SEJARAH
MAKALAH TEORI-TEORI
DALAM SEJARAH
BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
Seringkali kita jumpai dalam kehidupan sehari-hari ada seorang berkomentar “itukan
hanya teori”, tetapi kenyataannya tidak begitu. Betulkah ada pertentangan anatar teori dan
kenyataann? Sesunggunhnya teori tidak bertentangan dengan kenyataan. Karena komentar itu
berkaitan dengan jawaban terhadap suatu problema. Apabila menghadapi suatu problema maka
kita akan mengembangkan jawaban-jawaban sementara berdasarkan pengalaman atau bukti-
bukti awal yang kita peroleh. Secara sadar atau tidak usaha memecahkan suatu problema
merupakan suatu kegiatan berteori.
Berteori adalah aktivitas mental untuk mengembangkan ide yang dapat menerangkan
mengapa dan bagaimana suatu itu bisa terjadi. Namun demikian berteori tidak sama dengan teori
itu sendiri, karena berteori masih merupakan “suatu jawaban sementara terhadap suatu
problema” atau disebut hipotesa. Jadi “hipotesa” adalah “teori” yang masih memerlukan bukti-
bukti empiris lebih lanjut
Harus diakui bahwa masalah sebab-musabab sejarah pada pokoknya belum dipecahkan
dan dalam paraf perkembangan sekarang dalam pengetahuan kita, suatu pertimbangan mengenai
benar atau salah, cerdas atau tidak cerdas, mencukupi atau tidak mencukupi, baik atau buruk,
niscayalah didasarkan atas kriteria yang masih diperdebatkan.
BAB II
PEMBAHASAN
A.Pengertian Teori
Kerlinger berpendapat teori adalah sekumpulan konsep, definisi dan proposisi yang saling
kait-mengkait yang menghadirkan suatu tinjauan secara sistematis atas fenomena yang ada
dengan menunjukan secara spesifik hubungan-hubungan diantra variabel-variabel yang terkait
dalam fenomena. Dengan kata lain teori adalah sekumpulun proposisi yang menunjukan dengan
kausal dianatara konsep dan variabel yang terkandang dalam proposisi tersebut.
Dengan demikian, suatu teori harus :
1. Terdiri dari konsep, definisi, dan proposisi
2. Ada hubungan logis diantara konsep-konsep, definisi-definisi, dan proposisi-proposisi
3. Hubungan-hubungan tersebut mencerminkan fenomena sosail,
4. Teori dapat digunakan untuk eksplanasi dan prediksi.
Teori perlu dinyatakan dalam bentuk abstrak agar bisa digenalisir dalam kasus yang lebih
luas, yang meliputi ruang dan waktu yang berbeda. Namun, karena teori dinyatakan dalam
bentuk abstrak maka harus ada definisi oprasional agar tercapai penafsiran yang sama, disamping
harus ditopeng dengan fakta-fakta.
Dalam penulisan sejarah yang bersifat ilmiah dimaksudkan untuk menemukan dan
melaporkan kebenaran suatu peristiwa sejarah. Tetapi masa lampau yang sesungguhnya tidak
akan pernah ditemukan kembali sepenuhnya sebagai mana peristiwa itu terjadi, untuk
menyelesaikan study sejarah seperti ini maka para ahli mengunakan beberapa cara pendekatan
antara lain pendekatan objektif, (Louis Gottschalk, 1974: 144) yaitu setiap jenis exsposisi, atau
kisah, fakta-fakta sejarah harus (1) disleksi, (2) disusun, (3) diberi atau dikurangi tekanannya,
dan (4) ditempatkan dalam suatu urut-urutan kausal dan masing-masing diantara proses-proses
itu memiliki komplikasi-komplikasinya sendiri.
Jika prosedur kerja seprti ini ditempuh oleh ilmuan/sejarawan kemudian dianalisis,
diuraikan mulai dari kenyataan. Fakta-fakta empirik menggenerelisasikan dan kambali
menguraikan kedalam sub-sub generalisasi, digeneralisasi kembali. Dari Generalisasi inilah
menciptakan suatu teori.
