Anda di halaman 1dari 13

DAFTAR ISI

YBAB I PENDAHULUAN.....................................................................................4

A. Latar Belakang..............................................................................................4

B. Rumusan Masalah.........................................................................................5

C. Tujuan...........................................................................................................5

D. Manfaat.........................................................................................................5

BAB II PEMBAHASAN........................................................................................6

A. Proses Keperawatan Jiwa dengan Harga Diri Rendah..................................6

B. Sociocultural Context of Psychiatri Nursing Care.......................................6

C. Issue dan Legal Etik dalam Keperawatan Jiwa.............................................8

D. Prinsip Etik dalam Keperawatan Jiwa..........................................................8

E. Dilema Etik dan Proses Pengambilan Keputusan ........................................8

F. Hak-hak Pasien Jiwa.....................................................................................8

G. Peran Legal Perawat dalam Keperawatan Jiwa............................................8

BAB III PENUTUP..............................................................................................10

A. KESIMPULAN...........................................................................................10

B. SARAN.......................................................................................................10

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................11

1
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Harga diri merupakan suatu nilai yang terhormat atau rasa hormat yang
dimiliki seseorang terhadap diri mereka sendiri. Hal ini menjadi suatu ukuran
yang berharga bahwa mereka memiliki sesuatu dalam bentuk kemampuan dan
patut dipertimbangkan.
Harga diri rendah adalah suatumasalah utama untuk kebanyakan orang dan
dapat diekspresikan dalam tingkat kecemasan yang tinggi. Harga diri rendah
merupakan keadaan maladaptive dari konsep diri. Dimana perasaan tentang diri
atau evaluasi diri yang negative dan dipertahankan dalam waktu yang cukup
lama. Termasuk didalam harga diri rendah ini evaluasi diri yang negative dan
dihubungkan dalam perasaan lemah, tidak tertolong, tidak ada harapan,
ketakutan, merasa sedih, sensitive, tidak sempurna, merasa bersalah.
B. Rumusan masalah
a. Bagaimana Proses Keperawatan Jiwa dengan Harga Diri Rendah?
b. Apa Sociocultural Context of Psychiatri Nursing Care?
c. Apa Issue dan Legal Etik dalam Keperawatan Jiwa?
d. Apa saja Prinsip Etik dalam Keperawatan Jiwa?
e. Apa Dilema Etik dan Proses Pengambilan Keputusan?
f. Apa Hak-hak Pasien Jiwa?
g. Apa Peran Legal Perawat dalam Keperawatan Jiwa?
C. Tujuan
a. Untuk mengetahui tentang Proses Keperawatan Jiwa dengan Harga Diri
Rendah
b. Untuk mengetahui Sociocultural Context of Psychiatri Nursing Care
c. Untuk mengetahui Issue dan Legal Etik dalam Keperawatan Jiwa
d. Untuk mengetahui Prinsip Etik dalam Keperawatan Jiwa
e. Untuk mengetahui Dilema Etik dan Proses Pengambilan Keputusan
f. Untuk mengetahui Hak-hak Pasien Jiwa
g. Untuk mengetahui Peran Legal Perawat dalam Keperawatan Jiwa

2
D. Manfaat
Manfaat disusun makalah ini adalah sebagai berikut :
a. Untuk Mahasiswa
Menambah pengetahuan keperawatan jiwa tentang harga diri rendah
b. Untuk Institusi Stikes Zainul Hasan Genggong
Makalah ini dapat menjadi audit internal kualitas pengajar.
c. Untuk pembaca
Pembaca dapat mengetahui, memahami dan menguasai tentang keperawatan
maternitas tentang hipertensi dalam kehamilan.

