Anda di halaman 1dari 23

TUGAS

ANASTESI GAS
INSTALSI BEDAH SENTRAL

DISUSUN OLEH
NUR INSAN KADIR
(I4C019047)

PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER


JURUSAN FARMASI
FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
2019
BAB I
PENDAHULUAN
a. Latar Belakang
Pada setiap tindakan pembedahan, pasti diperlukan anestesi. Menurut
analisis kata “anestesi” (an = tidak, aestesi = rasa), maka anestesi merupakan
upaya menghilangkan rasa nyeri atau sakit (Gde Mangku dan Tjokorda Agung,
2010). Tidak hanya rasa sakit yang dihilangkan tetapi perlu juga dihilangkan rasa
takut untuk menciptakan kondisi optimal pada tindakan pembedahan. Kondisi
optimal ini meliputi beberapa komponen di antaranya: menghilangkan nyeri,
menghilangkan kesadaran, penghambatan refleks vegetatif, dan pelemasan otot.
Untuk itu perlu pemilihan obat yang rasional dan teknik anestesi yang tepat bagi
pasien (Sjamsuhidajat dan de Jong, 2005)
Berbagai macam cara pemberian anestesi, yaitu parental, perektal dan
anestesi inhalasi. Salah satu bentuk anestesi yang sering digunakan adalah anestesi
inhalasi. Anestesi inhalasi ini memiliki keunggulan pada potensinya dan
konsentrasinya yang dapat dikendalikan melalui mesin, dengan titrasi dosis untuk
menghasilkan respon yang diinginkan (Stoelting dan Miller, 2007).
Anestesi inhalasi adalah obat yang berupa gas atau cairan mudah
menguap, yang diberikan melalui pernafasan pasien. Anestesi ini memiliki indeks
yang sempit, sehingga menghasilkan efek toksik pada beberapa organ,
misalnya jantung. Cara kerja obat anestesi inhalasi terhadap kecepatan
jantung dengan mengubah secara langsung kecepatan depolarisasi nodus
sinoauricularis (nodus SA), atau dengan menggeser keseimbangan aktivitas sistem
saraf otonom. Beberapa contoh anestesi inhalasi adalah sevofluran, isofluran dan
gas N2O.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Anastesi
Anestesi merupakan salah satu cabang ilmu kedokteran yang
mempelajari tentang manajemen nyeri. Nyeri adalah bentuk pengalaman
sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan yang berhubungan dengan
adanya kerusakan jaringan atau akan terjadi kerusakan jaringan atau suatu
keadaan yang menunjukkan kerusakan jaringan (Mangku dan Senapathi, 2010).
Pengaruh obat anestetikum dapat menimbulkan efek ”trias anestesia”,
yaitu hipnotik (tidak sadarkan diri=”mati ingatan”), analgesia (bebas
nyeri=”mati rasa”), dan relaksasi otot rangka (”mati gerak”). Untuk mencapai
ketiga target tersebut dapat mempergunakan satu jenis obat, misal eter, atau
dengan memberikan beberapa kombinasi obat (Mangku dan Senapathi, 2010)
Secara klinis, tujuan pemberian anestesi ialah untuk mencapai tekanan
parsial yang adekuat dari obat anestesi tersebut di dalam otak, sehingga
didapatkan efek yang diinginkan. Efek ini bervariasi tergantung dari daya
kelarutan dan tekanan parsial obat anestesi tersebut dalam jaringan, sedangkan
daya kelarutan untuk obat anestesi tertentu dianggap konstan (Karjadi, 2000)
Sebelum anestesi diberikan, perlu adanya persiapan-persiapan
yang meliputi: anamnesis pasien, pemeriksaan fisik dan laboratorium jika
ada.
B. Anastesi Inhalasi
Anestesi inhalasi merupakan salah satu bentuk dasar anestesi umum
yang sering digunakan. Anestesi inhalasi tersebut menimbulkan efek sedasi dan
pada konsentrasi tinggi menimbulkan efek analgesia serta relaksasi otot rangka
(Becker, 2008).
Penggunaan anestesi inhalasi mempunyai efek langsung yaitu penurunan
tekanan darah, ini sebagai akibat dari vasodilatasi pembuluh darah dan depresi
kontraktilitas miokardium, sedangkan efek tidak langsungnya adalah aktivitas
sistem saraf simpatis. Penurunan tekanan darah sering digunakan sebagai tanda
untuk menilai kedalaman anestesi yang sedang berlangsung. Apabila terjadi
overdosis dalam pemakaian anestesi inhalasi, maka akan terjadi hipotensi,
aritmia, dan bradikardi, hingga syok sirkulasi. Tidak seperti kelarutan obat yang
lain, anestesi inhalasi diserap dan didistribusikan sebagai akibat dari tekanan
gradien dan keseimbangan ketika tegangan udara inspirasi sama dengan
tegangan udara inhalasi di alveoli, darah, dan jaringan. Di lain pihak, tegangan
pada darah menyebabkan perlawanan yang hebat pada obat-obat inhalasi untuk
memasuki otak, walapun aktivitas anestesi sedang berlangsung (Fenton, 2000).
Ketika penggunaan anestesi inhalasi dihentikan, tegangan alveolar
menurun dan terjadi proses keseimbangan dari jaringan ke vena dan ke alveoli
untuk dilakukan ekspirasi. Oleh karena itu, anestesi inhalasi yang memiliki
koefisien tegang terendah menunjukkan permulaan yang paling cepat dan
pemutusan efek, yang membuat induksi inhalasi paling cocok untuk kasus-
kasus yang memerlukan perubahan intermiten pada kedalaman anestesi tertentu
(Becker, 2008).
