Anda di halaman 1dari 23

RESUME BUKU

UNTUK MEMENUHI TUGAS

DARI DOSEN Dr. Hj. Hesti Armiwulan, S.H., M.Hum

SELAKU PENGASUH MATA KULIAH TEORI HUKUM

TEORI

HUKUM
Prof. Dr. H.R. OTJE SALMAN S., S.H

ANTHON F. SUSANTO, S.H., M.HUM

DAN

TEORI-TEORI KEADILAN
KAREN LEBACK

(Mengigat, Mengumpulkan, dan Membuka Kembali)


BAGIAN DUA

Teori – Apakah itu ?

A. Pemaknaan dan Kesalahpahaman.

Terdapat pemahaman bahwa istilah teori bukanlah sesuatu yang harus dijelaskan tetapi
sebagai sesuatu yang sesuatu yang seolah-olah sudah dipahami maknanya. Bahkan teori sering
ditafsirkan sebagai istilah tanpa makna apabila tidak berkait dengan kata yang menjadi
padanannya. Ada kesimpang siuran atau tumpang tindih dalam penggunaan istilah teori,
misalnya dengan istilah ‘model,. ‘aliran’, ‘paradigma’, dogma, ‘doktrin’ dan istilah lainnya. Pada
tataran tertentu pangguaan istila ‘teori’ banyak yang tidak tepat dan asal-asalan, hanya untuk
memberikan kesan bahwa hal itu terlihat ilmiah. Ada beberapa hal yang menjadi alasan
mengenai itu, diantaranya :

Istilah teori bukan lagi makna ekslusifini yang digunakan dalam ilmu pengetahuan untuk
menjelasan fenomena atau keadaan tertentu namun lebih merupakan istilah umum yang
dibicarakan oleh siapa saja.

Kerumitan dan sedemikian tipisnya batasan makna yang terkandung didalam banyak peristilahan
yang disebutkan diatas, sehingga menimbulkan kekeliruan atau tumpang tindih dalam
penggunaannya. Merupakan hal yang penting, seberapa ketat sebetulnya setiap orang
menggunakan istilah ini dalam kajian keilmuannya artinya seberapa jauh dia terikat untuk
menggunakannya sesuai dengan pakem yang ada atau sebaliknya.

Teori berasal dari kata “theoria” dalam bahasa latin yang berarti “perenungan”, yang pada
gilirannya berasal dari kata “thea” dalam bahasa Yunani yang secara hakiki menyiratkan sesuatu
yang disebut dengan realitas. Dari kata dasar thea ini pula dating ata modern “teater” yang berarti
“pertunjukan” atau “tontonan”. Dalam banyak literatur beberapa ahli menggunakan kata ini
untuk menunjukan bangunan berpikir yang tersusun sistematis, logis, empiris juga simbolis.
Berikut beberapa pengertian teori secara luas :

1. Pemahaman tentang hal-hal dalam hubungannya yang universal dan ideal antara satu sama
lain. Berlawanan dengan eksistensi factual dan/atau praktek.
2. Prinsip abstrak atau umum didalam tubuh pengetahuan yang menyajikan suatu pandangan
yang jelas dan sistematis tentang beberapa materi pokoknya, sebagaimana dalam teori seni
dan teori atom.
3. Model atau prinsip umum, abstrak dan ideal yang digunakan untuk menjelaskan gejala-
gejala, sebagaimana dala teori seleksi alam.
4. Hipotesis, suposisi atau bangun yang dianggap betul dan yang berlandaskan atasnya gejala-
gejala dapat diperkirakan dan/atau dijelaskan dan yang darinya didedukasikan pengetahuan
yang lebih lanjut.
5. Dalam filsafat ilmu pengetahuan, teori berpijak pada penemuan fakta-fakta maupun
hipotesis. Dalam bidang ilmu alam, suatu deskripsi dan penjelasan fakta yang didasarkan
atas hukum-hukum dan sebab-sebab niscaya, mengikuti konfirmasi fakta-fakta itu dengan
pengalaman dan percobaan (eksperimen). Deskripsi ini sifatnya pasti, nonkontradiksi, dan
matematis.
B. Teori dan Realitas

Sebagaimana disebutkan bahwa teori senantiasa berkaitan dengan apa yang disebut realitas.
Apabila ditelaah secara historis bahwa realitas dapat dipandang dari bebrapa sudut pandang
sebagai berikut :

 Dimana realitas adalah sesuatu yang hanya dapat ditangkap lewat kapasitas akal budi
(ide, gagasan, esensi).
 Realitas berkaitan dengan sesuatu yang bersifat actual, nyata, ada dan objektif yang
hanya dapat dikenali dan dipahami lewat mekanisme intuisi dan indra.
 Dan terakhir yaitu sebuah realitas yang muncul ketika sains dan tekhnologi dengan
kecanggihannya mampu menciptakan sebuah dunia artificial, yaitu realitas yang tidak
dapat dimasukan pada kedua relitas yang disebutkan diatas karena telah melampaui batas
realitas yang ada (hyper reality).
C. Menuju Pilihan Cara

Beberapa ahi berkeyakinan, sebuah teori dapat dibuktikan benar atau salah. Hal ini
(kebanyakan) didasarkan kepada pertimbangan filsafat dan logika, sedangkan selebihnya
didasarkan pada analisis terperinci tentang sejarah (ilmu) dan tentang teori-teori ilmiah modern.
Namun klaim (pandangan) tersebut tidak dapat diterima begitu saja, karena sebagaimana
dikatakan sebagian ilmuwan masa kini, teori ilmiah tidak dapat dibuktikan konklusif benar atau
salah dan bahwa rekonstruksi para filsuf hanya mempunyai sedikit kesamaan dengan apa yang
terjadi secara actual dalam ilmu. Seperti pendapat Paul Feyeraben “ilmu tidak mempunyai segi-
segi istimewa yang dapat menyatakan dirinya mempunyai keunggulan secara hakikat terhadap
cabang-cabang pengetahuan lain seperti mitos purba atau voodoo”.

1. Induksi dari Alam Pengalaman

Menurut pandangan ini teori ditarik secara ketat dari fakta (di alam pengalaman) yang diperoleh
melalui teknik observasi dan atau eksperimen. Dan pada dasarnya cara penarikan teori dari alam
pengalaman ini dapat disebut cara induksi. Sebagaimana aliran Postivisme Logikal menyebutkan
bahwa suatu teori tidak hanya dibenarkan sejauh ia dapat dibuktikan dengan fakta-fakta yang
diperoleh melalui obsrevasi, tetapi juga dipertimbangkan mempunyai makna.