3
BAB II

PEMBAHASAN

1. Proses terjadinya Harga Diri Rendah


Harga diri rendah adalah semua pikiran, keyakinan dan
kepercayaan yang merupakan pengetahuan individu tentang dirinya dan
mempengaruhi hubungannya dengan orang lain (Stuart & Gail, 2006
dalam Susilaningsih & Sari 2021).
Harga diri rendah dapat diketahui setelah seseorang diidentifikasi
berdasarkan ciri-ciri yang muncul, biasanya diawali oleh pengalaman
seseorang yang menimbulkan perasaan bersalah dan merasa gagal secara
terus menerus menghukum diri sendiri, sehingga mengakibatkan
terjadinya gangguan hubungan interpersonal, mengkritik diri sendiri dan
orang lain (Kusumawati dan Hartono, 2010 dalam Susilaningsih & Sari
2021).
Seseorang dengan harga diri rendah ditandai dengan munculnya
perasaan tidak mampu, pandangan hidup yang pesimis, penurunan
produktifitas, penolakan terhadap kemampuan diri, tidak memiliki
kemauan untuk bergaul dengan orang lain. Ganguan harga diri rendah
dapat diklasifikasikan menjadi harga diri rendah psikotik dan non-psikotik.
Harga diri rendah psikotik disebabkan oleh gangguan neurotransmiter di
otak yang terjadi pada seluruh aspek kepribadian ditandai dengan
ketidakmampuan menilai realita, gangguan proses pikir, kedangkalan
emosi, kemunduran kemauan dan mengalami disorientasi.
Hasil riset Malhi menyimpulkan bahwa harga diri rendah
diakibatkan oleh rendahnya cita-cita seseorang. Hal ini mengakibatkan
berkurangnya tantangan dalam mencapai tujuan. Tantangan yang rendah
menyebabkan upaya yang rendah. Selanjutnya hal ini menyebabkan
penampilan seseorang yang tidak optimal.
Dalam tinjauan life span history klien, penyebab terjadinya harga
diri rendah adalah pada masa kecil sering disalahkan, jarang diberi pujian
atas keberhasilannya. Saat individu mencapai masa remaja keberadaannya

4
kurang dihargai, tidak diberi kesempatan dan tidak diterima. Menjelang
dewasa awal sering gagal disekolah, pekerjaan, atau pergaulan. Harga diri
rendah muncul saat lingkungan cenderung mengucilkan dan menuntut
lebih dari kemampunnya.
Faktor-faktor yang mempengaruhi harga diri rendah yaitu
a. Faktor Pedisposisi
Faktor predisposisi terjadinya harga diri rendah adalah
penolakan orang tua yang tidak realistis, kegagalan berulang kali,
kurang mempunyai tanggung jawab personal, ketergantungan
kepada orang lain, ideal diri yang tidak realistis. Selain itu, faktor
yang mempengaruhi harga diri rendah adalah pengalaman masa
kanak-kanak merupakan suatu faktor yang dapat menyebabkan
masalah atau gangguan konsep diri. Terjadinya gangguan konsep
diri harga diri rendah kronis juga dipengaruhi beberapa faktor
predisposisi seperti faktor biologis, psikologis, sosial dan kultural:
1) Faktor biologis, biasanya karena ada kondisi sakit fisik
yang dapat mempengaruhi kerja hormon secara umum,
yang dapat pula berdampak pada keseimbangan
neurotransmitter di otak, contoh kadar serotinin yang
menurun dapat mengakibatkan klien mengalami depresi
dan pada pasien depresi kecenderungan harga diri rendah
kronis semakin besar karena klien lebih dikuasai oleh
pikiran-pikiran negatif dan tidak berdaya.
2) Berdasarkan faktor psikologis, harga diri rendah konis
sangat berhubungan dengan pola asuh dan kemampuan
individu menjalankan peran dan fungsi. Hal-hal yang dapat
mengakibatkan individu mengalami harga diri rendah
kronis meliputi penolakan orang tua, harapan orang tua
yang tidak realistis, orang tua yang tidak percaya pada
anak, tekanan teman sebaya, peran yang tidak sesuai
dengan jenis kelamin dan peran dalam pekerjaan.