Jadi teori adalah hulu atau sumber suatu proposisi ilmiah. Cara mengujinya adalah melalui
prosedur penelitian dengan menggunakan asumsi/hipotesis-hipotesis kemudian diuji/dibuktikan
berdasarkan data-data yang dikumpulkan. Jika uji hipotesis benar maka teori dipertahankan,
Sebaliknya jika ternyata hipotesis tidak terbukti maka penelitian bisa dilanjutkan dan akhirnya
dapat menciptakan suatu teori baru.
B.Kriteria Teori
Menurut Black dan Champion, suatu teori dapat diterima dengan dua kriteria: (a) kriteria
ideal dan (b) kriteria pragmatis. Berdasarkan kriteria ideal, suatu teori harus memenuhi
persyaratan sebagai berikut:
1. Sekupulan ide yang dikemukakan mempunyai hubungan logis dan komsisten
2. Sekumpulan ide-ide yang dikemukakan harus mencakup seluruh variabel yang diperlukan untuk
menerangkan fenomena yang dihadapi.
3. Kumpulan ide-ide tersebut mengandung proposisi-proposisi dimana ide yang satu dengan ide
yag lain tidak tumpang tindih.
4. Kumpulan ide-ide tersebut harus dites secara empiris.
Sedangkan berdasarkan kriteria pragmatis, ide-ide dapat dikatakan sebagai teori jika ide-
ide tersebut memiliki:
1) Asumsi dan pradigma.
2) Frame of Reference, yakni “kerangka pikir” yang mengidentifikasi aspek-aspek kehidupan
sosial yang akan di uji secara empiris.
3) Konsep-konsep , yakni abstraksi atau simbol sebagai wujud suatu ide.
4) Variabel, yakni penjabaran konsep yang mengandung dimensi.
5) Proposisi, yakni hubungan antar konsep
6) Hubungsn ysng sistematis dan bersifat kausal diantara konsep-konsep dan proposisi-proposisi
tersebut.
C.Ruang Lingkup Kajian Teori
Sejarah selalu dikaitkan dengan kenyataan, yaitu berupa kejadian pada masa silam. Selaku
sebuah cerita, sejarah memberitakan sesuatu keadaan yang sebetulnya terjadi, dibedakan dari
dongeng yang juga berbentuk cerita, tetapi hanya sekedar pelipur lara. Kejadian-kejadian yang
dimunculkan dalam dongeng tidak lain dari khayalan penyusun cerita tersebut.
Dalam cerita sejarah, sumbernya ialah kejadian asa silam berdasarkan peninggalan
sejarah. Peninggalan itu berupa hasil perbuatan manusia sebagai makhluk sosial. Peristiwa demi
peristiwa dirangkaikan oleh penulis sejarah sehingga terciptalah sebuah cerita. Interpretasi
penulis tidak dapat dielekan dalam pekerjaan penulis itu. Walaupun demikian, penulis sejarah
yang baik tidak seenknya menyusun sebuah sejarah. Ia selalu bersandar pada sebuah kenyataan,
dalam bentuk peninggalan atau dokumen/sumber sejarah.
Ditinjau dari sudut masuknya diri penulis kedalam penyusunan sejarah, serta pencatatan
peristiwa demi peristiwa, maka dalam penulisan sejarah dikenal dengan adanya (1) sejarah
subjektif, dan (2) sejarah objektif. Kedua istilah ini tampaknya amat terpisah dan bertentangan.
Sejarah subjektif erat hubungannya dengan penyusunan cerit sejarah, pekerjaan merangkaikan
peristiwa agar dapat dipahami oleh semua orang. Oleh karena bila hanya dengan memunculkan
peristiwa saja berdasarkan sumber/dokumen sejarah (sejarah objektif), maka belumlah dikatakan
sumber cerita sejarah. Cerita sejarah (sejarah subjektif) erat hubungannya dengan fakta sejarah
(sejarah objektif).