Kadar keseimbangan pada masing-masing organ tergantung pada
kelarutan obat, gradien konsentrasi, dan pengangkutan obat anestesi. Ketika
anestesi inhalasi mencapai keseimbangannya, tekanan parsial akan sama pada
otak, pembuluh darah arteri, pembuluh kapiler paru, dan alveoli. Dengan
demikian, tekanan parsial obat anestesi alveolar menunjukkan tekanan parsial
obat di otak (Weinberg, 1997). Tekanan parsial obat anestesi dalam otak dapat
langsung dikendalikan dengan mengubah komposisi campuran gas yang dihisap
(Karjadi, 2000).
Keamanan dari semua obat anestesi inhalasi yang terpenting adalah
berapapun obat yang masuk pada pasien melalui paru-paru dapat keluar dengan
cara yang sama. Oleh karenanya, selama pasien masih bernapas, efek obat
anestesi bersifat reversibel. Di samping itu, melalui pernapasan spontan, pasien
dapat menyesuaikan sendiri dosisnya dan depresi respirasi akan mengurangi
jumlah gas yang terhirup sehingga membantu mencegah overdosis. Dengan
pengaturan ventilasi akan sangat mudah terjadi overdosis (Fenton, 2000).
Sevofluran merupakan halogenasi eter yang memiliki proses induksi dan
pemeliharaan paling cepat daripada obat-obat anestesi inhalasi yang ada.
Sevofluran relatif stabil dan tidak menimbulkan aritmia selama anestesi
berlangsung. Tahanan vaskuler dan curah jantung sedikit menurun sehingga
tekanan darah pun sedikit menurun (Mangku dan Senapathi, 2010).

 Sevofluran
Sevofluran merupakan suatu cairan jernih, tidak berwarna, mudah
menguap, tidak mudah terbakar dengan bau khas ringan yang menyerupai
eter. Sevofluran stabil pada suhu kamar, memiliki titik didih sebesar 58,60C
dan tekanan uap 157 mm Hg, maka sevofluran dapat digunakan sebagai
standar vaporizer (Patel and Goa, 1996).
Karakteristik terpenting dari anestesi inhalasi adalah kelarutannya dalam
darah, yang ditunjukkan oleh koefisien pembagi darah/gas. Dengan koefisien
pembagi darah/gas sebesar 0,69, dapat dikatakan bahwa sevofluran kurang
larut dibandingkan dengan anestesi inhalasi terdahulu, tetapi lebih larut
dibandingkan dengan desfluran (0,42) dan nitrous oxide (0,47) (Eger,1994).
Kelarutan sevofluran dalam darah tidak dipengaruhi oleh umur pasien
(Malviya and Lerman, 1990).
 Mekanisme Kerja
Anastesi umum cair yang mudah menguap, dapat mengubah aktivitas
saluran ion neuronal, terutama reseptor neurotransmitter sinaptik cepat
termasuk nicotinic acetylcholine, GABA dan reseptor glutamate.
Mekanisme Aksi: Mekanisme pasti tindakan anestesi inhalasi tidak
diketahui. Tampaknya ada korelasi antara potensi anestesi dan kelarutan
lemak (teori Meyer-Overton), menunjukkan bahwa anestesi inhalasi
kemungkinan mempengaruhi matriks lipid dari membran sel saraf di
otak. Selain itu, studi NMR dan resonansi spin elektron menunjukkan
bahwa anestesi menyebabkan gangguan lokal pada matriks membran
lipid, mungkin mengurangi jumlah molekul yang bergantian secara
simultan antara keadaan gel dan kristal, dan dengan demikian mengubah
fungsi membran.
Pharmacokinetic : Sevoflurane diberikan melalui inhalasi. Pada orang
dewasa berusia 40 tahun, nilai MAC (konsentrasi alveolar minimal yang
mencegah pergerakan pada 50% pasien yang mendapat stimulus
menyakitkan) sevoflurane adalah 2,1% bila dicampur dalam oksigen,
yang kira-kira setara dengan enflurane. MAC sevofluran berkurang
dengan bertambahnya usia. Karena rendahnya kelarutan sevofluran
dalam darah (koefisien darah / gas pada 37 derajat C adalah 0,63-0,69),
sevoflurane dalam jumlah minimal diperlukan untuk dilarutkan dalam
darah sebelum tekanan parsial alveolar berada dalam kesetimbangan
dengan tekanan parsial arteri. Oleh karena itu, konsentrasi alveolar (end-
tidal) meningkat dengan cepat ke konsentrasi inspirasi selama induksi.
Waktu konsentrasi untuk mencapai MAC untuk sevofluran adalah
sekitar 1 menit pada pria sehat. Metabolisme dan eliminasi jaringan
sevoflurane mirip dengan isoflurane dan enflurane, tetapi berbeda
dengan methoxyflurane. Eliminasi sevoflurane paru yang cepat dan
ekstensif meminimalkan jumlah anestesi yang tersedia untuk
metabolisme. Studi in vivo menunjukkan bahwa hanya sekitar 5% dari
dosis sevofluran dimetabolisme. Sevofluran dimetabolisme oleh
sitokrom P4502E1 isoenzim hepatik menjadi hexafluoroisopropanol
(HFIP) dengan melepaskan fluorida anorganik dan karbon dioksida.
HFIP terkonjugasi dengan cepat dengan asam glukuronat dan
diekskresikan dalam urin. Konsentrasi plasma ion fluoride dipengaruhi
oleh durasi anestesi, konsentrasi sevofluran yang diberikan, dan
komposisi campuran gas anestesi. Dalam studi di mana sevoflurane
murni diberikan selama 1-6 jam, konsentrasi fluoride puncak berkisar
antara 12-90 mikroM. Konsentrasi puncak ion fluoride terjadi dalam
waktu 2 jam setelah akhir anestesi dan <25 mikroM (475 ng / ml) untuk
sebagian besar pasien setelah 10 jam. Sekitar 3,5% dari dosis sevofluran
yang diberikan muncul dalam urin sebagai fluoride dan 50% dari
pembersihan fluoride adalah karena fluoride dimasukkan ke dalam
tulang. Waktu paruh fluoride adalah sekitar 15-23 jam.
