Anda di halaman 1dari 23

CASE STUDY

SMF PULMONOLOGI DAN KEDOKTERAN RESPIRASI


FKUB RSSA
CASE 1

Laki laki 70 tahun datang ke IGD dengan keluhan sesak berat. Sesak memberat
dirasakan sejak 1 minggu terkahir. Pasien memiliki riwayat sesak dirasakan sejak 5
tahun hilang timbul dan semakin lama semakin memberat. Pasien juga dikeluhkan
terdapat keterbatasan aktivitas akibat sesak, aktivitas sehari hari dirasakan terbatas
dibanding orang seusianya dan harus berhenti sebentar untuk mengambil napas ketika
sedang berjalan.
Pasien juga dikeluhkan batuk dahak kronis dan memberat dalam 1 minggu terakhir
disertai dahak bertambah kental keputihan. Demam disangkal nyeri dada disangkal,
penurunan berat badan disangkal, penurunan nafsu makan dalam seminggu terakhir,
malaise. BAK dan BAB dalam batas normal
Riwayat rawat inap dengan keluhan yang sama 3 x dalam 1 tahun terkahir. Riwayat
pengobatan rutin di poli paru dengan kombinasi salmeterol + fluticasone 250/50
inhaler 2x per hari, serta fenoterol 100 mcg. Pasien juga rutin memakai nebulisasi
salbutamol yang dibeli sendiri di apotek di dekat rumah . Riwayat merokok 2 pak/hari
selama 40 tahun, saat ini masih merokok 1-2 batang sesekali tiap minggu.
CASE 1

Pemeriksaan fisis:
Tanda vital : Keadaan Umum : berat ; GCS 345 ; TD : 140/90; HR : 138 x/menit; RR
36x/menit ; Tax : 36,9 oC ; SpO2 : 79 % RA  84% 02 6 lpm NC
Pemeriksaan fisis umum
K/L : Anemia -/-; Ikterik -/- ; JVP : R ± 9 cm H2O; pembesaran KGB leher (-)
Thoraks :
Cardio/ : ictus invisible, palpable ICS V, 1 cm lateral MCL S, RHM sternal line D, LHM
 ictus, S1, S2 single, Gallop (-), Murmur (-)
Paru/ Inspeksi : penggunaan accessory muscle (+); Palpasi : stem fremitus sulit
dievaluasi; Perkusi : sonor di kedua lapangan paru; Auskultasi :vesikuler kedua lapang
paru; Wheezing (+) kedua lapang paru
Abdomen
flat, soefl, BS (+), epigastric pain (-), H/L unpalpable
Ekstremitas
Warm (+), Cyanosis (+), edema (-)
CASE 1

1. Apakah problem/masalah pada pasien ?


2. Usulan Pemeriksaan penunjang dan clinical reasoning ?
3. Diagnosis kerja dan DD ?
4. Patofisiologi kasus tersebut ?
5. Tatalaksana kasus tersebut ?
6. Pasien perbaikan dan KRS, kontrol poli untuk evaluasi. Keluhan sesak masih sama
tetapi tidak memberat. Hasil pemeriksaan spirometri (hasilnya dibawah). Diagnosis
populasi ?
7. Tatalaksana pasien tersebut saat kontrol ke poli ?
PROBLEM

1. Chronic progresive dyspneu


2. Exertional dyspneu
3. Activity limitation
4. Acute dyspneu
5. Chronic productive cough
6. Worsening of clinical symptoms associated with exacerbation
7. History of severe exacerbation (hospitalization)
8. History of smoking
9. DOC
10. Hypoxia
11. Increase of HR
12. Increase of RR
13. Increase of WOB
14. Bronchoconstriction
CASE 1

Hasil pemeriksaan laboratorium


DL : 13,9/10.300/38.2/347.000; DC : 2,3/0,2/85,1/3,3/9,1 OT/PT : 24/19; Bil T/D/1 :
0,79/0,37/0,42; Ur/Cr : 36,8/0,92; GDS : 122; SE : 138/3,50/101; Procalcitonin : 0,92
BGA (6 lpm NC) : 7,12/82,8/71,4/16,2/-9,5/81%