2. Deduktif Hipotesis.

Bagi pandangan ini, teori tidaklah sesuatu yang begitu saja dpaat diambil dari hasil pengamatan
(observasi) tetapi lebih jauh dari pada itu pandangan ini menyatakan pentingnya penarikan
hipotesis yaitu menyusun pernyataan logis yang menjadi dasar untuk penarikan kesimpulan atau
deduksi mengenai hubungan antara benda-benda tertentu yang sedang diselidiki. Karena
pandanagn ini berpendpat bahwa hipotesis dapat menolong memberikan ramalan dan menenukan
fakta baru.

3. Program Riset Lakatosian.

Pandangan Imre Lakatos menjelaskan tantang usaha menganalisis teori-teori sebagai struktur
terorganisasi. Program riset Lakatosian adalah struktur yang memberikan bimbingan untuk riset
di masa depan dengan cara positif (bimbingan garis besar yang memperlihatkan bagaiana
program riset dapat dikembangkan) maupun cara negatif (program terperinci yang menetapkan
bahwa asumsi dasar yang melandasi program itu).
4. Evolusi Kritis Thomas Kuhn.

Bagi Thomas Khun pandangan tradisonal tentang ilmu baik induktivis maupun falsikasionis
semuanya tidak mampu bertahan dalma sejarah. Kemudian teorinya dikembangkan sebagai
usaha untuk manjadikan teori tentang ilmu lebih cocok dengan situasi sejarah sebagaimana
dilihat oleh Khun dengan menitik beratkan peran yang dimainkan oleh sifat-sifat sosiologi
masyarakat ilmiah.

5. Anti Fundationalis Feyerabend

Pandangan yang cukup provokatif tentang ilmu pengetahuan dijelaskan oleh seseorang yang
bernama Paul Feyerabend. Menurutnya tidak ada metodologi ilmu yang pernah dikemukakan
selama ini mencapai sukses. Lebih lanjut dikatakan olehnya bahwa mengingat kompleksitas
sejarah, maa paling tidak masuk akal untuk mengharapkan bahwa ilmu dapat diterangkan hanya
atas dasar beberapa hukum-hukum metodologi ysng sederhana.

Gagasan Feyerabend sering disebut sebagai teori anarkisme epistemelogis yang didalamnya
terdapat bentuk anarkisme yang berusaha mempertahankan kemapanan sekaligus menyingkirkan
kemapanan. Ia pembela status quo sekaligus anti status quo, hal ini ditempuh untuk memberikan
kebebasan bagi perkembangan metode-metode alternative agar manusia dapat mengambil
keputusan bebas yaitu mengatur perjuangan antara ideologi-ideologi untuk menjamin setiap
individu mempertahankan kebebasan memilih dan tidak ada ideologi yang memaksakan
kepadanya secara bertentangan dengan kehendaknya.

BAGIAN TIGA

TEORI HUKUM

A. Dua Pandangan Besar

Teori hukum tentu berbeda dengan apa yang kita pahami dengan hukum positif. Ada kajian
filosofis didalam teori hukum sebagaimana dikatakan Radbruch bahwa tugas teori hukum adalah
membikin jelas nilai-nilai oleh postulat-postulat hukum sampai kepada landasan filosofinya yang
tertinggi. Sehingga akan nampak kesulitan untuk membedakannya dengan kajian yang disebut
filsafat hukum, karena teroi hukum juga akan mempersalahkan hal mengenai :
 Mengapa hukum berlaku.
 Apa dasar kekuatan mengikatnya.
 Apa yang menjadi tujuan hukum.
 Bagaimana seharusnya hukum itu dipahami, dan sebagainya.

Meski agak rumit untuk memahami semua hal diatas karena ragam teori masing-masing
memiliki cara pandangan yang berbeda, dalam tulisan ini dilihat cara pendekatannya ada dua
karakteristik besar atau pandangan besar (grand theory) yang keduanya bertolak belakang namun
ada dalam satu realitas.

1. Pandangan Pertama.

Pandangan yang didukung oleh tiga argumen yaitu pandangan bahwa hukum sebagai suatu
system yang pada prinsipnya dapat diprediksi dari pengetahuan yang akurat tentang konisi sistem
itu sekarang, perilaku system ditentukan sepenuhnya oleh baian-bagian yang terkecil dari sistem
itu, dan teori hukum mampu menjelaskan persoalannya sebagaiana adanya tanpa keterkaitan
dengan pengamatnya. Dalam pandangan yang pertama ini sistem digunakan secara bebas
terhadap banyak hal dalam kehidupan, alam semesta, masyarakat, termasuk hukum digambarkan
dalam bentuk yang jelas-jelas dapat diakui sebagai istilah mekanisme dan sistem. Dalam
pandanagan ini pula berpendapat bahwa kebanyakan teori hukum berpusat pada salah satu dari
ketiga jenis sistem (sumber dasar, kandungan dasar dan fungsi dasar)

2. Pandangan Kedua.

Pandangan yang menyatakan bahwa hukum bukanlah sebagai suatu sistem yang teratur tetap
merupakan sesuatu yang berkaitan dengan ketidakberaturan, tidak dapat diramalkan, dan bahwa
hukum sangat dipengaruhi oleh persepsi pengamat dalam memaknai hukum tersebut. Menurut
pandangan ini teori hukum sama sekali tidak berada pada jalur yang disebut sebagai sistem.
Pandanagan ini menolak bahwa teori hukum harus selalu bersifat sistematis dan teratur, tetapi
sebaliknya dimana teori hukum dapat juga muncul dari situasi yang disebut dengan situasi keos,
keserba tidak beraturan, atau situasi yang tidak sistematis. Yang mana semuanya itu adalah
gambaran dinamika masyarakat dalam berbagai bidang kehidupan.
B. Teori Hukum dalam Model Hukum Menurut Black dan Dragan Milovanovich

Donal Black menjelaskan ada dua model hukum, meskipun hal ini bukan berarti seolah-olah
hukum dipilih sedemikian rupa sehingga akan menjadi reduksionis, akan tetapi hal ini bertujuan
agar dapat mempertajam wilayah analisis terhadap keragaman teori yang sering kali dipahami
secara campur aduk, sehingga dengan demikan wilayah itu menjadi jelas ada pada posisi mana
apabila seseorang menjelaskan tentang hukum atau teori hukum. Dua model menurut Donal
Black yang senada dengan pendapat Dragan Milovanovick, yaitu :

 Jurisprudentie Model.

