“GANGGUAN PSIKOLOGI”
KELAS PENGANTAR PSIKOLOGI C
Dosen Pengampun: Maria Nugraheni Mardi R., M.Psi., Psi.
KELOMPOK 9:
Petricia Cindy Loveni (802021022)
Rafika Kharisma Firdhausy (802021081)
Salshabila Agustine Marsseda (802021147)
Puput Amiser Takalapeta (802021205)
Rosa Marsella Sinensis Saupa (802021224)
Perilaku abnormal adalah perilaku yang menyimpang jauh dari perilaku normal atau
berbeda dari keadaan yang seharusnya. Perilaku abnormal sendiri memiliki pemahaman dari
American Psychiatric Association (APA), yang mendefinisikan perilaku abnormal dalam
istilah medis sebagai penyakit mental yang mempengaruhi atau dimanifestasikan dalam otak
seseorang dan dapat mempengaruhi cara individu untuk berpikir, berperilaku, dan
berinteraksi dengan orang lain.
a. Karakteristik Perilaku Abnormal
Terdapat 3 karakteristik yangmembedakan orang normal dan orang yang
berperilaku abnormal, orang yang berperilaku abnormal memiliki karakteristik sebagai
berikut:
a) Deviant (Menyimpang)
Sebuah perilaku yang menyimpang dalam suatu lingkungan atau budaya contohnya
seorang anak yang makan setiap 1 jam sekali bisa dianggap orang yang memiliki perilaku
abnormal.
b) Maladaptive (Maladaptif)
Perilaku yang mengganggu seseorang untuk bekerja secara efektif, contohnya
seseorang yang menganggap dirinya sebagai pembawa sial bagi orang-orang disekitarnya
sehingga dia tidak beraktifitas keluar rumah dan menjuhkan dirinya dari kegiatan-kegiatan
sosial, dengan begitu dirinya dianggap sebagai orang pengidap perilaku abnormal yang
memiliki karakteristik maladaptive.
c) Personal Distress (Tekanan Pribadi)
Perilaku yang datang dari diri sendiri yang justru membuat pribadi orang tersebut
menyalahkan dirinya sendiri dan kurang nyaman dengan situasi yang ada, contohnya orang
yang suka mencari perhatian lalu ketika diperhatikan dia merasakan adanya ketidak-
nyamanan.
b. Penyebab Perilaku Abnormal
Penyebab yang mendasari seseorang mengalami perilaku abnormal, menurut
Purwanto Heri (1998), adalah:
a) faktor keturunan, seperti idiopathy, psikosis, neurosis, idiot dan psikosa sifilitik;
b) faktor sebelum lahir, yaitu terjadi pada ibu karena kekurangan nutrisi, infeksi, luka,
keracunan, menderita penyakit, menderita psikosis, dan trauma pada kandungan;
c) faktor ketika lahir, seperti, kelahiran dengan menggunakan alat, asfiksia, prematur, atau
primogenitur;
d) faktor setelah lahir, seperti, pengalaman traumatik, kejang atau stuip, infeksi pada otak
atau selaput otak, kekurangan nutrisi dan faktor psikologis.
Beberapa teori yang disarankan untuk pendekatan kepada orang-orang yang mengalami
gangguan psikologis, seperti:
1) Pendekatan Biologis
Pendekatan yang berfokus pada bagian dalam diri manusia seperti otak, faktor genetik,
fungsi neurotransmitter sebagai sumber kelainan.
2) Pendekatan Psikologis
Berfokus pada pengalaman, pikiran, emosi, dan karakteristik kepribadian manusia
dalam menjelaskan gangguan psikologi. Contoh pendekatan psikologi seperti pada
pengalaman masa kecil, ciri-ciri kepribadian dalam pengembangan dan penyebab
gangguan psikologis lainnya.
3) Pendekatan Sosiokultural
Berfokus pada lingkungan dimana seseorang tinggal yaitu termasuk juga jenis kelamin,
etnis dan budaya, status sosial ekonomi, dan hubungan keluarga. Status sosial ekonomi
sangat berperan dalam penyebab gangguan psikologis. Kemiskinan menyebabkan keadaan
stres yang berperan dalam penyebab gangguan psikologis pada manusia.
