Anda di halaman 1dari 8

LEARNING OBJECTIVE

SKENARIO 1
“Kumpulan Gejala Aneh pada Revyn”

NAMA : MUH. FAJAR SHIDDIQ


STAMBUK : N 101 17 039
KELOMPOK : 2 (DUA)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TADULAKO
2020
LEARNING OBJECTIVE

1. Apakah ada hubungan psikotik postpartum dengan kondisi revyn


sekarang?
berbagai proses perkembangan saraf, seperti neurogenesis, migrasi neuron,
gliogenesis, sinaptogenesis, mielinisasi, dan pemangkasan sinaptik memiliki
pengaruh dalam perkembangan prenatal dan postnatal.
Masa kelahiran, usia orangtua yang sudah lanjut, dan komplikasi obstetric
dianggap bertindak sebagai pencetus dan mungkin berbagi mekanisme serupa,
berkontribusi terhadap pathogenesis skizofrenia.
Masa kelahiran, terdapatnya infeksi prenatal, dapat meningkatkan risiko
skizofrenia pada anak melalui aktivasi imun ibu. Dapat diketahui bahwa kadar
sitokin ibu yang meningkat mungkin terkait dengan peningkatan risiko
skizofrenia pada keturunannya,
Misiak, B., Stramecki, F., . 2017. Interactions Between Variation in Candidate Genes
and Environmental Factors in the Etiology of Schizophrenia and Bipolar
Disorder: a Systematic Review. viewed at 29 maret 2020. from
https://www.ncbi.nlm.nih.gov

2. Obat-obatan neuroleptic apa yang diberikan?


antipsikosis atipikal golongan benzixosazole yaitu risperidon 2x2 mg selama 5
hari sebagai dosis inisial. Secara umum risperidon ditoleransi dengan baik. Efek
samping sedasi, otonomik, dan ekstrapiramidal sangat minimal dibandingkan
obat antipsikosis tipikal. Dosis anjurannya adalah 2-6 mg/hari.

Hendarsyah, F., 2016. Diagnosis dan Tatalaksana Skizofrenia Paranoid dengan


Gejala-Gejala Positif dan Negatif . Fakultas Kedokteran, Universitas
Lampung . viewed at 28 maret 2020. from https://google.scholar.com

3. Bagaimana seorang dokter membangun hubungan dengan pasien yang


mengalami gangguan mental?
Membangun suatu kepercayaan dimulai dari pertemuan pertama atau fase
orientasi antara dokter dengan klien dan hal tersebut dilakukan dengan adanya
kontak sering singkat.
Bila pasien datang bersama dengan orang lain, sebaiknya ia diwawancarai lebih
dahulu baru kemudian pengantarnya, sesudah pasien diberitahukan bahwa
pengantarnya itu juga akan ditanyai tentang pasien. Dengan demdikian kita
menghargai oasien dan tidak menimbulkan kesan padanya seakan-akan kita
bersekongkol dengan pengantarnya, sehingga dapat menimbulkan kesukaran,
terlebih dengan pasien yang berkepribadian curiga.
Anggota keluarga pasien atau pengantar lain biasasnya hanya mengeluarkan
rasa takut, rasa salah atau anggapan yang salah tentang penyakit pasien. Dalam
usaha menolong, ia mungkin menceritakan gejala-gejala gangguan jiwa lebih
keras dari sebenarnya. Atau mungkin juga menyembunyikan beberapa gejala.
Dengan adanya hal tersebut, klien merasa dihargai dan diperhatikan ketika
memberikan saran atau solusi terhadap klien, klien dengan mudah menerima
dan hal tersebut sudah dilakukan oleh dokter yang menjadi informan peneliti
sedari klien masuk ruangan pertama kali, sehingga ketika klien melakukan
evaluasi dengan dokter maka klien tidak sungkan untuk bercerita.