Dalam model ini kajian hukum lebih memfokuskan kepada produk kebijakan (aturan/rules).
Menurut model ini proses hukum berlangsung ditata dan diatur oleh sesuatu yang diosebut
sebagai logic (logika/sistem hukum). Hukum dilihat sebagai sesuatu yang bersifat mekanisme
dan mengatur dirinya sendiri melalui rules dan logika, dan olehkarenanya penyelesaian
masalahpun disini lebih mengandalkan kemampuan logika tadi

 Sociological Model.

Dalam model ini fokus kajian hukum lebih kepada struktur sosial. Kajian ini tentu saja lebih
kompleks dari sekedar hukum sebagai produk. Dalam model sosiologi ini yang dipentingkan
adalah keragaman dan keunikan dan menempatkan seseorang sebagai penliti agar memudahkan
untuk melihat proses secara utuh dengan tujuan akhir beraksud untuk menjelaskan fenomena-
fenomena yang ada dalam realitas sebenarnya.

C. Teori Hukum Menurut Jan Gijssels dan Mark van Hoecke

Jan Gijssels dan Mark van Hoecke adalah dua pemikir yang ada pada ranah pemikiran
kontinental. Menurut mereka teori hukum merupakan disiplin mandiri yang perkembangannya
dipengaruhi dan sangat terkait erat dengan Ajaran Hukum Umum. Kesinambungan antara Teori
Hukum dengan Ajaran Hukum Umum yaitu :

 Teori hukum sebagai lanjutan dari ajaran hukum umum memiliki obejk disiplin mandiri,
suatu tempat diantara Dogmatik Hukum disatu sisi dan Filsafat Hukum disisi lainnya.
 Sama seperti ajaran hukum umum dewasa ini, Teori Hukum setidaknya oleh kebanyakan
dipandang sebagai ilmu a normatif yang bebas nilai, ini yang persisnya membedakan Teori
Hukum dan Ajaran Hukum Umum dan Dogmatik Hukum.

Untuk memahami apa itu Teori Hukum, khususnya batas-batas wilayahnya persepsi Jan Gijssels
dan Mark van Hoecke, berikut ini penjelasan secara singkat mengenai :

1. Dogmatik Hukum (Rechtsdogmatiek) atau Ajaran Hukum (Rechtsleer)

Dalam ati sempit bertujuan untuk memaparkan dan mensistematisasi serta dalam arti tertentu
juga menjelaskan hukum positif yang berlaku. Dogmatik Hukum (Rechtsdogmatiek) atau Ajaran
Hukum (Rechtsleer) tidak dapat membatasi pada suatu pemaparan dan sistematis melainkan
secara sadar mengambil sikap berkenaan dengan butir-butir yang diperdebatkan jadi Dogmatik
Hukum (Rechtsdogmatiek) atau Ajaran Hukum (Rechtsleer) dalam hal-hal yang penting tidak
hianya deskriptif melainkan juga perspektif (bersifat normatif).

2. Filsafat Hukum.

Yaitu filsafat umum yang diterapkan pada hukum atau gejala-gejala hukum. Menurut mereka
Filsafat Hukum memiliki telaah meliputi :

 Ontologi Hukum (penelitian tentang hakekat dari hukum)


 Aksiologi Hukum (penentuan isi dan nilai)
 Ideologi Hukum (ajaran idea)
 Epistemologi Hukum (ajaran pengetahuan)
 Teologi Hukum (hal meneetukan makna dan tujuan hukum)
 Ajaran Ilmu dari Hukum (meta-teori dari ilmu hukum)
 Logika Hukum
3. Hubungan Dogmatik Hukum dengan Teori Hukum.
a) Dogmatik hukum mempelajari aturan-aturan hukum itu dari suatu sudut pandang teknikal
maka teori hukum merupakan refleksi terhadap teknik hukum ini.
b) Dogmatik hukum berbicara tentang hukum, teori hukum berbicara tentang cara yang
dengannya ilmuwan hukum berbicara tentang hukum.
c) Dogmatik hukum mencoba lewat teknik-teknik interprestasi tertentu menerapkan teks
undang-undang yang pada pandangan pertama tidak dapat diterapkan pada suatu masalah
konkret, maka teori hukum mengajukan pertanyaan tentang dapat digunakannya teknik-
teknik interprestasi, tentang sifat memaksa secara logical dari penalaran interprestasi dan
sejenisnya lagi.
4. Hubungan Filsafat Hukum dengan Teori Hukum
a) Jika teori hukum mewujudkan sebuah meta-teori berkenaan dengan dogamtik hukum
maka filsafat hukum memenuhi fungsi dari sebuah meta-disiplin berkenaan dengan teori
hukum.
b) Secara structural teori hukum terhubungkan pada filsafat hukum dengan cara yang sama
seperti dogmatika hukum terhadap teori hukum.
c) Filsafat hukum merupakan sebuah meta-disiplin berkenaan dengan teori hukum.
d) Filsafat hukum sebagai ajaran nilai dan teori hukum dan filsafat hukum sebagai ajaran
ilmu dari teori hukum.
e) Filsafat hukum sebagai ajaran ilmu dari teori hukum dan sebagai ajaran pengetahuan
mewujudkan sebuah meta-disiplin berkenaan dengan teori hukum tidak memerlukan
penjelasan lebih jauh, mengingat filsafat hukum mangambil sebagian dari kegiatan-
kegiatan dari teori hukum itu sendiri sebagai subjek studi.

5. Teori Hukum dan Ilmu Lain yang Objek Penelitiannya Hukum

Teori hukum secara esensial bersifat interdisipliner, hal ini mengandung arti bahwa teori hukum
dalam derajat yang besar akan menggunakan hasil-hasil penelitian dari berbagai disiplin yang
mempelajari hukum (Sejarah Hukum, Logika Hukum, Antropologi Hukum, Sosiologi Hukum,
Psikologi Hukum dan sejenisnya).