4) Model Biopsikososial
Biasanya, apabila kita sedang dalam situasi bahaya atau situasi yang belum kita kenal,
kita merasa cemas atau takut. Emosi yang kita rasakan ini bersifat adaptif jika berlangsung
dalam jangka waktu yang pendek, tetapi terkadang emosi–emosi itu tetap ada meskipun
situasi yang dialami sudah berlalu. Hal itu biasanya dapat menyebabkan gangguan
kecemasan kronikyang biasanya diikuti gejala-gejala, diantaranya gelisah, gemetar, pusing,
jantung berdebar-debar.
1. Generalized Anxiety Disorder (Gangguan Kecemasan Umum)
Gangguan kecemasan umum berbeda dari perasaan cemas sehari-hari di mana
penderita gangguan ini mengalami kecemasan terus-menerus setidaknya selama enam bulan
tanpa mengetahui alasan spesifiknya. (Fisher, Granger, & Newman, 2010).
Gangguan ini biasanya ditandai dengan kesulitan beristirahat, merasa gelisah, sulit
berkonsenterasi, kesulitan untuk tidur, dan perasaan tegang yang berlebihan. Tetapi, bisa
saja penderita memiliki kecenderungan fisiologis untuk mendapati gejala seperti, telapak
tangan berkerimgat, jantung berdebar-debar, kesulitan untuk bernafas.
2. Panic Disorder (Gangguan Panik)
Gangguan ini terjadi selama beberapa menit ketika seseorang mengalami serangan
rasa takut atau rasa panik yang sangat kuat. Seringkali gangguan ini datang tiba-tiba dan
tanpa penyebab khusus.
Gejala yang sering kali muncul adalah gemetar, pusing, rasa tidak nyaman di dada,
meningkatnya detak jantung, dan berkeringat. Reaksi-reaksi fisik ini akan menghasilkan
rasa ketakutan akan kematian, ketakutan menjadi tidak waras, atau kehilangan kendali,
banyak juga penderita yang mengalami ketakutan bahwa mereka akan mengalami serangan
jantung.
Meskipun serangan panik sepertinya muncul begitu saja, namun sebenarnya serangan
panik akan muncul sebagai akibat dari stress, emosi yang berlangsung untuk waktu yang
lama, kekhawatiran mengenai sesuatu secara spesifik, atau pengalaman yang menimbulkan
rasa takut (McNally, 1998).
Penderita gangguan ini juga bisa merasakan gejala-gejala yang berbeda beda
dikarenakan kultur-kultur daerah yang juga berbeda beda. Perasaan tersedak, atau perasaan
tercekik, perasaan mati rasa (numb), dan ketakutan akan kematian merupakan gejala yang
umum ditemukan pada masyarakat Latin Amerika, dan Eropa bagian selatan ketakutan
terhadap tempat-tempat umum merupakan gejala yang paling sering ditemukan di Eropa
bagian utara dan di Amerika; sementara perasaan ketakutan bahwa dirinya sudah menjadi
tidak waras merupakan gejala yang lebih sering ditemukan di Amerika, dibandingkan
Eropa. Beberapa nelayan di daerah Greenland menderita “kayak angst” adalah suatu
serangan mendadak dimana seseorang akan merasa pusing dan mengalami ketakutan, yang
terjadi saat mereka sedang memancing dengan menggunakan perahu kecil untuk satu orang,
seperti kayak (Amering & Katschnig, 1990).
3. Phobic Disorder (Gangguan Fobia)
Gangguan ini berbeda dengan Generalized Anxiety Disorder karena penderita
gangguan ini mengetahui penyebab dari perasaan cemas mereka. Biasanya, penderita phobia
mengalami panic attack ketika berhadapan dengan hal yang ditakutinya. Fobia yang paling
umum dibedakan menjadi 3 jenis, yaitu:
1) Fobia Sosial
Gangguan ini merupakan rasa takut berlebihan saat berada di situasi sosial seperti
bertemu orang baru, bahkan berbelanja. Penderita sering kali merasa takut dihina atau
dipermalukan oleh orang lain. Fobia ini dapat disebabkan oleh banyak faktor, seperti faktor
lingkungan dan faktor genetik.