Rute Penghirupan : Setelah terhirup, sevofluran mudah diserap melalui
sistem kapiler paru.
 Toksisitas
Sevoflurane berpotensi menimbulkan risiko hepatotoksisitas,
nefrotoksisitas, dan neurotoksisitas. Hepatotoksisitas
Ada beberapa mekanisme yang diusulkan untuk disfungsi hati pasca
operasi, termasuk hepatitis virus, gangguan perfusi hati, dan kolestasis
intrahepatik. Namun, bukti yang lebih baru menunjukkan mekanisme
yang dimediasi kekebalan. Sevoflurane, seperti anestesi volatil lainnya,
sebagian teroksidasi di hati oleh enzim spesifik CYP (2E1) menjadi
metabolit, asam fluoroasetat. Metabolit spesifik ini telah ditemukan
untuk memodifikasi protein mikrosom hati yang kemudian bertindak
sebagai pemicu antigen untuk respon antibodi yang dimediasi kekebalan.
Meskipun respons ini jarang terjadi karena rendahnya sevofluran yang
dimetabolisme dengan cara ini, risiko teoretis memang ada.
Nefrotoksisitas
Efek nefrotoksik potensial sevoflurane dapat dikaitkan dengan 2 faktor.
Faktor pertama adalah metabolit yang dibahas di atas, asam fluoroasetat,
yang telah terbukti nefrotoksik, dan juga hepatotoksik. Yang kedua
adalah pembuatan Senyawa A. Senyawa A adalah produk sampingan
berfluorinasi lain yang dibuat dari reaksi eksotermis antara sevoflurane
dan penyerap karbon dioksida yang digunakan dalam sistem
penghantaran anestesi; yang telah dilaporkan menyebabkan cedera ginjal
ringan dan reversibel dalam penelitian pada hewan. [2] Risiko teoritis
nefrotoksisitas yang diinduksi Senyawa A pada manusia mungkin
tergantung dosis dan waktu pemaparan. Neurotoksisitas

Saat ini, tidak ada agen anestesi, termasuk sevoflurane, yang harus
dihindari selama kehamilan, pada neonatus, atau populasi anak-anak
karena kekhawatiran mengenai neurotoksisitas. Pada saat ini ada
beberapa penelitian pada hewan yang menyarankan sevoflurane untuk
menginduksi neurotoksisitas melalui manipulasi microRNA. [3] [4]
Namun, masih belum ada bukti kuat untuk menghubungkan
perkembangan neurotoksisitas pada manusia sekunder dengan
penggunaan sevofluran secara langsung.
 Efek Samping
Kardiovaskular
Sevoflurane menginduksi penurunan tekanan darah dan curah jantung
yang tergantung dosis terutama melalui pengurangan resistensi vaskular
sistemik.
Pernafasan
Seperti semua agen anestesi yang mudah menguap, sevofluran adalah
iritasi jalan nafas dan dapat memicu batuk, apnea, dan laringospasme.
Reaksi-reaksi ini kurang mungkin terlihat dengan sevofluran
dibandingkan dengan desflurane dan isofluran karena aroma yang manis,
dan kepekaan sevofluran yang rendah. Efek samping pernapasan lebih
sering terlihat pada pasien dengan patologi paru yang sudah ada
sebelumnya seperti asma, penyakit paru obstruktif kronis, dan atau
fibrosis kistik. Sevoflurane, dan semua anestesi inhalasi lainnya, juga
menyebabkan bronkodilatasi, menumpulkan respons ventilasi hipoksia /
hiperkapnia, dan membalikkan vasokonstriksi paru hipoksik.
Sistem syaraf pusat
Sevoflurane menyebabkan vasodilatasi serebral yang tergantung dosis,
sehingga meningkatkan aliran darah otak dan tekanan intrakranial.
Sevoflurane mengurangi laju metabolisme otak.
Kehamilan dan defisit perkembangan saraf: Sementara beberapa
penelitian observasional telah menemukan peningkatan risiko defisit
perkembangan saraf pada anak-anak yang terpapar anestesi, saat ini
tidak ada bukti kuat untuk menghubungkan efek ini ke anestesi secara
langsung. Pada saat ini, tidak ada agen anestesi spesifik yang harus
dihindari selama kehamilan, dan operasi yang diperlukan tidak boleh
ditunda karena kekhawatiran mengenai neurotoksisitas.
Reaksi yang merugikan
Kurang dari 10%
Kolaps kardiovaskular tergantung-dosis: Hipotensi (4% hingga 11%)
Sistem saraf pusat: Munculnya delirium dan agitasi (7% hingga 15%)
Gastrointestinal: Mual (25%); muntah (18%)
Satu hingga 10%
Kardiovaskular: Takikardia, bradikardia, hipertensi
Pernafasan: Laringospasme (2-8%), pernapasan, apnea
Kurangdari1% Anafilaksis, reaksi anafilaktoid, aritmia jantung,
perpanjangan QT, peningkatan tekanan intrakranial, hepatotoksisitas,
gangguan elektrolit, hipertermia maligna
 Kontra Indikasi
1. Hipersensitif anestesi terhalogenasi, hipertermia maligna
Sevoflurane adalah anestesi terhalogenasi dan dikontraindikasikan
pada pasien dengan sensitivitas yang diketahui terhadap sevoflurane
atau dengan hipersensitivitas anestesi terhalogenasi. Sevoflurane
juga dikontraindikasikan pada pasien dengan disposisi genetik yang
diketahui atau diduga menjadi hipertermia ganas. Hentikan
sevofluran dengan adanya hipertermia ganas.