5
3) Faktor sosial: secara sosial status ekonomi sangat
mempengaruhi proses terjadinya harga diri rendah kronis,
antara lain kemiskinan, tempat tinggal didaerah kumuh dan
rawan, kultur social yang berubah missal ukuran
keberhasilan individu.
4) Faktor kultural: tuntutan peran sesuai kebudayaan sering
meningkatkan kejadian harga diri rendah kronis antara
lain : wanita sudah harus menikah jika umur mencapai dua
puluhan, perubahan kultur kearah gaya hidup
individualisme.

b. Faktor Presipitasi

Faktor presipitasi terjadinya harga diri rendah biasanya adalah


kehilangan bagian tubuh, perubahan penampilan atau bentuk tubuh,
kegagalan atau produktifitas yang menurun. Secara umum, gangguan
konsep diri harga diri rendah ini dapat terjadi secara situasional atau
kronik. Secara situasional misalnya karena trauma yang muncul secara
tiba-tiba misalnya harus dioperasi, kecelakaan, perkosaan atau
dipenjara termasuk dirawat dirumah sakit bisa menyebabkan harga
diri rendah disebabkan karena penyakit fisik atau pemasangan alat
bantu yang membuat klien tidak nyaman. Penyebab lainnya adalah
harapan fungsi tubuh yang tidak tercapai serta perlakuan petugas
kesehatan yang kurang menghargai klien dan keluarga. Harga diri
rendah kronik, biasanya dirasakan klien sebelum sakit atau sebelum
dirawat klien sudah mengalami pikiran negatif dan meningkat saat
dirawat.

Baik faktor predisposisi atau faktor presipitasi diatas bila


mempengaruhi seseorang dalam berfikir, bersikap maupun bertindak,
maka dianggap akan mempengaruhi terhadap koping individu
tersebut sehingga menjadi tidak efektif (mekanisme koping individu
tidak efektif). Bila kondisi pada klien tidak dilakukan lebih lanjut
dapat menyebabkan klien tidak mau bergaul dengan orang lain (isolasi

6
sosial : menarik diri), yang menyebabkan klien asik dengan dunia dan
pikirannya sendiri sehingga dapat muncul resiko perilaku kekerasan.

Menurut Peplau dan Sulivan harga diri berkaitan dengan pengalaman


interpersonal, dalam tahap perkembangan dari bayi sampai lanjut usia, seperti
good me, bad me, not me, anak sering dipersalahkan, ditekan sehingga perasaan
amannya tidak terpenuhi dan merasa ditolak oleh lingkungan dan apabila koping
yang digunakan tidak efektif akan menimbulkan hharga diri rendah. Menurut
Caplan, lingkungan sosial akan mempengaruhi individu, pengalaman seseorang
dan adanya perubahan sosial seperti perasaan dikucilkan, ditolak oleh lingkungan
sosial, dn tidak dihargai akan menyebabkan stress dan menimbulkan
penyimpangan perilaku akibat harga diri rendah. (Yosep & Sutini 2014).

2. Sociocultural context of psichiatry nursing harga diri rendah


kepekaan terhadap budaya adalah salah satu pengetahuan dan
keterampilan yang dibutuhkan untuk kesuksesan dalam intervensi
keperawatan pada kehidupan klien yang memiliki latar belakang budaya
yang berbeda-beda. Faktor resiko untuk gangguan psikiatrik dari
sosiokultural merupakan faktor predisposisi yang dapat secara berarti
meningkatkan potensial kelainanpsikiatrik, menurunkan potensi klien
untuk sembuh atau kebalikannya. Hal tersebut meliputi umur, etnik,
gender, pendidikan, pendapatan, dan sistem keyakinan. Variasi dari stresor
sosiokultural menghambat, perkembangan perawatan kesehatan mental
meliputi : keadaan merugikan, stereotype, intoleransi, stigma, prasangka.
Pengkajian pada klien yang memiliki faktor resiko sosiokultural
menarik bagi perawat untuk mampu mengidentifikasi masalah-masalah
klien dan pengembangan tindakan keperawatan agar lebih akurat, sesuai,
dan memiliki kepekaan budaya. Bersama sama antara perawat dengan
klien membutuhkan persetujuan mengenai respon koping klien secara
alami pemahaman dalam memecahkan masalah, dan harapan akan berhasil
yang didapatkan dalam kontek sosiokultural

