Lisozyme dan runutan maltase yang terdapat dalam air liur tidak berperan secara nyata terhadap
proses pelepasan zat aktif.
Sejumlah musin kecil dikeluarkan oleh semua kelenjar liur dan terutama oleh glandula parotis. 2.1.2 Vaskularisasi Lintasan Penyarapan a. Vaskularisasi darah Vaskularisasi daerah lidah terutama dilakukan oleh arteria lingualis dan arteria facialis yang merupakan cabang arteria carotis. Pembuluh balik nadi terdiri atas : - Vena facialis dan kolateralnya - Vena lingualis, terutama vena raninus Vena-vena tersebut bergabung membentuk vena besar dan masuk ke vena jugularis interna. Lengkungan palatum mendapat darah dari arteri maxilaris interna. Sedangkan vena maxilaris bertanggung jawab terhadap pembuuh darah balik yang bermuara di vena jugularis interna. Darah vena dari daerah mulut mengalir ke jantung dan selanjutnya mengalir ke organ-organ tubuh lainnya dan kemudian memasuki hati. Jadi semua zat aktif yang diserap pada jalur ini tidak segera mengalami metabolisme hepatik yang dapat berakibat inaktivasi sebelum diedarkan ke seluruh tubuh atau yang kita kenal sebagai “efek lintasan pertama hepatik”. b. Vaskularisasi gerah bening Pembuluh getah bening berasal dari semua bagian mulut. Pembuluh ini dapat mencapai liimfonoduli yang sangat tersebar dan dengan demikian membantu penyerapan dan pembagian zat aktif tertentu.
KEADAAN OBAT DI DALAM MULUT
Sebagian besar bentuk sediaan yang diberikan per oral akan ditelan dengan atau tanpa segelas air. Waktu tinggal di mulut sangat singkat untuk memungkinkan terjadinya suatu penyerapan. Adanya air liur ternyata berpengaruh pada penyerapan dan dapat memulai peruraian amilum. Sebaliknya bentuk sediaan yang dihisap (tablet-hisap), dikunyah (permen atau kapsul kunyah), melebur atau melarut dibawah lidah (gloset) memerlukan kontak dengan air liur dan hal tersebut akan memudahkan proses pelepasan zat aktif tertentu setelah terjadinya hidrosa amilum. Bila obat harus diserap saat makan maka keberadaannya tergantung pada jumlah makanan saat itu. Dalam hal ini, kontak dengan air liur relative penting. Pada pemberiaan sediaan per lingual maka melimpahnya air liur dapat mengacaukan penyerapan zat aktif oleh mukosa mulut. Volume cairan di mulut yang terlalu banyak menyebabkan seseorang terpaksa menelannya sehingga proses penyerapan dimulut tidak terjadi lagi. Oleh sebab itulah bentuk sediaan padat per lingual paling sering diberikan dalam ukuran kecil agar tidak menyulitkan penderita. Pada umumnya sediaan itu terdiri atas gula, bahan yang mudah larut dalam air, dan diformula sedemikian hingga terlarut perlahan. Sediaan cair sub-lingual umumnya berupa larutan dalam air atau air-alkohol, serta tercampurkan dengan air liur. Sediaan tersebut diberikan dalam bentuk tetes yang diresapkan ke dalam sepotong gula dan diletakkan dibawah lidah. Cara ini tidak menyenangkan karena penderita cenderung mengeluarkan air liur dan akhirnya terpaksa menelan obat tersebut. Lama tinggal zat aktif dari sediaan per lingual di dalam mulut lebih singkat. 2.2 OESOFAGUS Oesofagus dimulai dari belakang rongga mulut sampai lambung serta dibatasi oleh cardia lambung dan sphincterpharingo-oesophagica yang membuka 0,5-1 detik saat penelanan. Cardia merupakan saluran sempit yang relaks setelah penelanan. Oesofagus berukuran panjang 25 cm dan diameter sekitar 3 cm. Dinding bagian dalam oesofagus dilapisi oleh mukosa tipis tanpa kelenjar dengan epitel malfigi. Oesofagus dialiri oleh arteria oesophageae dan pembuluh balik vena porta. Bagian superior didukung oleh sistem vena cava superior. Bolus (masa mamahan) yang ditelan berjalan sepanjang oesofagus dan didorong oleh gelombang peristaltik lapisan otot. Gaya gravitasi berperan sekunder sehingga tidak terlalu mempengaruhi pemberian obat pada penderita yang berbaring. Gerakan peristaltik umumnya diawali dengan penelanan. Gerakan tersebut merupakan kontraksi bergelombang dari oesofagus sepanjang beberapa sentimeter yang bergerak dengan kecepatan 2-4 cm/detik. Perpindahan bolus padat dari sphincter pharing-oesophagica ke cardia memerlukan waktu sekitar10 detik, tetapi dengan seteguk air waktu tersebut dipersingkat menjadi hanya 2 detik. Dengan demikian waktu tersebut sangat singkat sehingga praktis tidak ada penyerapan, kecuali bila dalam sekresi air liur yang sedikit terkandung zat aktif dalam jumlah besar yaitu pada pemberian obat berefek lama secara per-lingual. 