2. Trauma kepala, peningkatan tekanan intrakranial, massa intrakranial
Meskipun tidak secara khusus dilaporkan dengan sevofluran,
peningkatan tekanan intrakranial telah terjadi dengan anestesi volatil
lainnya (misalnya, isofluran). Sevoflurane harus digunakan dengan
hati-hati pada pasien dengan trauma kepala, massa intrakranial,
peningkatan tekanan intrakranial yang sudah ada sebelumnya, atau
lesi intrakranial yang menempati ruang.
3. Myasthenia gravis
Penggunaan sevofluran pada pasien dengan miastenia gravis dapat
memperburuk kelemahan otot akibat efek penyumbatan
neuromuskuler anestesi.
4. Penyakit neuromuskuler
Meskipun jarang, perkembangan hiperkalemia dengan penggunaan
sevofluran dapat terjadi, terutama pada pasien dengan penyakit
neuromuskuler yang laten dan jelas seperti distrofi otot Duchenne.
Jika seorang pasien mengalami hiperkalemia, evaluasi untuk
penyakit neuromuskuler laten direkomendasikan.
5. Anak-anak, bayi, neonatus, gangguan kejang, kejang
Penggunaan berulang-ulang atau lama dari obat bius dan obat
penenang selama operasi atau prosedur pada neonatus, bayi, dan
anak-anak di bawah 3 tahun, termasuk paparan dalam rahim selama
trimester ketiga, mungkin memiliki efek negatif pada perkembangan
otak. Pertimbangkan manfaat anestesi yang tepat pada anak-anak
kecil terhadap potensi risiko, terutama untuk prosedur yang dapat
bertahan lebih dari 3 jam atau jika beberapa prosedur diperlukan
selama 3 tahun pertama kehidupan. Mungkin pantas untuk menunda
prosedur tertentu jika hal itu tidak akan membahayakan kesehatan
anak. Tidak ada obat bius atau sedasi tertentu yang terbukti lebih
aman dari yang lain. Penelitian pada manusia menunjukkan bahwa
paparan singkat terhadap anestesi umum pada pasien anak muda
tidak mungkin memiliki efek negatif pada perilaku dan
pembelajaran; Namun, penelitian lebih lanjut diperlukan untuk
mengkarakterisasi sepenuhnya bagaimana paparan anestesi
mempengaruhi perkembangan otak. Konsentrasi alveolar minimal
(MAC) Sevoflurane lebih tinggi pada anak-anak daripada orang
dewasa; ini tertinggi pada anak-anak yang sangat muda dan menurun
dengan bertambahnya usia. MAC pada neonatus prematur belum
ditetapkan. Penggunaan sevoflurane telah dikaitkan dengan kejang.
Mayoritas dari ini terjadi pada bayi yang lebih tua dari 2 bulan, anak-
anak, dan dewasa muda, yang sebagian besar tidak memiliki faktor
risiko predisposisi. Penilaian klinis harus dilakukan ketika
menggunakan sevofluran pada pasien dengan gangguan kejang atau
yang berisiko kejang.
6. Gagal ginjal, gangguan ginjal
Keamanan pemberian sevoflurane pada pasien dengan gangguan
ginjal atau gagal ginjal (kreatinin serum lebih dari 1,5 mg / dL)
belum ditetapkan. Sevoflurane harus digunakan dengan hati-hati
pada pasien ini. Selain itu, sevoflurane memiliki potensi (sekunder
dari Senyawa A) untuk menyebabkan nefrotoksisitas. Penelitian pada
hewan dan manusia menunjukkan bahwa sevofluran yang diberikan
selama lebih dari 2 MAC-jam dan dengan laju aliran gas segar
kurang dari 2 L / menit dapat dikaitkan dengan proteinuria dan
glikosuria.
7. Paparan tidak disengaja, persalinan, persalinan kebidanan, kehamilan
Belum ada penelitian sevofluran yang terkontrol dan adekuat yang
dilakukan pada wanita hamil. Pengurangan berat janin dicatat dalam
studi reproduksi hewan dengan sevoflurane. Penggunaan berulang-
ulang atau lama dari obat anestesi umum dan sedasi selama operasi
atau prosedur selama trimester ketiga kehamilan dapat memiliki efek
negatif pada perkembangan otak janin. Pertimbangkan manfaat
anestesi yang sesuai pada wanita hamil terhadap potensi risiko,
terutama untuk prosedur yang dapat bertahan lebih dari 3 jam atau
jika diperlukan beberapa prosedur sebelum persalinan. Mungkin
pantas untuk menunda prosedur tertentu jika hal itu tidak akan
membahayakan kesehatan anak dan / atau ibu. Tidak ada obat bius
atau sedasi tertentu yang terbukti lebih aman dari yang lain.
Penelitian pada manusia menunjukkan bahwa paparan singkat
terhadap anestesi umum pada pasien anak muda tidak mungkin
memiliki efek negatif pada perilaku dan pembelajaran; Namun,
penelitian lebih lanjut diperlukan untuk mengkarakterisasi
sepenuhnya bagaimana paparan anestesi mempengaruhi
perkembangan otak. Paparan kronis yang tidak disengaja pada
anestesi inhalasi, seperti yang dapat terjadi pada personel ruang
operasi, dapat meningkatkan risiko keguguran. Sevoflurane telah
digunakan sebagai bagian dari anestesi umum untuk seksio sesarea
elektif tanpa efek buruk pada ibu atau neonatus. Namun, keamanan
sevofluran dalam persalinan dan persalinan obstetri belum ditetapkan
8. Menyusui
Konsentrasi Sevoflurane dalam ASI tidak diharapkan penting secara
klinis pada 24 jam setelah pemberian. Karena pembersihan yang
cepat, konsentrasi sevofluran ASI diprediksi berada di bawah
konsentrasi anestesi volatil lainnya. Anestesi inhalasi cepat
dibersihkan, dan paparan klinis yang signifikan untuk bayi yang
menyusui tidak diharapkan. Secara umum, menyusui dapat
dilanjutkan kembali setelah ibu pulih dari anestesi umum.
