Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Gangguan jiwa adalah suatu keadaan dengan adanya gejala klinis
yang bermakna berupa sindrom pola perilaku dan pola psikologik, yang
berkaitan dengan adanya distress (tidak nyaman, tidak tentram dan rasa nyeri),
disabilitas (tidak mampu mengerjakan pekerjaan sehari-hari),atau
meningkatnya resiko kematian dan kesakitan. Gangguan jiwa dapat
dibedakan menjadi 3 macam yaitu gangguan jiwa psikotik-organik
(demensia dan delirium), gangguan jiwa psikotik-non organik (skizofrenia,
waham, gangguan mood) dan gangguan jiwa psikotik (gangguan cemas,
psikoseksual, dan gangguan kepribadian). (Hardaya, 2020)
Seiring berjalannya waktu, angka gangguan jiwa bukannya
berkurang justru semakin bertambah, seperti pernyataan dari WHO berikut:
World Health Organization menyatakan bahwa gangguan depresif berada
pada urutan keempat penyakit di dunia. Gangguan depresif mengenai
sekitar 20% wanita dan 12% laki-laki pada suatu waktu dalam
kehidupan. Pada tahun 2020 diperkirakan jumlah gangguan depresif
semakin meningkat dan akan menempati urutan kedua penyakit dunia
Sedangkan di Indonesia, khususnya di Provinsi Jawa Tengah berdasarkan
data Dinas Kesejahteraan Sosial Provinsi Jawa Tengah tahun 2006 tercatat:
704.000 orang mengalami gangguan kejiwaan dan dari jumlah tersebutsekitar
96.000 diantaranya didiagnosa telah menderita kegilaan, 608.000 orang
mengalami stress. Sementara itu WHO menyebutkan bahwa 3 per mil
dari sekitar 32 juta penduduk di Jawa Tengah menderita kegilaan dan 19
per mil lainnya menderita stress. Jika dipresentasekan maka jumlahnya
mencapai sekitar 2,2 persen dari total penduduk Jawa Tengah.
Sedangkan, menurut data SUSENAS (2009), “jumlah penyandang
disabilitas mental yang diistilahkan dengan orang tuna laras diperkirakan
sebanyak 181.135 jiwa. Kira-kira 300.000 jiwa berkembang menjadi
kronis dan membutuhkan pelayanan rehabilitasi sosial untuk

1
mengembalikan keberfungsian sosialnya”. Kemudian pada tahun 2013
terjadi peningkatan penderita gangguan jiwa ditemukan 121.962, tahun 2014
meningkat menjadi 260.247, lalu di tahun 2015 menjadi 317.504 jiwa”.
Berdasarkan data di atas menunjukkan bahwa setiap tahunnya
penderita psikotik semakin meningkat. Hal ini terjadi karena penyebab
psikotik yang semakin kompleks. Saat ini sudah banyak upaya
penanganan berupa pencegahan, pengobatan, rehabilitasi, dan pemeliharaan
yang dilakukan baik dari pemerintah ataupun inisiatif masyarakat dalam
menangani psikotik.
Psikosis organik adalah gangguan jiwa yang disebabkan oleh penyakit
atau gangguan fisik/kondisi medik yang secara primer mempengaruhi otak
sehingga terjadi disfungsi otak atau penyakit atau kondisi fisik di luar otak
yang secara sekunder menyebabkan disfungsi otak terutama dalam fungsi
kognitif Psikosis terdiri dari beragam jenis antara lain skizofrenia,
skizoafektif, gangguan waham menetap, bipolar dengan ciri psikotik, depresi
dengan ciri psikotik. (Sri idaiani, dkk. 2019)
B. RUMUSAN MASALAH
Dari latar belakang di atas rumusan masalah yang muncul sebagai berikut :
1. Apa yang dimaksud dengan psikosis organik?
2. Bagaimana etiologi psikosis organik?
3. Bagaimana patofisiologi psikosis organik?
4. Apa saja manifestasi klinis psikosis organik?
5. Bagaimana klasifikasi psikosis organik?
6. Apa saja Pemeriksaan penunjang psikosis organik?
7. Apa saja penatalaksanaan psikosis organik?
8. Apa saja komplikasi psikosis organik?
C. TUJUAN DAN MANFAAT
 Tujuan disusun makalah ini adalah sebagai berikut :
1. TujuanUmum
Penulisan makalah ini bertujuan untuk memenuhi tugas Keperawatan
jiwa II
2. TujuanKhusus
a. Untuk mengetahui dan memahami definisi psikosis organik

2
b. Untuk mengetahui dan memahami etiologi psikosis organik
c. Untuk mengetahui dan memahami patofisiologi psikosis organik
d. Untuk mengetahui dan memahami klasifikasi psikosis organik
e. Untuk mengetahui dan memahami manifestasi klinis psikosis
organik
f. Untuk mengetahui dan memahami Pemeriksaan penunjang
psikosis organik
g. Untuk mengetahui dan memahami penatalaksanaan psikosis
organik
h. Untuk mengetahui dan memahami komplikasi psikosis organik
i. Untuk mengetahui dan memahami ASKEP Teori psikosis
organik
 Manfaat makalah ini yaitu :
Manfaat disusun makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk Mahasiswa
Manfaat makalah ini bagi mahasiswa baik penyusun maupun pembaca
adalah untuk menambah wawasan.
2. Untuk Institusi Stikes Zainul Hasan Genggong
a. Makalah ini dapat menjadi audit internal kualitas pengajar.
b. Sebagai tambahan informasi dan bahan kepustakaan dalam
pemberian materi tentang psikosis organik
3. Untuk pembaca
Pembaca dapat mengetahui, memahami dan menguasai tentang
makalah psikosis organik