2) Agoraphobia
Gangguan ini terjadi di saat penderita berada pada situasi yang membuatnya merasa
sulit untuk melarikan diri dan tidak bisa meminta tolong.
3) Fobia Spesifik
Fobia spesifik adalah ketakutan yang berlebih terhadap objek, situasi atau aktivitas
tertentu. Contohnya arachnophobia (fobia terhadap laba-laba), nyctophobia (fobia terhadap
kegelapan), astraphobia (fobia mendengar guntur atau kilat), thalassophobia (fobia
terhadap laut).
4. Obsessive Compulsive Disorder (Gangguan Obsesi Kompulsi)
Gangguan ini atau yang disebut juga dengan OCD ditandai dengan adanya obsesi, yaitu
pikiran atau gambaran yang mengganggu yang dapat meningkatkan rasa cemas atau
khawatir, serta dengan adanya kompulsi yang merupakan perilaku atau aktivitas yang
berulang yang dilakukan penderita untuk mengurangi rasa cemas atau khawatir. Contohnya,
mencuci tangan berulang kali hingga tangan lecet.
Penderita OCD biasanya merasa bahwa mereka tidak memiliki kendali atas tubuh mereka
sendiri. Mereka akan terus menerus merasa bahwa mereka sedang dalam bahaya, dan akan
terus menerus mengulangi suatu usaha untuk mengurangi kecemasan yang diakibatkan
perasaan tersebut.
Belum diketahui apa penyebab OCD, ada sejumlah faktor yang mungkin berperan, seperti
faktor genetik, faktor masa lampau, dan bisa juga faktor kepribadian.
5. Post Traumatic Stress Disorder (Gangguan Stres Pasca Trauma)
Gangguan Stress Pasca Trauma adalah gangguan kecemasan yang dipicu oleh adanya
trauma yang biasanya terjadi setelah suatu peristiwa traumatik, seperti perang,
pemerkosaan, bencana alam, penyiksaan, meninggalnya seseorang yang kita kasihi.
Penderita gangguan ini biasanya mengalami gejala – gejala, seperti kehilangan
semangat melakukan aktivitas yang biasanya disukai, tidak dapat menunjukkan energi
positif dalam diri, kesulitan merasakan berbagai emosi di dalam diriterganggunya
konsentrasi, dan kesulitan untuk tidur, dada berdebar kencang, rasa cemas dan takut yang
muncul dengan tiba-tiba. Adapun reaksi fisik yang mungkin muncul pada penderita PTSD
adalah diantaranya mudah terkejut atau merasa takut, kecenderungan untuk selfharm,
mudah marah atau menjadi lebih agresif dalam berbagai hal, perasaan malu dan bersalah
yang berlebihan.
Sebagian besar orang yang pernah mengalami peristiwa traumatik akan dapat sembuh,
tanpa mengalami PTSD, salah satu survei berskala nasional di Amerika menemukan bahwa
sekitar 60 persen pernah mengalami peristiwa traumatik, namun hanya 8 persen pria, dan
20 persen wanita, yang kemudian mengalami PTSD (Kessler dkk., 1995).
Sebagian besar orang yang pernah mengalami peristiwa traumatik dapat kembali normal,
mengapa beberapa orang lainnya akan mengalami PTSD selama bertahun-tahun? Karena
adanya warisan genetik, memiliki riwayat psikologis dan kesulitan mengatur emosi, bisa
juga disebabkan oleh terganggunya fungsi saraf seseorang yang terjadi sebelum mereka
mengalami peristiwa traumatik, dan kemudian terpicu saat peristiwa itu terjadi.
a. Depresi Melankolis; dengan ciri ciri, mood nonreaktif, kehilangan berat badan, rasa
bersalah, mood yang memburuk pada pagi hari, terbangun di pagi buta.
b. Depresi Atipikal; dengan ciri ciri, mood reaktif, terlalu banyak tidur, makan terlalu
berlebihan, sensitive pada penolakan.
c. Depresi Psikotik; dengan ciri ciri, halusinasi atau waham.
d. Depresi Kronik; dengan ciri ciri, 2 tahun atau lebih dengan kriteria gangguan
depresi mayor.