Sevoflurane tidak dievaluasi oleh American Academy of Pediatrics
(AAP); Namun, rekomendasi AAP sebelumnya dianggap halotan,
anestesi terhalogenasi lain, biasanya kompatibel dengan menyusui.
9. Penyakit hati
Hasil evaluasi parameter laboratorium (misalnya, ALT, AST,
alkaline phosphatase, dan bilirubin total, dll.) Dan insiden yang
dilaporkan oleh peneliti mengenai efek samping yang berkaitan
dengan fungsi hati menunjukkan bahwa sevoflurane dapat diberikan
kepada pasien dengan normal atau ringan hingga fungsi hati sedang.
Namun, pasien dengan disfungsi hati yang parah tidak diselidiki.
Kasus-kasus sesekali dari perubahan sementara dalam tes fungsi hati
pasca operasi dilaporkan dengan sevoflurane dan agen referensi.
Sevoflurane ditemukan sebanding dengan isoflurane sehubungan
dengan perubahan fungsi hati ini. Gangguan hati ringan sampai
sedang telah terbukti memperpanjang disposisi terminal fluoride.
Sangat jarang kasus disfungsi hati ringan, sedang, dan berat pasca-
operasi atau hepatitis dengan atau tanpa ikterus telah dilaporkan dari
pengalaman pascapemasaran. Latihan penilaian klinis ketika
sevoflurane digunakan pada pasien dengan penyakit hati yang
mendasarinya atau sedang dalam pengobatan dengan obat yang
diketahui menyebabkan disfungsi hati.
10. Alkoholisme, bradikardia, aritmia jantung, penyakit jantung,
penyakit arteri koroner, diabetes mellitus, wanita, gagal jantung,
hipertensi, hipokalsemia, hipokalemia, hipomagnesemia, sindrom
QT panjang, malnutrisi, infark miokard, perpanjangan QT, penyakit
tiroid
Sevoflurane telah dilaporkan menyebabkan perpanjangan interval
QT, yang merupakan risiko untuk takikardia ventrikel, termasuk
torsade de pointes. Gunakan sevoflurane dengan hati-hati pada
pasien dengan penyakit jantung atau kondisi lain yang dapat
meningkatkan risiko perpanjangan QT termasuk aritmia jantung,
sindrom QT bawaan panjang, gagal jantung, bradikardia, infark
miokard, hipertensi, penyakit arteri koroner, hipomagnesemia,
hipokalemia, hipokalemia, atau pada pasien yang menerima obat
yang diketahui memperpanjang interval QT atau menyebabkan
ketidakseimbangan elektrolit. Wanita, pasien lanjut usia, pasien
dengan diabetes mellitus, penyakit tiroid, malnutrisi, alkoholisme,
atau penyakit hati mungkin juga berisiko lebih tinggi untuk
perpanjangan QT
11. Geriatri, hipotensi
Selama perawatan anestesi, meningkatkan konsentrasi sevoflurane
menghasilkan hipotensi tergantung dosis. Karena ketidakmampuan
sevoflurane dalam darah, perubahan hemodinamik ini dapat terjadi
lebih cepat daripada dengan agen anestesi volatil lainnya. Penurunan
tekanan darah atau depresi pernapasan yang berlebihan mungkin
terkait dengan kedalaman anestesi dan dapat diperbaiki dengan
mengurangi konsentrasi sevofluran yang diilhami. Gunakan
sevofluran dengan hati-hati pada pasien geriatri karena mereka
sering mengalami penurunan konsentrasi alveolar minimum (MAC)
yang signifikan dan lebih rentan terhadap hipotensi yang diinduksi
anestesi dan depresi sirkulasi. Konsentrasi rata-rata untuk mencapai
MAC pada usia 80 tahun adalah sekitar 50% dari yang dibutuhkan
pada pasien berusia 20 tahun. (New Zaland Data Sheet, 2019)
 Alat Yang digunakan
Vaporizzer
 Isofluran
Isofluran termasuk halogenasi eter yang menyebabkan depresi jantung
minimal. Curah jantung dipertahankan dengan peningkatan frekuensi denyut
jantung melalui pemeliharaan parsial dari barorefleks karotis. Dapat dikatakan
penggunaan sevofluran lebih stabil dan lebih cepat pemulihannya dibandingkan
dengan isofluran (Kramer et al, 2008).
Isofluran merupakan halogenasi eter, yang berbentuk cairan, tak
berwarna, tidak ekplosif, tidak mengandung zat pengawet dan relatif tidak larut
dalam darah tetapi cukup iritatif terhadap jalannya pernafasan. Proses
induksinya dan pemulihannya relatif lebih cepat dibandingkan dengan obat-
obatan anestesi inhalasi yang ada saat ini tetapi masih lebih lambat daripada
sevofluran (Mangku dan Senapathi., 2010). Peningkatan konsentrasi isofluran
yang cepat menyebabkan peningkatan sementara frekuensi denyut jantung,
tekanan darah arteri, dan kadar norepinefrin (Morgan et al., 2006).