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. DEFINISI
Psikosis adalah keadaan mental yang ditandai oleh distorsi kenyataan
yang dialami seseorang, tampak dalam gejala-gejala waham, halusinasi, serta
gangguan isi dan proses pikir. Selain itu, pasien skizofrenia atau gangguan
psikotik lainnya dapat menunjukkan gejala lain seperti kelainan psikomotor,
kelainan mood dan atek, defisit kognitit, dan perilaku tidak terorganisir.
(Marwick, e-book 2015)
Psikotik adalah gangguan jiwa yang disebabkan oleh sekelompok
penyakit yang diketahui atau diduga mempengaruhi kinerja otak,
sehingga pasien akan mengalami perubahan dalam pola pikir, emosi dan
kebiasaan. Orang yang mengalami gangguan jiwa ini akan kehilangan
hubungan dengan dunia nyata. Kemampuan berpikir, merasa, dan
mencerap serta mengolah informasi dari luar akan terganggu. Mereka
mungkin akan mengalami rasa takut yang tidak wajar. Gangguan jiwa jenis
ini mencakup skiz ofrenia dan berbagai macam depresi. Selama mengalami
gangguan ini, penderita akan melihat, mendengar, dan merasakan sesuatu
yang tidak dialami oleh orang lain. Pasien akan mengalami delusi, halusinasi
dan gangguan proses pikir yang lain (Rohmah S, 2017:5)
Psikosis adalah gangguan jiwa yang ditandai oleh gangguan menilai
realitas. Psikosis organik adalah gangguan jiwa yang disebabkan oleh
penyakit atau gangguan fisik/kondisi medik yang secara primer
mempengaruhi otak sehingga terjadi disfungsi otak atau penyakit atau kondisi
fisik di luar otak yang secara sekunder menyebabkan disfungsi otak terutama
dalam fungsi kognitif Psikosis terdiri dari beragam jenis antara lain
skizofrenia, skizoafektif, gangguan waham menetap, bipolar dengan ciri
psikotik, depresi dengan ciri psikotik. (Sri idaiani, dkk. 2019)
B. ETIOLOGI
Gangguan psikosis organik merupakan gangguan jiwa yang psikotik
atau non psikotik, disebabkan oleh gangguan fungsi jaringan otak. Dijelaskan
lebih lanjut, gangguan fungsi jaringan otak ini dapat disebabkan oleh penyakit

4
badaniah yang terutama mengenai otak (seperti, gangguan pembuluh darah
otak, tumor otak, meningoensefalitis, dll) atau di luar otak/tegkorak (seperti,
tifus, intoxikasi, payah jantung, endomtritis, toxemia kehamilan, dsb). (ulin
nuri dan IGAA voniekayati, 2019)
Menurut Julianan (2013:68-71) ada beberapa penyebab gangguan psikotik
antara lain :
a. Faktor Organo-biologik terdiri dari genetik (heredity), bentuk tubuh
(konstitusi), terganggunya otak secara organik, pengaruh cacat congenital,
pengaruh neurotrasmiter.
b. Faktor psikologik terdiri dari hubungan intrapersonal dan hubungan
Interpersonal. Faktor sosio agama terdiri dari pengaruh rasial,
golongan minoritas, masalah nilai-nilai yang ada dalam masyarakat,
masalah ekonomi, masalah pekerjaan, bencana alam, perang dan faktor
agama atau religious baik masalah intra agama maupun inter agama
C. PATOFISIOLOGI
Psikosis seringkali diawali dengan fase prodromal, yaitu periode
mulai terjadinya penurunan fungsi kehidupan. Penurunan aktivitas sosial atau
meningkatnya kesulitan dalam memenuhi tanggung jawab atau tuntutan
sehari-hari. Fase prodrominal biasanya muncul secara bertahapa, jarang
disadari oleh orang lain hingga masuk fase akut. Seseorang didiagnosis
psikosis jika mengalami 2 dari gelaja psikosis dalam 1 waktu bulan,
diantaranya mengalami delusi, halusinasi, bicara tida teratur, tingkah laku
tidak teratur, dan tanda gejala negatif berupa afek datar, penarikan sosial,
ataupun lainnya. (Hardaya suriatmaja, 2020)
D. MANIFESTASI KLINIS
Menurut Rohmah S. (2017:7) beberapa tanda dan gejala gangguan jiwa
antara lain sebagai berikut :
a. Gangguan Kognisi
Gangguan Kognisi adalah gangguan yang terjadi terhadap suatu
proses mental yang dengannya seseorang individu menyadari dan
mempertahankan hubungan dengan lingkungannya baik lingkungan dalam
maupun lingkungan luarnya (fungsi mengenal).