Hasil foto toraks Hasil EKG


Diagnosis Kerja
1. Respiratory Failure Tipe 2 (BGA memenuhi kriteria respiratory failure tipe 2)
2. COPD acute exacerbation with acute respiratory failure life threatening/ PPOK dengan gagal
napas akut – mengancam jiwa (perubahan akut kondisi kesadaran, penggunaan oto napas
tambahan, RR > 30x/menit, hipoksemia yang tidak membaik dengan koreksi O2 venturi mask
atau membutuhkan suplementasi FiO2 > 40%, hiperkarbia PaCO2 meningkat dibandingkan
baseline atau meningkat > 60 mmHg atau adanya asidosis ( Ph ≤ 7,25)
3. HF dt CPC (didapatkan klinis gagal jantung kanan, peningkatan JVP, inverted coma sign pada
CXR, P pulmonal pada gambaran EKG)

Diagnosis Banding
1. Pneumonia (CXR,USG toraks (hiperechoic dengan gambaran air bronchogram) asses
CRP/procalcitonin)
2. Penumothoraks (asses CXR, USG toraks(loss pleural sliding, lung point, hilangnya seashore
diganti dengan barcode sign)
3. Efusi pleura ( asses CXR dan USG toraks (hipoechoic pada simple efusi, atau isoechoic pada
kompleks)
4. Emboli paru ( asses D dimer, Doppler sonogram ekstremitas bawah, CT)
5. Edema paru due to cardiac related (asses EKG, USG cardiac, cardicac enzim)
6. Cardiac aritmia seperti AF/flutter (asses EKG)
Patofisiologi
Inhalasi asap rokok dan partikel berbahaya lainnya seperti asap pembakaran akan menyebabkan
inflamasi pada paru. Inflamasi ini merupakan proses normal sebagai mekanisme pertahanan pada
paru, tetapi pada pasien COPD respon ini terjadi dalam kondisi kronis yang dapat menyebabkan
destruksi parenkim paru yang menyebabkan emphysema dan menyebabkan gangguan pada
proses repair, serta mekanisme pertahanan tubuh menyebabkan fibrosis daripada small airway.
Perubahan patologi tersebut menyebabkan gas trapping dan hambatan aliran udara yang
persisten dan progresif.
Patologi
Karakteristik perubahan patologi pada COPD ditemukan di jalan napas, parenkim paru, dan
pembuluh darah paru. Perubahan patologi yang dapat terlihat pada COPD termasuk inflamasi
kronis dengan peningkatan sejumlah sel inflamasi pada berbagai daerah paru dan perubahan
structural yang dihasilkan dari mekanisme injuri-repair yang berulang
Patogenesis
Inflamasi yang terjadi pada COPD berasal dari mekanisme inflamasi normal pada jalan napas dan
inflamasi kronis yang disebabkan partikel iritan berbahaya seperti asap rokok. Stress oksidatif dan
proteinase yang berlebihan pada paru lebih lanjut memperberat inflamasi, secara bersama
mekanisme tersebut menyebabkan perubahan patologi pada COPD, meskipun demikian ketika
smoking cessation sudah dilakukan proses inflamasi tersebut tetap berlanjut dengan mekanisme
yang belum diketahui. Autoantigen dan gangguan hemostasis pada lung microbiome
(perturbation) dapat memiliki peran pada kondisi tersebut
Patofisiologi
Stress oksidatif
Stress oksidatif memperkuat penyebab patologis yang terjadi pada COPD, biomarker oksidatif
stress (contoh hydrogen peroksida, 8-isoprostane) ditemukan meningkat pada exhaled breath
condensated, sputum dan sirkulasi sistemik pasien COPD. Stress oksidatif lebih lanjut juga
meningkat selama eksaserbasi . Oksidan dibentuk baik dari asap rokok dan partikulat yang
terinhalasi lainnya serta dihasilkan dari pelepasan sel inflamasi seperti makrofag, neutrofil. Pada
COPD mungkin juga dapat terjadi penurunan antioksidan endogen yang menghasilkan penurunan
kadar faktor transkripsi Nrf2 yang berperan dalam mengatur berbagai gen antioksidan
Ketidakseimbangan protease-antiprotease
Ketidakseimbangan protease (contoh neutrophil elastase. Proteinase 3, cathepsins, matrix
metalloproteinase 1,2,9,12) yang merusak jaringan ikat dan antiprotease (contoh : α1-antitripsin,
elafin, tissue inhibitor MMP, leukoprotease inhibitor) yang melawan proses tersebut pada COPD.
Peningkatan kadar protease yang dihasilkan sel inflamasi dan epitel terlihat pada COPD yang
memberikan bukti protease menyebabkan destruksi elastin, jaringan ikat utama pada parenkim
paru.
Inflamasi
eningkatan jumlah makrofag pada jalan napas, parenkim dan pembuluh darah paru, bersama juga
meningkat aktivitas dari neutrofil dan limfosit termasuk Tc1, Th1, Th17 dan ILC3. Pada sejumlah
pasien juga bias terdapat peningkatan eosinofil, Th2, ILC2. Sel inflamasi tersebut bersama dengan
sel epitel dan struktur sel mengeluarkan berbagai mediator inflamasi. Mediator inflamasi tersebut