D.Teori-Teori Mengenai Sintesis Sejarah
Apa yang diusahakan bersama-sama oleh sejarawan sebagai suatu kelompok adalah
memberikan pertelaan yang selangkap mengenai masa lampau manusia. Tujuan dari
pada historiografi pada tarafnya yang tertinggi (yang pasti tidak dapat dicapai) adalah
menciptakan kembali totalitas daripada fakta sejarah dengan suatu cara yang tidak memperkosa
masa lampu yang sesungguhnya. Dalam artian itu, andaikata mungkin, historiografi boleh jug
bersifat ilmiah, yakni dimaksudkan untuk menemukan dan melaporkan kebenaran. Tetapi seprti
kita lihat masa lampau yang sesungguhnya tidak akan pernah dapat terulang kembali sepenuhnya
dalam pikiran manusia. Para ahli bahkan berbeda paham mengenai bagaimana caranya
mendekati masa lampau yang sesungguhnya itu. Ada beberapa orang yang percaya bahwa
pendekatan objektif adalah mungkin, ada orang lain yang tetap
mempertahankan historiografi merupakan sen, yang diberi oleh filsafat, ketermpilan,
pengajaran, dan ingatan yang subjektif, masih ada orang lain lagi yang menganggap bahwa
tekanan-tekanan yang tepat mengenai trend-trend utama daripada sejarah memberikan landasan
bagi pengaturan fakta-fakta yang sebaik-baiknya, mungkin saja bahwa semua pendapat itu
sebagiannya benar.
E.Teori Gerak dan Aliran Sejarah
a) Pengertian-Pengertian Dasar Gerak Sejarah
Untuk memudahkan gerak sejarah, masalah tersebut harus dipandang khusus mengenai
manusia. Bagaimanakah manusia memandang diri sendiri? Sejarah adalah sejarah manusia,
peran sejarah hanya manusia saja, penulis sejarah manusia juga, peminat sejarah juga manusia,
maka mausialah yang harus dipandang sebagai inti masalah tersebut. Oleh kerena itu, dapatlah
dimengerti bahwa munculnya masalah itu dipandang sebagai akibat pendapat manusia tentang
dirinya, yaitu:
a. manusia bebas menentukan nasibnya sendiri, dengan istilah internasional otonom
b. manusia tidak bebas menentukan nasibnya, nasib manusia ditentukan kekuatan di luar kekuatan
dirinya, manusia disebut heteronom.
Faham bahwa manusia itu otonom dalam istilah filsafat disebut indeterminism dan faham
heteronom disebut determinism. Pada umumnya manusia lebih condong menerima kekuatan di
luar pribadinya daripadaa ia percaya bahwa segala sesuatu ditentukan oleh dirinya sendiri.
Masalahnya berkisar pada pertanyaan, siapakah yang menentukan nasibnya? Penentu nasib
manusia adalah:
a. alam sekitar beserta isinya
b. kekuatan x (tidak dikenal)
c. Tuhan
c) Aliran Syclis
Ada tiga aliran atau konsepsi pengkajian sejarah yang berpengaruh dalam ilmu sejarah:
1. Aliran pertama, yang memandang kejadian sejarah (peristiwa) sebagai ulangan (syclis) dari
kejadian terdahulu. Perulangan itu terjadai secara mekanis, merupakan lingkaran ulang.
Pencerminan dari pandangan pada ucapan: Sejarah berulang (bahasa Perancis): “historie
seperete”.Jadi menurut pandangan ini, sejarah tidak mempunyai tujuan dan tidak ada
perkembangan. Manusia di dalam sejarah tinggal menunggu perulangan kejadian saja, kurang
berikhtiar. Kata mereka, “buat apa berikhtiar, sebab ketentuan telah pasti datang, tingal
menunggu saja”.
2. Aliran Religius (Ketuhanan): yang menafsirkan bahwa segala kejadian dalam sejarah semata-
semata karena kehendak tuha. Manusia hanyalah pemegang pranaan dan kehendak tuhan. Aliran
ini terutama dalam kalangan Kristen, yang dinamakan aliran: “Rdemtive philosophical
viewpoint” pandang sejarah menurut kepercayaan atau dogma” penebusan dosa (bahasa Inggris:
To Redam artinya menebus), menuju kearah meningkatkan nilai-kemanusiaa.