5
b. Gangguan perhatian
Gangguan Perhatian adalah gangguan pemusatan dan konsentrasi
energi menilai dalam suatu proses kognitif yang timbul dari luar
akibat suatu rangsang. Agar supaya suatu perhatian dapat memperoleh
hasil.
c. Gangguan ingatan
Gangguan Ingatan adalah gangguan kesanggupan untuk mencatat,
menyimpan, memproduksi isi dan tanda-tanda kesadaran.
e. Gangguan pikiran
Gangguan Berpikir merupakan gangguan proses dalam mempersatukan
atau menghubungkan ide-ide dengan membayangkan, membentuk
pengertian untuk menarik kesimpulan, serta proses-proses yang lain
untuk membentuk ide-ide baru
f. Gangguan kesadaran
Gangguan Kesadaran adalah gangguan yang terjadi padakemampuan
seseorang untuk mengadakan hubungan dengan lingkung an serta
dirinya melalui panca indera dan mengadakan pembatasan terhadap
lingkungan serta dirinya sendiri.
g. Gangguan kemauan
Gangguan Kemauan adalah gangguan proses di mana
keinginankeinginan dipertimbangkan untuk kemudian diputuskan untuk
dilaksanakan sampai mencapai tujuan. Kemauan dapat dirusak oleh
gangguan emosional, gangguan-gangguan kognitif, kerusakan otak
organik.
h. Gangguan afek emosi
Gangguan Emosi adalah gangguan pada suatu pengalaman yang sadar
dan memberikan pengaruh pada aktifitas tubuh dan me nghasilkan
sensasi organis dan kinetis. Afek adalah kehidupan perasaan atau
nada perasaan seseorang, menyenangkan atau tidak, yang menyertai
suatu pikiran, biasa berlangsung lama dan jarang disertai komponen
fisiologis.

6
i. Gangguan psikomotor
Gangguan Psikomotor adalah gangguan terhadap gerakan badan yang
dipengaruhi oleh keadaan jiwa, sehingga merupakan afek bersama
yang mengenai badan dan jiwa, juga meliputi kondisi, perilaku
motoric atau aspek motoric dari suatu perilaku
E. KLASIFIKASI
1. sindrom waham/delusi organik
1.1 definisi waham/delusi
Sindrom delusi organik adalah gangguan berupa delusi yang
kaitannya dengan gangguan pada otak. penyebabnya bisa karena
infeksi, keracunan, obat-obatan tertentu. Gangguan Delusi adalah
jenis psikosis, Delusi, dengan sendirinya, adalah gejala psikotik di
mana pasien terus-menerus meyakini keyakinan palsu tapi tetap teguh
dipertahankan di dalam pikiran terlepas dari adanya bukti objektif
yang menentangnya. (Marwick, e-book 2015)
Dari sudut pandang fisiologi, sistem limbik pasien dan
ganglia dasar di dalam otaknya mungkin mengalami cacat tertentu.
Namun, faktor yang paling penting adalah hambatan perkembangan
psikososial, seperti pelecehan di masih kecil, ketidakmampuan
membangun rasa saling percaya dengan orang lain, pola asuh
patologis dan sebagainya. Faktor lainnya termasuk kurangnya
pendengaran, penglihatan yang buruk, imigrasi, pemisahan, curiga
dan temperamen sensitif, perubahan degeneratif karena bertambahnya
usia dan sebagainya. waham adalah gangguan dimana penderitanya
memiliki rasa realita yang berkurang dan tidak dapat membedakan
yang nyata dan tidak nyata (2011, dalam victorynya (2020))
kriteria waham :
 tidak sesuai logika
 percaya 100%
 hidup sesuai waham
 egosentris

7
Klasifikasi waham dapat memberikan nilai diagnostik yang
signifikan: (Marwick, e-book 2015)
 Primer atau sekunder.
Waham primer umumnya terjadi pada skizofrenia dan
gangguan psikotik primer lainnya. Waham sekunder adalah
hasil dari kondisi psikopatologis lain, umumnya gangguan
mood
 Serasi dengan mood atau tidak serasi.
pada waham yang serasi mood, isi dari waham tersebut juga
sesuai dengan mood pasien. waham jenis ini sering didapatkan
pada gangguan depresi dengan ciri psikotik
 Bizarre atau tidak bizarre.
waham bizarre adalah waham yang memang benar-benar
tidak mungkin, contoh : waham bahwa otak pasien ditanami
detonator nuklir oleh alien. waham ini dapat dikatakan sebagai
ciri skizofrenia
 Isi dari waham.
klasifikasi waham berdasarkan isi (Marwick, e-book 2015)