Perangsangan aktivitas simpatis oleh isofluran meningkatkan frekuensi
denyut jantung terutama melalui aktivasi reseptor β2-adrenergik (Morgan et al.,
2006). Isofluran menyebabkan penurunan tekanan darah arteri terkait dosis
terutama vasodilatasi perifer. Jika kadar isofluran 0,25
 Mekanisme Kerja
Mirip dengan banyak anestesi umum, mekanisme tindakan yang
tepat belum secara jelas digambarkan. Isoflurane mengurangi sensitivitas
nyeri (analgesia) dan mengendurkan otot. Isofluran cenderung berikatan
dengan reseptor GABA, glutamat dan glisin, tetapi memiliki efek
berbeda pada setiap reseptor.
Induksi dan pemeliharaan anestesi umum dicapai melalui
berbagai tempat tindakan. Situs-situs yang paling mungkin termasuk
penghambatan saluran ion neurotransmitter-gated seperti GABA, glisin,
dan reseptor N-metil-d-aspartat (NMDA) dalam sistem saraf pusat
(SSP). [1] Penghambatan reseptor ini membantu menghasilkan amnesia
dan sedasi yang diperlukan untuk kondisi bedah yang memadai. Anestesi
yang mudah menguap secara umum juga memiliki lokasi aksi di dalam
medula spinalis yang berkontribusi pada relaksasi otot rangka melalui
penghambatan reseptor glutamat dan glisin tipe NMDA.

Situs aksi lain memiliki efek spesifik sistem organ. Berkenaan


dengan fungsi jantung, isoflurane memiliki dampak minimal pada fungsi
ventrikel kiri tetapi memang menyebabkan penurunan resistensi vaskular
sistemik yang tergantung dosis karena stimulasi beta-adrenergik ringan.
Ini akan menyebabkan penurunan preload jantung dan pada gilirannya
menurunkan curah jantung, tetapi peningkatan denyut jantung
mengurangi penurunan curah jantung. Selain mengurangi resistensi
pembuluh darah sistemik, itu juga menyebabkan pelebaran koroner. Ini
secara teoritis dapat menyebabkan fenomena mencuri koroner yang
mengarah pada pengalihan darah dari lesi stenotik yang tetap. Ini
sebagian besar telah dibayangi oleh efek kardioprotektif isoflurane yang
terjadi melalui pengkondisian iskemik. [2]. Ini membantu dalam
mengurangi tingkat iskemia dan cedera reperfusi ke jantung.
Isoflurane juga mempengaruhi sistem pernapasan dengan menyebabkan
penurunan besar dalam volume tidal dengan peningkatan minimal dalam
tingkat pernapasan yang mengarah ke penurunan keseluruhan dalam
ventilasi menit. Penurunan ventilasi menit menyebabkan peningkatan
PaCO2.
Pada konsentrasi lebih besar dari 1 MAC, isoflurane
menyebabkan peningkatan aliran darah otak dan tekanan intrakranial.
Meskipun aliran darah meningkat, laju metabolisme otak menurun, dan
konsentrasi 2 MAC dapat menghasilkan electroencephalogram yang
diam secara listrik. Isoflurane juga menghasilkan penurunan aliran darah
ginjal dan hati yang tergantung dosis tanpa efek klinis pada fungsi ginjal
atau hati.
 Toksisitas
Isofluran dimetabolisme menjadi asam trifluoroasetat, yang
meningkatkan kepedulian terhadap gangguan ginjal. Meskipun, telah
ditunjukkan bahwa kadar cairan fluoride dapat naik sebanyak 50
mikromol / L tanpa bukti disfungsi ginjal pasca operasi.

Ada juga peningkatan kepedulian terhadap neurotoksisitas, terutama di


otak yang sedang berkembang. Efek ini telah terlihat pada model hewan,
di mana telah dibuktikan bahwa anestesi intravena dan inhalasi
meningkatkan apoptosis neuron. [4] Penelitian pada hewan juga
menemukan beberapa bukti kekurangan belajar dan perubahan perilaku
setelah menjalani anestesi dengan agen intravena atau inhalasi. Sulit
untuk menerjemahkan efek ini dari hewan ke manusia karena sistem
biologis yang berbeda dan dosis yang lebih tinggi yang diperlukan oleh
spesies hewan untuk menghasilkan efek anestesi yang sama pada
manusia. Ini telah menyebabkan penyelidikan lebih lanjut antara efek
neuroprotektif dan neurotoksik yang diketahui dari anestesi volatil.
 Efek Samping
Isoflurane harus dititrasi dengan hati-hati ke hemodinamik pasien karena
dapat menyebabkan penurunan tekanan darah yang drastis karena
vasodilatasi perifer yang tergantung dosis. Pasien yang hipovolemik
mungkin sangat sensitif terhadap efek ini. Kalau tidak, tidak ada efek
samping spesifik isofluran
Monitoring  :
Tidak ada parameter pemantauan khusus untuk mereka yang menjalani
anestesi umum dengan isofluran dibandingkan dengan anestesi volatil
lainnya. Semua pasien yang menjalani anestesi umum harus memiliki
semua alat pemantauan dasar sebelum induksi anestesi umum termasuk:
 Oksimetri denyut terus menerus
 Pemantauan tekanan darah non-invasi
 Elektrokardiografi berkelanjutan
 Oksigen, karbon dioksida, dan pemantauan anestesi volatil yang
diinspirasi dan kedaluwarsa
 Tekanan jalan nafas
 Stimulasi saraf tepi (jika digunakan obat penghambat
neuromuskuler)
 Suhu tubuh
 Kontra Indikasi
Semua anestesi volatil terhalogenasi, termasuk isoflurane, diketahui
sebagai pemicu hipertermia maligna pada pasien yang rentan. Setiap
pasien dengan riwayat hipertermia maligna pribadi atau keluarga yang
diketahui atau dicurigai harus dianggap berisiko lebih tinggi terkena
hipertermia maligna. Tindakan pencegahan yang tepat harus diambil
untuk memasukkan pembilasan mesin anestesi sesuai rekomendasi
pabrik dan menggunakan total anestesi intravena untuk menginduksi dan
mempertahankan anestesi umum.