Tipikal dari teori hukum bahwa dalam hal ini ia mamainkan peranan mengintegrasikan, baik
yang berkenaan dengan hubngan antara disiplin-disiplin ini satu terhadap yang lainnya maupun
yang berkenaan dengan integrasi hasil-hasil penelitian dari disiplin-disiplin ini dengan unsur-
unsur dogmatika hukum dan filsafat hukum.
D. Teori Hukum Menurut J.J.H. Bruggink

Bruggink menjelaskan teori hukum adalah seluruh pernyataan yang saling berkaitan berkenaan
dengan sistem konseptual aturan-aturan hukum dan putusan-putusan hukum, dan sistem tersebut
untuk sebagian yang penting dipositifkan.

Menurut Bruggink definisi diatas memiliki makna ganda, yaitu dapat berarti produk yaitu
keseluruhan pernyataan yang saling berkaitan itu adalah hasil kegiatan teoritik bidang hukum)
dan dalam arti proses yaitu kegiatan teoritik tentang hukum atau pada kegiatan penelitian teoritik
bidang hukum sendiri.

Disamping itu teori hukum menurut Bruggink mengandung makna ganda lainnya yaitu dalam
arti luas (hal itu menunjuk kepada pemahaman tentang sifat berbagai bagian cabang sub disiplin
teori hukum) dan dalam arti sempit (berbicara tentang keberlakuan evaluatif dari hukum, terakhir
adalah dogmatika hukum, atau ilmu hukum dalam arti sempit).

Untuk mengulas persoalan diatas lebih jelas berikut akan sedikit diuraikan apa yang menjadi
bagian dari teori hukum dalam arti luas, diantaranya sebagai berikut :

1. Sosiologi Hukum

Mengarahkan kajian pada keberlakuan empiric atau factual dari hukum, jadi lebih
mengarah pada kenyataan kemasyarakatan. Dengan kata lain sosiologi hukun adalah sebagai
teori tentang hubungan antara kaidah-kaidah hukum dengan kenyataan pada masyarakat.
Sosiologi hukum terdiri dari sosiologi hukum empirik dan sosiologi hukum kontempelatif.

2. Dogmatik Hukum

Menurut Bruggink dogmatika hukum adalah ilmu hukum (dalam arti sempt) yang
merupakan bagian utama dalam pengajaran pada fakultas-fakultas hukum. Objek dogmatika
hukum terutama adalah hukum positif yaitu sistem konseptual atran hukum dan putusan
hukum, yang bagian intinya ditetapkan (dipositifkan) oleh para pengemban kewenangan hukum
dalam suatu masyarakat tertentu. Perumusan aturan hukum disebut pembentukan hukum,
sedangkan pengambilan keputusan hukum disebut penemuan hukum.
3. Teori Hukum dalam Arti Sempit

Tentang kajian ini nampak belum begitu jelas, karena kajian (studinya) berada pada wilayah
dogmatika hukum dan filsfat hukum. Filsafat hukum memang adalah meta-teori untuk teori
hukum dan mengingat teori hukum adalah meta-teori untuk dogmatika hukum. Jadi pada
dasarnya adalah antara teori yang lebih tinggi dan yang paling rendah pada intinya pengaruh
satu sama lainnya.

4. Filsafat Hukum.

Filsafat hukum adalah induk dari semua disiplin yuridik, karena filsafat hukum membahas
masalah-masalah yang paling fundamental yang timbul dalam hukum, juga saking
fundamentalnya sehingga bagi manusia tidak terpecahkan karena masalahnya melampaui
kemampuan berpikir manusia.

Bruggink memberikan ikhtisar filsafat hukum objeknya adalah landasan dan batas-batas kaedah
hukum, tujuannya adalah teoretikal, perspektifnya internal, teori kebenarannya adalah teori
pragmatik dan proposisinya yaitu informatif tetapi terutama normatif dan evaluatif.

BAGIAN EMPAT.

HUKUM DAN PARADIGMA.

A. Apakah Paradgma itu ?

Dalam bahasa Inggris “paradigm”, dari bahasa Yunani “paradeigma” , dari “para”
(disamping, disebelah) dan “dekynai” (memperlihatkan ; yang berarti ; model contoh, arketipe,
ideal). Menurut Oxfor English Dictionary “paradigm” atau paradigma adalah contoh atau pola.
Akan tetapi didalam komunitas ilmiah paradigma dipahami sebagai sesuatu yang lebih
konseptual dan signifikan, meskipun bukan sesuatu yang tabu untuk diperdebatkan.

Konsep paradigma yang diperkenalkan oleh Khun kemudian dipopulerkan oleh Robert
Friedrichs dalam sosiologi. Konsep paradigma Khun lebih kepada sesuatu yang bersifat
“metateoritis”. Chalmers sendiri menjelaskan tentang karakteristik paradigma, yang meliputi :
a) Tersusun oleh hukum-hukum paradigma dimaksud dan asumsi-asumsi teoritis yang
dinyatakan secara eksplisit.
b) Mencakup cara-cara standar bagi penerapan hukum-hukum tersebut kedalam beragam
situasi dan kondisi.
c) Mempunyai instrumentasi dan teknik-teknik instrumental yang diperlakukan guna
menjadikan hukum-hukum tersebut berjaya didunia nyata.
d) Terdiri dari beberapa prinsip metafisika yang memandu segala karya dan karsa didalam
lingkup paradigma dimaksud.
e) Mengandung beberapa ketentuan metodologis.

B. Paradigma Dominan dalam Ilmu

Dari sekian banyak paradigma dominant dalam ilmu, paling tidak dapat dijelaskan ada tiga
paradigma yang dominan yaitu positivisme, interpretivisme, dan critical studies. Namun
demikian mendampingi ketiga paradigma tersebut ada dua paradigma besar lainnya yaitu
feminisme dan post modenisme.