8
1.2 penatalaksanaan waham/delusi
 Pengobatan farmakologi
Pengobatan antipsikotik bisa mengurangi dan terkadang
bisa menghilangkan delusi pasien; pengobatan ini juga mengurangi
gejala gangguan mental seperti kecemasan, lekas marah dan
gangguan tidur. Karena banyak pasien yang bersikap skeptis
terhadap pengobatan ini dan mereka sendiri mungkin rentan
terhadap efek sampingnya, dosis pengobatan akan dimulai dari
tingkat rendah dengan pengawasan dokter. Dosis pengobatan
lalu akan dititrasi secara perlahan untuk menghindari kecurigaan
pasien terhadap dokter mereka Hubungan antara pasien dan
dokter menjadi sangat penting karena sebagian besar pasien
Gangguan Delusi tidak bersedia menerima pengobatan apapun. Jika
dokter bisa memperoleh kepercayaan pasien dan menjaga
hubungan dokter-pasien yang baik; maka perlawanan pasien dalam
pengobatan akan berkurang. Meskipun mereka tidak percaya
mereka menderita penyakit mental, mereka mungkin
mendengarkan saran dokter untuk mengkonsumsi obat. (Dafid, e-
book 2003)

9
 Psikoterapi
Biasanya, psikoterapi harus dilengkapi dengan pengobatan
farmakologi untuk meghasilkan efek yang baik. Terapis akan
menghindari konfrontasi panas dengan pasien tentang isi delusi
mereka, tapi merefleksikan kenyataan kepada pasien di waktu yang
tepat. Ketika menghadapi kasus pasien keras kepala, dokter yang
menangani kasus bisa membantu mengarahkan pasien ke
kehidupan yang lebih bahagia dan membiarkan mereka hidup
secara damai dengan delusi mereka. Dokter juga akan
mencoba memahami kebencian, ketidakberdayaan dan rasa
malu dalam hati pasien; dan membantu mereka menyelesaikan
frustasi dalam diri mereka. Secara bersamaan, dokter akan
mengajarkan pasien bagaimana menangani krisis dengan cara
positif ketika mereka menghadapi tekanan tiba-tiba. (Dafid, e-book
2003)
2. sindrom afektif organik
sindrom afektif organik adalah gangguan berupa keadaan mania atau
depresi sehubungan dengan gangguan pada otak. penyebabnya bisa cedera
otak, tumor orak. sindroma afektif terbagi menjadi dua : halusinasi dan
depresi (Marwick, e-book 2015)
2.1 Halusinasi
Halusinasi adalah persepsi yang terjadi tanpa adanya stimulus
eksternal yang nyata, dengan karakteristik yang khas: (Marwick, e-
book 2015)
 Bagi pasien, halusinasi terasa nyata, sama seperti persepsi sensorik
yang normal. Karena itu pasien kerap tidak memiliki tilikan atas
halusinasinya.
 halusinasi dirasakan sebagai sensasi eksternal dari modalitas
sensorik seperti pendengaran, penglihatan, pengecapan, penghidu,
dan peraba, harus dibedakan dengan ide, pemikiran, atau fantasi
yang berasal dari alam pikiran pasien sendiri.

10
 Halusinasi terjadi tanpa stimulus eksternal, bukan merupakan
distorsi atau penyimpangan dari stimulus yang ada (lihat ilusi).
1) Halusinasi auditorik
Halusinasi auditorik yang berupa suara sederhana tidak
terstruktur, seperti dengungan, siulan, atau kata-kata tunggal,
disebut halusinasi simpel (elementary hallucination) dan sering
terjadi pada gangguan organik akut. Halusinasi yang kompleks
dalam bentuk frase, kalimat, atau bahkan dialog dapat
diklasifikasikan lagi menjadi (Marwick, e-book 2015)
 Pikiran pasien yang terdengar (Audible thoughts Ufirst person]):
pikiran pasien seakan-akan diucapkan dari luar saat pasien
memikirkannya. Jika pasien mendengar pikirannya setelah
selesai memikirkan hal tersebut, maka disebut juga sebagai
thought echo atau gema.
 Halusinasi auditorik orang kedua (Second person auditory
hallucinations): pasien mendengar suara (atau suara-suara) yang
berbicara langsung pada pasien. Isi pembicaraan tersebut dapat
bersifat persekutorik, mengritik pasien, memuji, atau memberi
perintah. Halusinasi jenis ini sering didapatkan pada gangguan
mood dengan ciri psikotik dan umumnya serasi dengan
gangguan tersebut: mengritik pada pasien depresi dan memuji-
muji pada pasien manik.
 Halusinasi auditorik orang ketiga (Third person auditory
hallucinations): pasien mendengar suara (atau suara-suara)
membicarakan dirinya, dapat berupa suara-suara yang
mendiskusikan pasien atau mengomentari pikiran atau perbuatan
pasien.
2) Halusinasi visual
Halusinasi yang berasal dari modalitas visual umumnya
terjadi pada gangguan organik (delirium, tumor lobus oksipital,
epilepsi, demensia) dan pada penggunaan zat psikoaktif (LSD,
meskalin, alkohol, petrol/glue-snifing). Sindrom Charles Bonnet

