan terus mempunyai sustainibilitas atau kesinambungannya
dari satu generasi ke generasi lainnya. Sementara itu, proses pendidikan Islam
yang efektif mencerminkan sandaran filosofis yang humanis, membawa misi
akademis, nilai-nilai, dan keluhuran moral Islami. Di mana, semua komponen
penyelenggaraan pendidikan di pesantren ataupun madrasah mempunyai relasi
tanggung jawab terhadap keberlanjutan penyelenggaraan pendidikan Islam. Lebih
dari itu, bagaimana menjadikan nilai-nilai tersebut mampu menjiwai proses
penyelenggaraan pendidikan, mulai dari aspek proses, lembaga, isi, sampai pada
manajerialnya. Pendididkan madrasah yang diselenggarakan pada pondok
pesantren dan atau madrasah memiliki asrama seperti pembinaan pada pondok
pesantren, memiliki tujuan agar keilmuan pada pesantren dapat diberikan kepada
peserta didik yang belajar pada madrasah. Untuk menuju terciptanya pendidikan
terpadu di lingkungan pesantren dan madrasah, sebelumnya visi dan misi
pendidikan harus berpijak pada filosofi dan nilai dasar pesantren (madrasah) yang
relevan dengan cita-cita dan ketentuan prinsip-prinsip pendidikan Islam. Di mana,
hal ini didasarkan pada ajaran Islam, latar belakang historis, dan kondisi obyektif
masyarakat muslim dalam bingkai budaya multikultural bangsa Indonesia.
Selanjutnya, pendidikan pesantren dan madrasah hendaknya diletakkan dalam
kerangka tujuan (ghayah) hidup menurut pandangan Islam, yaitu compatible
dengan tujuan hidup manusia menurut pandangan Islam. Sebab, pendidikan
hanyalah instrumen yang ditempuh agar tujuan hidup tercapai. Oleh karena itu,
perumusan pendidikan pesantren dan madrasah, identik dengan tujuan pendidikan
Islam sendiri. Dalam formulasinya harus memiliki keterpaduan, terutama
berorientasi pada hakikat pendidikan. Unsur-unsur penting dalam kaitannya
dengan integrasi madrasah dan pesantren, antara lain menyangkut beberapa

10
prinsip berikut, yaitu: masalah integrasi keilmuan, integrasi kurikulum, integrasi
sarana, integrasi manajemen antara lain.Pertama, integrasi keilmuan yang
memadukan ilmu agama dengan ilmu umum. Kedua, masalah kurikulum dalam
konteks keterpaduan sistem pendidikan Islam pada pondok pesantren dan
madrasah, Isi atau materi kurikulum pendidikan modern terangkum dalam tiga
ranah, yaitu ilmu pengetahuan (kognitif) sikap atau nilai-nilai (afketif) dan
keterampilan (psiko-motorik). Sementara dalam kon1teks pendidikan Islam, di
samping ketiga ranah di atas, yang dianggap menjadi inti kurikulum dalam
konsepsi Islam adalah bertumpu pada nilai keimanan dan moral. Sehingga, isi
kurikulum pendidikan modern, setelah diadaptasikan dengan konsepsi Islam,
akan menjadikan kurikulum mendapatkan spirit atau semangat etik-transendental,
sehingga pada saat yang bersamaan ada semacam proses integrasi antara ilmu
yang berorientasi duniawi dengan ilmu-ilmu yang berorientasi ukhrawi. Sehingga
secara psikologis hal ini akan melahirkan kepribadian anak didik yang utuh
(integrative personality). Ketiga, masalah integrasi sarana dan prasarana. Sebagai
pusat pembe-lajaran, pesantren atau madrasah dalam hal ini dituntut menciptakan
keselarasan antara lingkungan sekitar. Sehingga akan tercipta situasi
pembelajaran di kelas yang kondusif bagi pencapaian pembelajaran. Dari sini
kemudian, integrasi sarana dan prasarana adalah bagaimana mebuat master plan
mengenai tata ruang dan tata bangunan yang teratur, sehat, dan sesuai dengan
standar kesehatan dan kebersihan.Keempat, integrasi manajemen. Sekurang-
kurangnya ada tiga alasan kenapa manajemen dibutuhkan bagi pendidikan di
pesantren, yaitu: 1) Untuk mencapai tujuan pendidikan yang diselenggarakan di
pesantren 2) Untuk menjaga keseimbangan di antara tujuan-tujuan yang sering
berseberangan dalam proses pendidikan yang berlangsung di dalam pesantren 3)
Untuk mencapai efisiensi dan efektivitas dalam pengelolaan pendidikan di
pesantren. Dari gambaran di atas diketahui bahwa kesinambungan tujuan
pendidikan Islam dalam setiap jenjang pendidikan sekolah (formal) sangatlah
penting, dan itu akan mempengaruhi kemampuan anak didik dalam menjalani
proses pendidikan. Untuk menjaga kesinambungan proses pendidikan, penjabaran
capaian tujuan pendidikan melalui kurikulum pendidikan, dengan guru/ustadz dan
budaya pendidikan yang mendukung menjadi suatu kebutuhan yang tidak
terelakkan. Kurikulum pendidikan Islam sendiri sangatlah khas sebagai pedoman
dalam pendidikan nasional. Oleh karena itu, ada beberapa pointer yang menjadi