C. Paradigma Ilmu Hukum

Soetandyo Wignyosoebroto, menjelaskan tentang paradigma penting dalam hukum yang dapat
dijelaskan sebagai berikut :

1) Paradigma Positivistik.
Aliran filsafat yang berkembang di Eropa Kontinental (khususnya Perancis) dengan
beberapa eksponen terkenal diantaranya Henri Saint Simon dan August Comte.
Positivisme merupakan paham yang menganut agar setiap metodologi yang dipikirkan
untuk menemukan kebenaran hendaklah memperlakukan realitas sebagai sesuatu yang
eksis, sebagai sesuatu objek, yang harus dilepaskan dari sembarang macam pra-konsepsi
metafisis yang subyektif sifatnya.
Disini hukum tidak lagi dikonsepsi sebagai atas moral meta yuridis yang abstrak tentang
hakikat keadilan, melainkan ius yang telah mengalami positivisasi sebagai lege atau lex.
Paling tidak ada dua positivisme hukum sebagaimana dijelaskan Khuzaifah Dimyati, yaitu
positivisme yuridis (bahwa hukum dipandang sebagai suatu gejala tersendiri yang perlu
dioleh secara ilmiah) dan positivisme sosiologis (hukum ditanggapi terbuka bagi kehidupan
masyarakat, yang harus diselidiki melalui metode-metode ilmiah).
2) Paradigma Pasca-Positivistik ; Realitas Dekonstruksi Melalui Interaksi.
Melepaskan diri dari karakteristik berpikir kaum posivistik, muncul pemikiran yang oleh
Colin disebut kaum social contructivist. Meski kaum ini memiliki keleluasan dalam ragam
kajiannya tetapi paling tidak ada delapan posisi argumentative sebagaimana dikatakan
Soetandyo Wignyosoebroto, yaitu etnometodologi, relativisme budaya, konstruktivisme
sosial Bergerian, relativitas linguistic, fenomenologi, simbolisme fakta sosial, paradigma
konvensi, dan juga termasuk paradigma argumentative yang hermeneutic.
3) Paradigma Hermeneutik
Kajian atau paradigma Hermeneutik atau yang sering disebut interpreatif mencoba
membebaskan kajian-kajian hukum dari otorianisme para yuris positif yang elitis secara
jelas dan tegas menolak paham universalisme dalam ilmu hukum, khususnya ilmu yang
berseluk beluk dengan objek manusia berikut masyarakat, gantinya relativisme itu yang
diakui.

BAGIAN 5

HUKUM SEBAGAI SISTEM

A. Teori Sistem Dalam Ilmu

Bagi kebanyakan pemikir, sistem terkadang digambarkan dalam 2 hal yaitu sebagai suatu
wujud (entitas) yaitu sistem biasa dianggap sebagai suatu himpunan bagian yang saling berkaitan
yang membentuk suatu keseluruhan yang rumit atau kompleks tetapi merupakan satu kesatuan,
atau yang kedua sistem mempunyai makna metodologik yang dikenal dengan pengertian umum
pendekatan sistem (System Approach) yang pada dasarnya merupakan penerapan metode ilmiah
didalam memecahkan suatu masalah atau menerapkan kebiasaan berfikir atau beranggapan
bahwa ada banyak sebab terjadinya sesuatu didalam memandang atau menghadapi saling
keterkaitan yang berusaha memahami adanya kerumitan didalam banyak benda sehingga
terhindar dari memandangnya sebagai sesuatu yang amat sederhana. Bila ditinjau kebelakang,
dapat dilihat makna dari sistem itu sendiri yang diantaranya :
1. Sistem digunakan untuk menunjukkan suatu kesimpulan atau himpunan benda-benda yang
disatukan atau dipadukan oleh suatu bentuk saling ketergantungan yang teratur.
2. Sistem digunakan untuk menyebut alat-alat atau organ tubuh secara keseluruhan yang secara
khusus memberikan andil atau sumbangan terhadap berfungsinya fungsi tubuh tertentu yang
rumit tetapi vital.
3. Sistem yang menunjukkan himpunan gagasan (ide) yang tersusun, terorganisir, suatu
himpunan gagasan, prinsip, doktrin, hukum dan sebagainya yang membentuk satu kesatuan
yang logik dan dikenal sebagai isi buah pikiran filsafat tertentu, agama atau bentuk
pemerintahan tertentu.

Ciri-Ciri Sistem

Sistem memiliki ciri-ciri pokok yang luas dan bervariasi yang mana dijelaskan oleh beberapa
ahli diantaranya sebagai berikut :

1. Sistem itu bersifat terbuka atau pada umumnya bersifat terbuka. Dikatakan terbuka jika
berinteraksi dengan lingkungannya dan sebaliknya dikatakan tertutup jika mengisolasikan
diri dari pengaruh apapun. (Menurut Elias M. Awad).
2. Sistem mempunyai tujuan sehingga perilaku kegiatannya mengarah pada tujuan
tersebut/purposive behavioiur. (Menurut William A. Shrode & Dan Voich)
3. Setiap sistem mempunyai batas yang memisahkannya dari lingkungan, tetapi walau
sistem mempunyai batas tetapi bersifat terbuka. (Menurut Tatang M. Amirin).

B. Teori Sistem Dalam Hukum

Asumsi umum mengenai sistem mengartikan kepada kita secara langsung bahwa jenis sistem
hukum telah ditegaskan lebih dari ketegasan yang dibutuhkan oleh sistem jenis manapun juga.
Dimana sangat penting mempertimbangkan pandangan umum mengenai sistem dasar yang
terdapat pada definisi-definisi dan jenis-jenis ideal yang dikemukakan dalam teori sistem secara
umum.

Dalam pelaksanaannya, para ahli hukum berharap dapat menemukan yang dimaksud dengan
“sistematis”, yang mana diharapkan dapat menimbulkan sifat yang lazim dan bisa diciptakan
bebas dari prasangka dan penyimpangan yang ditemukan pada beberapa perkembangan konsep
yang berhubungan dengan suatu disiplin ilmu khusus.

Alasan penyelidikan terhadap sistem teori umum adalah untuk memberikan semacam fokus
kesadaran kita akan berbagai macam teori sistem hukum dan kebanyakan dari konsepsi-konsepsi
sistem yang ditemukan pada teori sistem umum memperlihatkan inti dari ciri-ciri lazim yang
digunakan dunia. Dari banyaknya pendapat yang muncul, hampir kesemuanya mengacu kepada
2 hal yakni hubungan-hubungan tersebut harus membentuk jaringan dimana setiap elemen saling
terhubung baik langsung atau tak langsung, dan kedua adalah jaringan tersebut haruslah
membentuk suatu pola untuk menhasilkan struktur pada suatu sistem. Selain itu juga muncul
pula teori para ahli mengenai sistem hukum ini, antara lain :

1) H.L.A.Hart, dengan teorinya Primery Rules (kewajiban manusia untuk bertindak) dan
Secondary Rules (aturan untuk menentukan suatu aturan lain yang sah)
2) Ronald Dworkin, dengan teorinya Content Theory (Pemahaman bahwa hukum yang
meliputi prinsip-prinsip, politik, standar-standar dan aturan)
3) Anthony Allotts, dengan teorinya Communications System (hukum merupakan suatu
komunikasi yang terikat antara manusia)
4) McCormick dan Weinberger, dengan teori mereka (Teori Kelembagaan dan Hukum dimana
hukum merupakan suatu norma dasar).