menarik sel-sel inflamasi dari sirkulasi (faktor kemotaktik), memperkuat proses inflamasi dan
mengindukasi perubahan struktural pada COPD
Patofisiologi
Peribronchial dan fibrosis interstitial
Inflamasi dapat mendahului berkembangnya suatu fibrosis atau injury berulang pada dinding
jalan napas menyebabkan produksi berlebihan jaringan fibrosis. Kondisi ini merupakan faktor
yang berkontribusi pada terjadinya ketrbatasan small airway dan pada akhirnya berkembang
menjadi suatu emphysema.
Patofisiologi
Hambatan aliran udara dan gas trapping
Inflamasi, fibrosis dan eksudat pada lumen jalan napas khususnya small airway berkaitan dengan
penurunan FEV1 dan rasio FEV1/FVC serta penurunan yang tajam dari FEV1 sebagai karakteristik
dari COPD. Hambatan jalan napas yang progresif menyebabkan terperangkapnya gas selama
ekspirasi yang menybabkan hiperinflasi. Static hiperinflasi menyebabkan penurunan kapasitas
inspirasi dan dinamik hiperinflasi selama exercise menyebabkan sesak dan ketrbatasan kapasitas
exercise.
Pertukaran gas abnormal
Pertukaran gas yang abnormal menyebabkan hipoksemia dan hiperkapnea. Penurunan ventilasi
dapat disebabkan baik dari penurunan ventilatory drive atau peningkatan dead space. Kondisi ini
menyebabkan retensi CO2. Pasien mengalami peningkatan usaha napas yang disebabkan
ketrbatasan aliran udara yang severe dan hiperinflasi serta akibat gangguan dari otot ventilasi.
Kondisi ini akan menyebabkan perburukan dari ventilasi perfusi rasio (VA/Q)
Patofisiologi
Hipersekresi mukus
Hipersekresi mukus menyebabkan batuk kronis produktif yang merupakan gambaran bronchitis
kronis dan tidak selalu berkaitan dengan keternatasan aliran udara. Tidak semua COPD akan
memberikan gejala hipersekresi. Hipersekresi mukus disebabkan peningkatan jumlah sel goblet
dan hiperplasi kelenjar submukosa, keduanya disebabkan oleh iritasi kronis akibat paparan asap
rokok atau partikel inhalan berbahaya lainnya. Beberapa mediator dan protease menstimulasi
hipersekresi mukus dan banyak diantaranya menghasilkan efek tersebut melalui aktivasi
epidermal growth factor receptor (EGFR)
Hipertensi pulmonal
Hipertensi pulmonal dapat berkembang pada COPD (tahap lanjutan) disebabkan oleh hipoksik
vasokontriksi dari arteri pulmonal, lebih lanjut terjadi juga perubahan structural termasuk
hiperplasi intima dan hiperplasi/hipertrofi otot polos. Meskipun pada mild COPD atau perokok
yang dicurigai adanya emphysema terdapat abnormalitas yang bermakana pada aliran darah
mikrovaskular pulmonary.
Respon inflamasi pada pembuluh darah, seperti yang terlihat pada jalan napas, juga terlihat pada
COPD disertai dengan bukti adanya disfungsi sel endothel. Hilangnya pulmonary capillary bed
pada emphysema lebih lanjut berperan terhadap peningkatan tekanan sirkulasi pulmonary.
Hipertensi pulmonary yang progresif menyebabkan hipertrofi ventrikel kanan akhirnya
menyebabkan gagal jantung kanan.
Patofisiologi
Eksaserbasi
Eksaserbasi dari gejala respiasi dipicu oleh infeksi bakteria/virus (co-exist), polusi lingkungan, atau
faktor lain yang tidak diketahui pada pasien COPD, karakteristik inflamasi yang terjadi pada COPD
terlihat selama episode infeksi bacterial/viral. Selama eksaserbasi terjadi peningkatan hiperinflasi
dan gas trapping dengan penurunan aliran ekspirasi dan sejalan dengan peningkatan sesak. Juga
terdapat perburukan abnormalitas VA/Q yang menyebabkan hipoksemia. Selama eksaserbasi juga
didapatkan peningkatan inflamasi jalan napas. Kondisi lain (pneumonia, tromboemboli dan acute
cardiac failure) dapat meniru atau memperburuk dari gejala eksaserbasi COPD.
Efek sistemik
Mediator inflamasi yang berada pada sirkulasi dapat berperan dalam kelainan kelainan yang
didapatkan pada COPD seperti skeletal muscle wasting, kakeksia, dan dapat memicu atau
memperburuk komorbid pada COPD seperti ischemic hearth disease, HF, osteoporosis, anemia,
diabetes, sindrom metabolic.
Tatalaksana Kasus
SABA plus minus SAMA
• Rekomendasi Inisiasi bronkodilator yang diberikan pada kondisi eksaserbasi akut. SABA akan
ditangkap oleh respetor beta-2 dan SAMA akan ditangkap oleh reseptor muskarinik yang akan
memberikan efek bronkodilatasi pada pasien COPD. Pemberian short acting bronkodilator
secara nebulisasi lebih mudah untuk pasien dengan kondisi diatas tetapi tidak berbeda dalam