7
3. Issue dan legal etik dalam keperawatan jiwa harga diri rendah
Dukungan terhadap keluarga terhadap kepatuhan obat pada pasien
hiv dengan harga diri rendah salah satu penelitian yang memiliki kelebihan
dari pada penelitian yang memiliki kelebihan dari pada penelitian lainnya
berfokus pada dukungan keluarga yang dikaitkan denganharga diri rendah
pasien dan asuhan keperawatan jiwa dimana hiv adalah salah satu penyakit
menular yang semua orang dapat tertular, peran perawat jiwa disini
berperan aktif dalam membantu kepatuhan minum obat pasien dimana
perawat jiwa selalu memotivasi kepada pasien untuk meminum obat dan
memberikan asuhan keperawatan jiwa demi kesembuhan pasien hingga
memenuhi kebutuhan dasarnya. Dukungan keluarga sangat perlu dalam
pengobatan sehingga pasien tidak putus asa dalam pengobatan.
4. Prinsip etik dalam keperawatan jiwa
 Roles and functions of psychiatric nurse: competent care (peran
dan fungsi keperawatan jiwa : perawatan yang kompeten)
a. Keperawatan jiwa mulai mucul sebagai profesi awal abad
ke-19 dan masa tersebut berkembang menjadi spesialis
dengan peran dan fungsi-fungsi yang unik.
b. Keperawatan jiwa adalah suatu proses interpersonal dengan
tujuan untuk meningkatkan dan memelihara perilaku-
perilaku yang mendukung terwujudnya satu kesatuan yang
harmonis (integrated). Kliennya bisa berupa individu,
keluarga, kelompok, organisasi atau masyarakat. Tiga
wilayah praktik keperawata jiwa meliputi perawatan
langsung, komunikasi dan manajemen.
c. Ada 4 faktor yang dapat menentukan tingkat penampilan
perawat jiwa, yaitu aspek hukum, kualifikasi perawat, lahan
praktik, dan inisiatif dari perawat sendiri.
 Therapeutic Nurse Patient Relationship (hubungan yang terapeutik
antara perawat dengan klien)
a. Hubungan perawat klien yang terapeutik adalah
pengalaman belajar yang bermakna dan pengalaman

8
memperbaiki emosional klien. Perawat menggunakan
atribut-atribut yang ada pada dirinya dan teknik
keterampilan klinik yang khusus dalam bekerja bersama
dengan klien utnuk perubahan perilaku klien.
b. Kualitas pelayanan dibutuhkan oleh perawat agar dapat
menjadi penolong yang efektif meiputi; pengetahuan
tentang diri sendiri, klarifikasi nila-nilai yang dianut,
menggali perasaan-perasaan yang muncul, kemampuan
untuk memberikan contoh, memiliki jiwa kemanuasiaan,
dan sikap etis dan bertanggung jawab.
c. Model struktural dan model analisis transaksional
digunakan untuk menguji komponen-komponen proses
komunikasi dan melakukan identifikasi maslah bersama
antara klien dengan perawat. Teknik komunikasi terapeutik
yang menolong klien juga dapat didiskusikan.
d. Dimensi respon sejati, saling menghormati, memahami, dan
empatik secara nyata harus ditampilkan.
e. Dimensi kofrontasi, kesegeraan (immediacy), perawat yang
menutup diri, perasaan terharu yang disebabkan kepura-
puraan, dapat memberikan stimulasi role play dan
memberikan kontribusi terhadap penilaian diri pasien
(insight).
f. Kebuntuan dalam komunikasi terapeutik seperti resisten,
transferen, konterferens, dan adanya pelanggaran wilayah
pribadi klien merupakan penghambat dalam komunikasi
terapeutik.
g. Hasil terapeutik dalam bekerja dengan klien gangguan
psikiatrik berkaitan dengan dasar pengetahuan perawat,
keterampilan klinik, kapasitas intropeksi dan evaluasi diri
perawat.