BAGIAN 6

TEORI KEOS DALAM HUKUM

A. Adakah Teori Keos ?

Didalam teori Keos ini mencoba menerangkan secara lebih baik suatu tatanan akan selalu
bergerak dinamis, berubah terus menerus dan sulit diprediksi yang intinya melihat dunia secara
berbeda dan dari pandangan yang statis dan kaku yang menurut beberapa ahli diantaranya
Edward Lorenz, Benoit Mandelbrot, James Gleick bahwa Teori Keos adalah sesuatu yang susah
diprediksi dan ada dimana-mana.
B. Teori Keos Dalam Hukum

Teori Keos mulai dikenal didalam sistem hukum adalah pada akhr tahun 1980-an yang
dikemukakan Charles Sampford dalam bukunya The Disorder of Law; A Critique of Legal
Theory, yang berpendapat bahwa teori hukum tidak hanya muncul atau berasal dari suatu sistem
yang sistematis tetapi dapat juga muncul dari suatu keadaan atau kondisi masyarakat yang mana
masyarakat selalu menjalin hubungan yang tidak dapat diprediksi dan tidak sistematis (teori
keos).

C. Mengapa Teori Sistem Gagal ?

Menurut Sampford, Teori sistem gagal dikarenakan bahwa masing-masing mencakup


pembentukan sistem untuk menggabungkan prestasi dari banyak pemikiran dalam sistem itu,
apakah untuk penciptaan peranan, muatan prinsip-prinsip atau fungsi dari lembaga-lembaga.
Kebanyakan hanya untuk mengejar sasaran sehari-hari secara normal saja, tetapi hal ini tidak
dapat mewakili cakupan aktivitas yang dihasilkan oleh pemikiran lain karena aktivitas tidak
dapat dilambangkan sebagai sistematis walaupun banyak usaha untuk membuatnya jadi
sistematik tetapi seperti yang dikatakan oleh Dewey, bahwa “bekerja atas fakta” baik dengan
membuat sistem yang sesuai dengan fakta maupun dengan mengubah fakta hingga sesuai dengan
sistem dan sebagaimana konsekuensi bahwa fakta itu sendiri tidak dipandang sebagai
terorganisir dan sistematis.

D. Teori Keos Dari Jacques Derrida

Pandangan lain tentang Keos adalah menurut Derrida yaitu Dekonstruksi, pengertiannya
adalah alternatif untuk menolak segala keterbatasan penafsiran ataupun bentuk kesimpulan yang
baku. Dekonstruksi dapat juga dijadikan sebagai upaya membalik secara terus menerus hirarkis
oposisi biner dengan mempertaruhkan bahasa sebagai medannya.

Derrida sebagai salah seorang pemikir post-strukturalis lebih mampu mengakomidasi dinamika,
ketidakpastian, gejolak dan kegelisahan-kegelisanan yang mencirikan budaya Keos yang
menurutnya kegelisahan merupakan akibat dari cara tertentu yang diimplikasikan dalam
permainan sehingga dapat menciptakan kreatif tanda dan kode-kode yang tanpa batas dan tidak
terbatas.
Dekonstruksi Derrida bagi Ilmu Hukum memberikan alternatif pemahaman teks, yang berbeda
dari model pemahaman teks yang konvensional dan formal dalam hukum yang cendrung
dianggap sesuatu yang sudah jadi yang mana gangguan kecil yang muncul dianggap sebagai
perusak yang pada akhirnya tidak dapat memberikan jaminan kepastian teks, tetapi menurut
Derrida bahwa ada dua cara penafsiran yaitu upaya untuk merekonstruksi makna atau kebenaran
awal/orisinil dan secara eksplisit membuka pintu indeterminasi makna didalam sebuah
permainan bebas sehingga pemikiran Derrida merupakan bentuk perlawanan terhadap model
penafsiran teks yang sudah mapan, yang dalam ilmu hukum cenderung untuk ditolak, dianggap
pasti dan sudah jadi.

BAGIAN 7

MENUJU PEMAHAMAN HUKUM POST – MODERNIS

A. Pesona Post – Modernis

Post – Modernis ini merupakan istilah yang kontroversial. Di salah satu pihak istilah ini
kerap digunakan dengan cara sini dan berolok-olok, baik dibidang seni dan filsafat, yaitu
dianggap sebagai sekedar mode intelektual yang dangkal dan kosong atau sekedar refleksi yang
bersifat reaksioner belaka atas perubahan-perubahan sosial yang kini berlangsung, bahkan dalam
kamus The Modern – Day Dictionary of Received Ideas merumuskan “Post Modernis adalah
kata yang tidak punya arti.

Sedangkan Post Modernisme lebih mengedepankan pandangan bahwa berbagai lapangan dan
spesialisasi ilmu merupakan strategi utama atau kesepakatan dimana realitas dapat dibagi,
terutama sebagai upaya serius untuk mencapai kebenaran yang dilakukan oleh kelompok-
kelompok sosial dalam mencari kekuasaan. Pandangan ini sekaligus menjelaskan sentralitas tesis
Nietzsche kehendak untuk kuasa dalam epistimologis kontemporer dimana pencaharian
kebenaran selalu diartikan membangun kekuasaan. Penekanannya terhadap sifat arbiter dari
struktur argumen dan retorika bahasa tetap merupakan bagian yang penting sebagai senjata kritik
dekonstruksi postmodernisme. Menurut Lyotard, postmodernisme lebih kepada sebuah gagasan
untuk meruntuhkan atau menolak metanarasi.
B. Teori Hukum Postmodernis

Hukum dalam dunia Postmodernis merupakan wilayah yang memiliki pesona berbeda
dengan pandangan modernitas, karena dalam dunia Postmodernis sebagaimana dijelaskan oleh
salah seorang tokohnya yang paling berkibar Jean Baudrillard, wilayah ini merupakan suatu
wilayah imajinasi, wajah simulacra yang beranak-pinak dan berekstase sedemikian rupa hingga
mencapai dunia imajiner hyperrealnya sendiri. Seluruh realitas akan digenang oleh berlapis-lapis
duplikasi simulacra sehingga tidak ada kemungkinan lagi untuk membuat semacam jarak
reflektif, inilah salah satu bentuk paradoks dan hingar bingarnya Postmodernis. Indah namun
absurd dan membingungkan.