hal FEV1 apakah diberikan secara MDI (dengan atau tanpa spacer) dan secara nebulisasi.
LABA manitanance
• Dimulai segera sebelum discharge dari RS
Sistemik kortikosterod selama 5-7 hari
• Memperbaiki fungsi paru (FEV1), oksigenasi dan memperpendek masa perawatan. Dosis
dapat diberikan 40 mg prednisone selama 5 hari. Pemberian lebih lamam meningkatkan
risiko pneumonia dan mortalitas. Prednisone oral ekual dengan pemberian IV. Budesonide
nebul tunggal dapat sebagai alternative terapi untuk kondisi eksaserbasi dan memiliki
manfaat sama dengan IV metilprednisolon. Pemberian glukokortikoid mungkin memiliki
efikasi yang rendah pada pasien COPD eksaserbasi akut yang memiliki kadar eosinofil darah
yang rendah, tetapi masih memerlukan trial lebih lanjut
Tatalaksana Kasus
Antibiotic sesuai indikasi
• Jika dalam masa perawatan secara klinis dan pemeriksaan didapatkan infeksi pneumonia
bacterial atau infeksi dari tempat lain. Secara klinis jika didapatkan purulensi pada sputum,
jika didapatkan eosinophilia pada sputum kecurigaan kearah infeksi viral. Sputum purulent
memiliki sensitivitas 94,4% dan spesifitas 52% terdapatnya load bakteri yang tinggi, dan
indikasi untuk pemberian antibiotic. CRP dan procalcitonin dapat dipakai untuk melihat
adanya pneumonia khsusunya kecurigaan bacterial.
• Antibiotic diberikan pada pasien COPD eksaserbasi yang memiliki 3 tanda cardinal
(peningkatan sesak, volume sputum, sputum purulent) atau 2 tanda cardinal tersebut salah
satunya adalah sputum purulent atau pasien membutuhkan ventilasi mekanis (IV dan NIV).
Antibiotic diberikan 5-7 hari.
Support ventilasi (invasive-non invasive)
• Terapi untuk gagal napas akut, memperbaiki pertukaran gas, memperbaiki oksigenasi.
• NIV : Indikasi minimal satu dari 1. Asidosis respirasi (PaCO2 ≥ kPa dan pH arteri ≤ 7,35); 2.
Sesak berat dengan klinis kecurigaan kelelahan otot napas, peningkatan kerja napas,
atau keduanya seperti penggunaan otot napas tambahan, paradoxical movement
abdomen, retraksi ICS; 3. Persisten hipoksemia yang telah diberikan terapi oksigen
• Invasive mechanical ventilaton 1. Tidak dapat mentoleransi NIV/gagal NIV 2. Post
respiratory/cardiac arrest 3. Gangguan kesadaran, agitasi psikomotor yang tidak dapat
dikontrol dengan sedasi 4. Aspirasi massif/persisten vomiting 5. Ketidakstabilan hemodinamik
yang tdiak berespon dengan pemberian cairan dan obat vasoaktif 6. Severe VT atau aritmia
supraventricular 7. Hipoksemia lifethreatening pada pasien dengan NIV
Tatalaksana Kasus
Oksigen support
• Setelah gagal napas perbaikan pemberian support oksigen untuk memperbaiki hipoksemia
denga target saturasi 88-92%
• High flow oxygen
• Indikasi untuk pasien dengan hipoksemik respiratory failure, alternative pemberian oksigen
standar atau noninvasive positive pressure ventilation. HFO dapat menurunkan RR dan usaha
napas, menurunkan work of breathing, memperbaiki pertukaran gas, memperbaiki volume
paru, memperbaiki dinamik compliance, memperbaiki tekanan transpulmonar. HFO juga
menurunkan hiperkarbia, memperbaiki hiperkapnea
Monitoring
• Klinis
• Serial pulse oksimetri, serial blood gas analisis, serial venous blood gas : Memastikan apakah didapatkan perbaikan
oksigenasi setelah pemberian terapi oksigen, memastikan nilai retensi karbondioksida serta perbaikan/perburukan daripada
asidosis. Venous blood gas diperlukan untuk mengases kadar bikarbonat dan pH secara akurat yang akan dibandingkan
dengan penilaian blood gas arteri. Penggunaan venous blood gas masih memerlukan data lanjutan untuk dipakai membuat
keputusan klinis pada kondisi gagal napas akut
• CRP/Procalcitonin : CRP /procalcitonin diperlukan sebagai penapisan infeksi bacterial/viral. Eksaserbasi pada COPD dipicu
salah satunya oleh adanya infeksi walaupun polutan lingkungan atau kondisi yang tidak diketahui dapat memicu kejadian
eksaserbasi.
• Serum elektrolit ulang : Evaluasi efek hypokalemia pada penggunaan bronkodilator
• USG thoraks : Peran USG toraks dalam menilai atau menyingkirkan diagnosis banding seperti pneumonia, emboli paru, ada
tidaknya efusi, penumotoraks sebagai komplikasi COPD. Selain itu juga diperlukan dalam menilai kecukupan kebutuhan
cairan pada pasien dengan metode non invasive dengan penilaian IVC
Diagnosis Populasi