11
adalah kondisi pasien mengalami halusinasi visual yang kompleks
tanpa ada gejala psikiatrik lain ataupun penurunan kesadaran; hal
ini dapat terjadi pada pasien usia lanjut dan terkait dengan
penurunan fungsi penglihatan. Halusinasi lilliput adalah halusinasi
tentang orang atau hewan dalam ukuran miniatur. (Marwick, e-
book 2015)
3) Halusinasi somatik
Halusinasi ini berasal dari sensasi somatik, dapat berupa
sensasi yang superfisial, viseral, ataupun kinestetik. Halusinasi
superfisial adalah sensasi yang berasal dari kulit, dapat bersifat
 Taktil atau haptik: sensasi kulit disentuh, ditusuk, atau dicubit.
Formikasi adalah sensasi seperti ada serangga yang berjalan di
atas atau bawah kulit, sering ditemukan pada pengguna kokain
jangka panjang dan putus zat alkohol.
 Termal: sensasi panas atau dingin.
 Hygric: sensasi adanya cairan, contoh: merasakan ada ombak air
di dalam kepala.
 Halusinasi viseral berasal dari organ internal. Pasien dapat
merasakan organnya bergerak, ditarik, melebar, atau bergetar.
 Halusinasi kinestetik adalah sensasi yang berasal dari otot atau
sendi. Pasien dapat merasakan anggota geraknya bergetar atau
digerakkan. Sensasi seperti terjatuh saat seseorang akan tertidur
adalah contoh sensasi kinestetik yang umum dirasakan banyak
orang (lihat halusinasi hipnagogik di bawah). (Marwick, e-book
2015)
4) Halusinasi olfaktori dan gustatori
Halusinasi dari modalitas penghidu dan pengecap sering
terjadi bersama karena keduanya sangat terkait. Pada pasien dengan
halusinasi jenis ini perlu dilakukan pemeriksaan untuk
menyingkirkan epilepsy (terutama epilepsi lobus temporal) dan
gangguan organik lainnya pada otak. (Marwick, e-book 2015)
5) Halusinasi khusus

12
Halusinasi hipnagogik adalah halusinasi pada modalitas
manapun (umumnya auditorik ataupun visual) yang terjadi saat
seseorang akan tidur; sebaliknya, halusinasi hipnopompik terjadi
saat seseorang terbangun. Kedua halusinasi ini juga dapat terjadi
pada orang tanpa gangguan jiwa dan tidak menandakan adanya
psikopatologi.
Extracampine hallucinations adalah halusinasi yang berasal
dari luar jangkauan normal modalitas sensorik seseorang, seperti
mendengar suara dari sumber yang berada 100 kilometer dari
pasien. Pasien yang mengalami halusinasi ini sering memberikan
penjelasan yang bersifat waham. Halusinasi fungsional terjadi
apabila halusinasi pada suatu modalitas sensorik terjadi hanya jika
ada stimulus pada modalitas tersebut, contoh: halusinasi suara
orang yang hanya terdengar bila ada bunyi bel rumah. Halusinasi
refleks terjadi apabila stimulus pada suatu modalitas sensorik
menimbulkan halusinasi pada modalitas lain, contoh: halusinasi
suara orang yang muncul apabila lampu dinyalakan. (Marwick, e-
book 2015)
2.2 Depresi
gangguan non psikotik kronis yang lazim pada penurunan mood
atau anhedonia adalah gangguan distimik, ditandai dengan pasien
merasa sedih, susah tertidur, dan yang khas merasa lebih baik pada
pagi hari, sangat sedih pada sore dan malam hari. Semua pasien
depresi harus mendapatkan psikoterapi, dan beberapa memerlukan
tambahan terapi fisik. Kebutuhan terapi khusus bergantung pada
diagnosis, berat penyakit, umur pasien, respons terhadap terapi
sebelumnya. (Dafid, e-book 2003)
1) Terapi Psikologik
Psikoterapi suportif selalu diindikasikan. Berikan
kehangatan, empati, pengertian dan optimistik. Bantu pasien
mengidentifikasi dan mengeks-presikan hal-hal yang membuatnya
prihatin dan melontarkannya. Iden-tifikasi taktor pencetus dan

13
bantulah untuk mengoreksinya. Bantulah memecahkan problem
eksternal (misal, pekerjaan, menyewa rumah)- arahikan pasien,
terutama selama episode akut dan bila pasien tidak aktif bergerak.
Latih pasien untuk mengenal tanda-tanda dekompensasi yang akan
datang. Temui pasien sesering mungkin (mula-mula 1-3 kali per
minggu) dan secara teratur, tetapi jangan sampai tidak berakhir atau
untuk selamanya. Kenalilah bahwa beberapa pasien depresi dapat
memprovokasi kemarahan Anda (melalui kemarahan, hostilitas,
dan tuntutan yang tak- masuk akal, dil). Psikoterapi berorientasi
tilikan jangka panjang, dapat berguna pada pasien depresi minor
kronis tertentu dan beberapa pasien dengan depresi mayor yang
mengalami remisi tetapi mempunyai konflik. (Dafid, e-book 2003)
Deprivasi tidur parsial (bangun mulai di pertengahan
malam dan tetap terjaga sampai malam berikutnya), dapat
membantu mengurangi gejala-gejala depresi mayor buat sementara.
Larihan fisik (berlari, berenang) dapat memper baiki depresi,
dengan mekanisme biologis yang belum dimengerti dengan baik.
2) Terapi Fisik
Semua depresi mayor dan depresi kronis atau depresi minor
yang tidak membaik membutuhkan antidepresan (70%-806 pasien
berespons terhadap antidepresan), meskipun yang mencetuskan
jelas terlihat atau dapat diidentifikasi. Mulailah dengan SSRI atau
salah satu antidepresan terbaru. Apabila tidak berhasil,
pertimbangkan antidepresan trisiklik, atau MAOI (terutama pada
depresi "atipikal") atau kombinasi beberapa obat yang efektif bila
obat pertama tidak berhasil.
Setelah sembuh dari episode depresi pertama, obat
dipertahankan untuk beberapa bulan, kemudian diturunkan,
meskipun demikian pada beberapa pasien setelah satu atau lebih
kekambuhan, mem- butuhkan obat rumatan untuk periode panjang .
Antidepresan dan litium dapat dimulai secara bersama-samá dan
litium diteruskan setelah remisi. Psikotik, paranoid atau pasien