4. Perbedaan mental organic dan non organic?


Menurut Maslim (2013) : gangguan mental organik adalah gangguan
mental yang berhubungan dengan penyakit/gangguan sistemik atau otak yang
dapat didiagnosis tersendiri.
Diungkapkan lebih jauh oleh Maslim (2013), gangguan mental organik ini
juga termasuk gangguan mental somatik yang berpengaruh terhadap otak,
yang merupakan akibat sekunder dari penyakit/gangguan sistemik di luar otak
(extracerebral).
Gangguan mental organik ini memiliki beberapa gambaran utama (Maslim,
2013), antara lain :
1) Gangguan fungsi kognitif, seperti daya ingat (memori), daya pikir (intellect),
daya belajar (learning)
2) Gangguan sensorium, misalnya gangguan kesadaran (consciousness),
gangguan perhatian (attention)
3) Sindrom dengan manifestasi yang menonjol dalam hal persepsi
(halusinasi), isi pikiran (waham/delusi), suasana perasaan dan emosi
(depresi, gembira, cemas). Gangguan mental organik ini dapat melemahkan
atau memperburuk fungsi mental, seperti kemampuan bahasa, gangguan
ingatan, dan gangguan dalam melakukan kegiatan sehari-hari.
Di dalam buku PPDGJ III (Maslim, 2013), diuraikan tentang bentuk-bentuk
gangguan
mental organik, diantaranya adalah :
1) Demensia pada penyakit alzheimer (F00)
2) Demensia vaskular (F01)
3) Demensia pada penyakit lain YDK (F02)
4) Demensia YTT (F03)
5) Sindrom amnesik organik bukan akibat alkohol dan zat psikoaktif lainnya
(F04)
6) Delirium bukan akibat alkohol dan zat psikoaktif lainnya (F05)
7) Gangguan mental lainnya akibat kerusakan dan disfungsi otak dan penyakit
fisik (F06)
8) Gangguan kepribadian dan perilaku akibat penyakit, kerusakan dan disfungsi
otak (F07)
9) Gangguan mental organik atau simtomatik YTT (F08)

Maslim, R., 2013. Diagnosis Gangguan Jiwa, Rujukan Ringkas PPDGJ-III dan DSM-
5. Jakarta : Nuh Jaya

Gangguan non-psikotik, yang disebut neurosis, termasuk gangguan depresi dan


gangguan kecemasan seperti fobia, serangan panik, dan gangguan obsesif-
kompulsif (OCD). Didalam DSM III, etiologi dari gangguan psikotik non-
organik dapat berupa faktor psikososial yang bermakna. Pasien dengan
gangguan psikotik yang pernah mengalami gangguan kepribadian mungkin
memiliki kerentanan biologis atau psikologis untuk berkembang kearah gejala
psikotik.
Gangguan psikotik non-organik ditegakkan berdasarkan adanya gejala psikotik
yang tidak memenuhi kriteria untuk skizofrenia, gangguan waham menetap dan
gangguan-gangguan psikotik yang tidak sesuai dengan gangguan afektif
Wicaksana, P., N., A. 2016. Psikotik Non-Organik Pada Pasien Dengan Tuli
Konduksi: Sebuah Laporan Kasus. viewed at 28 maret 2020. from
https://google.scholar.com

5. Penegakan dx per axis (PPDGJ)?


Tujuan diagnosis multiaxial adalah untuk mencakup informasi yang menyeluruh
(komprehensif) sehingga dapat membantu dalam perencanaan terapi dan
pembuatan prognosis.
Diagnosis multiaxial memakai lima axis, yaitu :
Aksis I : GangguanKlinis & Kondisi Lain Yang Menjadi Fokus Perhatian Klinis
Aksis II : . Gangguan Kepribadian & Retardasi Mental
Aksis III : . Kondisi Medik Umum
Aksis IV : Masalah Psikososial dan Lingkungan Aksis
V : . Penilaian Fungsi Seiara Global

AXIS 1
FOO-FO9 = GANGGUAN MENTAL ORGANIK (+ SIMTOMATIK)
F10-F19 = Gg.MENTAL & PERILAKU <=> ZAT PSIKOAKTIF
F20-F29 = SKIZOFRENIA, Gg.SKIZOTIPAL & Gg. WAHAM F3O.F39 =
GANGGUAN SUASANA PERASAAN (AFEKTIFA,IOOD)
F40-F48 = Gg.NEUROTIK, Gg.SOMATOFORM & Gg. TERKAIT STRES
F50-F59 = SINDROM PERILAKU <=> Gg.FISIOLOGIS/ FISIK
F62-F68 = PERUBAHAN KEPRIBADIAN <=> NONORGANIK, Gg.
IMPULS, Gg. SEKS
F80-F89 = Gg.PERKEMBANGANPSIKOLOGIS
F90-F9B = Gg.PERILAKU & EMOSIONAL ONSET KANAK-REMAJA
F99 = GANGGUAN JIWA YTT
KONDISI LAIN YG MENJADI FOKUS PERHATIAN KLINIS
Z 03,2 = TIDAK ADA DIAGNOSIS AKSIS I
AXIS II
F6O = GANGGUAN KEPRIBADIAN KHAS
F60.0 = Gangguan kepribadian paranoid
F60.1 = Gangguan kepribadian skizoid
F60 2 = Gangguan kepribadian dissosial
F60.3 = Gangguan kepribadian emosional tak stabil
F60.4 = Gangguan kepribadian histrionik
F60.5 = Gangguan kepribadian anankastik
F60.6 = Gangguan kepribadian cemas (menghindar)
F60.7 = Gangguan kepribadian dependen
F60.8 = Gangguan kepribadian khas lainnya
F60.9 = Gangguan kepribadian YTT

F61 = GANGGUAN KEPRIBADIAN CAMPURAN dan LAINNYA


F61.0 = Gangguan kepribadian campuran
F61.1 = Perubahan kepribadian yang bermasalah

GAMBARAN KEPRIBADIAN MALADAPTIF (uraikan)


MEKANISME DEFENSI MA-LADAPTIF (uraikan)

F7O.F79 = RETARDASI MENTAI


Z 03.2 = TIDAK ADA DIAGNOSIS AKSIS II
R 46.8 = DIAGNOSIS AKSIS II TERTUNDA

R 69 = DiAGNOSIS AKSIS I TERTUNDA

AXIS III
Kondisi Medis Umum.