Ada pula faktor-faktor yang dapat meningkatkan resiko seseorang terkena depresi
mayor yaitu usia, status ekonomi, dan status pernikahan. Wanita mempunyai kecenderungan
2x lebih besar dari pada lelaki, namun American Pshycologycal Assosiation (APA)
menyatakan bahwa wanita lebih baik menghadapi faktor faktor kehidupan yang penuh
tekanan ketimbang laki laki.
Untuk dinyatakan sebagai depresi harus terdapat lima dari gejala berikut, yaitu mood
depresi, kehilangan minat, kehilangan kesenangan dalam semua atau sebagian besar
kegiatan, berat badan berkurang atau bertambah (lebih dari 5%), insomnia atau hipersomnia,
retardasi atau agitasi psikomotor, lelah, perasaan tidak berharga atau bersalah yang tidak
jelas, penurunan kemampuan berkonsentrasi, pemikiran kematian atau bunuh diri yang
berulang. Gejala tersebut setidaknya terjadi selama dua minggu, yang menyebabkan
gangguan fungsi, dan tidak merupakan pengaruh penggunaan zat, kondisi medis, atau
kehilangan (kematian).
Gangguan bipolar adalah gangguan mood yang ditandai dengan perubahan suasana
hati yang ekstrem yang mencakup satu atau lebih episode mania, terlalu bersemangat,
optimis yang tidak realistis negara. Terdapat 2 fase dalam bipolar, yaitu:
1) Manic
Seseorang yang berada pada fase manic tidak merasa lelah dan tidak bergairah,
melainkan ia merasakan semangat dan kegembiraan yang berlebihan, dan mudah
tersinggung apabila terhalangi. Seseorang yang manic akan merasa dirinya sangat energic
dan memiliki banyak sekali rencana,namun rencana tersebut dikembangkan berdasarkan
pemikiran yang sebenarnya delusi. Mereka yang berada pada fase manic sering kali
mengalami kesulitan menghabiskan waktu mereka untuk bersenang senang dengan cara
impulsif.
2) Deppresive
Sedangkan pada periode deppresive, pengidapnya akan terlihat sedih, lesu, dan
hilag minat terhadap aktivitas sehari hari. Beberapa penulis, artis, dan musisi dilaporkan
juga memiliki gangguan bipolar, saat sedang titik tertinggi banyak artis yang dapat
menghasilkan karya terbaik mereka, namun hubungan yang tidak sehat, kebangkrutan,
bunuh diri, bias menjadi salah satu harga yang mereka bayar saat berada di titik terendah.
Suicide atau bunuh diri bukan gangguan yang dapat didiagnosis, lebih tepatnya,
konsekuensi tragis dari gangguan psikologis, paling sering dialami adalah depresi dan
kecemasan. Menurut Institut Kesehatan Mental Nasional (NIMH), pada tahun 2008, bunuh
diri adalah penyebab kematian tertinggi ke-11. Penelitian menunjukkan bahwa untuk setiap
1 kasus bunuh diri, 8 sampai 25 percobaan bunuh diri terjadi. Suicide adalah penyebab
utama ketiga kematian hari ini di kalangan remaja AS 13 sampai 19 tahun (Pusat Statistik
Kesehatan Nasional, 2005).
1) Faktor Biologis
Nampaknya faktor genetik juga berperan dalam bunuh diri, yang biasanya
diturunkan dalam keluarga. Sejumlah penelitian telah menghubungkan bunuh diri dengan
rendahnya kadar neurotransmitter serotonin. Individu yang mencoba bunuh diri dan yang
memiliki kadar serotonin 10 kali lebih mungkin untuk mencoba bunuh diri lagi daripada
yang mencoba yang memiliki kadar serotonin tinggi. Kesehatan fisik yang buruk, terutama
bila sudah berlangsung lama dan kronis, merupakan faktor risiko lain untuk bunuh diri.