1. Sangat sensitive terhadap obat anestesi halogen.
2. Diketahui atau dicurigai mudah mengalami demam yang hebat
(malignant hyperthermia)
3. Pernah mendapat anestesi isoflurane atau obat halogen lainnya dan
terjadi ikterus atau gangguan fungsi hepar atau eosinophilia pada
masa pasca anestesi.
4. Kasus obstetric.
5. Nonselective MAO Inhibitor.
 Alat Yang digunakan
Vaporizzer
3. Gas N2O
N2O (gas gelak, laughing gas, nitrous oxide, dinitrogen monooksida)
diperoleh dengan memanaskan amonium nitrat sampai 240ºC. N2O dalam
ruangan berbentuk gas tak berwarna, bau manis, tak iritasi, tak terbakar dan
beratnya 1,5 kali berat udara. Zat ini dikemas dalam bentuk cair dalam
silinder warna biru 9000 liter.
Pemberian anestesi dengan N2O harus disertai O2 minimal 25%. Gas ini
bersifat anestetik lemah, tetapi analgesianya kuat, sehingga sering digunakan
untuk mengurangi nyeri menjelang persalinan. Pada anestesi inhalasi jarang
digunakan sendirian, tetapi dikombinasi dengan salah satu cairan anestesi
lain seperti halotan dan sebagainya. Pada akhir anestesi setelah N2O
dihentikan, maka N2O akan cepat keluar mengisi alveoli, sehingga terjadi
pengenceran O2 dan terjadilah hipoksia difusi. Untuk menghindari terjadinya
hipoksia difusi, berikan O2 100% selama 5-10 menit.
 Mekanisme Kerja
Nitro oksida memiliki beberapa target supraspinal dan spinal. Efek
anestesi nitro oksida adalah melalui penghambatan NMDA non-kompetitif
dalam sistem saraf pusat. Efek analgesik terjadi melalui pelepasan opioid
endogen yang bekerja pada reseptor opioid; tindakan analgesiknya seperti
morfin. Efek ansiolitik melalui aktivasi GABA-A. Nitrous oxide memiliki
aktivitas stimulasi simpatis sentral yang mendukung tekanan darah, resistensi
vaskular sistemik, dan curah jantung. Nitrous oxide merangsang aliran darah
otak dan meningkatkan tekanan intrakranial. (Emmanouil DE, Quock RM.
Advances in understanding the actions of nitrous oxide. Anesth Prog, 2007)
 Toksisitas
Sementara nitro oksida menonaktifkan metionin sintase, penggunaan
intraoperatif menghasilkan kelainan metabolisme sementara yang segera
berbalik setelah penggantian enzim terdegradasi.
Ketika nitro oksida digunakan berulang (selama paparan di tempat kerja
atau sebagai obat pelecehan), hal itu dapat menyebabkan anemia
megaloblastik dengan disfungsi neurologis. Situasi ini juga dapat terjadi pada
pasien dengan defisiensi cobalamin yang tidak dikenali (vegan, anemia
pernisiosa, kelainan keturunan kobalamin, dan metabolisme folat). (Layzer
RB, Fishman RA, Schafer JA. 1978)
 Efek Samping
Efek samping dari nitrous meliputi:
Depresi Pernafasan: Ketika digunakan sendiri, nitrat memiliki efek
pernapasan terbatas, tetapi ketika digunakan dalam kombinasi dengan obat
penenang lain, hipnotik, atau opioid, ia dapat mempotensiasi efek depresi
pernapasan dari agen-agen ini.
    Difusi hipoksia: Setelah penghentian nitrous oxide, gradien konsentrasi
antara gas-gas di paru-paru dan sirkulasi alveolar dengan cepat berbalik. Hal
ini dapat menyebabkan pengenceran oksigen yang cepat dalam alveoli, dan
hipoksia berikutnya serta pemberian oksigen 100% harus mengikuti
penghentian nitro oksida.
    Mual dan Muntah Pasca Operasi: Nitrous memiliki peningkatan risiko
mual dan muntah pasca operasi (PONV) dibandingkan dengan agen lain,
tetapi ini dapat dikontrol dengan anti-emetik profilaksis. [3] Percobaan
ENIGMA I menunjukkan peningkatan insiden PONV dengan penggunaan
nitro oksida. Percobaan ENIGMA II menunjukkan bahwa PONV parah
dengan penggunaan nitro oksida lebih umum dalam prosedur yang
berlangsung lebih dari 2 jam. Studi ini juga menunjukkan bahwa penggunaan
nitro oksida tidak terkait dengan peningkatan mortalitas, komplikasi
kardiovaskular, atau infeksi luka. (Myles PS, dkk.Lancet. 2014)
Monitoring :
Tidak diperlukan pemantauan khusus untuk penggunaan nitro oksida. Alat
analisis oksigen in-line dengan alarm harus digunakan untuk mencegah
pengiriman campuran gas hipoksia. Mesin anestesi modern memiliki
mekanisme gagal-aman untuk mencegah hal ini terjadi (sistem proporsi nitro
oksida-oksigen). Pemantauan ASA standar diperlukan ketika memberikan
nitro oksida untuk indikasi apa pun.