Diagnosis Populasi : COPD stabil Populasi D GOLD 3
SPIROMETRI
Tatalaksana pasien (stabil)
Tatalaksana awal pasien (stabil) : farmakologis
Tatalaksana follow up pasien (stabil) : farmakologis
Tatalaksana awal pasien (stabil) : non- farmakologis

• Upaya berhenti merokok : 5A (ask advise, asses, assist, arrange), farmakoterapi : varenicline,
bupropion, NRT
• Rehabilitasi paru : Latihan terprogram dengan supervise direkomendasikan. Latihan
terpogram dilakukan paling tidak 2x seminggu meliputi latihan endurance, interval training,
resitance/strength training, upper & lower limbs training termasuk latihan jalan, fleksibilitas,
training otot pernapasan, dan neuromuscular electrical stimulation. Exercise memperbaiki
keluhan sesak, status kesehatan, toleransi latihan, bermanfaat pada chronic hipercapnic
failure, cost effective strategy, menurunkan angka hospitalisasi pasien dengan riwayat
eksaserbasi sebelumnya (≤4 minggu hospitalisasi sebelumnya)
• Terapi oksigen jangka panjang : Pada Pasien PPOK stabil dengan severe resting hipoksemia
(arterial hipoksemia PaO2 < 55 mmHg atau saturasi < 88% dengan atau tanpa hiperkapnea
atau PaO2 > 55 mmHg tetapi < 60 mmHg, atau saturasi 88% disertai peripheral edema yang
disebabkan congestive cardiac failure atau adanya polisitemia (hematocrit > 55%); Pemberian
15 jam/hari -24 jam/hari dengan 1L/menit dinaikkan 1L.menit sampai saturasi > 90% atau
target BGA ≥ 60 mmHg saat istirahat, pemberian oxygen delivery dengan nasal canul atau
venture mask.
• NIV : COPD tabil dengan hiperkapnea persisten (PaCO2 > 53 mmHg) NIV menurunkan
hospitalisasi dan memperbaiki survival. Long term NIV dipertimbangkan pada kasus severe
chronic hypercapnea dengan riwayat hospitalisasi dan gagal napas; PaCO2 harian (siang) ≥ 50
mmHg, nocturnal PaCO2 ≥ 55 mmHg atau PaCO2 harian 46-50 mmHg dan didapatkan
peningkatan nocturnal PaCO2 10 mmHg
Tatalaksana awal pasien (stabil) : non- farmakologis