11
perhatian dalam format pelaksanaan pendidikan berbasis pesantren, yaitu:
pertama, Pembuatan strategi atau pendekatan yang komprehensif, seperti dalam
hal keterbukaan dalam memahami norma keagamaan di pesantren,
mempertahankan budaya pesantren yang baik, dan membuat skala prioritas dalam
merancang program; kedua pengembangan visi dan misi pendidikan pesantren,
baik dalam skala mikro maupun makro; ketiga dilakukannya integrasi antara
tujuan pendidikan di pesantren dan madrasah, yaitu terciptanya SDM muslim
yang terampil, cerdas, ikhlas, mandiri dan utuh, baik dalam sikap maupun
tindakan. Sementara di pihak lain, dengan berbagi karakteristik yang dimilikinya,
diharapkan lembaga pendidikan Islam akan dapat berperan dalam pengendalian
sosial, terutama dalam konteks mencetak kepemimpinan agama di tengah
masyarakat (religious commu-nity leader). Selanjutnya, pesantren juga
diharapkan akan melahirkan keterpaduan kemampuan yang dimiliki anak didik
(santri), yaitu sebagai seorang muslim yang saleh dan sekaligus memiliki
kemampuan intelektual yang memadai, di samping penguasaan terhadap sains
dan tekhnologi mumpuni. Inilah sosok lulusan pesantren dan sekaligus warga
negara ideal yang memiliki integritas dan kapasitas, baik dalam melakukan
analisis ilmiah, maupun concern-nya dalam mengatasi problem kemanusian dan
sosial-kemasyarakatan yang selalu bermunculan di sepanjang waktu

F. Keterkaitan Pesantren, Madrasah dan Sekolah

Lembaga-lembaga pendidikan Islam di Indonesia - pesantren, sekolah, dan


madrasah - telah memainkan peranan besar dalam dunia pendidikan. Masing-masing
lembaga tersebut, memiliki kekurangan dan kelebihan. Ketiga lembaga tersebut,
apabila ditinjau dari segi kurikulum pendidikan Islam adalah sebagai berikut:
1. Pesantren adalah lembaga pendidikan Islam yang telah tua sekali usianya.
Pendidikannya berlangsung sepanjang hari dan malam di bawah asuhan kyai,
sangat efektif untuk membina jiwa beragama, akhlak mulia, persaudaraan,
keikhlasan,dan hidup sederhana. Ditinjau dari segi kurikulumnya pesantren
dipolakan atas lima pola. Pola I dan II semata-mata mengajar ilmu-ilmu agama
yang bersumber pada kitab-kitab klasik. Pola III telah memperseimbangkan
antara ilmu-ilmu agama, sosial, humaniora, dan ilmu-ilmu kealaman, dengan
tekanan utama tetap kepada ilmu-ilmu agama. Pola IV memberikan pendidikan