AXIS IV
Masalah Psikososial dan Lingkungan

AXIS V
GLOBAI ASSESSMENT OF FUNCTIONING (GAF) SCALE
100 - 91 = gejala tidak ada, berfungsi maksimal, tidak ada masalah yg tak
tertanggulangi.
90 - 81 = gejala minimal, berfungsi baik, cukup puas, tidak lebih dari masalah
harian yang biasa.
80 - 71 = gejala sementara & dapat diatasi, disabilitas ringan dalam sosial,
pekerjaan, sekolah, dll.
70 - 61 =beberapa gejala ringan & menetap, disabilitas ringan dalam fungsi,
secara urnum masih baik. 60 - 51 = gejala sedang (moderate), disabilitas sedang.
50 - 41 = gejala berat (serious), disabilitas berat 40 - 31 = beberapa disabilitas
dalam hutrungan dgrr realita & komunikasi, disabilitas berat dalam beberapa
fungsi
30 - 21 = disahilitas berat dalam komunikasi & daya nilai, tidak mampu
berfungsi hampir semua bidang.
20 - 11 =bahaya mencederai diri./orang lain, disabilitas sangat berat dalam
komunikasi & mengurus diri.
10 - 01 = seperti diatas -> persisten & lebih serius.
0 = informasi tidak adekuat

Maslim, R., 2013. Diagnosis Gangguan Jiwa, Rujukan Ringkas PPDGJ-III dan DSM-
5. Jakarta : Nuh Jaya

6. Pemeriksaan penunjang pada kasus?


Dalam penegakkan diagnosis, pemeriksaan penunjang juga diperlukan untuk
mendukung hasil yang diperoleh dari wawancara, observasi dan tes. Berikut ini
adalah beberapa pemeriksaan penunjang yang bisa dipakai: Investigasi
Radiografi (CT Scan, Single Photon Emission Computed Tomography, MRI)
dan Investigasi Elektris (Electro-encephalography, Simulasi Elektris).

Mahajuddin,M.,S, Prisca, D, Gangguan Memori Verbal pada Skizofrenia. Fakultas


Kedokteran Unair. viewed at 28 maret 2020. from https://google.scholar.com

7. Tatalaksana pada pasien yang mengalami gangguan efek pyramidal?


Terapi yang diberikan yaitu risperidone 2x3 mg berguna untuk anti psikotik.
Trihexyphenidil 2x3 mg untuk mengatasi sindrom ekstrapiramidal.
Chlorpromazine 1x25 mg digunakan sebagai efek sedasi. Psikoterapi dianjurkan
setelah pasien tenang dengan pemberian support pada pasien dan keluarga agar
mempercepat penyembuhan pasien dan diperlukan rehabilitasi yang disesuaikan
dengan psikiatrik serta minat dan bakat penderita sehingga bisa dipilih metode
yang sesuai untuk pasien tersebut.

Berawi, K., N., Umar, F., S., 2017. Sindrom Ekstra Piramidal Pada Laki-Laki 29
Tahun dengan Skizofrenia Paranoid. Fakultas Kedokteran, Universitas
Lampung. viewed at 28 maret 2020. from https://google.scholar.com

8. Sistem rujukan ?
sistem rujukan yaitu puskesmas sebagai pusat pelayanan primer hanya
memeriksa pasien gangguan jiwa dalam hal ini beberapa pemeriksaan fisik
untuk kemudian merujuk ke pasien tersebut ke rumah sakit. Kemudian dirumah
sakit dapat dilakukan pemeriksaan penunjang, dan juga dapat dilakukan
wawancara psikiatri dengan dokter ahli sebelum penentuan diagnosis. kemudian
jika didiiagnosamemiliki gangguan jiwa dengan kondisi yang berat dan sering
kambuh maka membutuhkan rehabilitasi khusus. Proses rehabilitasi secara
terpadu pada umumnya dijalani di fasilitas kesehatan khusus yaitu rumah sakit
jiwa.

Marchira, C., .2011. Integrasi Kesehatan Jiwa Pada Pelayanan Primer Di Indonesia:
Sebuah Tantangan Di Masa Sekarang. JURNAL MANAJEMEN
PELAYANAN KESEHATAN UGM. Vol. 14 No. 3. viewed at 29 maret 2020.
from https://google.scholar.com

Anda mungkin juga menyukai