 Kontra Indikasi
Banyak kontraindikasi untuk penggunaan nitrat bersifat relatif dan dapat
bervariasi berdasarkan pada penyedia. Ini termasuk:
1. Pasien yang sakit kritis: Nitro oksida menonaktifkan metionin sintase
melalui oksidasi kobalt dalam vitamin B12 dan dapat menyebabkan
anemia megaloblastik. Enzim ini sangat penting untuk metabolisme
vitamin B12 dan folat dan berperan dalam sintesis DNA dan RNA serta
sintesis zat lain. Pada pasien yang sehat, pengaruhnya bersifat subklinis.
Pada pasien yang sakit kritis, ini dapat menyebabkan konsekuensi
neurologis atau hematologi dan harus dihindari.
2. Penyakit jantung berat: Metionin sintase juga diperlukan untuk
mengubah homosistein menjadi metionin, dan kadar serum homosistein
yang meningkat dikaitkan dengan peningkatan risiko kejadian koroner
yang merugikan. Dalam pengaturan penyakit jantung yang parah, dokter
harus menghindari penggunaan nitro oksida, tetapi studi lebih lanjut
diperlukan untuk menentukan dampak yang sebenarnya.
3. Trimester pertama kehamilan: Karena dampak yang dirujuk di atas pada
metabolisme B12 dan folat, penggunaan nitrat tidak dianjurkan pada
trimester pertama kehamilan.
4. Pneumotoraks, obstruksi usus halus, operasi telinga tengah, dan operasi
retina yang melibatkan pembentukan gelembung gas intraokular: Nitro
oksida 30 kali lebih larut daripada nitrogen. Nitro oksida berdifusi lebih
cepat ke ruang tertutup daripada nitrogen dapat berdifusi keluar,
menyebabkan peningkatan volume gas dan tekanan dalam ruang tertutup.
Jadi nitro oksida dikontraindikasikan dalam pneumotoraks, obstruksi
usus halus, operasi telinga tengah, dan operasi retina yang melibatkan
pembuatan gelembung gas intraokular. Dalam kasus laparoskopi, nitro
oksida dapat menumpuk di pneumoperitoneum, dan beberapa
menghindari penggunaannya dalam kasus ini.
5. Gangguan kejiwaan yang parah: Nitro oksida dapat menyebabkan mimpi
dan halusinasi dan harus dihindari pada pasien dengan gangguan
kejiwaan yang parah.
6. Hipertensi paru: Nitro oksida dapat meningkatkan tekanan arteri
pulmonal dan tekanan irisan paru melalui stimulasi simpatis, dan dokter
sering menghindarinya pada pasien dengan hipertensi paru. [5]
7. Prosedur kepala dan leher dengan penggunaan yang hati-hati: Walaupun
nitro oksida tidak mudah terbakar, ia mendukung pembakaran, dan
penggunaannya harus dihindari dalam prosedur ini (Schulte-Sasse U,
Hess W, Tarnow J.1982)
 Alat Yang digunakan
Vaporizzer
DAFTAR PUSTAKA

1. Gentz BA, Malan TP. Renal toxicity with sevoflurane: a storm in a


teacup? Drugs. 2001;
2. Jones MV, Brooks PA, Harrison NL. Enhancement of gamma-
aminobutyric acid-activated Cl- currents in cultured rat hippocampal
neurones by three volatile anaesthetics. J. Physiol. (Lond.). 1992
Apr;449:279-93
3. Myles PS, Leslie K, Chan MT, Forbes A, Peyton PJ, Paech MJ, Beattie
WS, Sessler DI, Devereaux PJ, Silbert B, Schricker T, Wallace S.,
ANZCA Trials Group for the ENIGMA-II investigators. The safety of
addition of nitrous oxide to general anaesthesia in at-risk patients having
major non-cardiac surgery (ENIGMA-II): a randomised, single-blind
trialsevoflurane and desflurane in man. Br J Anaesth. 2003
Aug;91(2):170-
4. Nickalls RW, Mapleson WW. Age-related iso-MAC charts for isoflurane,
5. Orser BA, Suresh S, Evers AS. SmartTots Update Regarding Anesthetic
Neurotoxicity in the Developing Brain. Anesth. Analg. 2018
Apr;126(4):1393-1396.
6. Sexton JB, Makary MA, Tersigni AR, Pryor D, Hendrich A, Thomas EJ,
Holzmueller CG, Knight AP, Wu Y, Pronovost PJ. Teamwork in the
operating room: frontline perspectives among hospitals and operating
room personnel. Anesthesiology. 2006 Nov;105(5):877-84.
7. Shao CZ, Xia KP. Sevoflurane anesthesia represses neurogenesis of
hippocampus neural stem cells via regulating microRNA-183-mediated
NR4A2 in newborn rats. J. Cell. Physiol. 2019 Apr;234(4):3864-3873.
8. Van Allen NR, Krafft PR, Leitzke AS, Applegate RL, Tang J, Zhang JH.
The role of Volatile Anesthetics in Cardioprotection: a systematic review
Yang L, Shen Q, Xia Y, Lei X, Peng J. Sevoflurane-induced neurotoxicity
is driven by OXR1 post-transcriptional downregulation involving
hsa-miR-302e. Mol Med Rep. 2018 Nov;18(5):4657-4665. Med Gas Res.
2012 Aug 28;2(1):22.
9. . Lancet. 2014 Oct 18;384(9952):1446-54.
10. Schulte-Sasse U, Hess W, Tarnow J. Pulmonary vascular responses to
nitrous oxide in patients with normal and high pulmonary vascular
resistance. Anesthesiology. 1982 Jul;57(1):9-13
11. Layzer RB, Fishman RA, Schafer JA. Neuropathy following abuse of
nitrous oxide. Neurology. 1978 May;28(5):504-6.

Anda mungkin juga menyukai