Anda di halaman 1dari 15

PENGGOLONGAN

GANGGUAN JIWA
(PEDOMAN
PENGGOLONGAN
DIAGNOSIS GANGGUAN
JIWA / PPDGJ DAN
DIAGNOSTIC AND
STATISTIC MANUAL OF
MENTAL DISORDERS
Disusun untuk memenuhi
nilai mata kuliah Kep. Jiwa.
Dosen Pembimbing :
Fardi, S.Kep., M.Kes.
DISUSUN OLEH :
TINGKAT 3B

AKPER MAPPAOUDANG MAKASSAR


TAHUN AKADEMIK 2020 / 2021
DEFINISI
PENYAKIT
Gangguan jiwa (psikiatri) adalah suatu
GANGGUAN JIWA
perubahan pada fungsi jiwa seseorang yang
menunjukan sindrom dan atau perubahan
perilaku yang berlebihan terjadi tanpa alasan
masuk akal secara klinik bermakna dan
dapat menimbulkan penderitaan atau
hambatan di dalam satu atau lebih fungsi
yang penting dari manusia (Direktur Jenderal
Bina Upaya Kesehatan, 2010:13).
Adanya gejala klinis yang bermakna,
berupa :
01 1. Sindrom atau pola perilaku

KONSEP 2. Sindrom atau pola psikologis

GANGGUAN Gejala klinis tersebut menimbulkan


“penderitaan” antara lain berupa
02 rasa nyeri, tidak nyaman, tidak
JIWA tentram, terganggu, difungsi organ
tubuh dan lain-lain.

(1995:10. Gejala klinis tersebut menimbulkan

PPDGJ III) :
“disabilitas” dalam aktifitas sehari-
hari yang biasa diperlukan untuk
03 perawatan diri dan kelangsungan
hidup.
KLASIFIKASI
PENYAKIT
GANGGUAN
JIWA
Menurut Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di
Indonesia, edisi ke III tahun 1995 struktur klasifikasi diagnosis gangguan
jiwa adalah sebagai berikut :

Gangguan Mental Organik Gangguan Mental Psikotik

1. Gangguan mental organik


1. Skizofrenia, gangguan
termasuk gangguan mental
skizotipal dan gangguan
simptomatik
waham
2. Gangguan mental dan
2. Gangguan suasana
perilaku akibat
perasaan
penggunaan alkohol dan
zat psikoaktif lainnya
Menurut Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di
Indonesia, edisi ke III tahun 1995 struktur klasifikasi diagnosis gangguan
jiwa adalah sebagai berikut :