2.3 LAMBUNG 2.3.1 Anatomi Akhir oesofagus disebut cardia mengawali bagian atas lambung dan semua yang masuk lewat mulut akan tinggal dalam waktu lama atau singkat didalamnya. Lambung merupakan sebuah kantong dengan panjang sekitar 25 cm dan 10 cm saat kosong, volume 1-1,5 liter pada dewasa normal. Lambung diakhiri dengan pylorus yang merupakan pintu pembuka lewatnya isi lambung ke dalam organ berikutnya duodenum. Bagian atas lambung disebut fundus. Sejumlah udara tinggal di lambung pada bagian fundus dan membentuk kantong udara. Lambung mendapat aktivitas penekanan, sehingga bila ia kosong dindingnya saling melekat, meninggalkan kantong udara pada bagian atas. Bila lambung terisi, penekanan akan berkurang dan volume lambung bertambah, membentuk huruf “J”. 2.3.2 Histologi Tebal dinding lambung sekitar 3 mm terdiri dari beberapa lapisan otot yaitu satu lapisan luar dengan serabut otot memanjang dan lapisan dalam dengan otot melingkar. Mukosa kelenjar yang tebal merupakan lapisan yang paling penting pada penyerapan obat. Dinding tersebut menyerupai “sarang lebah” karena adanya lipatan-lipatan. Mukosa terdiri atas 4 (empat) jenis sel penghasil getah : - Sel utama (chief cell) yang mengeluarkan pepsin dan labferment - Sel parietal (oxyntic), yang menghasilkan ion H+ dan Cl-. Sel-sel tersebut lebih kecil deri sel utama dan tidak terdapat pada daerah pylorus. - Permukaan mukosa dilapisi sel-sel epitel dan menghasilkan mukus yang sangat kental - Sel “mukosa bening” menghasilkan mukus yang larut Sel-sel penghasil getah tersebut dapat digabungkan menjadi dua kelenjar utama : - Kelenjar pylorus, terdiri atas sel mukosa dan mukoida yang menghasilkan getah alkali (sekitar 20 mEq/l basa). - Kelenjar fundus yang menghasilkan asam, mengandung lebih banyak sel mukus dan mukoida serta sel yang mengeluarkan pepsin dan yang menhasilkan asam klorida Derajat keasaman cairan lambung tergantung pada perbandingan relative kedua getah tersebut diatas. Pengeluaran cairan lambung yang terjadi karena tiga proses yaitu : proses mekanik (kontak makanan dengan dinding lambung), proses hormonal (sekresi lambung), dan persyarafan. 2.3.2.1 Getah Lambung Getah lambung terdiri atas : a. Enzim - Pepsin : Enzi mini dikeluarkan dalam keadaan pro- enzim yaitu pepsinogen yang merupakan bentuk inaktif. Pepsinogen berubah perlahan menjadi bentuk aktif pepsin bila pH dibawah 6, perubahan ini dimulai dari cairan lambung. Pepsin mengawali diskolasi protein dan dapat menyebabkan kerusakan cangkang kapsul gelatin. Pengaruh pepsin terhadap ketersediaanhayati terutama sebagai penyebab kerusakan zat aktif peptic atau protein seperti oksitosin, insulin, serum, dan lain-lain. - Katepsin : Enzim ini juga merupakan enzim proteolitik yang pH optimumnya lebih tinggi dari pada pH pepsin 3,5. - Kimosin/rennin : Enzim ini mengendapkan susu dan pengaruhnya terhadap ketersediaanhayati dapat diabaikan. - Lipase seperti yang telah dibicarakan terdahulu, pengaruhnya terhadap ketersediaanhayati kurang efektif. b. Asam Klorida Getah yang dikeluarkan oleh sel parietal ekivalen dengan HCl 0,5 N, tetapi selanjutnya diencerkan oleh getah lainnya sehingga pH cairan lambung akhirnya mendekati 1 (satu). Dalam cairan lambung konsentrasi maksimum asam klorida adalah 145 mEq/l. Dilambung asam klorida berada dalam bentuk bebas atau terikat dengan senyawa penyusun cairan lambung, terutama musin (lihat penjelasan berikut). Asam klorida menyebabkan hidrolisa disakarida tertentu misalnya, sukrosa, maltose, dan lain-lain. Keasaman