14
sangat agitasi membutuhkan antipsikotik, tunggal atau bersama-
sama dengan antidepresan, litium atau ECT antidepresan atipikal
yang baru juga terlihat efektif. (Dafid, e-book 2003)
ECT mungkin merupakan terapi terpilih:
a. bila obat tidak berhasil setelah satu atau lebih dari 6 minggu
pengobatan,
b. bila kondisi pasien menuntut remisi segera (misal, bunuh diri
yang akut),
c. pada beberapa depresi psikorik,
d. pada pasien yang tak dapat mentoleransi obat (misal, pasien tua
yang berpenyakit jantung). Lebih dari 90% pasien memberikan
renspons.
3) TERAPI MANIA
Evaluasilah dengan baik tetapi dengan segera. Apakah
pasien menderita penyakit medis atau menggunakan obat-obat?
Apakah ia sebelumnya pernah menderita manik? Apakah ia
meminum litium? Berapa kadar litium darahnya?
Bila hipomanik, gunakan terapi berobat jalan dan bekerja
sama dengan keluarga. Pertimbangkan antipsikoik dosis rendah,
jangka pendek (misal, haloperidol 2-5 mg/hari) tetapi andalkan
litium atau antikonvulsan jangka panjang. (Dafid, e-book 2003)
3. Sindrom kepribadian organik
3.1 Definisi sindrom kepribadian
sindrom kepribadian adalah perubahan gaya atau sifat-sifat
kepribadian mengikuti terjadinya kerusakan pada otak, perubahan ini
biasanya menuju ke arah negatif, berupa gangguan dalam penilaian
sosial, kontrol atas emosi. Skizofrenia ditandai dengan perubahan
yang nyata dalam perilaku dan status fungsional, kadang diawali
dengan fase prodromal; sedangkan pasien dengan gangguan
kepribadian atau gangguan neurodevelopmental tidak pernah berada
dalam fase baseline yang 'normal. Gangguan kepribadian skizotipal
ditandai dengan perilaku yang eksentrik serta penampilan dan

15
pemikiran yang tidak biasa. Walaupun tidak menunjukkan gejala
psikotik dan perjalanannya lebih sesuai dengan gangguan kepribadian,
dalam ICD-10 gangguan skizotipal terdapat dalam bab gangguan
psikotik karena gangguan ini lebih banyak terjadi pada kerabat pasien
skizofrenia dan, dalam beberapa kasus, berkembang menjadi
skizofrenia. Gangguan kepribadian ambang, paranoid, dan schizoid
juga memiliki kemiripan dengan skizofrenia, hanya saja tidak
menunjukkan adanya gejala psikotik yang nyata. (Marwick, e-book
2015)
Gangguan disosiatif (gangguan kepribadian) berarti
sebuah gangguan kelompok yang ditandai dengan suatu kekacauan
atau disosiasi, baik dari fungsi identitas, ingatan, maupun
kesadaran. Individu yang mengalami gangguan ini biasanya akan
mengalami kesulitan untuk mengingat peristiwa-peristiwa yang
pernah ia alami, melupakan identitas dirinya atau bahkan mereka akan
membuat identitas baru Gangguan disosiatif ini muncul akibat adanya
peristiwa traumatik dalam kehidupan dan digunakan sebagai
pertahanan diri menghadapi peristiwa tersebut. Hal ini dijadikan cara
bagi seseorang untuk melarikan diri dari trauma yang dialaminya.
(Marwick, e-book 2015)
3.2 Penatalaksanaan gangguan kepribadian
1) Identitas Disosiatif
Menggunakan terapi psikoanalisis. Dimana psikoanalisis berusaha
membantu orang yang menderita gangguan identitas disosiatif
untuk mengungkapkan dan belajar untuk mengatasi trauma-trauma
masa kecil. Terapi ini sering kali merekomendasikan individu untuk
membangun kontak langsung dengan kepribadian-kepribadian alter
merka.
2) Amnesia Disosiati
Perawatanya meliputi :