3. Aliran Evolusi, yaitu aliran yang memandang srluruh kejadian dengan panggung sejarah
manusia adanya suatu garis yang enaik dan meningkat kearah kemajuan dn kesempurnaan.
Gerak sejarah merupakan garis linear, garis lurus menuju ke progress dan prefeksi. Karena itu
aliran ini disebut “progressive philosophical viewpoint of history”.
Aliran ni memandang gerak sejarah berpangkal dalam kemajuan (evolusi), yaitu keharusan
yang memaksa segala sesuatu untuk maju. Sejarah adalah medan perjuangan manusia, dan cerita
sejarah adalah epos perjuangan mencapai kemajuan, Munculnya Karl Max (1818-1883) sebagai
pendukang aliran ini melahirkan sifat exstrem, yang menjauhkan dari tuhan dan menambatkan
diri [ada hukum ekonomi atau materi.
F.Pandangan/Teori Sejarah
Pandangan sejarah berpangkal pada perhatian terhadap gerak sejarah masalah yang khusus
mengenai manusia. Manusia didalam sejarah berfungsi ganda, sebagai subjek sejarah dan
sebagai objek sejarah. Manusia sebagai peran sejarah, sebagai penulis sejarah dan manusia juga
selaku minat sejarah, Maka, menafsirkan sejarah, tidak lain daripada memikirkan diri manusia
sendiri. Bagaimanakah manusia memandang diri pribadinya? Ada dua pendapat yang pokok:
1. Manusia bebas menentukan nasib sendiri (otonom), determinisme (bahasa Ingris: To Determine
artinya menentukan).
2. Manusia tidak bebas menentukan nasibnya; nasib manusia ditentukan oleh kekuatan diluar diri
pribadinya, tidak otonom. Kekuatan diluar diri manusia pada umumnya dihubungkan dengan
kepercayaan pada keadaan yang menentukan nasib manusia, yakni (a) Tuhan (b) alam sekitar,
dan (c) kekuatan x (tidak dikenal).
G.Fungsi Sejarah
Adapun fungsi teori-teori itu antara lain seperti dikemukakan oleh:
1. Prof. Dr. Soejono, SH,. Sebagai berikut:
a. Sebuah teori berguna untuk lebih mempertajam atau mengkhususkan fakta yang hendak diteliti
atau diuji kebenarannya.
b. Teori sangat berguna dalam mengembangkan sistem klasifikasi fakt, membina struktur konsep-
konsep serta mengembangkan definisi
c. Teori bisa merupakan suatu ikhtisar dari suatu hal-hal yang telah diketahui serta telah diuji
kebenarannya yang menyangkut obyek yang akan diteliti.
d. Teori memberikan kemungkinan kepada prediksi kejadian atau peristiwa mendatang, karena telah
diketahui sebab-sebabnya dan diramalkan akan terjadi kembali.
e. Teori memberikan petunjuk-petunjuk kekurangan kepada penelitinya
Stuart A. Schlegel menyebutkan bahwa sifat penguraian teoritas dalam ilmu pengetahuan sangat
erat hubungannya dengan generelisasi. Sebuah teori menjelaskan fenomena atau peristiwa yang
digambarkan. Teori melaksanakannya dengan menunjuk bagian-bagian kondisi yang sungguh
berarti dengan menghubungkan satu bagian dengan lainnya.
BAB III
PENUTUP
Uraian tentang cerita sejarah pada umumnya hanya memberikan sekedar penjelasan.
Penjelasan itu hanya sekadar memberikan pengertian tentang sejarah agar dapat dimengerti
bahwa sejarah itu suatu ilmu yang mulia. Masalah manusia adalah masalah sejarah. Setelah
memiliki sekadar pengetahuan tentang ilmu sejarah, maka kesadaran manusia tentang sejarah
dapat diperjuangkan untuk membangkitkan semangat juang bagi kepentingan bangsa dan negara.
(http://www.pusatmakalah.com/2014/12/makalah-teori-teori-dalam-sejarah.html)