12
ketrampilan yang dibarengi dengan ilmu-ilmu agama. Pola V, pesantren yang
telah mengasuh sekolah-sekolah umum, madrasah dan pengajian kitab-kitab
klasik. Kendatipun pesantren muncul dalam berbagai pola tersebut, namun
penekanan utamanya tetap sebagai lembaga pendidikan keagamaan. Di lembaga
ini, pengembangan ilmu banyak terpusat kepada ilmu-ilmu agama, karena itu
yang dilahirkan pesantren banyak bertumpu sebagian dari aspek keilmuan Islam
produk kepada yang sesungguhnya. Di sisi lain, sebagian pesantren juga telah
memprogramkan berbagai aspek pendidikan, seperti: pendidikan jasmani,
kemasyarakatan, kejiwaan, kesenian, dan ketrampilan. Hanya saja dalam
beberapa hal belum terancang dengan baik sebagaimana layaknya suatu program
studi.
2. Sekolah, suatu lembaga pendidikan, yang pada mulanya diperkenalkan dan
dikembangkan oleh pemerintah Belanda. Ilmu-ilmu yang dikembangkan di
lembaga ini terpusat pada ilmu kealaman, sosial dan humaniora. Dengan
demikian, output program pendidikan agama masih sangat perlu ditingkatkan di
lembaga ini. Helihat pada kenyataan. ini, maka sekolah-sekolah Islam swasta,
memprogramkan pendidikan agama, baik secara teori dan praktek melebihi dari
yang di programkan oleh sekolah-sekolah negeri. Aspek-aspek pendidikan
lainnya jasmani, kemasyarakatan, kejiwaan, keindahan, dan ketrampilan telah
terancang dalam kurikulum dan dituangkan dalam GBPP. Hanya saja teknis
pengoperasionalnya banyak tergantung kepada sarana, guru dan waktu yang
tersedia.
3. Madrasah, adalah suatu lembaga pendidikan Islam yang pada mulanya lahir
dalam rangka untuk memodernisir pendidikan pesantren. Setelah lahirnya SKB
Tiga Menteri tentang peningkatan mutu pendid ikan pada madrasah, maka
terlihatlah di lembaga ini diprogramkan perimbangan antara ilmu-ilmu agama,
kealaman, sosial dan humaniora. Pendidikan ketuhanan dan akhlak mendapat
porsi yang lebih baik secara teori dan praktek, dari yang di programkan di
sekolah-sekolah umum negeri. Adapun aspek-aspek pendidikan lainnya jasmani,
kemasyarakatan, kejiwaan, kesenian, dan ketrampilan - programnya sama dengan
sekolah. Dengan demikian kendala yang dihadapi dalam rangka mengqptimalkan
pelaksanaan aspek-aspek pendidikan tersebut juga sama. Dalam rangka
meningkatkan mutu pendidikan di madrasah,ada beberapa faktor yang perlu

13
mendapat perhatian,yaitu: faktor siswa (raw input), pendidik, sarana dan jam
belajar.
Program pengembangan keilmuan pada lembaga-lembaga pendidikan -
pesantren, sekolah dan madrasah - belum lagi mencerminkan kesatuan yang utuh
dalam bentuk pelarutan antara ilmu agama dan umum. Di samping itu belum seluruh
aspek yang terdapat dalam kurikulum Islam tersebut diprogramkan dengan baik.
Bertolak dari kenyataan tersebut maka sudah perlu disusun suatu konsep pendidikan
Islam yang mensembangkan seluruh aspek yang terdapat dalam kurikulum pendidikan
Islam, dan sekaligus dapat dirancang konsep pengintegrasian antara ilmu agama dan
umum dalam satu kesatuan yang utuh.
Di dalam rangka merealisasi seluruh aspek kurikulum pendidikan Islam
tersebut, maka perlu dirancang program intrakurikuler, kokurikuler, ekstrakurikuler
dan hidden ourriouler, seh'ingga seluruh kegiatan peserta didik baik di dalam maupun
di luar sekolah/ madrasah senantiasa berada dalam program pendidikan.
Oleh karena pendidikan Islam itu, merancangkan akan mendidik manusia dari
berbagai aspek: ketuhanan, akhlak, akal, jasruani, kemasyarakatan, kejiwaan,
keindahan, ketrampilan, maka pada jenjang tingkat dasar dan menengah pertama,
peserta didik telah diberikan bobot pendidikan dari berbagai aspek · pendidikan
tersebut. Dan pada jenjang berikutnya peserta didik bisa memilih untuk melanjutkan
ke bidang pendidikan kejuruan atau bidang pendidikan umum yang mempersiapkan
dirinya untuk mendalami bidang tertentu ilmu-ilmu agama, sosial, humaniora dan
ilmu-ilmu kealaman di perguruan tinggi.
Lembaga pendidikan Islam yang ideal adalah yang dapat merealisasi konsep
kurikulum pendidikan Islam, dengan persyaratan minimal:
1. Memprogramkan seluruh aspek-aspek pendidikan Islam, dan setiap aspek
diimplisitkan nilai-nilai Islami.
2. Adanya perimbangan antara ilmu-ilmu agama, sosial, humaniora dan
kealaman, di samping diprogramkan konsep pelarutan antara ilmu agama dan
umum.
3. Diprogramkan suasana Islami baik di dalam maupun di luar sekolah.
4. Dirancang materi bidapg studi ilmu agama, yang memungkinkan peserta didik
memiliki dasar-dasar ilmu agama untuk bisa dikembangkan ketingkat yang
lebih tinggi, atau untuk terjun di masyarakat.