• Vaksinasi : Vaksinasi influenza menurunkan morbiditas dan mortalitas COPD. PCV 13 dan
PPSV direkomendasikan pada semua pasien > 65 tahun. 23 valent pneumococcal
polysaccharide vaccine (PPSV-23) menurunkan pneumonia CAP pada COPD < 65 tahun
dengan FEV1 < 40% dan pada COPD dengan komorbid seperti gagal jantung. 13 valent
conjugated pneumococcal vaccine (PCV-13) menurunkan bakterimia dan penyakit
pneumococcal invasive pada populasi ≥ 65 tahun
• Intervensi : LVRS dipertimbangkan pada pasien dengan emphysema lobus atas dengan
kapasitas latihan post rehabilitasi yang rendah. BVLR dipertimbangkan pada emphysema
tahap lanjut dengan endobronchial valves, lung coils, vapor ablation); Intervensi bronkoskopi
menurunkan end-ekspiratory lung volume, memperbaiki toleransi latihan, kualitas hidup dan
fungsi paru 6-12 bulan setelah tindakan dilakukan; Pasien dengan severe COPD (progressive,
BODE 7-10, bukan kandidat LVRS/BVLR) dapat dipertimbangkan transplantasi dengan kondisi
paling tidak satu diantara berikut: 1. Riwayat hospitalisasi karena eksaserbasi terkait dengan
hiperkapnea akut (PCO2 > 50 mmHg) 2. Hipertensi pulmonal dan atau corpulmonale 3. FEV1
< 20% dan DLCO < 20% atau distribusi emphysema yang homogeny.
• Nutritional support : Direkomendasikan pada pasien COPD dengan malnutrisi

Anda mungkin juga menyukai