cairan lambung akan mempengaruhi proses pelarutan dan ionisasi zat aktif tertentu, jadi merupakan salah satu factor yang mengendalikan penyerapan bahan obat. Keasaman ini juga menyebabkan pengendapan zat aktif yang bersifat asam lemah serta hidrolisa senyawa tertentu. Kedua kemungkinan tersebut tentu saja memperjelek ketersediaanhayati zat aktif. c. Mukus Mukus merupakan senyawa yang sangat kental, dikeluarkan bersamaan dengan bikarbonat oleh sel-sel mukosa tertentu. Mukus ini melampaui semua mukosa. Kekentalannya berkurang bila pH meningkat diatas 5. Mukus berperan pula sebagai pendapar yang mana 100 ml mukus dinetralkan oleh 40 ml asam klorida 0,1 N. Jadi peranan mukus adalah melindungi mukosa lambung terhadap cerna-diri oleh pepsin. Semua rangsangan mekanik pada mukosa akan meningkatkan pembentukan mukus. Karena komposisinya (asam glukoronat, galaktosa, mukus dapat membentuk kompleks dengan zat aktif tertentu. d. Air Air bergerak secara pasif, dari sel menuju lumen lambung, dan akan diserap kembali diusus halus. e. Faktor Instrinsik Faktor instrinsik disebabkan oleh adanya mukoprotein termolabil yang dihasilkan oleh sel utama. Gabungan mukoprotein dan vitamin B12 yang akan membentuk kompleks, sedemikian sehingga vitamin B12 dapat diserap. f. Faktor bifidogen Disamping berbagai getah utama, getah lambung mengandung pula factor, bifidogen yaitu senyawa spesifik golongan darah, asam polisakarida (heparin), dan lain-lain. Elemen-elemen mineral terdapat dalam lambung antara lain adalah : - 50 – 170 mEq/l klor total (termasuk Cl dan HCl) - 10 – 120 mEq/l Natrium - 5 – 10 mEq/l Kalium - 1 – 1 mEq/l kalsium 2.3.2.2 Volume isi lambung Menurut beberapa peneliti, selama puasa lambung dapat menghasilkan 10-60 ml/jam cairan asam bila diperlukan pemasangan pipa. Pada saat puasa atau diluar waktu makan dapat terjadi pengeluaran karena rangsangan psikis dan pada keadaan ini tampaknya lambung hanya mengandung cairan yang bersifat asam lemah. Sekresi lambung dapat terjadi akibat timbulnya suatu rangsangan subjektif, misalnya bau yang enak dan aspek yang menarik. Pada seorang yang depresif, sekresi lambung akan meningkat mulai dari awal hingga akhir makan dan peningkatan ini sangat tergantung pada individu. Dengan demikian nyatalah bahwa bentuk sediaan yang diberikan peroral dapat mempunyai ketersediaanhayati yang berbeda tergntung pada cara penelaan: - Dengan atau tanpa air (peningkatan laju pelarutan, penurunan derajat keasaman, karena pengenceran proses transit dipercepat bila subjek berpuasa - Sebelum atau selama makan, awal atau akhir makan : keasaman dan sekresi proteolitik akan meningkat pada akhir makan. Karena pelarutan dilambung selama waktu makan sulit dikendalikan dan adanya resiko peresapan zat aktif oleh makanan maka lebih disukai pemberian obat diantara waktu makan atau sebelumnya. Namun bila diinginkan pengurangan efek iritasi yang mungkin terjadi pada lambung mukosa maka pemberian obat dapat diberikan pada saat makan. 2.3.2.3 pH isi lambung Keasaman (pH) cairan lambung mendekati satu, tetapi adanya pengenceran biasanya pH dapat berada antara 1 dan 3. Pengukuran pH sekresi lambung pada umumnya dilakukan dengan pengambilan melalui pipa, sedangkan pengukuran pH pada binatang dilakukan dengan menusukkan fistula ke lambung melalui kulit. Tehnik pertama yang menimbulkan trauma dan komposisi cairan lambung setelah eksitasi mekanik mungkin berbeda dengan kompisisi yang dihasilkan pada keadaan fisiologi. Hal ini sama terjadi bila lambung dirangsang oleh bahan-bahan tertentu seperti histamine. Bila penggunaan fistula pada hewan mempunyai masalah ekstrapolasi klasik, maka hal yang sama berlaku pula pada manusia. Pengukuran cairan lambung (pH) dengan elektroda gelas yang dimasukkan ke dalam lambung memberikan hasil yang baik. Pada 42 subyek berpuasa, Archambaulit menemukan bahwa pH cairan lambung rata-rata 1,7 (5). Penggunaan *kapsul Heidelberg* memungkinkan pengukuran yang lebih tepat .