14
15
BAB III
Penutup
Kesimpulan

Melalui pesantren, madrasah dan sekolah Islam, para santri atau siswa belajar
ilmu-ilmu agama dan ilmu sosial yang dibutuhkan masyarakat. Bahkan seterusnya
pesantren menjadi lembaga pengkaderan bagi santri atau siswa yang kelak siap terjun di
masyarakat. Peran pesantren yang demikian ini sesungguhnya tidak asing lagi di
kalangan dunia pesantren, karena dunia pesantren sudah tahu betul bahwa setiap manusia
yang ingin sukses harus menguasai ilmu, ”barang siapa ingin sukses dalam urusan dunia
harus memiliki ilmunya, sama halnya ingin sukses akhirat, dan barang siapa ingin
menghendai keduanya, baginya juga menguasai ilmu dunia dan akhirat.

Di era global kepiawaian, kultur dan peran strategis itu harus menjadi lebih
dimunculkan, atau dituntut untuk dilahirkan kembali Pesantren, madrasah dan sekolah
Islam mempunyai reputasi tersendiri sebagai lembaga yang bercirikan agama Islam.
Sebagai lembaga pendidikan pesantren madrasah dan sekolah Islam umumnya
menyelenggarakan pendidikan. Bahkan karena memiliki ciri khusus yang
membedakannya dengan penyelenggaraan pendidikan lain. Sebagai lembaga sosial
kemasyarakatan dibuktikan dengan diharapkannya kehadiran pesantren, madrasah dan
sekolah Islam dalam masyarakat.

16
Daftar Pustaka

Daulay, Haidar Putra. (1991). Pesantren, Sekolah dan Madrasah. 415-419.

Haderani. (2020). Pesantren, Madrasah dan Sekolah dalam Perspektif Pemikiran


Pendidikan Islam. Jurnal Tarbiyah Darussalam, 13-24.

Rika Mahrisa, Siti Aniah, Haidar Putra Daulay, Zaini Dahlan, “Pesantren Dan Sejarah
Perkembangannya Di Indonesia”, edisi No. 2, Vol. XIII, Desember 2020

Herman, DM, “ Sejarah Pesantren Di Indonesia”, dalam Jurnal Al-Ta’dib edisi No. 2,
Vol. VI, Juli – Desember 2013

Adi Sudrajat, “Pesantren Sebagai Transformasi Pendidikan Islam Di Indonesia” dalam


Jurnal Pendidikan Islam edisi No. 2, Vol. II, 2017.

Yayah Chairiyah, “Sejarah Perkembangan Sistem Pendidikan Madrasah Sebagai


Lembaga Pendidikan Islam”, dalam Jurnal Pendidikan Islam edisi No. 1, Vol. II,
Juli 2021.

Daulay, Haidar Putra, Sejarah Pertumbuhan dan Pembaruan Pendidikan Islam di


Indonesia. (Jakarta: Kencana Prenada Media Goup, 2007) 95

Ramayulis, Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta : Kalam Mulia, 2011)347

Muhaimin, Nuansa Baru Pendidikan Islam: Mengurai Belang kusut Dunia Pendidikan,
(Jakarta, Radja Grafindo Persada, 2006), 107

Muhaimin, Pemikiran Dan Aktualisasi Pengembangan Pendidikan Islam, (Jakarta,


Rajawai Press, 2012), 23

MU YAPPI, Manajemen Pengembangan Pondok Pesantren, (Jakarta, Media Nusantara,


2008), 50

Masnur Alam, Model Pondok Pesantren Moderen: Sebagai Alternatif Pendidikan Masa
Kini Dan Mendatang, (Ciputat, Gaung Persada, 2011), 127

Azyumardi Azra, Pendidikan Islam: Tradisi Dan Modernisasi Menuju Milenium Baru,
(Jakarta, Logos, 1999), 69

Mujammil Qamar, Menggagas Pendidikan Islam, (Bandung, Remaja RosdaKarya, 2014)

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI, Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan
Menengah, Direktorat Pembinaan SMP, Laporan Monitoring dan Evaluasi
Program Sekolah Berbasis Pesantren (Jakarta: Kemendikdasmen, 2016), 4

17

Anda mungkin juga menyukai