2) Faktor Psikologi
Faktor psikologis pada bunuh diri juga termasuk gangguan mental dan trauma
dengan berbagai macam penyebab. Sekitar 90 persen individu yang melakukan bunuh diri
diperkirakan memiliki gangguan psikologis yang dapat didiagnosis.
3) Faktor Struktural
Kesulitan ekonomi kronis dapat menjadi salah satu faktor dalam bunuh diri.
D. GANGGUAN DISOSIATIF
1. Amnesia Disosiatif dan Fugue Disosiatif
Amnesia disosiatif adalah jenis amnesia yang ditandai dengan hilangnya ingatan
karena disebabkan tekanan psikologis. Biasanya memiliki kepribadian ganda yang terdapat
dalam individu yang sama dan gangguan ini termasuk langka.
E. SCHIZOPHRENIA/SKIZOFRENIA
1. Gejala Schizophrenia
Ciri-ciri dan gejala skizofrenia itu sendiri bervariasi, tergantung pada jenis dan tingkat
keparahannya. Oleh karena itu, ada beberapa gejala yang paling dominan diantaranya:
1) Halusinasi
Gejala ini biasanya ditandai dengan sering mendengar, melihat, mencium, atau
merasakan hal-hal yang tidak sebenarnya nyata. Namun, di antara semua yang sudah
sebutkan itu, mendengar suara yang tidak nyata merupakan tanda yang paling sering terjadi
pada penderita skizofrenia ini.
2) Delusi
Delusi atau diartikan dengan keyakinan yang salah ini juga dialami pada penderita
skizofrenia. Pada penderitanya kerap memiliki keyakinan kuat akan suatu hal yang salah,
seperti merasa orang lain ingin mencelakakan atau membunuh dirinya. Yang bisa
berdampak langsung pada perilaku pengidapnya.
3) Pikiran kacau dan ucapan membingungkan
Dimana orang lain tidak dapat mengerti alur dan cara berpikirnya orang dengan kondisi
ini. Mereka juga mungkin tidak dapat memahami apa yang dibicarakan, saat orang lain
mengajaknya berbicara. Dan juga tidak hanya itu saja, saat mereka berbicara, mereka sering
mengeluarkan ucapan yang tidak masuk akal dan terdengar membingungkan.
4) Masalah kognitif
Beberapa penderita skizofernia dalam kondisi ini sering nampak gelisah atau
melakukan hal-hal yang konyol seperti anak kecil dan juga sering kali melakukan gerakan
yang sama berulang kali atau berlebihan.
2. Penyebab Skizofrenia
Hingga saat ini, para ahli belum mengetahui secara pasti apa yang menyebabkan
seseorang mengalami skizofrenia. Meski demikian, para peneliti percaya bahwa ada
beberapa hal yang dapat memicu penyakit ini. Yang dapat menjadi penyebab penyakit
skizofrenia itu sendiri, adalah:
Kadar dopamine dan glutamat di dalam otak yang tidak seimbang diyakini para ahli
bisa menyebabkan penyakit ini.
Studi pemindai saraf otak pada orang dengan penyakit ini menunjukkan perbedaan
dalam struktur otak dan sistem saraf pusat. Para peneliti belum meyakini mengapa hal
tersebut bisa terjadi, tetapi mereka menyebutkan bahwa gangguan kejiwaan ini terkait
dengan penyakit otak.
3. Genetik
Penyebab skizofrenia itu sendiri juga adanya faktor genetik atau keturunan. Jadi, jika
salah satu keluarga inti anda terkena penyakit ini, anda berisiko tinggi mengalami
skizofrenia ini.
4. Faktor lingkungan
Faktor lingkungan yang mungkin menjadi penyebab termasuk infeksi virus dan
kekurangan beberapa nutrisi ketika masih dalam kandungan, atau berada di lingkungan yang
penuh tekanan dan mengakibatkan stres.
5. Obat-obatan tertentu
C. GANGGUAN KEPRIBADIAN
1. Gangguan Kepribadian Antisosial
King, Laura A. (2011). The Science of Psychology 2nd ed. The McGraw-Hill Companies.