16
1. Psikoterapi : jenis terapi untuk gangguan mental dan emosional
menggunakan teknik psikologis yang dirancang untuk
mendorong komunikasi konflik dan meningkatkan wawasan
masalah.
2. Terapi kognitif : jenis terapi berfokus pada perubahan pola
pemikiran, perasaan, dan perilaku disfungsional.
3. Obat : sebenarnya tidak ada obat untuk mengobati gangguan
disosiatif sendiri. Namun, orang dengan gangguan disosiatif
yang juga menderita depresi atau kecemasan mungkin dapat
terbantu dari pengobatan dengan obat-obatan seperti
antidepresan atau obat anti cemas.
4. Terapi keluarga : membantu untuk mengajarkan keluarga
tentang gangguan dan penyebabnya, serta membanyu anggota
keluarga yang sakit mengenali gejala kambuh.
5. Terapi kreatif : atau terapi seni/musik ini memungkinkan pasien
untuk mengeksplorasi dan mengekspresikan pikiran dan
perasaan melalui cara yang aman dan kreatif.
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan fisik yang menyeluruh, termasuk pemeriksaan neurologis
dan endokrin, harus dilakukan pada semua pasien dengan gejala psikotik.
 Pemeriksaan darah dilakukan untuk:
 Menyingkirkan psikosis akibat kondisi medis atau penggunaan zat
 Mengetahui angka baseline sebelum pengobatan antipsikotik dan obat
lainnya
 Mengetahui fungsi ginjal dan hepar, terkait dengan metabolisme dan
ekskresi obat yang akan diberikan dalam jangka panjang dan mungkin
dalam bentuk depot
 Pada episode psikosis pertama, pemeriksaan yang baik meliputi
pemeriksaan darah perifer lengkap, laju endap darah, ureum dan elektrolit,
fungsi tiroid, fungsi hepar, gula darah, kalsium, dan serologi sifilis jika ada
kecurigaan.

17
 Pemeriksaan urine untuk deteksi obat perlu dilakukan karena obat-obat
terlarang dapat menyebabkan atau memperberat psikosis.
 EKG harus dilakukan pada pasien dengan risiko kardiovaskular karena
beberapa antipsikotik menyebabkan pemanjangan interval QT dan
berpotensi menyebabkan aritmia ventrikel yang fatal.
 EEG atau CT scan dapat menyingkirkan penyebab organik (contoh:
epilepsy lobus temporal, tumor otak), namun penggunaannya disesuaikan
dengan kebijakan setempat; umumya untuk kasus atipikal, resisten terapi,
atau jika ada kelainan kognitif dan neurologis. (Marwick, e-book 2015)
G. PENATALAKSANAAN
Berikut penatalaksanaan yang menyeluruh :
1. Medis
Pengobatan pada psikosis adalah
a. neuroleptik misalnya Chlorpromazine yang diberikan secara intra
muscular,
b. Trannquilaizer misalnya Valium atau Stesolid yang diberikan secara
intra vena.
c. Sedangkan terapi oral yang diberikan pada psikosis adalah
Triflouperazine (Stelazine) dan Haloperidol. (Yosi Apriliania, Esti
Widiania, 2020)
2. Keperawatan
Tindakan keperawatan yang dapat diberikan yaitu terapi modalitas yang
meliputi: (Yosi Apriliania, Esti Widiania, 2020)
1) Terapi Aktivitas Kelompok (TAK)
Terapi aktivitas kelompok (TAK) merupakan terapi yang bertujuan
mengubah perilaku pasien dengan memanfaatkan dinamika
kelompok. Cara ini cukup efektif karena di dalam kelompok akan
terjadi interaksi satu dengan yang lain, saling memengaruhi, saling
bergantung, dan terjalin satu persetujuan norma yang diakui
bersama, sehingga terbentuk suatu sistem sosial yang khas yang di
dalamnya terdapat interaksi, interelasi, dan interdependensi. Terapi
aktivitas kelompok (TAK) bertujuan memberikan fungsi terapi bagi

18
anggotanya, yang setiap anggota berkesempatan untuk menerima
dan memberikan umpan balik terhadap anggota yang lain, mencoba
cara baru untuk meningkatkan respons sosial, serta harga diri.
Keuntungan lain yang diperoleh anggota kelompok yaitu adanya
dukungan pendidikan, meningkatkan kemampuan pemecahan masalah,
dan meningkatkan hubungan interpersonal.
2) Terapi Kognitif
Terapi kognitif adalah terapi jangka pendek dan dilakukan secara
teratur, yang memberikan dasar berpikir pada pasien untuk
mengekspresikan perasaan negatifnya, memahami masalahnya,
mampu mengatasi perasaan negatifnya, serta mampu memecahkan
masalah tersebut.
3) Terapi Keluarga
Terapi keluarga adalah suatu cara untuk menggali masalah emosi yang
timbul kemudian dibahas atau diselesaikan bersama dengan anggota
keluarga, dalam hal ini setiap anggota keluarga diberi kesempatan
yang sama untuk berperan serta dalam menyelesaikan masalah.
Keluarga sebagai suatu sistem sosial merupakan sebuah kelompok kecil
yang terdiri atas beberapa individu yang mempunyai hubungan erat
satu sama lain dan saling bergantung, serta diorganisasi dalam satu
unit tunggal dalam rangka mencapai tujuan tertentu.
4) Terapi Lingkungan
Terapi lingkungan adalah lingkungan fisik dan sosial yang ditata agar
dapat membantu penyembuhan dan atau pemulihan pasien. Milleu
berasal dari Bahasa Prancis, yang dalam Bahasa Inggris diartikan
surronding atau environment, sedangkan dalam Bahasa Indonesia
berarti suasana. Jadi, terapi lingkungan adalah sama dengan terapi
suasana lingkungan yang dirancang untuk tujuan terapeutik. Konsep
lingkungan yang terapeutik berkembang karena adanya efek negatif
perawatan di rumah sakit berupa penurunan kemampuan berpikir,
adopsi nilai-nilai dan kondisi rumah sakit yang tidak baik atau