9
5. Dilema etik dan proses pengambilan keputusan etik dalam
keperawatan jiwa
a. Menunjukkan maksud baik
b. Mengidentifikasi semua orang penting
c. Mengumpulkan informasi yang relevan
d. Mengidentifikasi prinsip etis yang penting
e. Mengusulkan tindakan alternatif
f. Melakukan tindakan
6. Hak – hak pasien jiwa
o Hak untuk berkomunikasi dengan orang luar rumah sakit.
Pasien bebas untui mengunjungi dan berbicara melalui telepon
secara leluasa.
o Hak terhadap barang pribadi
Pasien berhak untuk membawa sejumlah barang pribadi
bersamanya, bukan menjadi tangguang jawab pihak rumah sakit
o Hak menjalankan keinginan
Kemampuan seseorang untuk menyatakan keinginannya ”surat
wasiat” Tiap kriteria ini harus dipenuhi dan didokumetasikan agar
surat tersebut dianggap absah
o Hak terhadap abeas corpus
Semua pasien mempunyai hak, yang memperkenankan pengadilan
hukum
o Hak terhadap pemeriksaan psikiatrik yang mandiri
Pasien boleh menuntut suatu pemeriksaan oleh dokter yang diilih
ia sendiri
o Hak terhadap keleluasaan pribadi
Individu boleh merahasiakan beberapa informasi tentang dirinya
dari orang lain.
o Hak persetujuan tindakan
Dokter harus menjelaskna pada pasien termasuk komplikasi efek
samping dan resiko. Dokter harus mendapatkan persetujuan pasien
yang harus kompeten, dipahami dan tanpa paksaan

10
o Hak pengobatan
Kriteria untuk pengobatan didefinisikan dalam 3 area
1. lingkungan fisik dan psikologis
2. Staf yang berkualitas
3. Rencana pengobatan individual
o Hak untuk menolak pengobatan
Pasien dapat menolak pengobata kecuali jika ia secara legal telah
ditetapkan sebagai tidak berkemampuan. (Endang, Riski & Yusuf,
2015)
7. Peran legal perawat dalm keperawatan jiwa
Perawat jiwa memiliki hak dan tanggung jawab dalam tiga peran legal:
a) Perawat sebagai pemberi asuhan keperawatan
b) Perawat sebagai pekerja
c) Perawat sebagai warga Negara.
d) Perawat mungkin mengalami konflik kepentingan antara hak dan
tanggung jawab ini. Penilaian keperawatan propsesinal
memerlukan pemeriksaan yang teliti dalam konteks asuhan
keperawatan, kemungkinan konsekuensi tindakan keperawatan,
dan alternative yang mungkin dilakukan perawat.

11
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan

Harga diri rendah adalah perasaan tidak berharga, tidak berarti dan rendah
diri yang berkepanjangan akibat evaluasi yang negatif terhadap diri sendiri atau
kemampuan diri. Harga diri rendah muncul saat lingkungan cenderung
mengucilkan dan menuntut lebih dari kemampunnya. Faktor-faktor yang
mempengaruhi harga diri rendah yaitu faktor predisposisi, faktor presipitasi.
Tanda-tanda harga diri rendah mengejek dan mengkritik diri, merasa bersalah
dan khawatir, menghukum atau menolak diri sendiri, mengalami gejala fisik,
menunda keputusan, sulit bergaul, dan lain-lain.

B. Saran

Saran untuk mahasiswa yaitu melakukan pengkajian sesuai dengan teori


dan dapat mendokumentasikan data lengkap, agar dalam melakukan pengkajian
perawat menggunakan teknik komunikasi terapeutik, sehingga dapat terbina
hubungan saling percaya.

12
DAFTAR PUSTAKA
Susilaningsih Is, Sari Nilam Rizki. 2021. Terapi Kognitif pada Klien Harga Diri
Rendah. Jurnal Keperawatan. Vol. 7. No. 1. ISSN: 2477-1414.

Yosep Iyus, Sutini Titin. 2014. Buku Ajar Keperawatan Jiwa dan Advance Mental
Health Nursing. Bandung. PT. Refika Adinata.

Yusuf Ah, Fitryasari Riski PK, Nihayati Nanik Endang. 2015. Buku Ajar
Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta. Salemba Medika.

Arini Larasuci, Syarli Setiadi. 2020. Deteksi Dini Gangguan Jiwa dan Msalah
Psikososial dengan Menggunakan Self Re-porting Qustioner (SRQ-29).
Jurnal Keperawatan Muhammadiyah. Vol. 5. No. 1.

13

Anda mungkin juga menyukai