Dapat dipastikan bahwa pengaruh Postmodernis secara fundamental hanya melintas sebagai
suatu wacana kritis dan alternatif dalam tataran teoritis mengingat sulitnya aliran ini untuk
dipahami secara utuh. Meski ilmu hukum sendiri bersifat terbuka terhadap berbagai serangan,
termasuk aliran post-modernis namun gaungnya hanya berkisar diantara/terhadap dasar
keilmuan, landasan totalisasi atau kelemahan-kelemahan lainnya.

Ini dapat dipahami karena perbedaan fundamental teori hukum modern dan post modernis.
Secara umum kita dapat mengatakan bahwa teori (hukum) modern cenderung menjadi absolut,
rasional dan menerima posibilitas penemuan kebenaran, namun sebaliknya dengan hal itu teori
post modernis cenderung menjadi relatifistik dan terbuka kemungkinan irasionalitas karena
kecenderungannya membuka fenomena model emosi, perasaan, intuisi, refleksi, spekulasi,
pengalaman personal dan lain-lain.

C. Critical Legal Studies

Ada beberapa varian dalam arus pemikiran ini, pertama, mencoba mengintegrasikan dua
paradigma yang bersaing yakni konflik dan konsensus (Roberto M. Unger). Kedua, pemikiran
Marxis yang mewarisi kritik terhadap hukum liberal yang hanya dianggap melayani sistem
kapitalis (David Kairys). Ketiga, metode ekletis yang membaurkan sekaligus perspektif
strukturalis fenomenologis dan neo Marxis.

Gerakan studi hukum kritis meski hanya sebuah fenomena di Amerika, percaya bahwa logika
dan struktur hukum muncul dari adanya power relationships dalan masyarakat. Kepentingan
hukum hanyalah untuk mendukung kepentingan atau kelas dalam masyarakat yang membentuk
hukum tersebut. Penganut aliran ini bermaksud membongkar atau menjungkirbalikkan struktur
hierarkis dalam masyarakat yang tercipta karena adanya dominasi, dan usaha-usaha itu akan
dapat dicapai dengan menggunakan hukum sebagai sarananya, dengan itu maka gerakan ini tidak
lagi bertumpu pada konteks dimana hukum eksis dan melihat hubungan kausal antara doktrin
dan teks dengan realitas.

1. Dekonstruksi Versi Critical Legal Studies

Dekonstruksi dalam hukum merupakan strategi pembalik untuk membantu mencoba melihat
makna istilah yang tersembunyi yang kadang telah cenderung diistimewakan melalui sejarah.
Selain itu Dekonstruksi juga mempunyai gagasan tentang “free play of the text” yang mana
setiap teks yang disusun termasuk keputusan hukum atau doktrin hukum dibebankan ketika teks
itu disusun dengan kata lain melalui dekonstruksi teks mempunyai kehidupan sendiri.

2. Critical Legal Studies dan Rekonstruksi

Ahli-ahli CLS telah berkonsentrasi pada fungsi-fungsi hukum yang fasilitatif, represif dan
ideologi. Hubungan antara aturan hukum dan pemenuhan nilai-nilai sosial penting dalam kritik
mereka tentang apa dan didalam proyeksi mereka dan akan seperti apa proyek mereka.
Walaupun sebagian besar ahli CLS setuju bahwa bentuk hukum yang sekarang bersifat represif,
ada ketidaksepakatan mengenai tujuan, ruang lingkup dan bentuk hukum yang diinginkan da;am
masyarakat yang lebih humanistik. Bahka visi tentang masyarakat yang “baik” tidak jelas.

D. Feminis Juriprudence

Feminis Juriprudence mencoba secara fundamental menentang beberapa asumsi penting


dalam teori hukum konvensional dan juga beberapa kebijaksanaan konvensional dalam
penelitian hukum kritis.Kaum ini sangat dipengaruhi oleh pemikiran feminis dalam filsafat,
psikoanalisis, semiotik, sejarah, antropologi, post modernisme, kritik sasra dan teori politik.
Tetapi lebih jauh dan mendasar gerakan ini lebih melihat dan mengambil dari pengalaman-
pengalaman yang dialami kaum wanita.

Paham ini memiliki keterkaitan dengan critical legal studies, dimana tahun 1985 pertemuan
tahunan critical legal studies mempunyai tema Feminimisme dan hukum, tahun 1987 temanya
adalah rasisme dan hukum kemudian tahun 1992 pada konferensi tahunan, keanggotaan CLS
disusun dari beberapa sponsor (sponsor lain ahli-ahli teori tentang ras dan feminist)

1. Pergerakan Hak-Hak Wanita


Feminis jurisprudensi telah menempatkan dilema bagi aktivis garis depan dimana
perempuan yang membawa tuntutan harus membuktikan tidak hanya “perbedaan statistik”
tetapi juga wanita dan pria mempunyai “kepentingan yang sama”. Disatu sisi hukum
mendukung pemberdayaan, mempunyai akses untuk melawan sejumlah penyalahgunaan
dan pembatasan pada realisasi nilai-nilai sosial yang menghasilkan perubahan, disisi lain
bekerja dalam kategori hukum seringkali memperkuat legitimasi alat-alat hukum, aturan-
aturan hukum ideologi dan pada akhirnya aturan laki-laki. Dengan kata lain pengakuan
upaya dialektika mengharuskan suatu pendekatan yang lebih komprehensif untuk suatu
jurisprudensi feminis dimana baik pengalaman konkrit wanita dan juga teori dalam hukum
yang lebih komprehensif perlu diintegrasikan.
2. Metode Feminis dalam Hukum
Yang diperlukan dalam aliran ini adalah metode Legal Feminist yang menyebutkan tiga
fokus utama yang penting, antara lain ; bertanya kepada perempuan, pemahaman praktis
feminist dan yang ketiga adalah munculnya kesadaran.singkatnya metode ini lebih
difokuskan baik pada dekonstruksi dan rekonstruksi.
E. Hyperrealitas dan Implikasinya Terhadap Teori Hukum

Hyperrealitas adalah suatu situasi dimana realitas telah digantikan oleh suatu yang tidak real
yang melampaui citra aslinya, keaslian dan dunia kultural lenyap secara tiba-tiba (contohnya
seperti “orang lebih percaya televisi daripada kejadian sebenarnya) sehingga realitas telah
tersingkir dan tereduksi dari posisinya.