19
kurang sesuai, serta pasien akan kehilangan kontak dengan dunia
luar.
5) Terapi Perilaku
Perilaku akan dianggap sebagai hal yang maladaptif saat perilaku
tersebut dirasa kurang tepat, mengganggu fungsi adaptif, atau suatu
perilaku tidak dapat diterima oleh budaya setempat karena bertentangan
dengan norma yang berlaku. Terapi dengan pendekatan perilaku
adalah suatu terapi yang dapat membuat seseorang berperilaku sesuai
dengan proses belajar yang telah dilaluinya saat dia berinteraksi dengan
lingkungan yang mendukung (Yosi Apriliania, Esti Widiania, 2020)

H. KOMPLIKASI
1. Cedera otak yang disebabkan oleh luka berat atau trauma
Kondisi ini melibatkan pendarahan dalam otak atau pada ruang disekitar
otak, penggumpalan darah dalam tengkorak yang menekan otak, dang agar
otak
2. Gangguan pernafasan
Kondisi seperti rendahnya kadar oksigen dalam tubuh ( hipoksia ) dan
tingginya kadar karbondioksida dalam tubuh(hiperkapmia)
3. Gangguan yang disebabkan oleh obat obatan dan alcohol
Keracunan akibat penyalah gunaan narkoba dan alkohol
4. Berbagai jenis infeksi
Seperti septikemia, infeksi otak, meningitis, dan sifilis stadium akhir.

20
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Psikosis adalah gangguan jiwa yang ditandai oleh gangguan menilai
realitas. Psikosis organik adalah gangguan jiwa yang disebabkan oleh
penyakit atau gangguan fisik/kondisi medik yang secara primer
mempengaruhi otak sehingga terjadi disfungsi otak atau penyakit atau kondisi
fisik di luar otak yang secara sekunder menyebabkan disfungsi otak terutama
dalam fungsi kognitif Psikosis terdiri dari beragam jenis antara lain
skizofrenia, skizoafektif, gangguan waham menetap, bipolar dengan ciri
psikotik, depresi dengan ciri psikotik. (Sri idaiani, dkk. 2019)
Gangguan psikosis organik merupakan gangguan jiwa yang psikotik
atau non psikotik, disebabkan oleh gangguan fungsi jaringan otak. klasifikasi
terdiri dari sindrom waham/elusi organik, sindrom afektif/halusinasi organik,
sindrom kepribadian organik.

B. SARAN
Saran untuk mahasiswa yaitu melakukan pengkajian sesuai dengan
teori dan dapat mendokumentasikan data lengkap, agar dalam melakukan
pengkajian perawat menggunakan teknik komunikasi terapeutik, sehingga
dapat terbina hubungan saling percaya.

21
DAFTAR PUSTAKA

Suriatmaja Hardaya, Dkk. 2020. Paranoia Sebagai Pengalaman Psikotik Utama:


Sebuah Analisis Komunitas Tehadap Pengelaman Psikotik Di Sampel
Komunitas. Jurnal Psikosis Klinis Indonesia. Vol 5. No 2

Mauludiyah Ulin Nuri, Noviekayati IGAA . 2019. Puzzle Ekspresi Sebagai Media
Untuk Meningkatkan Kemampuan Interaksi Sosial Pada Pasien
GangguanMental Organik. Seminar Nasional Multidisiplin. ISSN :
2654-3184.

Idiaiani Sri, Dkk. 2019. Prevalensi Psikosis Di Indonesia Berdasarkan Riset


Kesehatan Dasar 2018. The Prevalence Of Psychosis In Indonesia
Based On Basic Health Research 201. Vo. 3, No1.
Apriliania Yosi, Widiania Esti. 2020. Penerapan Komunikasi Terapeutik Pada
Pasien Skizofrenia Dalam Mengontrol Halusinasi Di Rs Jiwa Menur
Surabaya. Ners: Jurnal Keperawatan. Volume 16, No. 2,
Bahrudin moch. 2017. Neurologi Klinis. Penerbit Universitas Muhammadiyah
Malang. ISBN : 978-979-796-182-4
Tomb, David A,et al. 2003. Buku Saku Psikiatri. editor bahasa indonesia, Tiara
Mahatmi N. – Ed.6 – Jakarta : EGC, 2003. ix, 342 hlm,14x21cm.
ISBN 979-448-591-8
Birrell, Marwick. 2015. Elsevier Psikiatri Edisi Indonesia Kedokteran Klinis
Crash Course. Series editor edisi asli Dan Horton-Szar, Faculty
Advisor edisi asli Jeremy Hall. ISBN :978-981-4666-00-88

22

Anda mungkin juga menyukai