Gangguan Neurotik dan Gangguan Masa Kanak,


Gangguan Kepribadian Remaja dan Perkembangan
1. Gangguan neurotik,
1. Retardasi mental
gangguan somatoform dan
gangguan terkait stress 2. Gangguan perkembangan
psikologis
2. Gangguan perilaku yang
berhubungan dengan 3. Gangguan perilaku dan
gangguan fisiologis dan emosional dengan onset
faktor fisik biasanya pada masa
kanak dan remaja
3. Gangguan kepribadian dan
perilaku masa dewasa
F00 – F09
Pedoman penggolongan dan 01 gangguan mental organik (termasuk
diagnosis gangguan jiwa gangguan mental simtomatik
(PPDGJ) di Indonesia pada
awalnya disusun berdasarkan F10 – F19
berbagai klasifikasi pada DSM 02 gangguan mental dan perilaku akibat
(Diagnostic and Statistical penggunaan zat psikoaktif.
Manual of Mental Disorder),
tetapi pada PPDGJ III ini disusun F20 – F29
berdasarkan ICD X 03 skizofrenia, gangguan skizotipal, dan
(International Classification of gangguan waham.
Disease). Secara singkat,
klasifikasi PPDGJ III meliputi F30 – F39
hal berikut (Yunus, Rizky, Hanik,
2015:12) :
04 gangguan suasana perasaan
(mood/afektif).
F40 – F48
Pedoman penggolongan dan 05 gangguan neurotik, gangguan
diagnosis gangguan jiwa somatoform, dan gangguan terkait stres.
(PPDGJ) di Indonesia pada
awalnya disusun berdasarkan F50 – F59
berbagai klasifikasi pada DSM 06 sindroma perilaku yang berhubungan
(Diagnostic and Statistical dengan gangguan fisiologis dan faktor
Manual of Mental Disorder), fisik.
tetapi pada PPDGJ III ini disusun F60 – F69
berdasarkan ICD X 07 gangguan kepribadian dan perilaku
(International Classification of masa dewasa.
Disease). Secara singkat,
klasifikasi PPDGJ III meliputi F70 – F79
hal berikut (Yunus, Rizky, Hanik,
2015:12) :
08 retardasi mental.
Pedoman penggolongan dan
diagnosis gangguan jiwa
(PPDGJ) di Indonesia pada
F80 – F89
awalnya disusun berdasarkan
berbagai klasifikasi pada DSM 09 gangguan perkembangan psikologis.
(Diagnostic and Statistical
Manual of Mental Disorder),
tetapi pada PPDGJ III ini disusun F90 – F98
berdasarkan ICD X 10 gangguan perilaku dan emosional dengan
(International Classification of onset biasanya pada anak dan remaja.
Disease). Secara singkat,
klasifikasi PPDGJ III meliputi
hal berikut (Yunus, Rizky, Hanik,
2015:12) :
EPIDEMIOLOGI PENYAKIT JIWA
Faktor biologis, psikologis dan sosial dengan keanekaragaman penduduk di Indonesia
merupakan faktor penyebab bertambahnya jumlah kasus gangguan jiwa (Depkes, 2016:9).
Data menunjukkan prevalensi ganggunan mental emosional yang ditunjukkan dengan gejala-
gejala depresi dan kecemasan untuk usia 15 tahun ke atas mencapai sekitar 14 juta orang
atau 6% dari jumlah penduduk Indonesia. Sedangkan prevalensi gangguan jiwa berat, seperti
skizofrenia mencapai sekitar 400.000 orang atau sebanyak 1,7 per 1.000 penduduk
(Riskesdas, 2013:13).
PATOGENESIS PENYAKIT GANGGUAN
JIWA Rangsangan dari lingkungan atau impuls yang masuk ke suatu sel saraf (neuron) akan
diterima oleh dendrit dan diteruskan ke badan sel. Rangsangan dari badan sel, impuls akan
diteruskan oleh akson menuju sel neuron lainnya. Impuls akan sampai ke bagian sinapsis
yang merupakan daerah pertemuan antara ujung akson dari neuron yang satu dengan
dendrit dari neuron lainnya. Kemudian celah sinapsis akan dilemparkan senyawa kimia
neurotransmiter yang berperan mengirimkan impuls ke neuron selanjutnya (Prameswari
Virginia, 2016:136).
Neurotransmiter ini terbagi menjadi 2 sifat (Prameswari Virginia, 2016:136) :
1. Eksitasi (excitation)
2. Inhibisi (inhibition)
PATOGENESIS PENYAKIT GANGGUAN
JIWA Gejala utama yang paling menonjol pada gangguan jiwa terdapat pada unsur kejiwaan,
tetapi penyebab utamanya di badan (somatogenik), di lingkungan sosial (sosiogenik) ataupun
psikis (psikogenik). Biasanya tidak terdapat penyebab tunggal, akan tetapi beberapa
penyebab sekaligus bersamaan, lalu timbulah gangguan badan atau jiwa. Biasanya gejala
mulai timbul pada masa remaja atau dewasa awal sampai dengan umur pertengahan dengan
melalui beberapa fase antara lain :
1. Fase prodomal
2. Fase aktif
3. Fase Residual
“ Stressor atau penyebab stress berasal
dari peristiwa yang netral. Respons kita
terhadap stressor tersebutlah yang
membuatnya bermakna. “

—SOMEONE FAMOUS
THANKS
Do you have any questions?

CREDITS: This presentation template was created by Slidesgo, including


icons by Flaticon, and infographics & images by Freepik.

Anda mungkin juga menyukai