Didalam hukum, Hyperrealitas menyebabkan struktur hukum perlahan-lahan “diperkosa” dan


dicabut atau dipreteli, hukum akan muncul atau memperlihatkan wujud yang abjek, yang muncul
dalam bentuk keputusan yang ditandai dengan keserakahan dan muslihat birokrasi, turbulensi
dan noise. Lebih ekstrimnya hukum adalah libido kekejaman, ekstasi kejahatan dan semangat
kegilaan yang ditukangi oleh parasit hukum guna melakukan manuver-manuver yaitu membuat
simulacra hukum dengan menciptakan huruf dan kalimat yang tersusun rapih dalam sebuah teks
undang-undang dan sejenisnya.
BAGIAN 8

MENUJU PEMIKIRAN HUKUM PROGRESIF DI INDONESIA

A. Pendahuluan

Hukum Indonesia banyak catatan untuk dikaji, salah satunya adalah menurut Satjipto
Rahardjo. Mendefinisikan hukum adalah sebagai sebuah tatanan yang utuh (holistik) selalu
bergerak baik secara evolutif maupun revolusioner. Sifat pergerakan itu merupakan sesuatu yang
tidak dapat dihilangkan atau ditiadakan, tetapi sebagai sesuatu yang eksis dan prinsipil. Hukum
bukanlah sekedar logika semata tetapi merupakan ilmu sebenarnya yang harus selalu dimaknai
sehingga selalu up to date.

Pemikiran progresif menurut Beliau maksudnya adalah semacam refleksi dari perjalanan
intelektualnya. Hukum bukanlah sebagai sebuah produk yang selesai ketika diundangkan atau
hukum tidak selesai ketika tertera menjadi kalimat yang rapih dan bagus, tetapi melalui proses
pemaknaan yang tidak pernah berhenti maka hukum akan menampilkan jati dirinya yaitu sebagai
sebuah “ilmu”.

B. Profesi dan Ilmu

Sejak lahirnya program pascasarjana dalam pendidikan hukum di Indonesia pada 1990-an,
maka dikatakan sebagai revolusi, oleh karena sejak dibuka rechtshogeschool di zaman kolonial
Belanda pada 1922-an, maka Indonesia hanya mengenal program profesi saja. Maka
sesungguhnya revolusionerlah sifat atau kualitas perubahan pada pertengahan tahun 1980-an itu,
mulai saat itu Indonesia tidak hanya mengenal pendidikan profesi, melainkan juga keilmuan,
khususnya dalam bidang hukum.

Menurut Beliau ilmuan hukum diajak untuk menjelajah hukum secara luas dan mempunyai
kewajiban untuk upaya pencarian kebenaran dan proses inilah sebenarnya yang disebut sebagai
proses pemaknaan terhadap hukum, bahwa tugas ilmuan adalah mencerahkan masyarakat
sehingga dunia pendidikan memberikan kontribusi dan tidak melakukan pemborosan.
C. Ilmu Hukum Yang Selalu Bergeser

Pada dasarnya ilmu adalah sebagai sesuatu yang terus bergeser, bergerak, berubah dan
mengalir, demikian pula dengan ilmu hukum. Perubahan itu tentu saja dimaknai secara bervariasi
oleh setiap orang yang mencermatinya, namun hakekat utamanya jelas bahwa lahirnya teori
kuantum adalah penjelasan paling logis bahwa ilmu senantiasa berada di tepi garis yang labil.

Menurut Satjipto Rahardjo, teori pada dasarnya sangat ditentukan oleh bagaimana orang atau
sebuah komunitas memandang apa yang disebut hukum, artinya apa yang sedang terjadi atau
perubahan apa yang tengah terjadi dimana komunitas itu hidup sangat berpengaruh terhadap cara
pandangnya tentang hukum.

D. Kritik Terhadap Hukum Modern

Kritik terhadap hukum modern menurut Satjipto telah mengerangkeng kecerdasan berfikir
kebanyakan ilmuan hukum di Indonesia. Sejak munculnya hukum modern seluruh tatanan sosial
yang ada mengalami perubahan yang luar biasa dimana tidak terlepas dari munculnya degara
modern yang bertujuan untuk menata kehidupan masyarakat dan pada saat yang sama kekuasaan
negara menjadi sangat hegemonial sehingga seluruh yang ada dalam lingkup kekuasaan negara
harus diberi label NEGARA, undang-undang negara, peradilan negara, polisi negara dan
seterusnya. Bagi hukum, ini merupakan puncak sebuah perkembangan yang ujungnya berakhir
pada dogmatisme hukum, liberalisme, kapitalisme, formalisme dan kodifikasi.

Uraian diatas adalah sketsa singkat pemikiran seorang yang selalu berada dijalan ilmu, upaya dan
semangat yang dikembangkan dengan terus berusaha mencermati perubahan yang terjadi.
Gagasan Beliau ini tidak saja memperkaya pengetahuan hukum tetapi lebih dari itu memberikan
sebuah keteladanan bahwa kewajiban bagi seorang ilmuan adalah selalu bersikap rendah hati dan
terbuka serta memiliki semangat untuk senantiasan berada pada jalur pencaharian, pembebasan
dan pencerahan dan ini semua adalah hakekat dari apa yang disebut dengan PEMIKIRAN
HUKUM PROGRESIF.
TEORI – TEORI KEADILAN

1. TEORI KEADILAN MENURUT JOHN STUART MILL


Mill mengadopsi konsep dasar Hume bahwa keadilan tidak muncul dari sekedar
“insting asali yang sederhana di dada manusia”, melainkan dari kebutuhan akan
dukungan masyarakat. “Keadilan,” kata mill, “adalah nama bagi persyaratan moral
tertentu yang –secara kolektif berdiri lebih tnggi di dalam skala kemanfaatan social
karenanya menjadi kewajiban yang lebih dominan ketimbang persyaratan moral lain.

Kemanfaatan
Ide dasar utilitarianisme sangat sederhana: yang benar untuk dilakukan adalah yang
menghasilkan kebaikan terbesar.
Kemanfaatan atau prinsip kebahagiaan terbesar menyatakan bahwa tindakan tern

Anda mungkin juga menyukai